PENDAHULUAN
B. PENGERTIAN TARIKAT
Tarikat (Tariqah jamaknya Taraa’iq). Secara etimologi berarti: (1)
jalan, cara (al-khaifiyah); (2) metode, sistem (al-uslub); (3) mazhab, aliran,
haluan (al-mazhab); (4) keadaan (al-halah); (5) pohon kurma yang tinggi (an-
nakhlah at-tawilah); (6) tiang tempat berteduh, tongkat payung (‘amud al-
mizalah); (7) yagn mulia, terkemuka dari kaum (syarif al-qaum); (8) goresan
atau garis pada sesuatu (al-khat fi asy-syay)1
1
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ikhtisar Baru van Houve, 2003), h.66
1
Jamil Shaliba mengatakan secara harfiah tarikat berarti jalan yang
terang, lurus yang memungkinkan sampai pada tujuan dengan selamat. 2
Selanjutnya pengertian tarikat berbeda-beda menurut tinjauan masing-
masing: di kalangan Muhaddisin tarikat digambarkan dalam dua arti yang
asasi. pertama : Menggambarkan sesuatu yang tidak dibatasi terlebih
dahulu (lancar), dan kedua : Didasarkan pada sistem yang jelas yang dibatasi
sebelumnya.
Selain itu tarikat juga diartikan sekumpulan cara-cara yang bersifat
renungan, dan usaha inderawi yang mengan-tarkan pada hakikat, atau sesuatu
data yang benar.3
Selanjutnya istilah tarikat lebih banyak digunakan para ahli tasawuf,
Mustafa Zahri dalam hal ini mengatakan; Tarikat adalah jalan atau petunjuk
dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh
Nabi Muhammad dan dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya, tabi'in dan tabi'it
tabi'in turun-temurun sampai kepada guru-guru secara berantai sampai pada
masa kita ini.
Lebih khusus lagi tarikat di kalangan sufiyah berarti sistem dalam
rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan diri dari sifat-sifat yang
tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji dan memperbanyak
zikir dengan penuh ikhlas semata - mata untuk mengharapkan bertemu
dengan dan bersatu secara ruhiah dengan Tuhan. Jalan dalam tarikat itu antara
lain terus-menerus berada dalam zikir atau ingat terus kepada Tuhan, dan
terus-menerus menghindarkan diri dari sesuatu yang melupakan Tuhan.4
Dalam pada itu Harun Nasution mengatakan tarikat ialah jalan yang
harus ditempuh seorang sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin dengan
Tuhan.5 Hamka mengatakan bahwa di antara makhluk dan khaliq itu ada
perjalanan hidup yang harus ditempuh. Inilah yang kita katakan tarikat.6
2
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h.269
3
Ibid
4
Ibid, h. 270
5
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Pers, 1978), h.89
6
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Panji
Masyarakat, 1984),h.104
2
Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut di atas, kiranya
dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan tarikat adalah jalan yang
bersifat spiritual bagi seorang sufi yang di dalamnya berisi amalan ibadah dan
lainnya yang bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-sifatnya disertai
penghayatan yang mendalam. Amalan dalam tarikat ini ditunjukan untuk
memperoleh hubungan sedekat mungkin (secara rohaniah) dengan Tuhan.
7
Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), h.264
8
Harun Nasution, op.cit, h.89
9
Abuddin Nata, op.cit, h.271-272
3
2. Mengamati dan berusaha semaksimal mungkin untuk meng-ikuti jejak
dan guru; dan melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangannya.
3. Tidak mencari-cari keringanan dalam beramal agar tercapai
kesempurnaan yang hakiki.
4. Berbuat dan mengisi waktu seefisien mungkin dengan se-gala wind dan
doa guna pemantapan dan kekhusuan dalam mencapai maqomat (stasiun)
yang lebih tinggi. Mengekang hawa nafsu agar terhindar dari kesalahan
yang dapat menodai amal.
