Anda di halaman 1dari 17

MATA KULIAH : PENDIDIKAN NILAI DAN ETIKA KEPRIBADIAN GURU

DOSEN : ALIFA MUTHMAINNAH, S.Pd.,M.Pd

HUBUNGAN NILAI NORMA DAN SANKSI-SANKSI ETIKA


DALAM KODE ETIK PROFESI KEGURUAN

Kegunaan Makalah
Makalah ini dibuat sebagai prasyarat untuk mengikuti mata kuliah pendidikan
nilai dan etika kepribadian guru

DISUSUN OLEH :

ISRAWATI
NIM : 003.01.01.2018

PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM


FAKULTAS STAI YAPIS TAKALAR
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah. Shalawat serta salam senantiasa
kita sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, serta semua umatnya hingga kini. Dan semoga kita termasuk dari
golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Makalah yang sempurna yang berbobot, sistematis dan sesuai dengan yang
diharapkan pembimbing adalah tujuan setiap mahasiswa dalam menyusun tugas-
tugas yang berupa makalah dan sebagainya. Begitupun dengan penulis, selalu
berusaha membuat makalah yang baik sesuai dengan keinginan dosen. Maka
dengan mencurahkan segala upaya akhirnya makalah tentang “Hubungan Nilai
Norma dan Sanksi-Sanksi Etika dalam Kode Etik Profesi Keguruan” yang
merupakan tugas dari mata kuliah Pendidikan Nilai Dan Etika Kepribadian Guru
ini dapat kami selesaikan tepat waktu, mudah-mudahan makalah ini bukan hanya
berguna bagi penulis namun bisa berguna untuk teman yang lain.
Penulis sadar bahwa makalah ini tentunya tidak lepas dari banyaknya
kekurangan, baik dari aspek kualitas maupun kuantitas. Semua ini murni didasari
oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik
dan saran kepada segenap pembaca yang bersifat membangun untuk lebih
meningkatkan kualitas di kemudian hari.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 2
A. Nilai.................................................................................................. 2
B. Norma............................................................................................... 4
C. Sanksi Etika Profesi Keguruan........................................................ 6
D. Hubungan antara Nilai, Norma, dan Sanksi Keguruan.................... 10
BAB III PENUTUP .................................................................................... 13
A. Kesimpulan...................................................................................... 13
B. Penutup ............................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang memiliki multi dimensi, sehingga
potret pada diri manusia tidak dapat dipandang dari satu pandang saja. Oleh
karena itu, perlu ada pemahaman lebih dalam tentang ekstensi manusia lebih
filosofis tentang siapa, bagaimana dan untuk apa manusia ada. Manusia juga
merupakan makhluk sosial, makhluk sosial yang dimaksud adalah makhluk
yang senantiasa tidak bisa hidup sendiri dan senantiasa membutuhkan
kehadiran orang lain.
Perbuatan-perbuatan manusia baik yang sifatnya alami atau pun etis
tersebut, dapat kita kaitkan dengan persoalan pendidikan. Etika, moral, dan
akhlak merupakan bagian dari pendidikan dan pembiasaan.
Manusia adalah makhluk berbudaya yang mewarisi nilai-nilai sosial
tinggi dibandingkan dengan makhluk lainnya, manusia dimungkinkan untuk
mempergunakan  sikap atau perilakunya itu untuk menjaga keharmonisan
sosial dengan memilih etika, moral, atau akhlak yang benar dan tepat agar
nilai-nilai sosial manusia sebagai makhluk berbudaya dapat terus terjaga.
Dari latar belakang masalah tersebut penyaji akan membahas lebih
lanjut tentang hubungan nilai, norma, dan sanksi etika dalam kode etik
profesi keguruan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan nilai ?
2. Apa saja norma dalam pembagian umum ?
3. Apa saja UU yang mengatur sanksi pada etika profesi keguruan?
4. Apa hubungan antara nilai, norma, dan sanksi ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan nilai.
2. Untuk mengetahui bagian umum dari norma.
3. Untuk mengetahui UU yang mengatur sanksi etika profesi keguruan
4. Untuk mengetahui hubungan nilai, norma dan sanksi keguruan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Nilai
1. Pengertian Nilai
Menurut Kimball Young (dalam buku Drajat dan Effendi, 2014;
24) nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa
yang dianggap penting dalam masyarakat. Sedangkan menurut
Hendropuspito (dalam buku Drajat dan Effendi, 2014; 24) nilai adalah
segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena mempunyai daya guna
fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia. Dalam kamus filsafat
Hoffmeister yang dipelopori oleh filusuf Herman Letze (1817-1881) nilai
diartikan sebagai “...die Zwischen einen Gegenstand und eine Maszstab
durch die Werteden Menschen hergestilite Bezicheng”, hubungan yang
diadakan oleh manusia yang sedang memberi nilai antara sesuatu dengan
suatu ukuran, dimana ukurannya itu disebut norma atau kaidah bagi
pertimbangan dan penilaian.
Menurut Linda Richard Eyre (dalam buku Drajat dan Effendi,
2014; 25) mengemukakan bahwa nilai mulia akan menentukan perilaku
seseorang yang mencakup dua aspek, yakni nilai-nilai nurani (valwes of
being) meliputi kejujuran, keberanian, cinta damai dan kesucian. Dan
tentunya memiliki nilai nilai untuk memberi (valwes of giving) meliputi
rasa hormat, sayang, setia, tidak egois dan ramah.
Menurut tim penyaji nilai adalah suatu ukuran yang diberikan
oleh orang lain maupun diri sendiri dan menjadi penghargaan prestasi
bagi setiap orang dan merupakan sesuatu yang sangat diperhatikan karena
mempunyai daya guna tersendiri.
2. Nilai Seorang Guru
Dalam sebuah proses pendidikan guru merupakan satu kompenen
yang sangat penting, selain kompenen lainnya seperti tujuan, kurikulum,
metode, sara dan prasarana lingkungan, dan evaluasi. Guru profesional

