Dosen Pengampu:
Tri Astuti, M. Pd.
Oleh:
Kelompok 1
1. Selda Arifani 1401422337
2. Anitasari 1401422347
3. Fariza Ika Saputri 1401422350
4. Melia Putri 1401422368
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada
halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Tri Astuti, M.Pd. sebagai
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Nilai dan Norma yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
BAB I: PENDAHULUAN………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 1
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 1
BAB II: PEMBAHASAN…………………………………………………. 2
2.1 Konsep Dasar Pendidikan Nilai dan Norma …………………………… 2
2.2 Filosofis Pendidikan Nilai dan Norma ………………………………… 3
2.3 Landasan Pendidikan Nilai dan Norma ……………………………….. 6
BAB III: PENUTUP ……………………………………………………… 10
3.1 Simpulan……………………………………………………………...... 10
3.2 Saran……………………………………………………………………. 10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
meliputi estetika, yaitu menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera
pribadi, serta etika, yaitu menilai benar/salahnya dalam hubungan antarpribadi.
3
mengubah dan menentukan hidup manusia. Pendidikan itu memanusiakan
manusia (Driyarkara, 1991).
Pendidikan adalah untuk kehidupan, bukan untuk memenuhi ambisi- ambisi
yang bersifat pragmatis. Pendidikan bukan non vitae sed scholae discimus (belajar
bukan untuk kehidupan, melainkan untuk sekolah). Pendidikan harus bercorak
non scholae sed vitae discimus, kita belajar bukan untuk sekolah, melainkan untuk
kehidupan.
Dalam pendidikan untuk kehidupan, hal utama yang dilakukan adalah
menanamkan nilai-nilai. Pendidikan nilai bukan hanya perlu karena dapat
mengembalikan filosofi dasar pendidikan yang seharusnya non scholae sed vitae
discimus, melainkan juga perlu karena ciri kehidupan yang baik terletak dalam
komitmen terhadap nilai-nilai: nilai kebersamaan, kejujuran, kesetiakawanan,
kesopanan, kesusilaan, dan lain-lain. Menurut Piet G.O. (1990), nilai adalah sifat
yang berharga dari suatu hal, benda, atau pribadi yang memenuhi kebutuhan
elementer manusia yang serba butuh atau menyempurnakan manusia yang tidak
kunjung selesai dalam pengembangan dirinya secara utuh, menyeluruh, dan
tuntas.
Selaras dengan pemikiran tersebut, Hans Jonas (Na-Ayudhya, 2008: 8-9 dan
Kneller, 19971: 2) menyatakan bahwa nilai adalah the addresse of a yes, nilai
adalah sesuatu yang selalu kita setujui. Jadi, pendidikan nilai adalah manifestasi
dari non scholae sed vitae discimus. Nilai merupakan kebenaran atau realitas
sejati yang akan terus dicari oleh setiap individu. Sejak manusia lahir, ia mulai
melakukan pencarian. Ia ingin berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Ia
menyentuh benda-benda, memasukkan benda ke dalam mulut, melemparkan, dan
mengamati hasilnya.
Berpijak pada pola kandungan filsafat, pendidikan nilai juga mengandung
tiga unsur utama, yaitu ontologi pendidikan nilai, epistemologi pendidikan nilai,
dan aksiologi pendidikan nilai.
a. Filosofi Ontologi
Pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari pendidikan nilai. Adapun
aspek realitas yang dijangkau teori dan pendidikan nilai melalui pengalaman
pancaindera adalah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materiil
pendidikan nilai adalah manusia seutuhnya, manusia yang aspek kepribadiannya
lengkap. Objek formal pendidikan nilai dibatasi pada manusia seutuhnya dalam
4
fenomena atau situasi pendidikan. Dalam situasi sosial, manusia sering
berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku individual dan/atau
makhluk sosial yang berperilaku kolektif.
Sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antarpribadi yang
menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan
mengajar. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadian sendiri
secara utuh memperlakukan peserta didik secara terhormat sebagai pribadi pula.
Jika pendidik tidak bersikap afektif utuh demikian, menurut Gordon (1975), akan
menjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas faktor hubungan peserta
didik-pendidik atau antara siswa dan guru. Dengan demikian, pendidikan hanya
akan terjadi secara kuantitatif sekalipun bersifat optimal, sedangkan kualitas
manusianya belum tentu utuh.
Secara ontologis, dapat disimpulkan pula bahwa pendidikan nilai adalah
pendidikan yang memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi
untuk dididik dengan bekal akal (rasio) yang menempatkan dirinya sebagai hamba
Tuhan dan memiliki tanggung jawab untuk memelihara nilai-nilai kemanusiaan
di muka bumi.
b. Filosofi Epistemologis
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan nilai atau pakar pendidikan
nilai demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab.
Pendidikan nilai memerlukan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin
studi empirik dengan studi kualitatif fenomenologis. Hal itu disebabkan penelitian
tidak hanya tertuju pada pemahaman dan pengertian, tetapi juga untuk mencapai
kearifan fenomena pendidikan.
