Anda di halaman 1dari 12

Nama : Marwan

NIM : 210104036
Prodi : UAS Aswaja 3

1. Sebab Munculnya barbagai macam aliran dalam islam


Munculnya aliran-aliran dalam Islam cenderung disebabkan oleh aspek politik dari pada unsur
agama. Ini terlihat dari pertentangan ketika pergantian khalifah Utsman bin Affan ke Ali bin
Abi Thalib. Pihak pertama, Thalhah dan Zubair (makkah) mendapat dukungan dari Aisyah.
Tantangan dari Thalhah-Zubair-Aisyah ini dapat dipatahkan oleh Ali dalam perang Siffin di
Irak pada tahun 656 M. dalam pertempuran tersebut Tholhah dan Zubair mati terbunuh dan
Aisyah dikirim kembali ke Makkah.
Pihak kedua adalah Muawiyah, Gubernur Damaskus yang tidak mau mengakui Ali bin Abi
Thalib sebagai khalifah ke empat. Muawiyah menuntut Ali supaya menghukum pembunuh-
pembunuh Utsman bin Affan, bahkan ia menuduh bahwa Ali Abi Thalib terlibat dalam kasus
pembunuhan tersebut. Hal ini didasarkan pada pembunuh Utsman bin Affan yaitu Muhammad
bin Abi Bakar, yang tidak lain adalah anak angkat Ali bin Abi Thalib. Selain itu, Ali tidak
memberi hukuman yang setimpal, bahkan anak angkatnya diangkat menjadi gubernur Mesir.
Kekecewaan Muawiyah terhadap kebijakan Ali bin Abi Thalib itu, menyebabkan perang
antara keduanya. Dalam perang tersebut, tentara Ali dapat mendesak tentara Muawiyah.
Karena merasa terdesak, kemudian Amr bin Ash yang terkenal licik minta berdamai dengan
mengangkat Al-Qur’an. Para ahli Al-Qur’an dari pihak Ali mendesak Ali supaya menerima
dengan menggunakan tahkim.
Dalam perundingan tersebut, pihak Ali diwakili oleh Abu Musa AlAsy’ari, sedangkan pihak
Muawiyah diwakili oleh Amr bin Ash. Hasil perundingan tersebut, Abu Musa dipersilahkan
mengumumkan dengan menurunkan kedua pemuka yang bertentangan (Ali dan
Muawiyah). Setelah itu, giliran Amr bin Ash mengumumkan. Ketika ia mengumumkan,
ternyata yang diumumkan berbeda dengan hasil saat perundingan, yakni mengangkat
Muawiyah sebagai khalifah. Peristiwa tersebut jelas merugikan pihak Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah yang sah. Dengan adanya tahkim ini, kedudukan Muawiyah naik menjadi
khalifah. Melihat proses tahkim ini, sebagian tentara Ali bin Abi Thalib ada yang tidak
menyetujuinya. Mereka berpendapat bahwa tahkim tidak dapat dilakukan oleh manusia
melainkan Allah SWT. dengan kembali kepada Al-Qur’an. Karenanya mereka menganggap Ali
bin Abi Thalib telah berbuat salah. Mereka inilah dikenal dengan istilah kelompok Khawarij
(orang-orang yang keluar dan memisahkan diri dari pihak Ali bin Abi Thalib).
(sumber Buku : Dr. H. Subaidi, M.Pd. Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-
Nahdliyah, UNISNU PRESS,2019)
2. Aliran Syiah