2
adalah guru yang mampu menerapkan hubungan yang berbentuk
multidimensional guru yang demikian adalah guru yang secara internal
memenuhi kriteria administratif, akademis, dan kepribadian. Profesi guru
pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memberi dan
mengembangkan pengetahuan peserta didik. Dalam perkembangan
berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema
eksistensial.
Slogan pahlawan tanpa tanda jasa senantiasa melekat pada profesi
guru. Hal ini didasarkan pada pengabdiannya yang begitu tinggi dan tulus
dalam dunia pendidikan. Tidak hanya itu, sikap kearifan, kedisiplinan,
kejujuran, ketulusan, kesopanan serta sebagai sosok panutan menjadikan
profesi ini berbeda. 
Menurut Djamin (dalam buku Daryanto, 2013:9) mengemukakan
citra guru memiliki arti sebagai suatu penilaian yang baik dan terhormat
terhadap keseluruhan penampilan yang merupakan sosok pengembang
profesi ideal dalam lingkup fungsi, peran, dan kinerja. Citra guru
tercermin melalui: keunggulan mengajar, memiliki hubungan harmonis
dengan peserta didik, dan memiliki hubungan yang harmonis pula
terhadap sesama teman seprofesi.
Dari sudut pandang peserta didik citra guru ideal adalah
seseorang yang senantiasa memberi motivasi belajar yang mempunyai
sifat-sifat keteladanan, penuh kasih sayang, serta mampu mengajar
didalam suasan menyenangkan.
Menurut tim penyaji, nilai seorang guru dapat dilihat dari ukuran
wawasan pengetahuan yang dimiliki seorang guru dalam memberikan
pengetahuan terhadap peserta didik, kemudian seorang guru juga pandai
dalam menjalin suatu hubungan yang baik, baik kepada peserta didik,
teman seprofesinya dan masyarakat lingkungannya sehingga
menimbulkan suasana yang harmonis. Apabila guru tersebut berhasil
maka guru tersebut dapat dikatakan guru yang profesional.

