Anda di halaman 1dari 16

LATAR BELAKANG FILOSOFIS KELUARNYA UU PERFILMAN

KAITAN ANTARA UU PERFILMAN DAN MEDIA PENYIARAN


DOSEN PENGAMPU : Drs. Zulfahmi, M.I.Kom

DISUSUN OLEH :

Febrina Wulandari NST (2103110119)


AXL Jasmine Irawan (2103110256)
Balqhies Anggraini Sudarto (2103110234)
Dina Syahtendra (2103110197)
Fariz Prawira (2203110423)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2023
KATA PENGANTAR

‫ِبْس ِم ِهللا الَّرْح مِن الَّر ِح ْيِم‬

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

Kami ucapkan rasa syukur atas kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan

inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini telah di susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan

banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan hasil

makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan

baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan

terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki

makalah ini.

MEDAN, 16 DESEMBER 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1

A. LatarBelakang..................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................1

C. Tujuan Masalah................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................3

A. Latar belakang Filosofis keluarnya UU Perfilman...........................3

B. Lahir nya KPI (Komisi Penyiaran Indonesia)..................................4

C. Kaitan UU perfilman dengan Media penyiaran...............................6

D. Perjuangan Media Penyiaran Menjadi Suatu Demokrasi................8

BAB III PENUTUP.................................................................................12

Kesimpulan................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Sistem pemerintahan di indonesia selalu bertujuan untuk menjaga kestabilan negara,

karena setiap negara memiliki sistem pemerintahan yang berbeda, maka dari itu makalah

ini di buat untuk membahas tentang latar belakang keluarnya UU perfilman dan juga

kaitan antara UU perfilman dengan media. Dengan masuk sistem komunikasi visual atau

broadcasting televisi di indonesia, tentunya mengalami suatu perubahan pada sistem

pemerintahan, baik secara perekonomian, politik, budaya, dan sikap perilaku sosial secara

global. Kita mengetahui kemajuan arus komunikasi di indonesia sangat berkembang

dengan pesat. Melihat fenomena ini banyak tuntutan akan suatu kebutuhan informasi

teknologi secara tepat, akurat, tajam terpercaya di dalam era globalisasi.

Tanpa kita sadara kebutuhan ini terus mendesak dan mau tidak mau kita harus masuk

ke dalam nya. Pemerintah indonesia sangat merespon, bahwa pemerintah sebagai

regulator akan perkembangan tersebut,maka pada tahun 1962 adalah tonggak sejarah

terbesar di dalam dunia telekomunikasi penyiaran, yaitu tepat pada 17 agustus 1962 yang

di resmikan oleh presiden republik Indonesia Ir.Soekarno.

B. Rumusan Masalah

Untuk mengkaji dan mengulas tentang perfilman dan dan kaitan nya dengan media

penyiaran diperlukan pokok pembahasan seperti berikut :

1. Apa yang melatarbelakangi keluarnya UU perfilman di indonesia

2. Bagaimana kaitan UU perfilman dan media penyiaran

3. Kapan UU perfilman di sah kan

iv
4. Tentang Regulator media penyiaran

B. Tujuan Masalah

Tujuan makalah ini untuk mengkaji, membahas sekaligus mengetahui sejarah dan

filosofi tentang UU perfilman serta kaitan nya dengan media penyiaran di indonesia.

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar belakang Filosofis keluarnya UU Perfilman

Di masa orde baru dalam sejarah perkembangan perfilman nasional, pada tanggal 5

Agustus 1964 telah di terbit kan penetapan presiden nomor 1/1964 dan dalam penetapan

presiden tersebut diantara nya ada penegasan bahwa : “Film bukan lah semata-mata barang

dagangan,melainkan alat penerangan”. Berdasarkan penetapan presiden itu,maka melalui

instruksi Presiden no.12/1964, urusan film di alihkan ke kementrian penerangan sejauh

menyangkut panitia pengawas film, pada tanggal 21 mei 1965 di tindak lanjuti dengan surat

keputusan menteri penerangan no.46/SK/M/1965 yang mengatur penyelenggaraan

penyensoran film di Indonesia melalui suatu lembaga yang bernama Badan Sensor Film.