5
37 SUNBULIAH Sunbul Yusuf Bulawi Istanbul, Turki
38 SYAMSIAH Syamsuddin Madinah, Arab Saudi
39 SYATTARIAH Abdullah as-Syattar India
40 SYAZILIAH Abul Hasan Ali as-Syazilli Mekah, Arab Saudi
41 TIJANIAH Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad at-Tijani Fes, Maroko
42 UMM SUNANIAH Syekh Umm Sunan Istanbul, Turki
43 WAHABIAH Muhammad bin Abdul Wahhab Nejd, Arab Saudi
44 ZAINIAH Zainuddin Kufah, Irak
12
Ahmad bin Abdul Aziz Al-Husaini, As-Shufiah, Al-Ghazu Al-Mudammir
(terjemah),Pustaka Sunnah,Jakarta, 2004, h.154-155
6
Qadariyah, Rifaiyah, Naqsyabandiyah, Samma-niyah, Khalwatiyah, al-
Hadad, dan tarikat Khalidiyah.13
Tarikat Qadiriyah didirikan oleh Syaikh Abdul Qadir Jaelani (1077-
1166) dan ia sering pula disebut al-Jilli. Tarikat ini banyak tersebar di dunia
Timur, Tiongkok, sampai ke pulau Jawa. Pengaruh tarikat ini cukup banyak
meresap di hati masyarakat yang dituturkan lewat bacaan manaqib pada
acara-acara tertentu. Naskah asli manaqib ditulis dalam bahasa Arab. Berisi
riwayat hidup dan pengalaman sufi Abdul Qadir Jaelani sebanyak empat
puluh episode. Manaqib ini dibaca dengan tujuan agar mendapatkan berkah
dengan sebab keramatnya.14
Selanjutnya tarikat Rifa'iyah didirikan oleh Syaik Rifa'i. Nama
lengkapnya adalah Ahmad bin Ali bin Abbas. Meninggal di Umm Abidah
pada tanggal 22 Jumadil Awal tahun 578 H. bertepatan dengan tanggal 23
September tahun 1106 M. Dan ada pula yang mengatakan bahwa ia
meninggal pada bulan Rajab tahun 512 H. bertepatan dengan bulan
November tahun 1118 M. di Qaryah Hasan. Tarikat ini tanyak tersebar di
daerah Aceh, Jawa, Sumatera Barat, Sulawesi dan daerah-daerah lainnya. Ciri
tarikat ini adalah penggunaan tabuhan rabana dalam wiridnya, yang diikuti
dengan tarian dan permainan debus, yaitu menikam diri dengan sepotong
senjata tajam yang diiringi dengan zikir-zikir tertentu. Permainan debus ini
berkembang pula di daerah Sunda, khususnya Banten, Jawa Barat.15
Adapun tarikat Naqsyabandi didirikan oleh Muhammad bin Bhauddin
al-Uwaisi al-Bukhari (727-791 H). la biasa disebut Naqsyabandi diambil dari
kata naqsyaband yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam memberikan
lukisan kehidupan yang gaib-gaib.Tarikat ini banyak tersebar di Sumatera,
Jawa, maupun Sulawesi. Ke daerah Sumatera Barat, tepatnya daerah Mi-
nangkabau, tarikat ini dibawa oleh Syaikh Ismail al-Khalidi al-Kurdi,
13
Abbuddin Nata, op.cit, h.273
14
Ibid
15
Ibid, h.274
7
sehingga dikenal dengan sebutan Tarikat Naqsyaban-diah al-Khaiidiyah.