3
B. Norma
1. Pengertian Norma
Kata indonesia “norma” kebetulan  persis  sama bentuknya
seperti  dalam bahasa asalnya, bahasa latin. Konon, dalam bahasa latin arti
yang pertama adalah carpenter’s square: siku-siku yang dipakai tukang 
untuk mencek apakah benda yang dikerjakannya (meja, bangku, kursi,
dan sebagainya) sungguh-sungguh lurus. Asal-usul ini membantu  kita 
untuk mengerti maksudnya. Sehingga norma adalah aturan atau kaidah
yang kita pakai sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu.
Menurut tim penyaji norma atau kaidah adalah ketentuan yang
mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat. Ketentuan tersebut
mengikat bagi setiap manusia yang hidup dalam lingkungan berlakunya
norma tersebut, termasuk tingkah laku seorang guru dalam lingkungan
pendidikan, dalam arti setiap orang yang hidup dalam lingkungan
berlakunya norma tersebut harus menaatinya.
Ada banyak sekali macam norma. Misalnya, ada norma yang
menyangkut benda dan norma lain yang menyangkut tingkah
laku manusia. Contoh tentang norma yang menilai benda adalah norma-
norma teknis yang dipakai untuk menentukan kelayakan udara sebuah
pesawat terbang atau kelayakan laut sebuah kapal.
Jika sesuai dengan norma-norma itu, pesawat boleh terbang dan
kapal boleh berlayar. Jika tidak pesawat atau kapal harus diperbaiki dulu,
hingga akhirnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Norma yang menyangkut tingkah laku manusia ada juga banyak
macamnya, dapat dibedakan norma umum yang menyangkut tingkah
laku manusia sebagai keseluruhan dan norma khusus yang hanya
menyangkut aspek tertentu dari apa yang dilakukan manusia.
Contoh norma khusus adalah norma bahasa. Tata bahasa
Indonesia adalah norma yang menentukan apakah kita menggunakan
bahasa dengan baik dan benar atau justru tidak. Contoh lain adalah bila
pertandingan  sepak  bola  berlangsung, para pemain harus taat pada

4
banyak  norma, tetapi saat pertandingan selesai norma-norma ini
sudah tidak berlaku lagi. Jadi norma-norma ini betul-betul bersifat khusus.
Ada tiga macam norma umum,
yaitu norma kesopanan atau etiket, norma hukum, dan norma moral.
Etiket, misalnya betul-betul  mengandung norma yang mengatakan apa
yang harus kita lakukan.
Mungkin karena alasan itu etiket sering dicampuradukkan dengan etika.
Norma hokum juga merupakan norma penting yang menjadi
kenyataan dalam setiap masyarakat. Norma moral adalah norma tertinggi
yang tidak bisa ditaklukkan pada norma lain karena norma moral
menentukan apakah prilaku kita baik atau buruk dari sudut etis.
Seperti norma-norma lain juga, norma moral bisa
dirumuskan dalam bentuk positif atau negatif. Dalam bentuk positif
norma moral tampak sebagai perintah yang menyatakan apa yang
harus dilakukan, misalnya: kita harus menghormati kehidupan manusia,
kita harus mengatakan yang benar. Dalam bentuk negative norma moral
tampak sebagai larangan yang menyatakan apa yang tidak boleh
dilakukan, misalnya: jangan membunuh, jangan berbohong.    
2. Norma Seorang Guru
Guru merupakan faktor utama dan berpengaruh terhadap proses
belajar siswa. Dalam pandangan siswa, guru memiliki otoritas, bukan saja
otoritas dalam bidang akademis, melainkan juga dalam bidang
nonakademis, karena itu pengaruh guru terhadap siswanya sangat
menentukan.
Para siswa menyerap sikap-sikap gurunya, merefleksikan
perasaan-perasaannya, menyerap keyakinan-keyakinannya, meniru
tingkah lakunya, dan mengutip pernyataan-pernyataannya. Pengalaman
menunjukkan bahwa masalah-masalah seperti motivasi, disiplin, tingkah
laku sosial, prestasi, hasrat belajar yang terus menerus pada diri siswa
yang bersumber dari kepribadian guru. Oleh sebab itu kepribadian guru
haruslah berdasarkan norma-norma yang ada.

