cakfata@iaingorontalo.ac.id
Abstrak
Artikel Tamu
Sejak awal mula Syiah muncul dari aspirasi politik sekelompok orang
yang mengklaim hak kepemimpinan umat Islam pasca Rasulullah Saw
ada pada Ali bin Abi Thalib. Klaim tersebut didasarkan pada hadits-
hadits Nabi Saw yang dianggap memberikan legitimasi kepada Ali untuk
menjadi menjadi penganti beliau. Hadits-hadits itu pun di kemudian hari
dikenal sebagai hadits Ghadir Khum karena dinisbatkan kepada nama
lokasi di mana Rasulullah Saw mengucapkan sabdanya tersebut. Dari
hadits inilah kelompok Syiah mengembangkan konsep imamah-nya yang
menjadi bagi penting dalam doktrin keagamaannya.
Tulisan ini mencoba mengkaji keabsahan klaim itu dengan fokus pada
kajian terhadap hadits Ghadir Khum. Dari hasil kajian ditemukan fakta
bahwa hadits tersebut sesungguhnya bukan bermaksud memberikan
tongkat estafet kepemimpinan umat Islam kepada Ali dan keturun-
annya, namun sebentuk pembelaan Nabi Muhammad Saw kepada Ali bin
Abi Thalib yang saat itu mendapat isu negatif. Hadits itu juga menjadi
sebuah upaya rekonsiliasi yang diupayakan Nabi Saw di kalangan para
sahabat-sahabatnya.
***
Pendahuluan
Konflik Sunni-Syiah telah terjadi sejak di awal-awal abad se-
jarah peradaban Islam. Bermula dari perbedaan dalam aspirasi
politik, kemudian berkembang memasuki ranah teologi dan keaga-
maan. Hingga kini pun gesekan-gesekan senantiasa mewarnai dina-
mika hubungan keduanya, dari gesekan halus hingga keras dan
berdarah-darah.
Sejak awal mula Syiah muncul dari aspirasi politik sekelompok
orang yang mengklaim hak kepemimpinan umat Islam pasca
Rasulullah Saw ada pada Ali bin Abi Thalib. Diceritakan, Ali merupa-
kan salah satu sahabat yang memiliki kedekatan khusus dengan Nabi
Saw. Ali adalah sepupu, menantu, sahabat, dan salah satu orang
yang berislam di awal periode kenabian (al-sabiqun al-awwalun).
Artikel Tamu
72
[ Vol. II, No. 3, Januari - Juni 2017 ]
Artikel Tamu
seseorang yang mewakili atau menggantikan posisi Nabi Saw”.5 Atas
dasar ini Abidin memahami bahwa dalam konsep imamah terkandung
makna posisi utama seorang imam yang setara dengan Nabi Saw
dengan satu titik perbedaan; Nabi Saw menerima wahyu, sementara
imam tidak demikian.6
Imam dan imamah memiliki posisi penting dalam doktrin keaga-
maan Syiah karena hal itu merupakan anugerah dari Allah, bukan
berdasar pilihan manusia. Seorang imam terpilih menjadi imam
bukan karena masyarakat atau sekelompok orang sengaja mem-
ilihnya, sebagaimana yang berlaku dalam sistem demokrasi, namun
itu merupakan hak prerogatif Allah Swt. Karena itulah imamah dalam
Syiah memiliki dimensi ketuhanan. Kalangan Syiah pun menjadikan
74
[ Vol. II, No. 3, Januari - Juni 2017 ]
Artikel Tamu
imamah hanya melalui jalur Ali bin Abi Thalib dengan Fathimah, baik
dari Hasan atau Husayn, dan tidak melalui jalur lainnya.13
Para pengikut Zayd menganggap dia sebagai imam kelima
dari rangkaian ke-imamah-an Syiah. Setelah meninggal, posisi itu
dilanjutkan oleh anaknya Yahya bin Zayd yang meninggal dalam
pemberontakan melawan Khalifah Walid bin Yazid dari Bani Umay-
yah. Setelah itu dilanjutkan oleh Muhammad bin Abdullah dan Ibra-
him bin Abdullah yang juga meninggal dalam pertempuran melawan
Khalifah Mansur al-Dawaniqi dari Bani Abbasiyah.14
Ketiga, kelompok Ismailiyyah yang menisbatkan namanya pada
anak tertua dari Imam Ja’far al-Shadiq, yaitu Ismail. Ismail dianggap
hilang oleh pengikutnya dan akan kembali lagi di kemudian hari se-
bagai Mahdi. Namun sebagian lagi mempercayai dia telah mening-
10 Ibid., 174
11 Ibid., 176
12 Ibid., 178
13 Ibid., 179-180
14 Tabatabai, Shi’a, 76-77
15 Ibid., 78
16 Ibid., 78-79
17 Ibid., 79-82
Al-Milal, 189
18 Al-Syahrastani,
19 Slamet
Mulyono, “Pergolakan Teologi Syiah-Sunni: Membedah Potensi Integrasi dan Disintegrasi,”
Ulumuna: Jurnal Studi Keislaman, Vol 16 No 2 tahun 2012, 248
76
[ Vol. II, No. 3, Januari - Juni 2017 ]
Artikel Tamu
yaitu: Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan, Husayn. Mereka
menganggap kelima orang tersebut itu sesungguhnya satu enti-
tas.23
4). Al-Mughiriyah, pengikut Mughirah bin Said.