Amalan tarikat ini tidak banyak dijelaskan ciri-cirinya.16
Selanjutnya tarikat Samaniyah didirikan oleh Syaikh Sa-man yang
meninggal dalam tahun 1720 di Madinah. Tarikat ini banyak tersebar luas di
Aceh, dan mempunyai pengaruh yang dalam di daerah ini, juga di Palembang
dan daerah lainnya di Sumatera. Di Jakarta tarikat ini juga sangat besar
pengaruh-nya, terutama di daerah pinggiran kota. Di daerah Palembang orang
banyak yang membaca riwayat Syaikh Saman sebagai tawassul untuk
mendapatkan berkah. Ciri tarikat ini bisa diketahui dari zikirnya dengan suara
keras dan melengking, khususnya ketika mengucapkan lafadz lailaha illa
Allah. Juga terkenal dengan nama ratib saman yang hanya memper-gunakan
perkataan "hu", yang artinya Dia (Allah). Syaikh Saman ini juga mengajarkan
agar memperbanyak shalat dan zikir, kasih pada fakir miskin, jangan
mencintai dunia, menukar akal ba-syariyah dengan akal robaniyah, beriman
hanya kepada Allah dengan tulus ikhlas.17
Selanjutnya tarikat khalwatiyah didirikan oleh Zahiruddin (w. 1397
M) di Khurasan dan merupakan cabang dari tarikat Suhrawardi yang
didirikan oleh Abdul Qadir Suhrawardi yang meninggal tahun 1167 M.
Tarikat Khalwatiyah ini mula-mula tersiar di Banten oleh Syaikh Yusuf Al-
Khalwati al-Makasari pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Tarikat ini banyak pengikutnya di Indonesia, dimungkinkan karena suluk dari
tarikat ini sangat sederhana dalam pelaksanaannya. Untuk membawa jiwa
dari, tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi melalui tujuh tingkat,
yaitu peningkatan dari nafsu amarah, lawwamah, mulhamah, muthmairmah,
radhiyah, mardiyah dan nafsu kamilah.18
Adapun tarikat al-Haddad didirikan oleh Sayyid Abdullah bin Alwi
bin Muhammad al-Haddad. Beliau lahir di Tarim, sebuah kota yang terletak
di Hadramaut pada malam Senin, 5 Safar tahun 1044 H. 16 Beliau pencipta
ratib haddad dan dianggap sebagai salah seorang wali qutub dan arif dalam
16
Ibid
17
Ibid, h.275
18
Ibid
8
ilmu tasawuf. Beliau juga banyak mengarang kitab-kitab dalam ilmu tasawuf,
di antaranya kitab yang berjudul Nashaihud Diniyah (Nasihat-nasihat
Agama), dan al'Mu awanah fi Suluk Thariq Akhirah (Panduan mencapai
hidup di akhirat). Tarikat Haddad banyak dikenal di Hadramaut, Indonesia,
India, Hijaz, Afrika Timur, dan lain-lain.19
Selanjutnya tarikat Khalidiyah adalah salah satu cabang dari tarikat
Naqsyabandiyah di Turki, yang berdiri pada abad XIX. Pokok-pokok tarikat
Khalidiyah dibangun oleh Syaikh Sulaiman Zuhdi al-Khalidi. Tarikat ini
berisi tentang adab dan zikir, tawassul dalam tarikat, adab suluk, tentang saik
dan maqamnya, tentang ribath dan beberapa fatwa pendek dari Syaikh
Sulaiman al-Zuhdi- al-Khalidi mengenai beberapa per-soalan yang diterima
dari bermacam-macam daerah. Tarikat ini banyak berkembang di Indonesia
dan mem-punyai Syaikh Khalifah dan Mursyid yang diketahui dari beberapa
surat yang berasal dari Banjarmasin dan daerah-daerah lain yang dimuat
dalam kitab kecil yang berisi fatwa Sulaiman az-Zuhdi Al-Khalidi.20
22
Ibid
23
Ensiklopedi Islam, op.cit, h.66-69
10
7. Tidak terlalu banyak bergaul dan bercengkrama dengan murid-
muridnya;
8. Mengusahakan agar segala ucapanya bersih dari pengaruh nafsu dan
keinginan;
9. Lapang dada dan ikhlas;
10. Memerintah berkhalwat kepada murid-murid yang memperlihatkan
kebesaran dan ketinggian hati karena terlalu dekat bergaul denganya;
11. Memelihara kehormatan diri dan kepercayaan murid-muridnya;