a. Sejarah Munculnya Syi’ah


Syi’ah dilihat dari bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok. Khazanah
pemikiran muslim dipakai untuk menyebut " sekelompok orang" yang patuh mengikuti Ali ibn
Abi Thalib dan ahlu Baitnya. Atau dengan kata lain, sebuah kelompok yang memperjuangkan
aspirasi keluarga Nabi saw, dan menginginkan mereka untuk menjadi khalifah. Atau juga
disebut kelompok Ali yang merupakan bagian dari umat Islam, yang mengakui Ali ibn Abi
Thalib tersebut sebagai orang yang paling berhak terhadap kekhalifahan.
Dengan demikian, apabila ada ungkapan “Syi‟ah‟Ali”, itu berarti “ Pengikut „Ali”, dalam
lingkungan umat Islam ialah kaum yang ber-I‟tiqad atau berkeyakinan bahwa Ali adalah orang
yang berhak menjadi khalifah pengganti Nabi karena Nabi berwasiat bahwa pengganti beliau
sesudah wafat adalah Ali. Berdasarkan keyakinan ini, Khalifah pertama, kedua, dan ketiga,
yaitu Abu Bakar, Umar, dan Utsman adalah Khalifah-khalifah yang tidak sah. Para pengikut Ali
disebut Syi‟ah itu antaranya adalah Abu Dzar Al-Ghiffari, Miqad bin Al-Aswad, dan Ammar bin
Yasir.
Adapun menurut watt, Syi’ah baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan
antara Ali dan Muawiyah yang dikenal dengan perang siffin, dalam peperangan ini, sebagai
respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Muawiyah, pasukan Ali
diceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok sikap Ali- kelak disebut Syi‟ah- dan
kelompok lain menolak sikap Ali, kelak disebut Khawarij. Pada masa hidupnya. Pada awal
kenabian, ketika Nabi Muhammad Saw. Diperintahkan menyampaikan dakwah kepada
kerabatnya, yang pertama – tama menerima adalah Ali bin Abi Thalib. Selain itu, sepanjang
kenabian Muhammad, Ali merupakan orang yang menunjukkan perjuangan dan pengabdian
yang luar biasa besar. Berlawanan dengan harapan mereka, justru ketika Nabi wafat kelompok
ini, yang kemudian menjadi mayoritas, bertindak lebih jauh, dan dengan sangat tergesa-gesa
memilih pemimpin kaum muslimin dengan maksud menjaga kesejahteraan umat dan
memecahkakan masalah mereka saat itu.
Mereka melalukan hal itu tanpa berunding dengan ahlul bait, keluarga, ataupun para
sahabat yang sedang sibuk dengan upacara pemakaman, dan sedikit pun tidak
memberitahukan mereka. Dengan demikian, kawan-kawan Ali dihadapkan kepada suatu
keadaan yang sudah tak dapat berubah lagi. Berdasarkan realitas itulah, muncul sikap di
kalangan sebagian kaum muslimin yang menentang kekhalifahan dan menolak kaum
mayoritas dalam masalah-masalah kepercayaan tertentu. Mereka tetap berpendapat bahwa
pengganti Nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Mereka berkeyakinan bahwa
semua persoalan kerohanian dan agama harus merujuk kepadanya serta mengajak
masyarakat untuk mengikutinya. Inilah yang kemudian disebut sebagai Syi’ah.
b. Tokoh dan Isi ajarannya
Syi’ah Al-Kaisaniyah
Pengikut Mukhtar bin Abi Ubaidilah as Tsaqafy. Pokok ajaran Syi’ah Al- Kaisaniyah
yaitu :
a. Syi’ah Al-Kaisaniyah tidak mempercayai keberadaan ruh dalam tubuh Ali tetapi
mereka yakin bahwa para imam orang Syi’ah adalah ma’shum.
b. Mereka mempercayai kembalinya imam (raj‟ah) setelah meninggalnya. Bahkan
kebanyakan pengikut Al-Kaisaniyah percaya bahwa Muhammad bin Hanafiyah itu tidak
meninggal, tetapi masih hidup bertempat di Gunung Radlwa.
c. Mereka beranggapan bahwa Allah Swt. Itu mengubah kehendak-Nya menurut
perubahan ilmu-Nya. Allah Swt. Memerintah sesuatu, kemudian memerintah pula
kebalikannya.
d. Mereka mempercayai adanya reinkarrnasi (tanasukh al-arwah).
e. Mereka mempercayai adanya roh.