Adapun fungsi dan tugas Badan Sensor Film tetap menitik beratkan pada upaya

menghindarkan masyarakat dari pengaruh buruk film, dan memperjelas eksistensi dan fungsi

film. Memasuki awal tahun 1990 keinginan sebagian besar masyarakat agar dibenarkan

adanya bebarapa stasiun televisi swasta untuk mendampingi TVRI semakin tak terbendung

lagi. Mulai lah di giatkan persiapan dan penyelenggaraan jajak pendapat tentang perlunya

Undang Undang tentang Perfilman.1

Dan pada tanggal 30 Maret 1992 ditetapkan lah Undang Undang No.8 tahun 1992

dinyatakan ada empat pengertian pokok yang menjadi rujukan semua peraturan dan ketentuan

di bidang Perfilman, yaitu :

1. Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa

pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan di rekam pada pita

seluloid, pita video, piringan video atau bahan penemuan teknologi lain nya dalam segala

1
Eva arifin, broadcasting to be broadcaster, (Jakarta.graha ilmu,2010), hlm. 36

vi
bentuk, jenis dan ukuran yang dapat di pertunjukkan dan di tayangkan dengan sistem

proyeksi mekanik dan elektronik.

2. Perfilman adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan, jasa

teknik , pengeksporan, pengimporan, pengedaran, pertunjukan, dan penayangan film.

3. Jasa teknik Film adalah penyediaan jasa tenaga profesi atau peralatan yang

diperlukan dalam proses pembuatan film serta usaha pembuatan reklame film.

4. Sensor film adalah penelitian dan penilaian terhadap film dan reklame film untuk

menentukan dapat atau tidak nya sebuah film di pertunjukkan atau ditayangkan kepada

umum, baik secara utuh maupun peniadaan bagian gambar atau suara tertentu.

Masyarakat indonesia menyadari bahwa banyak perubahan yang perlu dilakukan

untuk memperbaiki dunia perfilman kita, khusus nya yang berkaitan dengan aspek etika dan

moral dalam membuat dan mempertunjukkan atau menayangkan film untuk umum. Ada

perubahan yang lebih mendasar lagi, kalau dulu orang harus pergi ke bioskop untuk

menonton film, dan kini film itu yang mendatangi penonton dimana pun dia berada dengan

menonton di layar televisi di rumah. Menghadapi kenyataan ini Lembaga Sensor Film harus

memberbaharui untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat

kemajuan nya. Maka tugas LSI tidak hanya sekedar memotong atau menghapus apa yang

tidak patut di tonton oleh masyarakat, khusus nya remaja dan anak-anak,tetapi sekaligus

membimbing dan mengajak masyarakat untuk dapat mengembangkan sikap kritis

B. Lahir nya KPI (Komisi Penyiaran Indonesia)

Dalam UU no.32 Tahun 2002 tentang penyiaran sangat jelas menunjukkan nuansa

demokratis di bandingkan dengan sebelum nya. Selanjut nya UU ini juga menyebutkan

bahwa sistem penyiaran jaringan pasal 31 sebagai alternatif bagi lembaga penyiaran swasta
vii
(LPS) untuk memperluas jangkauan siaran nya. Pada tanggal 28 desember 2002 DPR

membahas tentang UU no.32 pasal 7 yang berbunyi bahwa perlu di bentuk nya satu lembaga

independen yang mengatur hal-hal mengenai penyiaran, yaitu KPI (Komisi Penyiaran

Indonesia).

Selanjutnya pada pasal 7 ayat 2 dinyatakan bahwa KPI adalah lembaga independen

yang setara dengan lembaga negara seperti DPR, MA, BPK,dll. Beberapa Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) yang berfungsi memperkuat tugas media massa dalam mendukung

pembangunan. Beberapa BUMN ini antara lain :

1. Lembaga Sensor Film Bertugas mensensor segala bentuk film asing dan dalam

negeri yang akan di siarkan pada stasiun televisi maupun bioskop di seluruh wilayah

indonesia. Hasil penyensoran akan mengeluarkan sebuah surat resmi yang menyatakan yang

di izinkan nya suatu film untuk di siarkan selama satu tahun. Apabila masa waktu ini telah di

lewati, maka film ini harus dilakukan penyensoran ulang.