5
Norma guru adalah kaidah atau aturan tingkah laku
dalam hubungan kemanusiaan (relationship) antar guru dengan lembaga
pendidikan (sekolah); guru dengan sesama guru; guru dengan peserta
didik; dan guru dengan lingkungannya. Sebagai sebuah jabatan pekerjaan,
profesi guru memerlukan kode etika khusus untuk mengatur hubungan-
hubungan tersebut.
Beberapa contoh norma guru didalam lingkungan pendidikan
seperti: (1) norma susila, misalnya saling menghormati sesama teman
seprofesi; (2) norma kesopanan, misalnya seorang guru harus berpakaian
sopan dan rapi; (3) norma keagamaan, misalnya seorang guru
mengajarkan nilai keagamaan sebelum proses belajar mengajar dimulai;
(4) norma hukum, misalnya seorang guru adil dalam memberi sanksi
kepada peserta didiknya yang melanggar aturan yang telah disepakati.

C. Sanksi Etika Profesi Keguruan


Sering kali negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang
semula hanya merupakan kode etik suatu profesi tertentu dapat meningkat
menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Dengan demikian, maka
aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku
meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi yang sifatnya
memaksa, baik berupa aksi perdata maupun pidana.
Sebagai contoh dalam hal ini jika seseorang anggota profesi bersaing
secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika
dianggap kecurangan itu serius, maka dituntut di muka pengadilan. Pada
umumnya karena kode merupakan landasan moral, pedoman sikap, tingkah
laku, dan perbuatan, sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi
moral. Barang siapa melanggar kode etik, akan mendapat cela dari rekan-
rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah pelanggar
dikeluarkan dari organisasi profesi.
Berikut ketetapan Perundang-Undangan yang merupakan suatu
sanksi :

6
Bagian Empat
Pelaksanaan, Pelanggaran, dan Sanksi
Pasal 9
1. Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan
pelanggaran terhadap kode etik guru Indonesia merupakan wewenang
dewan kehormatan guru Indonesia.
2. Pemberian sanksi oleh dewan kehormatan guru Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib harus objektif.
3. Rekomendasi dewan kehormatan guru Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
4. Sanksi sebagaimna dimaksud pada ayat 3 merupakan upaya pembinaan
kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat
dan martabat profesi guru.
5. Siapa pun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran kode etik guru
Indonesia wajib melapor kepada dewan kehormatan guru Indonesia,
organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.
6. Setiap pelanggar dapat melakkan pembelaan diri dengan atau tanpa
bantuna organisasi profesi guru atau penasehat hukum sesuai dengan
jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan dewan kehormatan guru
Indonesia.

Bab VI
Sanksi
Pasal 77
1. Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah yang
tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
dikenai sanksi  sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa :
a. Teguran
b. Peringatan tertulis
c. Penundaan hak guru

7
d. Penurunan pangkat
e. Pemberhentian dengan hormat
f. Pemberhentian dengan tidak hormat
3. Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam pasal
22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian
ikatan dinas.
4. Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak
menjalankan kewajiban sebagaiman yang dimaksud dalam pasal 20
dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
5. Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh
organisasi  profesi.
6. Guru yang dikenai sanksi sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1,
ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 mempunyai hak membela diri.

Bagian Kedelapan
Penilaian, Penghargaan, dan Sanksi
oleh Guru Kepada Peserta Didik
Pasal 39
1. Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta
didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma
kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan
guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-
undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah
kewenangannya.
2. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa teguran
dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang
bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru,
dan peraturan perundang-undangan.

8
3. Pelanggaran terhadap peraturan satuan pendidikan yang dilakukan
oleh peserta didik yang pemberian sanksinya berada di luar
kewenangan guru, dilaporkan guru kepada pemimpin satuan
pendidikan.
4. Pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan
oleh peserta didik, dilaporkan guru kepada pemimpin satuan
pendidikan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bab VII
Sanksi
Pasal 63
1. Guru yang tidak dapat memenuhi Kualifikasi Akademik, kompetensi
dan Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sebagaimana yang ditentukan
dalam Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen setelah bersangkutan diberi kesempatan
untuk memenuhinya, kehilangan hak untuk mendapat tunjang
fungsional atau subsid tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan.
2. Guru yang tidak dapat memenuhi kewajiban melaksanakan
pembelajaran 24 jam tata muka dan tidak mendapat pengecualia dari
mentri dihilangkan haknya untuk mendapat tnjangan profesi,
tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan.
3. Guru dan/atau warga negara Indonesia selanGuru yang memenuhi
kualifikasi Akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas
sebagai Guru yang menolak wajib kerja di Daerah sesuai dengan
kewenangannya berupa:
a. Penundaan kenaikan pangkat dan jabatan selama 1 tahun bagi
guru
b. Pencabutan tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan
fungsonal selama 2 tahun bagi guru