Syi’ah Az-Zaidiyah
Syi’ah Az-Zaidiyah, yaitu Syi‟ah pengikut Imam Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin
Abi Thalib.
Pokok–pokok ajaran Syi’ah Zaidiyah,yaitu :
a. Di antara mazhab Zaydiyah berpendapat bolehnya membaiat dua orang imam pada satu
daerah, yang mana masing-masing imam itu menjadi imam yang dia ke luar padanya
(daerah tempat tingganya). Selama iaberhias dengan sifat – sifat yang telah disebutkan,
dan selama pemilihan Ahlul Halli Wan’Aqdi itu berjalan bebas. Dari sini dapat dipahami,
sesungguhnya mereka tidak diperbolehkan berdirinya dua imam pada satu daerah.
Karena yang demikian itu mendorong masyarakat membaiat dua orang imam pada satu
daerah, dan demikian itu suatu yang dilarang berdasarkan hadis yang shahih.
b. Orang-orang Zaidiyah tidak mempercayai bahwa imam yang telah diwasiatkan oleh Nabi
Saw, itu telah ditunjuk nama dan orangnya, melainkan diberitahukannya dengan
sifatnya saja. Bahwa sifat-sifat yang telah ditentukan ini menjadikan Imam Ali ra, dialah
imam sesudah Nabi Saw. Dan sesudah Ali, imam itu diisyaratkan hendaklah dari Bani
Fathimiyah, artinya anak keturunan Fathimah ra. (tidak termasuk Muhamad al-
Hanafiyah, putra Ali dari istri yang lain).
c. Bertolak dari doktrin tentang al- imamahal-mafdu, Syi’ah Zaidiyah berpendapat bahwa
kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khathab adalah sah dari sudut pandang Islam.
Mereka tidak merampas kekuasaan dari tangan Ali binAbi Thalib.
d. Orang-orang Zaidiyah berkeyakinan bahwa orang yang berdosa besar kekal dalam
neraka, selama dia tidak bertobat dengan tobat yang sebenar-benarnya.

Syi’ah Sab’iyah
Istilah Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah Tujuh) dianologikan dengan Sy’ah Itsna Asyariyah.
Istilah itu memberikan pengertian bahwa sekte Syi’ah Sab’iyah hanya mengakui tujuh
Imam, yaitu Ali, Hasan, Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq,
dan Ismail bin Shadiq, Syi’ah Sab’iyah disebut juga Syi’ah Ismailiyah. Pokok ajaran yaitu :
a. Ajaran sab’iyah lainnya pada dasarnya sama dengan ajaran sekte-sekte syi’ah lainnya.
Perbedaannya terletak pada konsep kemaksuman imam, adanya aspek batin pada setiap
yang lahir, dan penolakkannya terhadap Al-Mahdi AlMumtadzar. Sebagaimana telah
dijelaskan, kelompok ini berpendapat bahwa imam, walaupun kelihatan melakukan
kesalahan dan menyimpang dari syariat, ia tidaklah menyimpang karena mempunyai
pengetahuan yang tidak dimiliki manusia biasa.
b. Tuhan mengambil tempat dalam diri imam.Oleh karena itu, imam harus disembah. Salah
satu orang Khalifah Dinasti Fatimiyah, Al-hakim bin Amrillah, berkeyakinan bahwa
dalam dirinya terdapat Tuhan sehingga ia memaksa rakyat untuk menyembahnya.

Syi‟ah Itsna Asyariyah (Syi‟ah Dua Belas / Syi‟ah Imamiyah)