2. Pusat Produksi Film Negara Bertugas memproduksi film film yang memiliki nilai

budaya dan leluhur bangsa Indonesia, untuk disiarkan kepada masyarakat.

3. Percetakan Negara Bertugas mencetak lembaran, surat, dan dokumen negara pada

seluruh institusi pemerintahan di Indonesia. Sehingga berbagai bentuk percetakan kertas yang

memiliki lambang kesatuan negara Republik Indonesia untuk kepentingan penyelenggaraan

pemerintahan harus di cetak oleh percetakan negara.2

Peran media memiliki pengaruh yang luar biasa dalam kehidupan masyarakat yang

bisa membentuk karakter bangsa secara luas dan sangat cepat. Maka fungsi media dalam

leyanan publik antara lain memberi informasi, sarana pendidikan, hiburan, alat kontrol, dan

perekat sosial. Akibat dari perkembangan teknologi yang semakin pesat undang undang

2
Hidajanto,andi, dasar-dasar penyiaran, (Jakarta.kencana 2011), hlm 248-250

viii
penyiaran mengalami perubahan terutama undang undang perfilman yang telah di sahkan

secara resmi yaitu Undang undang Republik Indonesia no 33 tahun 2009 tentang Perfilman.

Berdasarkan UU no 33 tahun 2009 di bentuk lah Badan Perfilman Indonesia (BPI)

pada 17 januari 2014 yaitu sebuah badan perfilman yang di bentuk oleh masyarakat perfilman

dengan mendapatkan fasilitas negara. Sesuai dengan UU no 33 tahun 2009 BPI bertugas

untuk :

1. Menyelenggarakan festival film di dalam negeri

2. Mengikuti festival di luar negeri

3. Meyelenggarakan festival film di luar negeri

4. Mempromosikan indonesia sebagai lokasi pembuatan film asing

5. Memberikan masukan untuk kemajuan perfilman

6. Melakukan penelitian dan pengembangan perfilman

7. Memberikan penghargaan

8. Memfasilitasi pendanaan pembuatan film tertentu yang bermutu tinggi.3

C. Kaitan UU perfilman dengan Media penyiaran


Jenis media penyiaran akan tercermin pada tayangan siaran nya di layar kaca. Dalam

hal ini terdapat beberapa klasifikasi pada jenis media penyiaran yang dapat terbagi menurut

format siaran, sumber pendanaan, wilayah cakupan layanan, fungsi dalam jaringan, menurut

kelas dalam jaringan nasional (PP no.12/2005) dan menurut UU no.32/2002 tentang

penyiaran. Menurut format siaran,media penyiaran dapat di klasifikasikan sebagai :

 Media penyiaran pendidikan

 Media penyiaran berita

3
www.BPI.or.id

ix
 Media penyiaran hiburan

 Media penyiaran umum

Menurut sumber pendanaan, media penyiaran diklasifikasikan juga sebagai :

 Media penyiaran publik

 Media penyiaran swasta

 Media penyiaran komunitas

Menurut wilayah cakupan layanan media penyiaran diklasifikasikan juga sebagai

berikut :

 Media penyiaran lokal seperti siaran FM radio

 Media penyiaran regional seperti siaran radio MW, yang mencakup wilayah siaran

sampai melintasi wilayah satu perkotaan.

 Media penyiaran nasional misal nya RRI dengan siaran dari stasiun pusat jakarta.

 Media penyiaran Internasional yang mempunyai wilayah siaran secara Internasional

seperti RRI siaran luar negeri ( Voice Of Indonesia ), BBC, ABC

Menurut Fungsi dalam jaringan, berarti dari status dalam jaringan secara operasional

sehari-hari, yang di klasifikasikan sebagai :

 Media penyiaran Induk (stasiun pusat dari mana siaran berasal)

 Media penyiaran Relai, stasiun penerus pancaran semua program dari stasiun

induk.