12. Memberikan petunjuk untuk memperbaiki keadaan murid-muridnya;
13. Memperhatikan dengan sungguh-sungguh terjadinya kebanggaan
rohani yang timbul pada murid-muridnya yang masih dalam proses
pendidikan;
14. Melarang murid-muridnya banyak berbicara dengan teman-temannya
kecuali sangat penting;
15. Menyediakan tempat berkhalwat;
16. Menjaga diri agar murid-muridnya tidak melihat keadaanya dan sikap
hidupnya yang dapat mengurangi rasa hormat mereka;
17. Mencegah muridnya banyak makan;
18. Melarang muridnya berhubungan degan syekh dari Tarikat lain jika
akan membahayakan;
19. Melarang muridnya sering berhubungan dengan para pejabat, yang
dapat membangkitkan nafsu duniawi;
20. Menggunakan kata-kata lembut, menarik dan memikat di dalam
khotbah-khotbahnya;
21. Segera memenuhi undangan orang yang mengundang dengan penuh
perhatian;
22. Bersikap tenang dan sabar ketika duduk bersama murid-muridnya;
23. Memperlihatkan akhlak yang mulia ketika murid-muridnya datang
bertamu;
24. Memperhatikan keadaan murid-muridnya dengan menanyakan
muridnya yang hadir dalam pertemuan mereka
11
F. TATA CARA PELAKSANAAN TARIKAT
Pengamal Tarikat berkeyakinan, bahwa kualitas iman mengalami
pasang surut seirama dengan tinggi rendahnya dorongan hawa nafsu.
Selama manusia berada pada situasi jiwa yang labil, pasti ia tidak bisa
terbebas dari kemungkinan-kemunkinan buruk seperti, tidak merasa was-
was karena ditimpa musibah. Untuk terbinanya jiwa yang tenang dan
selalu ingat kepada Allah, diperlukan adanya “Wirid” yakni amalan
sunnat yang dilakukan secara teratur dengan bacaan dan cara-cara tertentu.
Setiap Tarikat memiliki wirid tertentu sesuai dengan tradisi
masing-masing. Namun yang paling banyak di gunakan adalah lafaz wirid
istighfar, wirid shalawat, dan wirid zikir.
Adapun tata cara pelaksanaan Tarikat antara lain:24
1. Zikir, yaitu ingat yang terus-menerus kepada Allah dalam hati serta
menyebutkan namanya dengan lisan. Zikir ini berguna sebagai alat
kontrol bagi hati, ucapan dan perbu-atan agar tidak menyimpang dari
garis yang sudah ditetap-kan Allah.
2. Ratib, yaitu mengucap lafal la ilaha illa Allah dengan gaya, gerak dan
irama tertentu.
3. Muzik, yaitu dalam membacakan wirid-wirid dan syair-syair tertentu
diiringi dengan bunyi-bunyian (instrumentalia) seperti memukul
rabana.
4. Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi wirid-wirid dan
bacaan-bacaan tertentu untuk menimbulkan kekhidmatan.
5. Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada waktu mela-kukan zikir
yang tertentu.
Selain itu Mustafa Zahri mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan
tarikat sebagaimana disebutkan di atas perlu mengadakan latihan bathin,
riadah dan mujahadah (perjuangan kerohanian)25.
24
Abuddin Natta, op.cit, h.276-277
25
Ibid
12
G. WASHILAH DAN RABITHAH
Dalam istilah Tarikat dikenal kata washilah atau tawashul yang
berarti hubungan atau penghubung, dalam hal ini dimaknai yang
menghubungkan seseorang agar dapat bertemu dengan Allah. Keyakinan
adanya penghubung ini didasari oleh pemahaman analogis terhadap
peristiwa isra’ dan mi’raj nabi Muhammad SAW, menurut pemahaman
mereka nabi diperantarai oleh malaikat Jibril untuk bertemu dengan Allah,
dan kata washilah yang termaktub di dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat
35 diartikan sebagai perantara serta tabarruq atau mohon restu. Misalnya
seorang murid berdo’a : “ya Allah aku mohon padamu atas berkah
Rasulullah SAW dab restu guruku, karuniailah daku ilmu al-Ma’rifat”.