Tokoh Syi‟ah Itsna Asyariyah Hasan bin Ali kemudian Husein bin Ali sebagai yang
disepakati. Setelah Husein adalah Ali Zaenal Abidin. Kemudian secaraberturut-turut: Ali Ar-
Rida, Abdullah bin Jafar Ash – Shadiq, Musa Al-Kahzim, Ali Ar-Rida, Muhammad Al-Jawwad,
Ali AlHadi, Hasan Al-Askari dan terakhir adalah Muhammad Al-Mahdi sebagai imam kedua
belas.
Pokok-pokok ajaran Syi‟ah Itsna Asyariyah (Syi‟ah Dua Belas / Syi‟ah Imamiyah) :
A. Tauhid (The Devicene Unity)
Tuhan adalah Esa baik esensi maupun eksistensi-Nya. Keesaan Tuhan adalah mutlak.
Keesaan Tuhan tidak murakkab (tersusun). Tuhan tidak membutuhkan sesuatu. Ia berdiri
sendiri, tidak dibatasi oleh ciptaan-Nya, Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
B. Keadilan (The Devine Justice)
Tuhan memberikan akal kepada manusia untuk mengetahui perkara yang benar atau yang
salah melalui persaan.Manusia dapat mengetahui perkara yang benar atau yang salah
melalui perasaan .Manusia dapat menggunakan penglihatan, pendengaran, dan indera
lainnya untuk melakukan perbuatan, baik perbuatan baik atau perbuatan buruk.Jadi,
manusia dapat memanfaatkan potensi berkehendak sebagai anuggrah Tuhan untuk
mewujudkan dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
C. Nubuwwah (Apostleship)
Setiap makhluk sekalipun telah diberi insting, masih membutuhkan petunjuk, baik
petunjuk dari Tuhan maupun dari manusia.
D. Ma‟ad (The Last Day)
Ma‟ad adalah hari akhir (kiamat) untuk menghadap pengadilan Tuhan di akhir.
Setiap muslim harus yakin akan keberadaan kiamat dan kehidupan suci setelah
dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan Tuhan. Mati adalah periode transit dari
kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat.
3. Imamah ( The Devine Guidance)
Imamah adalah situasi yang diinagurasikan Tuhan untuk memberikan petujuk manusia
yang telah dipilih dari keturunan Ibrahim dan didelegasikan kepada keturunan
Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
Syi’ah Ghulat
Pokok-pokok ajaran Syi‟ah Ghulat :
a. Tanasukh adalah keluarnya roh dari satu jasad dan menggambil tempat pada jasad yang
lain. Faham ini diambil dari Falsafah Hindu. Penganut agama Hindu berkeyakinan
bahwa roh disiksa dengan caraberpindah ke tubuh heban yang lebih rendah dan diberi
pahala dengan cara berpindah dari satu kehidupan kepada kehidupan yang lebih tinggi.
b. Bada adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya sejalan dengan
perubahan ilmu-Nya, serta dapat memerintahkan suatu perbuatan kemudian
memerintahkan kepada yang sebaliknya.
c. Raj‟ah ada hubungannya dengan Mahdiyah. Syi‟ah Ghulat memepercayai bahwa imam
Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi.
d. Tasbih artinya menyerupakan, mempersembahkan.Syi‟ah Ghulat menyerupakan salah
seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan Tuhan dengan makhluk.
e. Hulul artinya Tuhan berada pada setiap tempat, berbicara dengan semua bahasa, dan
ada pada setiap individu manusia.Hulul bagi Syi‟ah Ghulat berarti Tuhan menjelma
dalam diri imam sehingga imam harus disembah.
f. Ghayba (occutation) artinya menghilangnya Imam Mahdi, Ghayba merupakan
kepercayaan Syi‟ah bahwa Imam Mahdi itu ada di dalam negeri ini dan tidak dapat
dilihat oleh mata biasa.
(Sumber Buku : 1. Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam,Bandung : Pustaka Setia,
2003.
2.Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, Dan
Perkembangannya, Jakarta: Rajawali Pers, 2012)

3. Khawarij
Khawarij berasal dari kata Kharaja yang berarti keluar. Nama tersebut diberikan kepada
mereka karena mereka menyataka diri keluar dari barisan Ali Bin Abi Thalib dalam
persengketaannya dengan Muawiyah. Faktor timbulnya khawarij
1. Tindakan Utsman menjatuhkan gubernur-gubernur yang diangkat oleh Umar Ibn al-Khattab
menimbulkan reaksi-reaksi yang sangat keras terhadap Utsman, sehingga timbullah
pemberontakan -pemberontakan yang membawa kepada terbunuhnya khalifa Utsman Ibn
al-Affan.
2. Pengangangkatan Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah yang keempat, mendapat tantangan
hebat, terutama dari Thalhah, Zubair dan Aisyah, bahkan juga dari Mu’awiyah. Mereka tidak
mau mengakui pengangkatan Ali sebagai khalifah.
3. Dalam usaha mengadakan perdamaian antara Ali dengan Mu’awiyah, ditempuh melalui
arbitrase (tahkim) yang dilakukan oleh Abu Musa al-Asy’ari, sebagai wakil dari Ali, dan Amr
Ibn al-Ash, sebagai wakil dari pihak Mu’awiyah. Karena kelicikan dan kecurangan Amr ibn
alAsh-lah, maka Abu Musa al-Asy’ari dapat dikalahkan, sehingga
Mu’awiyah diangkat sebagai khalifah.
4. Kaum Khawarij memandang Ali telah melakukan kesalahan karena telah menerima tahkim
dari manusia dan tidak mau berpegang kepada hukum Allah. Orang yang tidak mau
berpegang kepada hukum Allah ia adalah kafir, keluar dari Islam, karena itu boleh
dibunuh atau diperangi.
5. Dikemudian hari kaum Khawaruj terpecah-pecah dalam beberapa sub-sekte, di antaranya
ialah Al-Muhakkimah, Al-Azariqah, AlNajdat, Al-Ajaridah, Al-Sufriyah, dan Al-Ibadiyah.
( Buku : 1. Drs.Hasan Basri M.Ag, Drs Murif Yahya,M.Pd, Tedi Priatna ,M.Ag, Ilmu Kalam
Sejarah dan Pokok pikiran Aliran-Aliran,Penerbit:Azkia Putaka Utama,2007).