Menurut kelas dalam jaringan Nasional, di klasifikasikan sebagai :

 Media penyiaran kelas A, merupakan stasiun pusat yang berkedudukan di ibu kota

Jakarta.

x
 Media penyiaran kelas B, merupakan stasiun daerah yang berkedudukan di ibu

kota provinsi.

 Media penyiaran kelas C, merupakan stasiun daerah yang berkedudukan di ibu

kota wilayah kota.

Media penyiaran tentu sangat berkaitan erat dengan UU perfilman karena kita tahu

perfilman di Indonesia ini sangat berkembang pesat karena adanya media penyiaran

seperti Radio dan Televisi. Sebagaimana yang tertulis pada UU no 32 tahun 2002 pasal 3

tentang penyiaran yang berbunyi ;

1. Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa

penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan stasiun penyiaran lokal.

2. Lembaga penyiaran publik dapat meyelenggarakan siaran dengan sistem jaringan

yang menjangkau seluruh wilayah republik indonesia.

3. Lembaga penyiaran swasta dapat meyelenggarakan siaran melalui sistem stasiun

jaringan dengan jangkauan terbatas.

Namun dengan demikian perfilman dan media penyiaran masih di bawah naungan

KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), karena ini merupakan suatu mata rantai yang saling

berkaitan dan tak dapat di pisahkan.4

a. Secara fundamental regulasi penyiaran harus mengandung substansi, seperti :

 Menetapkan sistem dengan bagaimana dan siapa yang berhak mendapatkan

lisensi penyiaran.

 Memupuk rasa nasionalitas

 Secara ekonomis, melindungi institusi media domestik dari kekuatan asing

4
Hidajanto, andi, Op.Cit, hlm. 53-56

xi
 Membangun media yang sehat serta menjaga keseimbangan hubungan antara

pengelola penyiaran,pemerintah,dan audien.

 Mengatur tata aliran keungan dari sumber yang berbeda. Dana komersial,misal

nya harus dibatasi guna melindungi konsumen dari iklan yang eksesif paling

tidak dari bentuk promosi tertentu dan untuk mencegah pengaruh pengiklanan

yang berlebihan terhadap suatu acara.

b. Regulatory body yang berfungsi untuk :

 Mengalokasikan lisensi penyiaran

 Mengontrol dan memberi sanksi bagi pengelola penyiaran yang melanggar

mulai dari bentuk denda smpai pencabutan izin

 Memberi masukan kepada institusi legislatif

 Sebagai watchdog bagi independensi penyiaran dari pengaruh pemerintah dan

kekuatan modal

 Memberikan masukan terhadap penunjukan jajaran kepemimpinan lembaga

penyiaran publik

 Berperan sebagai penyelidik dan komisi komplain

D. Perjuangan Media Penyiaran Menjadi Suatu Demokrasi

Sudah banyak penelitian yang mengelaborasi relasi reformasi dengan tuntutan

demokratisasi media. Pada masa reformasi muncul desakan untuk mengamandemenkan UU

No.24 Tahun 1997 tentang penyiaran. Rezim orde baru menerapkan sistem pengendalian dan

sensor atas nama persatuan nasional, dan juga sering kali menjalankan kontrol ketat terhadap

media yang secara faktual merupakan sensor untuk mengarahkan informasi yang diberikan

kepada publik sesuai apa yang di kehendaki oleh rezim soeharto, dan juga mencegah

xii
penggunaan media massa untuk dapat di gunakan sebagai instrumen kritik ata ketidak

setujuan atas kebijakan rezim.

Dengan demikian media menjelma menjadi instrumen yang kuat bagi indiktronisasi

politik yang efektif bagi rezim. Setelah melewati masa reformasi tuntutan demokratisasi

media penyiaran disampaikan oleh para pengusul pada rapat Paripurna tanggal 21 juli 2000,

dan dari hasil musyawarah DPR RI di putuskan untuk membahas dan penyempurnaan UU

tentang penyiaran.