Inti dasar epistemologis adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam
menjelaskan objek formalnya, telaah pendidikan nilai tidak hanya
mengembangkan ilmu terapan, tetapi juga menuju pada telaah teori dan
pendidikan nilai sebagai ilmu otonom yang mempunyai objek formal atau
problematikanya sendiri sekalipun tidak hanya menggunakan pendekatan
kuantitatif ataupun eksperimental (Campbell dan Stanley, 1963). Dengan
demikian, uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi,
secara koheren, sekaligus secara praktis dan/atau pragmatis (Randall dan Buchler,
1942).
5
c. Filosofi Aksiologis
Kemanfaatan teori pendidikan nilai tidak hanya perlu sebagai ilmu yang
otonom, tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi
pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena
itu, nilai pendidikan nilai tidak hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni
untuk seni, tetapi juga nilai ekstrinsik. Ilmu pun digunakan untuk menelaah dasar-
dasar kemungkinan bertindak dalam praktik melalui kontrol terhadap pengaruh
yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan.
Dengan demikian, pendidikan nilai tidak bebas nilai, mengingat hanya
terdapat batas yang sangat tipis antar-pekerjaan pendidikan nilai dan tugas
pendidik sebagai pedagog. Dalam hal ini sangat relevan untuk memerhatikan
pendidikan nilai sebagai bidang yang sarat nilai. Oleh sebab itu, pendidikan nilai
memerlukan teknologi, tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Walaupun
demikian, harus diakui bahwa pertumbuhan pendidikan nilai belum jauh
dibandingkan dengan ilmu sosial dan ilmu perilaku pada umumnya.
6
kebenaran tentang hakikat manusia yang dicapai oleh suatu aliran pemikiran. Hal
itu disebabkan nilai adalah esensi hakikat manusia yang dapat mewakili semua
pandangan.
Filsafat pendidikan nilai berlaku selektif terhadap kebenaran hakikat manusia
yang dicapai oleh suatu aliran pemikiran tertentu karena selain sebagai esensi
hakikat manusia, nilai juga menyangkut substansi kebenarannya yang dapat
berlaku konstektual dan situasional.
7
Perbedaan individu berimplikasi pada kurikulum pendidikan nilai dalam
mengajarkan dan membimbing peserta didik ke arah pilihan nilai kehidupan yang
tepat, fungsional, kontekstual dan sesuai dengan kebutuhan hidup mereka.
Masalah krusial pada Pendidikan nilai terletak pada bagaimana pembelajaran
nilai dapat dilakukan secara adil. Adil dalam arti nilai diajarkan dengan baik yang
tidak mengabaikan perkembangan nilai subjektif yang lahir secara perorangan
dan tidak melupakan nilai objektif yang berasal dari kelompok. Dengan kata lain,
nilai objektif dan subjektif harus dikembangkan secara seimbang.
c. Tahapan Belajar Nilai
Dalam memahami nilai, anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan
pengalamannya. Hal ini tidak berarti semua pengalaman anak berlangsung dalam
suatu kejadian dan kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, diperlukan strategi dasar
yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu meliputi:
• Mengidentifikasi nilai dan tujuan yang hendak dicapai oleh anak;
• Menyusun pengalaman kehidupan yang menantang terhadap pertimbangan
nilai;
• Menyediakan sejumlah pengalaman yang memperluas kemampuan anak
dalam membangun nilai secara mandiri.
8
berempati, suka menolong, jujur, bertanggung jawab, dan menghargai perbedaan
pendapat. Semua sikap dan perilaku itu dapat membantu peserta didik untuk hidup
secara sehat dan harmonis dalam lingkungan social yang dihuninya.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pendidikan nilai dan norma adalah pendidikan yang mempertimbangkan
objek dari sudut pandang moral yang meliputi etika dan norma-norma yang
meliputi estetika, yaitu menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera
pribadi, serta etika, yaitu menilai benar/salahnya dalam hubungan antarpribadi .
Berpijak pada pola kandungan filsafat, pendidikan nilai juga mengandung tiga
unsur utama, yaitu ontologi pendidikan nilai, epistemologi pendidikan nilai, dan
aksiologi pendidikan nilai. Pendidikan nilai dan norma memiliki beberapa
landasan, antara lain landasan filosofis, landasan psikologis, landasan social dan
landasan estetik.
3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan dapat menmbah pengetahuan
penulis dan pembaca tentang konsep dasar, filosofi,dan landasan pendidikan nilai
dan norma. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun
sangat diperlukan penulis agar menjadi lebih baik bagi masa yang akan
mendatang. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
mata kuliah Pendidikan Nilai dan Norma yang telah membimbing kelompok
kami.
10
DAFTAR PUSTAKA
Aeni, A. N. (2010). PENDIDIKAN NILAI DI SEKOLAH DASAR. Pendidikan Dasar, 4-5.
Zakiyah, Q. Y., & Rusdiana. (2014). Pendidikan Nilai Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
In Konsep dan Filosofi Pendidikan Nilai (pp. 68-71). Bandung: CV Pustaka
Setia.
Romadhona, S. (2020) “Muatan Nilai, Norma, Dan Moral Dalam Buku Tablet untuk
Naiffa Pada literasi digital di Sekolah Dasar,” JURNAL DIDIKA:
WAHANA ILMIAH PENDIDIKAN DASAR, 6(1). Available at:
https://doi.org/10.29408/didika.v6i1.2061.
11