4. Dampak Aliran Khawarij


Dampak Aliran khawarij dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Kaum khawārij
memiliki paham radikal dan tidak selaras dengan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Radikalisme digunakan sebagai tumpuan untuk menggempur ideologi lain diluar ideologi
yang mereka anut. Radikalisme memiliki sejarah panjang selama perkembangan Islam di
masa lampau. Hampir seluruh peradaban islam pernah diterpa dengan masalah radikalisme.
Pergerakan khawārij tampak besar yang salah satunya berupa tindakan mengacaukan
sebuah negara atas nama agama. Pergerakan inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya
terorisme di tanah air.

5. Qadariyah
- Menurut paham Qodariyah, manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat dan
menentukan cara hidupnya, sesuai dengan yang dikehendakinya. Menurut paham
Jabariyah, manusia tidak mempunyai kebebasan untuk berkehendak dan menentukan
perbuatannya sendiri. Semua kehendak dan perbuatan manusia sudah ditentukan oleh
Tuhan sejak azali.
- Dampak Jabariyah dalam kehidupan sehari-hari Manusia akan menjadi malas, tidak kreatif,
menyerah sebelum bertanding dan pasrah terhadap apa pun juga. Selain itu yang lebih
berbahaya adalah selalu menyalahkan Tuhan untuk semua perbuatan buruk yang mereka
lakukan. Selain itu mereka selalu mencari kambing hitam dari setiap kegagalan dan
kesalahan yang mereka lakukan. Semua kekeliruan ini berasal dari pemikiran bahwa
manusia diibaratkan benda mati. Sebagai benda mati tentu saja tidak mampu melakukan apa
pun.
- Dampak aliran Qadariyah dalam kehidupan sehari- hari yang terjadi antara lain manusia
akan merasa berkuasa atas dirinya sendiri dan cenderung akan berbuat semaunya. Padahal
ada Allah yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Lalu dampak positif yang timbul dari
Aliran Qadariyah antara lain, manusia menjadi lebih percaya diri dalam menjalankan suatu
aktifitas.
( Sumber Buku : Drs.Hasan Basri M.Ag, Drs Murif Yahya,M.Pd, Tedi Priatna,M.Ag, Ilmu
Kalam Sejarah dan Pokok pikiran Aliran-Aliran,Penerbit:Azkia Putaka
Utama,2007).

6. Aliran Wahabi
a. Aliran Wahabi
Golongan Wahabi adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahab, sebuah gerakan separatis
yang muncul pada masa pemerintahan Sultan Salim III (1204-1222). Gerakan ini berkedok
memumikan tauhid dan menjauhkan umat manusia dari kemusyrikan. Muhammad bin
Abdul Wahab dan para pengikutnya menganggap bahwa selama 600 tahun umat manusia
dalam kemusyrikan dan dia datang sebagai mujtahid yang memperbaharui agama mereka.
Gerakan
Wahabi muncul melawan kemampuan umat Islam dalam masalah akidah dan syari’ah,
karenanya gerakan ini tersebar dengan peperangan dan pertumpuan darah. Pada tahun
1217 H Muhammad bin Abdul Wahab bersama pengikutnya menguasai kota Thaif,
kemudian memperluas kekuasaannya seperti kota Makkah, Madinah, Jeddah dan kota-kota
lainnya. Hingga akhirnya pada tahun 1226 H Sultan Mahmud Khan II turun tangan dengan
memerintahkan Raja Mesir Muhammad Ali Basya untuk membendung gerakan Wahabi.
Diantara ajarannya adalah mengkafirkan umat Islam yang ziarah kubur, mereka hanya
bertawassul, dan membalikkan ayat yang sebetulnya turun sebagai peringatan untuk kaum
kafir yang pergunakan untuk mengkafirkan umat Islam.
a. Menurut saya Aliran wahabi adalah paham yang ketat dan tanpa toleransi serta dengan ciri
membid’ahkan orang yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits. Pemahaman mereka
telah melampaui batas tentang penetapan definisi ketauhidan, dan pendukung wahabi
terlalu mudah membid’ahkan, mengkafirkan atau menyesatkan orang lain. Menurut saya
paham Wahhabisme di Indonesia terbilang cukup pesat karena Indonesia yang sebelumnya
sering disebut sebagai contoh masyarakat Muslim yang lembut dan sejuk, perlahan
mengalami radikalisasi akibat pengaruh ideologi dan kebudayaan luar.
(sumber Buku : (Sumber Buku : Dr. H. Subaidi, M.Pd. Pendidikan Islam Risalah
Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah, UNISNU PRESS,2019)