Setelah melalui proses panjang dan berbelit belit, akhirnya Pansus (panitia khusus)

menyepakati lahir nya RUU penyiaran yang kemudia di presentasikan pada rapat paripurna

DPR RI tanggal 20 maret 2001. Seiring dengan dinamika kehidupan bangsa, yang diwarnai

dengan lengsernya Abdurahman Wahid sebagai presiden dan kemudia digantikan oleh

Megawati Soekarnoputri, yang di ikuti dengan pengubahan kabinet pembahasan RUU

penyiaran pun terhenti. Dan sekitar satu tahun kemudian yakni pada tanggal 19 maret 2002,

pemhbahasan RUU penyiaran di mulai lagi. Dengan membentuk suatu lembaga penyiaran

independen yaitu KPI. Ketua KPI juga di angkat langsung oleh presiden atas usul DPR RI

pada tahun 2002.

Dengan lahirnya UU Penyiaran tahun 2002 di katakan bahwa ; Untuk

mempertemukan berbagai kepentingan, agar berbagai kepentingan tersebut dapat bertemu

dalam suatu lingkaran. Dan lingkaran tersebut bernama kepentingan publik. Apakah itu

masyarakat, kelompok politik, yang memandang media sebagai alat penting,dan juga

pemerintah yang berkepentingan terhadap media untuk mensosialisasikan kebijakan.

Kontoversi terjadi karena masing masing punya ukuran yang berbeda. Pada sisi lain

masyarakat sebagai penerima juga memiliki ukuran, yakni demokratisasi dunia penyiaran

yang di tandai dengan desentralisasi sistem penyiaran. Masing masing mereka yang

memaksakan agar kepentingan nya masuk dalam UU penyiaran, hal yang seperti itu justru

xiii
mengurangi makna demokratisasi penyiaran, karena pemilik media mengatas nama kan

publik untuk tujuan kepentingan media itu sendiri. Terdapat proses saling mempengaruhi

antar publik, negara, dan pasar. Hal ini tidak lain karena penyusunan UU penyiaran 2002

telah menjadi apa yang di sebut sebagai wilayah yang di perebut kan pihak pihak tersebut.

UU penyiaran 2002 sebagai realitas objektif pun bisa di warnai oleh dominasi kelompok

tertentu yang memiliki surplus sumber daya ekonomi atau politik.

Persilangan kepentingan, jika tidak bertentangan, kalangan industri penyiaran dan

KPI memang sudah lama terjadi. Hal ini menjadi logis karena memang terdapat perbedaan

kepentingan antara KPI dan industri. KPI merupakan sebuah dari desakan demokratisasi

penyiaran. Kalangan industri penyiaran antara lain keberatan dengan posisi KPI yang diberi

kewenangan sangat besar untuk mengatur, mengawasi, dan membekukan sementara, sampai

mencabut izin siaran. Menurut Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) KPI mestinya

tidak menetapkan standar mutu isi siaran, karena ketentuan itu akan mengganggu kebebasan

berekspresi, kebebasan pers, dan akan memasung kreativitas. Namun dengan demikian

wewenang yang di berikan kepada KPI tidak lain untuk menjunjung tinggi Pancasila.5

5
Muhamad mufiq, komunikasi regulasi penyiaran, (Jakarta.kencana,2005), hlm 94-112

xiv
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Perfilman Indonesia sudah mencapai hampir 100 tahun, yang merupakan waktu yang

sangat panjang untuk berkarya dalam seni, kgusus nya bagi perfilman Indonesia. Namun

perfilman di Indonesia bukan sekedar bebas untuk berkarya karena segala sesuatu hal di atur

oleh Undang Undang yang berlaku untuk menjungjung tinggi Pancasila. Namun walau

dengan demikian industri perfilman di Indonesia masih harus terus di perbaharui sambil

menciptakan karya yang bisa menjadi suatu Maha Karya di mancanegara.

xv
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, eva. Broadcasting to be broadcaster. Jakarta : Graha ilmu, 2010

Andi, hidajanto. Dasar dasar Penyiaran. Jakarta : Kencana, 2011

Mufiq, muhamad. Komunikasi regulasi penyiaran. Jakarta : Kencana, 2005

www.bpi.or.id

xvi

Anda mungkin juga menyukai