5). Al-Khattabiyah, pengikut Abi al-Khattab Muhammad bin Abi
Zainab al-Asdi.
6). Al-Kayyaliyah, pengikut Ahmad bin Kayyal.24
Redaksi Hadits Ghadir Khum
Hadits Ghadir Khum memiliki memiliki sanad yang sangat ban-
yak. Menurut catatan Salamah Noorhidayati, riwayat tersebut ter-
maktub dalam banyak kitab hadits, seperti dalam Sunan al-Tirmidzi,
Sunan Ibn Majah, Musnad Ahmad bin Hanbal, Sunan al-Kubra karya
Imam al-Nasai, serta Sahih ibn Hibban.25
Lebih jauh dijelaskan, dalam Sunan al-Tirmidzi, Sahih Ibn Hib-
ban dan Sunan Ibn Majah terdapat sebuah riwayat mengenai Gha-
dir Khum, dalam Musnad Ahmad bin Hanbal ada sekitar 10 hadits,
dan ada cukup banyak di dalam Sunan al-Kubra-nya Imam al-
Nasai.26 Selain itu, hadits tersebut juga memiliki jalur periwayatan
yang sangat banyak. Disebutkan, jalur yang banyak itu meliputi di
semua tingkatan, baik pada tingkat sahabat maupun perawi yang
lainnya dan masing-masing telah memenuhi syarat syahid dan muta-
bi’. Dengan itu semua Noorhayati berkesimpulan bahwa Hadits Gha-
dir Khum tergolong hadis Mutawatir.27
Berikut ini contoh hadits Ghadir Khum yang termuat dalam
Artikel Tamu
َّ َ َب ِِّن َ ِ ُْ َحدَّ َثنَا َأ ُبو:َم َّم ٍد َق َال َ ُ َحدَّ َثنَا َع ِ ُِّل ْب ُن
ْ َع،ْحا ُد ْب ُن َس َل َيمي َة
ين َ َ أ ْخ:اَل َس َْي َق َال
َأ ْق َب ْلينَيا: َق َال،ب ِ اء ْب ِن َع
ٍ از ِ ع ِن ا ْلَب،ت ٍ ِ عن ع ِدي ب ِن َثاب،ان ِ ِ
ََ َ ْ ِّ َ ْ َ َ َع ِِّل ْب ِن َز ْيد ْب ِن ُجدْ َع
،يق ِ ض ال َّط ِر ِ َفنَ َز َل ِِف َب ْع،ول اَّللَِّ َص ََّل اَّللُ َع َل ْي ِه َو َس َّل َم ِِف َح َّجتِ ِه ا َّلتِي َح َّجِ م َع رس
ُ َ َ
ِ ِ يت َأو ََل بِيا َُْل ْيؤ ِمين ِ ِ َ ِ
ين
ْ يَي م َ ْ ُ « َأ َل ْس:يال َ َفي َق،يِل َّ َف َأ َم َر
َفأ َخ َِ بِي َييد َع ف،الص َ َة َجام َع ًة
، َب َيَل:يس ِيه؟ » َقيا ُليواِ ت َأو ََل بِك ُِّل م ْؤ ِم ٍن ِمن َن ْف
ْ ُ
ِ
ْ ُ « َأ َل ْس: َق َال، َب ََل:َأ ْن ُفس ِه ْم؟ » َقا ُلوا
ِ ال َّلهم ع،ال من و َاَله
اد َم ْن َعا َدا ُه َ َّ ُ ُ َ ْ َ ِ ال َّل ُه َّم َو، « َف َه َِا َو ِ ُّيل َم ْن َأنَا َم ْو ََل ُه:َق َال
“Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad, telah menceritakan kepada