7. Alssunnah Waljama,ah
Ahlussunnah waljama'ah merupakan aliran yg paling moderat diantara sekian banyak aliran
dalam Islam karena mereka menyakini ke Kuasaan Allah swt dan menghargai ikhtiyar (akal)
manusia. Demikian juga dalam bidang fikih, pendapat-pendapat Imam Syafi’i dan para
pengikut/muridnya dianggap paling moderat yaitu mengabungkan antara dalil naqly (al-
Qur’an dan as-Sunnah) dan aqly (ijtihad : ijma’ dan qiyas).
Dalam bidang tashawwuf, ajaran-ajaran al-Junaidi dan al-Ghazali dianggap moderat, yaitu
menggabungkan antara syariah/fikih dan haqiqat/substansi.
Selain dianggap sebagai model berpikir moderat (wasathiyyah) dan ihtiyath (kehati-
hatian/antisapatif) dalam bidang ibadah, alasan mengikuti Ahlussunnah wal Jama’ah juga
dikarenakan para sahabat Nabi perlu diikuti, karena merekalah yang mengetahui dan
memahami terhadap semua yang dilakukan oleh Nabi.

8. 3 bidang kajian dalam Ahlussunnah waljamaah.


a. Bidang Akidah
Akidah merupakan aspek terpenting sekaligus yang melatar belakangi lahirnya paham
ahlussunnah wal jama’ah dalam dunia Islam. Di lingkungan NU, pemahaman terhadap aspek
akidah menggunakan metode Asy’ariyah dan Maturidiyah. Paham ahlussunnah wal jama’ah
menempatkan nash Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai otoritas utama yang berfungsi
sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam memahami ajaran Islam. Dalam kaitan ini, akal
yang mempunyai potensi untuk membuat penalaran logika, filsafat, dan mengembangkan
ilmu pengetahuan merupakan alat bantu untuk memahami nash tersebut. Prinsip tawasuth
pada bidang aqidah antara lain:
1. Keseimbangan antara penggunaan dalil aqli (argumentasi) dengan dalil naqli (nash Al-
Qur’an dan hadis) dengan pengertian bahwa dalil aqli dipergunakan dan di tempatkan
di bawah dalil naqli. Salah satu dari doktrin aqidah ahlussunnah wal jama’ah adalah
seseorang itu wajib ta'at kepada pemimpin selama pemimpin itu tidak memerintahkan
maksiat sebagaimana dalil lâ thâ’ata li mahlûqin fima’shiyatil khâliq, apabila
memerintahkan perbuatan ma'shiyat, boleh untuk tidak menaati namun tetap wajib
ta'at dalam kebenaran lainnya.
2. Berusaha sekuat tenaga memurnikan aqidah dari segala campuran aqidah dari luar
Islam.
3. Tidak tergesa-gesa menjatuhkan vonis musyrik, kufur dan sebagainya atas mereka yang
karena satu dan lain hal belum dapat memurnikan tauhid/aqidahnya, semurni-
murninya.
Salah satu dari doktrin aqidah ahlussunnah wal jama’ah adalah seseorang itu wajib ta'at
kepada pemimpin selama pemimpin itu tidak memerintahkan maksiat sebagaimana dalil
lâ thâ’ata li mahlûqin fima’shiyatil khâliq, apabila memerintahkan perbuatan ma'shiyat,
boleh untuk tidak menaati namun tetap wajib ta'at dalam kebenaran lainnya.
b. Bidang Fiqih atau Syari’ah
Prinsip tawasuth pada bidang fiqih/syari’ah antara lain:
1. Selalu berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah, dengan menggunakan metode dan
system yang dapat dipertanggung jawabkan dan melalui jalur-jalur yang wajar.
2. Pada masalah yang sudah ada dalil nash yang shahih dan qath’i (tegas dan pasti), tidak
ada
campur tangan pendapat akal.
3. Pada masalah yang dhanniyat (tidak tegas dan tidak pasti), dapat ditoleransi adanya
perbedaan pendapat selama masih tidak bertentangan dengan prinsip agama.
Di antara mazhab bidang fiqh atau syari’ah yang paling berpengaruh sebanyak empat Imam
mazhab adalah Hanafi, Maliki,Syafi’i, dan Hambali.
c. Bidang Tasawuf
Pemikiran tasawuf ahlussunnah wal jama’ah sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi
SAW dan para pewarisnya, adalah jalan yang berpegang teguh pada syariat sebagaimana
yang diajarkan Imam alGhazali dan Imam al-Junaidi al-Baghdadi. Doktrin tasawuf moderat,
adalah secara individu seseorang memiliki hubungan langsung dengan Allah SWT. sedang
secara bersama-sama bisa menciptakan sebuah aktivitas yang menuju pada khaira ummah
(kebaikan umat). Bisa dipahami lebih jauh bahwa ajaran tasawuf al-Ghazali adalah menolak
paham hulûl dan ittihâd. Untuk itu dalam persoalan bertemu (liqa’) dengan Allah, ia