9
c. Pencabutan hak untuk menjadi guru selama 4 tahun bagi warga
negara Indonesia selain Guru.
4. Guru yang telah melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 ayat 1 tetapi mengingkari pernyataan tertulisnya
dikenai sanksi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya berupa:
a. Penundaan kenaikan pangkat atau jabatan selama 4 tahun.
b. Penghentian pemberian tunjangan profesi selama 4 tahun.
c. Penghentian pemberian tunjangan fungsional atau subsidi
tunjangan fungsional selama 4 tahun.
d. Penghentian pemberian maslahat tambahan selama 4 tahun.
5. Guru yang terbukti memperoleh Kualifikasi Akademik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 sampai dengan ayat 7 dan/atau
Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dengan
cara melawan hukum diberhentikan sebagai Guru dan wajib
mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau
subsidi tunjangan fungsional, dan penghargaan sebagai Guru yang
pernah diterima.

D. Hubungan antara Nilai, Norma, dan Sanksi Keguruan


Secara terminologi nilai, norma dan sanksi mempunyai hubungan yagn
erat, terutama dalam wacana pendidikan moral, pembentukan sikap-sikap,
pembangunan watak bangsa dan sebagainya. Salam sistem pendidikan, nilai,
norma dan sanksi merupakan bagaian yang tak terpisahkan dari sistem
pembelajaran. Pada jenjang pandidikan dasar dan pendidikan menengah, mata
pelajarna Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dipandang sebagai media
pendidikan moral.
Norma, nilai dan moral di sekolah menjadi tanggung jawab semua guru,
bukan saja guru pendidikan agama mamupun guru PKn akan tetapi semua
guru bidang study bersinergi dalam sistem pembelajran. Selain dari itu

10
penilaian keberhasilann dalam proses pembelajaran, guru memperhatikan
nilai-nilai afektif unutk menunjang sikap siswa dalam proses pembelajaran.
Hubungan antara nilai, norma dan sanksi saling terkait. Norma
berisikan ilai-nilai yang dikongkritkan menjadi suatu ketentuan yang
disepakati. Apabila nilai-nilai yang disepakati dalam bentuk norma tersebut
dilanggar akan diberi sanksi. Oleh karena itu antara nilai, nrma, dan sanksi
memiliki keterkaitan yang sangat erat, saksi yang berlaku apabila melanggar
norma, sedangkan norma tersebut berisi nilai-nilai kebaikan yang dijadikan
standaart oleh masyarakat tertentu.
Hubungan nilai, norma, dan sanksi yaitu nilai menjelma menjadi 
norma dan akan sangat mempengaruhi pelaksanaan dari nilai-nilai itu, dan
apabila dilanggar maka akan dikenakan sanksi-sanksi.
Nilai mempunyai sifat subjektif dan objektif sehingga hal ini juga mem
pengaruhi peralihan nilai menjadi norma dan sanksinya sehingga penerapan
nilai - nilai dalam kehidupan sehari-hari diperlukan adanya keserasian. 
Keserasian ini diperlukan terutama dalam hal penerapan nilai-nilai itu karena
mengenai  pembentukan  nilai  itu  sendiri adalah bebas meskipun dapat
dipengaruhi.
Antara  nilai ada hubungan timbal-balik secara korelatif. Demikian pula
hubungan antar norma juga saling mempengaruhi. Dalam hubungan dalam nil
ai-nilai yang terkandung di dalam pancasila, pembukaan UUD 45
dan dalam pribadi bangsa Indonesia sehingga mempunyai kekuatan yang
mengikat lebih tinggi dan nilai-nilai yang sedang hidup berkembang dalam
masyarakat yang masih memerlukan kristalisasi.
Meskipun dilihat dari segi hukum norma-norma hokum mempunyai
kekuatan mengikat yang lebih tinggi dan sanksi yang lebih kuat
(dapat memaksakan pelaksanaannya), dilihat dari segi kemanfaatan, norma
hukum dan bukan norma hukum mempunyai hubungan timbale balik,
saling dan mengisi.
Pengaruh timbal-balik ini, baik dalam pembentukan norma-norma
hukum (penyusunan hukum positif) maupun dalam penerapannya dalam