kami Abul Husayn, telah mengkabarkan kepadaku Hammad bin Salamah, dari Ali bin
25 Salamah Noorhidayati, “Hadis Ghadir Khum Dalam Perspektif Sunni dan Syiah”, Laporan Penelitian,
IAIN Tulungagung, 2014, 39-40
26 Noorhayati, Hadis, 40-47.
27 Ibid., 82. Syahid adalah periwayat yang berstatus pendukung untuk sahabat Nabi. Mutabi adalah
periwayat yang memiliki status sebagai pendukung pada periwayat yang bukan sahabat nabi Saw.
28 Muhammad bin Yazid Abu Abdillah al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah (Saudi Arabia: Bayt al-Afkar al-
78
[ Vol. II, No. 3, Januari - Juni 2017 ]
Zaid bin Jud`an, dari Adi bin Tsabit, dari Bara’ bin Azib berkata: Kami kembali bersa-
ma Rasulullah Saw dari berhaji, maka beliau berhenti di tengah jalan lalu memerinta-
hkan untuk shalat berjamaah, maka (setelah shalat) beliau memegang tangan Ali lalu
berkata: ‘Bukankah aku lebih tinggi (awla) dari diri orang-orang mukmin?.’ Mereka
menjawab: ‘Benar’, maka Rasul Saw berkata (lagi): ‘Bukankah aku lebih utama (awla)
dari diri tiap-tiap orang mukmin?.’ Mereka menjawab: ‘Benar’. Rasul pun berkata:
“Maka (orang) ini (Ali bin Abi Thalib) merupakan wali bagi orang yang menjadikan
aku sebagai mawla- nya. Ya Allah tolonglah (walin) orang yang ber-wali kepadanya,
ya Allah musuhilah orang yang memusuhinya’.”
Contoh dalam Sunan al-Kubra karya Imam al-Nasai:29
ين
ْ َع،يش ُ َحيدَّ َثينَيا ْاْلَ ْع َيم:يال ِ َحدَّ َثنَا َأ ُبو ُم َع:َم َّمدُ ْب ُن ا ْل َع َ ِء َق َال
َ او َي َة َق َ ُ َبنَا َ
َ َ أ ْخ
ِ ُ َق َال َر ُس: َع ْن َأبِ ِيه َق َال،َ َع ِن ا ْب ِن ُب َر ْيدَ ة،َس ْع ٍد
ين َ ول اَّللِ َص ََّل اَّللُ َع َل ْيه َو َس َّل
ْ « َم:يم
َف َع ِ ٌِّل َولِ ُّي ُه،ْت َولِ َّي ُهُ ُكن
Artikel Tamu
“Telah memberi kabar kepada kami Muhammad bin al-Ala’, berkata: telah mencer-
itakan kepada kami Abu Muawiyah, berkata: telah menceritakan kepada kami al-
A’masy, dari Sa’d, dari ibn Buraidah, dari bapaknya, berkata: telah bersabda
Rasulullah Saw: ‘Siapa saja yang menjadikan aku sebagai wali-nya, maka Ali (juga)
wali-nya’”.