Sedangkan rabithah diartikan sebagai ikatan atau pertalian. Secara
fungsional pengertiannya ada tiga macam, yaitu:1) rabithah wajib, 2)
rabithah sunnat dan 3) rabithah mubah26.
Rabitah wajib meski dilakukan, jika tidak maka amalan yang
dilakukan tidak sah, seperti menghadap kiblat saat shalat. Dalam hal ini
ka’bah berfungsi sebagai rabithah, sedangkan hakekat yang disembah
adalah Allah.
Suatu amalan akan lebih sempurna dengan rabithah sunnat,
contohnya shalat berjamaah adalah sunnat, dalam tata tertibnya seorang
makmum disunnatkan memperhatikan imamnya, imam dan makmum sama
sama menyembah Allah, dan fungsi imam disini adalah sebagai rabithah.
Adapun di dalam rabithah mubah bisa diambil contoh dalam hal
seorang murid yang meniru gerakan atau gaya gurunya dalam melaksanakan
ritual “perjumpaan dengan Allah”
H. SULUK DALAM TARIKAT
Secara bahasa makna suluk hampir sama dengan tarikat, yakni
cara mendekatkan diri kepada tuhan. Namun dalam pelaksanaannya dapat
dibedakan dengan jelas, tarekat masih bersifat konseptual, sedangkan suluk
sudah bersifat teknis operasional. Karena itu secara terminologi suluk
26
Ibid. h. 278
13
diartikan latihan atau riadhah berjenjang dalam rangka tazkiyatun nafs dalam
waktu tertentu dalam bimbingan guru tarikat. Orang yang mengikuti suluk
dinamakan salik.
1. Macam-macam suluk
Dalam pelaksanaan suluk, terdapat berbagai macam metode yang
dilakukan oleh para salik, antara lain :
a. Suluk zikir, dengan berzikir dan melaksanakan ibadah sunnat lainnya
dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan ibadah.
b. Suluk riadhah, berupa latihan fisik dan psikis untuk membangun
ketahanan jasmani dan rohani seperti mengurangi makan dan minum,
mengurangi masa tidur, sedikit bicara dan lain-lain.
c. Suluk penderitaan, yaitu suluk yyang dijalani melalui berbagai
rintangan dan kesulitan yang menuntut keuletan dan keberanian,
kesabaran dan ketabahan, seperti berkelana ke daerah atau tempat
tertentu.
d. Suluk pengabdian, berupa pengabdian sesama manusia atau
menumbuhkan jiwa solidaritas dan cinta sesama makhluk tuhan27.
27
Ibid .h. 282
14
Dalam melaksanakan aktivitas suluk, ada beberapa hal yang meski
dijalani, antara lain:
a. Tahkim, berupa peneguha tekat melalui ikrar di hadaan mursyid
sebagai pernyataan kesediaan secara sukarela untuk mengikuti setiap
kegiatan dalam suluk.
b. Himmah, membangun optimisme dan keteguhan mental spiritual agar
mampu mengikuti seluruh kegiatan secara ikhlas dan sungguh-
sungguh tanpa keraguan
c. Berbekal takwa, kesanggupan diri meninggalkan setiap kemaksiatan
serta mengerjakan kebajikan baik bersifat lahiriyah maupun batiniah.
d. Melaksanakan syari’at,
e. Khalwat, semedi atau menyendiri dalam saat-saat tertentu untuk
mendapatkan suasana yang kondusif dalam pengembaraan spiritual.
f. Zikir
g. Mentaati guru.
DAFTAR PUSTAKA
15
Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ikhtiar Baru, 2003
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Pers, 1978
16