11
unsur-unsur penegak hukum (alat-alat dan badan-badan peradilan). Namun,
demi kemanfaatan dan demi kepastian hukum, pada umumnya dalam
pelaksanaannya norma-norma hukum, mempunyai peranan yang lebih
menentukan.
Menurut tim penyaji hubungan antar nilai, norma dan sanksi yaitu
kaidah atau aturan tingkah laku seorang guru yang dipakai sebagai tolak ukur
untuk menilai sesuatu yang akan menimbulkan suatu nilai atau ukuran dan
disertai sanksi apabila aturan tersebut dilanggar.
Contohnya seorang guru yang berpenampilan rapi dan penuh sopan
santun serta guru tersebut mampu menjadikan suasana kelas yang efektif
dengan terjalinnya hubungan yang harmonis terhadap guru dan pesrta didik,
begitu juga dengan guru dan teman seprofesinya sehingga tercapailah visi dan
misi sekolah. Dan apabila seorang guru tersebut melanggar kode etik profesi
guru akan dikenakan sanksi yang berlaku disebabkan karena guru merupakan
panutan bagi peserta didik, sehingga peserta didik tidak termotivasi untuk
mengikuti perilaku buruk dari guru tersebut.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nilai adalah suatu ukuran yang diberikan oleh orang lain maupun diri
sendiri dan menjadi penghargaan prestasi bagi setiap orang dan merupakan
sesuatu yang sangat diperhatikan karena mempunyai daya guna tersendiri.
Ada tiga macam norma umum, yaitu norma kesopanan atau etiket,
norma hukum, dan norma moral. Etiket, misalnya betul-betul
mengandung norma yang mengatakan apa yang harus kita lakukan.
Mungkin karena alasan itu etiket sering dicampuradukkan dengan etika.
Norma hukum juga merupakan norma penting yang menjadi
kenyataan dalam setiap masyarakat. Norma moral adalah norma tertinggi
yang tidak bias ditaklukkan pada norma lain karena norma moral
menentukan apakah prilaku kita baik atau buruk dari sudut etis.
Pada umumnya karena kode merupakan landasan moral, pedoman
sikap, tingkah laku, dan perbuatan, sanksi terhadap pelanggaran kode etik
adalah sanksi moral. Barang siapa melanggar kode etik, akan mendapat cela
dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah
pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi.
Hubungan nilai, norma, dan sanksi yaitu nilai menjelma menjadi
norma  akan  sangat  mempengaruhi pelaksanaan dari nilai-nilai itu, dan
apabila dilanggar maka akan dikenakan sanksi-sanksi.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, kami hanya mengutip dari beberapa buku
saja. Diharapkan dengan adanya makalah tentang pengertian nilai, norma dan
sanksi serta hubungan ketiganya ini kita menjadi lebih memahami
secara mendalam tentang pembahasan pada makalah ini .

13
DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2010. Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional. Bandung:


Yrama Widya.

Daryanto. 2013. Standar Kompetensi dan Penilaian Kinerja “GURU


PROFESIONAL”. Yogyakarta: Gava Media.

Drajat, Manpan dan Ridwan Effendi. 2014. Etika Profesi Guru. Bandung:


Alfabeta.

K. Bertens. 2015. Etika. Yogyakarta: Kanisius.

Suryanto dan Asep Djihad. 2012. Bagaaimana Menjadi Calon Guru dan guru
Profesional. Yogyakarta: Multi Pressindo.

14

Anda mungkin juga menyukai