menyodorkan paham tentang ma’rifat, yaitu pendekatan diri kepada Allah (taqarrub ila
Allah) tanpa diikuti
penyatuan dengan-Nya. Jalan menuju ma’rifat adalah perpaduan ilmu dan amal, sementara
buahnya adalah moralitas. Ma’rifat menurut versi al-Ghazâlî diawali dalam bentuk latihan
jiwa, lalu diteruskan dengan menempuh fase-fase pencapaian rohani dalam
tingkatantingkatan (maqâmat) dan keadaan (ahwâl). Ia adalah orang yang mampu
memadukan ketiga kubu keilmuan Islam, yakni tasawuf, fikih, dan ilmu kalam, yang
sebelumnya terjadi ketegangan.
Prinsip tawasuth pada bidang tasawuf atau akhlak antara lain:
1. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam,
dengan riyadhah dan mujahadah menurut kaifiyah yang tidak bertentangan denga
prinsip-prinsip hukum dan ajaran Islam.
a) Mencegah ekstrimisme dan sikap berlebih-lebihan (= ‫ ا َ ْلغُلُُْ و‬al-Ghuluwwu) yang dapat
menjerumuskan orang kepada penyelewengan aqidah dan syari’ah.
b) Berpedoman bahwa akhlak yang luhur selalu berada di antara dua ujung sikap yang
َ َ ‫اَلت‬misalnya:
mengujung (tatharruf =)‫طُُ ُر ُْف‬
c) Syaja’ah artinya berani, sikap berani adalah di antara sikap jubn artinya penakut dan
sembrono (at-Tahawwur).
d) Tawadhu’ (menempatkan diri secara tepat) adalah di antara takabur (sombong) dan
tadzallul (rendah diri).
e) Jud atau karom (dermawan, loman) adalah di antara bukhl (kikir) dan israf (boros).
Untuk mempertegas doktrin tasawuf yang moderat, adalah secara individual seseorang
memiliki hubungan langsung dengan Allah SWT. sedang secara bersama-sama bisa
menciptakan aktivitas yang menuju pada kebaikan umat. Dalam konteks ini, Amin Syukur
dan Masyharuddin mengistilahkan dengan tasawuf akhlaqi. Artinya, ia merupakan ajaran
tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang diformulasikan
pada
pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat.
(Sumber Buku : Dr. H. Subaidi, M.Pd. Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah
An-Nahdliyah, UNISNU PRESS,2019)
9. Orang yang berpaham Ahlussunnah waljamaah dimayarakat khususnya di
Kalimantan Timur
Kita dapat mengenali orang yang berpaham Ahlussunnah waljamaah dimayarakat dengan
memahami proses adaptasi dan asimilasi antara tradisi dan budaya lokal Nusantara dengan
Islam Sunni yang berpaham Ahlussunnah wal Jamā’ah. Seperti halnya yang terjadi di tanah
asalnya di jazirah Arabia, sebagaian tradisi dan kepercayaan local itu ada yang tetap
dipertahankan, ada juga yang direvisi atau reorientasi dalam tata cara dan tujuan
pelaksanaannya, dan ada juga yang ditolak karena tidak dapat dibenarkan dalam ajaran Islam.
Ahlussunnah wal Jamā’ah adalah aliran dalam Islam Sunni yang dari aspek akidah mengikuti
paham Asy’ariyah dan Maturidiyah, dari aspek fiqih mengikuti madzhab Syafi’i, dan dari aspek
tasawuf mengikuti pemikiran Imām al-Ghazālī.
Tradisi dan kepercayaan local yang masih berkembang di masyarakat saat ini, antara lain,
seperti tradisi: baayun maulid, mapanretasi, larung saji di lepas pantai, bamandimandi,
kepercayaan pada makhluk atau ‘urang’ halus dan sebagainya.
Tradisi dan kepercayaan local, dalam pandangan Ahlussunnah wal Jamā’ah, dapat dilihat
dari dua aspek. Pertama, aspek perbuatannya; apakah ada yang bertentangan dengan
ketentuan fiqih. Jika tidak ada hal yang bertentangan atau terlarang, maka dari sisi fiqih tidak
menjadi persoalan. Kemudian, aspek kedua, dilihat dari kepercayaan yang mendasarinya, jika
si pelaku meyakini bahwa apa yang ia lakukan itulah yang menentukan keberhasilan atau
ketidakberhasilan; keselamatan atau pun ketidakselamatan, maka pelakunya dapat dinilai
sebagai pelaku kemusyrikan yang harus diminta segera bertaubat. Akan tetapi, jika pelakunya
masih meyakini bahwa keselamatan atau pun ketidakselamatannya bergantung pada izin
Allah semata-mata, maka kepercayaan tersebut, tidak dapat dinilai sebagai musyrik.
(Sumber : Dr. Norhidayat, S.Ag.,M.A, Tradisi dan Kepercayaan Lokal dalam Perspektif
Ahlussunnah wal Jamā’ah.2016)
https://mahad.uin-antasari.ac.id/wp-content/uploads/2021/06/8.-Kepercayaan-
Lokal-dalam-Perspetif-Ahlussunnah-wal-Jamaah.pdf