Contoh di Musnad Ahmad bin Hanbal:30
ان َأ ِِّب
َ َع ْن زَا َذ،ي ِ ِ ِ عن َأ ِِّب عب ِد، حدَّ َثنَا عبدُ ا ََْللِ ِك،حدَّ َثنَا ابن نُم ٍري
ِّ الرحي ِم ا ْلكنْد َّ ْ َ ْ َ َْ َ َْ ُ ْ َ
ِ ِ ُ س ِمع: َق َال،عمر
َ ين َش ِيهيدَ َر ُس
ِيول اَّلل ْ َم: َ الر ْح َبة َو ُه َو َين ُْشدُ النَّا َّ ِِف،ت َعل ًّيا ْ َ ََ ُ
، ً ْش َر ُجي َ َ ول َما َق َال؟ َف َقا َم َث َث َة َع ُ َو ُه َو َي ُق،َص ََّل اَّللُ َع َل ْي ِه َو َس َّل َم َي ْو َم غ َِد ِير ُخ فم
ْيت
ُ ين كُين ْ َم:يول ُ ول اَّللِ َص ََّل اَّللُ َع َل ْي ِه َو َس َّل َم َو ُه َو َي ُق
َ َف َش ِهدُ وا َأ ََّنُ ْم َس ِم ُعوا َر ُس
َم ْوَل ُه َف َع ِ ٌِّل َم ْوَل ُه
29 Abi Abd al-Rahman Ahmad ibn Syuaib al-Nasai, Kitab al-Sunan al-Ma’ruf bi al-Sunan al-Kubra, Juz
VIII (Qatr: Wazarah al-Awqaf wa al-Nutsur al-Islamiyyah, 2011), 361
30 Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal, Juz II (Beirut:
“Telah menceritakan kepada kami Ibn Numayr, telah menceritakan kepada kami Abd
al-Malik, dari Abi Abd al-Rahman, dari Zadzan Abi Umar, berkata: aku mendengar Ali
meminta kesaksian orang-orang di halaman, ‘Siapa yang menyaksikan Rasulullah
Saw pada hari Ghadir Khum dan beliau mengatakan apa yang dikatakan?’. Kemudian
berdirilah tiga belas orang laki-laki dan bersaksi bahwa Rasulullah bersabda: ‘Siapa
yang menjadikan aku sebagai wali-nya, maka Ali adalah wali-nya’.”
ِ ٍ
:يال َ َق،ين َأ ِِّب َلي ْي َيَلِ ْح ِن ْب َ ْ الرَّ َع ْن َع ْبد، َحدَّ َثنَا َي ِزيدُ ْب ُن َأ ِِّب ِز َياد،ُيون ُُس ْب ُن َأ ْر َق َم
ُيول اَّللِ َص َّيَل اَّلل َ َأن ُْشدُ اَّللَ َم ْن َس ِم َع َر ُس: َ الر َح َب ِة َين ُْشدُ النَّا ِ
َّ ِِف،َش ِهدْ ُت َعل ًّيا
ُ َم ْن ُكن:ول َي ْو َم غ َِد ِير ُخ فم
، َْت َم ْو ََل ُه َف َع ِ ٌِّل َم ْو ََل ُه َََّليا َقيا َم َف َش ِيهيد ُ َع َل ْي ِه َو َس َّل َم َي ُق
ن َْش َهدُ َأنَّيا: َف َقا ُلوا، ك ََأ ِِّّن َأ ْن ُظ ُر إِ ََل َأ َح ِد ِه ْم،ْش َبدْ ِر ًّياَ َ َف َقا َم ا ْثنَا َع:ْح ِن َّ َُق َال َع ْبد
َ ْ الر
يت َأ ْو ََل ُ َأ َل ْس:يم يير ُخ ف ِ َيد ِ ول ييوم غ ِ
َ ْ َ ُ ول اَّللِ َص ََّل اَّللُ َع َل ْيه َو َس َّل َم َي ُق َ َس ِم ْعنَا َر ُس
ُ ِ َ ِ َ ِ بِا َُْلسلِ ِم
َ َق،ِيول اَّلل
:يال ُ ُ َوأ ْز َواجي أ َّم َه،َي م ْن أ ْن ُفس ِه ْم
َ َب ََل َييا َر ُس:اُت ْم؟ َف ُق ْلنَا َ ْ
Artikel Tamu
ِ وع،ال من و َاَله
81
اد َم ْن َعا َدا ُه َ َ ُ َ ْ َ ِ الله َّم َو ُ ،ْت َم ْو ََل ُه َف َع ِ ٌِّل َم ْو ََل ُه
ُ َف َم ْن ُكن
Selain hadits-hadits di atas, kelompok Syiah juga mendasarkan
klaim kepemimpinan Ali bin Abi Thalib pada hadits yang mencer-
itakan keadaan Nabi Saw yang sakit parah beberapa hari men-
jelang beliau wafat. Hadits ini terdapat dalam Sahih Bukhari Kitab al
-Maghazy, hadits no 4432. Berikut hadits tersebut:32
31 Ibid., 268-269
32 Ahmad ibn Ali ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari Juz VIII (Ttemp: Maktabah Salafiyah, tt), 132
80
[ Vol. II, No. 3, Januari - Juni 2017 ]
Artikel Tamu
wasiat tentang ke-imamah-an Ali bin Abi Thalib setelah beliau wafat.