10. Tentang Radikalisme


a. Penjelasan Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan. Liberalisme adalah paham yang
meyakini bahwa kebebasan politik dan ekonomi merupakan hak setiap individu dan
ketidakadilan sosial merupakan hal yang wajar terjadi.
b. Dampaknya ke masyarakat dapat merenggut banyak nyawa dan mengganggu banyak
orang, menyebabkan kerusakan yang banyak sehingga menyebabkan kerugian finansial,
menghapuskan rasa saling kasih sayang, merusak semangat nasionalisme suatu bangsa
dengan menyesatkan pikiran generasi bangsa, dan mencoreng nama baik suatu agama.
Adapun upaya yang dapat dilaksanakan untuk mencegah paham radikalisme, yaitu salah
satunya dengan meninjau kembali aktivitas atau rencana nonprioritas dan
mengalihkannya dengan aktivitas antiradikalisme. Salah satu kasus radikal yang sedang
ramai diperbincangkan adalah kasus penangkapan salah satu anggota Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang bernama Zain An-Najah di Bekasi pada tanggal 16 November 2021.
Zain aktif di Komisi Fatwa MUI maupun Dewan Syariah Nasional MUI. Densus 88
menyebutkan bahwa Zain juga merupakan anggota Dewan Syuro dalam salah satu jaringan
teroris (CNN, 2021). Pengamat radikalisme dan terorisme, Islah Bahrawi menyebutkan
bahwa Densus 88 telah percaya diri dengan barang bukti yang ada sehingga penangkapan
ini bukan hanya sebatas kecurigaan semata. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus
lebih berhati-hati dengan sekelilingnya karena paham radikalisme tidak memandang bulu.
Selain itu, sebagai seorang warga negara Indonesia, sebaiknya menaruh perhatian khusus
pada kasus-kasus seperti ini sehingga segala paham yang bertentangan dengan Pancasila
dapat dicegah keberadaannya.
Sumber : Devina Putri,dkk, Munculnya Paham Radikalisme Di Masyarakat Indonesia,Jakarta,
Universitas Pembangunan Nasional Veteran,2021.
https://repository.upnvj.ac.id/14635/1/Kelompok%201_Munculnya%20Paham%20
Radikalisme%20di%20Masyarakat%20Indonesia_Prospektiv.pdf

Anda mungkin juga menyukai