Titik Permasalahan
Hadits Ghadir Khum menjadi pegangan pokok kalangan Syiah
untuk meneguhkan klaim kepemimpinan Ali bin Thalib pasca
Rasulullah Saw. Apalagi riwayat yang menceritakan kisah tersebut
memiliki jalur yang begitu banyak (mutawatir). Pun demikian, mereka
juga memperkuat klaimnya dengan banyak riwayat lain yang
mengisahkan keutamaan Ali bin Abi Thalib.
Berikut ini beberapa contoh riwayat tersebut:
وسى ِ َ ْت ِمنِّي بِمن ِْز َل ِة هار
َ « َأن:َأ َّن النَّبِ َّي َص ََّل اَّللُ َع َل ْي ِه َو َس َّل َم َق َال لِ َع ِ فِل
َ ون م ْن ُم ُ َ َ
“Sesungguhnya Nabi Saw berkata kepada Ali: ‘Kamu bagiku (seperti) kedudukan
Harun bagi Musa’” (HR Nasai)33
Di riwayat lain ada tambahannya:
إِ ََّل َأ َّن ُه َل ْي َس َم ِعي َأ ْو َب ْع ِدي َنبِ ٌّي
“… Kecuali bahwa tidak ada nabi bersamaku atau sesudahku” (HR Nasai)34
ُْ ين َو َْ « :يم ِ ُ َق َال َر ُس: َق َال،َع ِن ا ْب ِن ُع َم َر
يَي
ُ ْ اَل َس ُ اَل َس َ ول اَّللَِّ َص ََّل اَّللُ َع َل ْييه َو َسي َّل
وُها َخ ْ ٌري ِمن ُْه ََم ِ َْ اب َأه ِل
َ ُ َو َأ ُب،اجلنَّة ْ ِ َس ِّيدَ ا َش َب
“Dari Ibn Umar, berkata: Rasulullah Saw bersabda: ‘Hasan dan Husayn merupakan
tuan bagi pemuda ahli surga, dan ayah keduanya lebih baik dari keduanya’” (HR Ibn
Majah).35
Selain menguatkan dengan hadits-hadits tentang keistimewaan
Ali bin Abi Thalib di sisi Nabi Muhammad Saw, kelompok Syiah juga
membangun argumen dengan mengaitkan hadits Ghadir Khum
dengan ayat-ayat al-Qur’an. Dalam hal ini mereka menganggap
peristiwa di Ghadir Khum menjadi sebab bagi turunnya ayat al-
Qur’an, yaitu Surat al-Maidah ayat 67, al-Maidah ayat 3, dan al-
Maidah 55.
Artikel Tamu
َ ول َب ِّلغْ َما ُأ ِنز َل إِ َل ْي َك ِمن َّر ِّب َك َوإِن ََّّل ْ َت ْف َع ْل َف ََم َب َّلغ
ُْت ِر َسيا َليتَي ُه َواَّلله َّ َيا َأ ُّ َُّيا
ُ الر ُس
ِ ِ ِ ِ
ينَ َي ْعص ُم َك م َن النَّا ِ إِ َّن اَّللهَ َلَ َ ُّْيدي ا ْل َق ْو َم ا ْلكَاف ِر
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan
amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
Rasulullah Saw pun kemudian mengumpulkan kembali seluruh
rombongan dan memanggil rombongan lainnya yang terpisah. Mere-
34 Ibid.
35 al-Qazwaini, Sunan.,30.
82
[ Vol. II, No. 3, Januari - Juni 2017 ]
Artikel Tamu
dan lalai, serta semakin terdorong untuk menyampaikannya kepada
umatnya.38 Dalam pidatonya Rasullah Saw juga menegaskan posisi
istimewa Ali bin Thalib sebagai washi (penerima wasiat) Rasullah,
kedekatan keduanya seperti antara Musa dan Harun, serta
pengangkatan Ali sebagai pemimpin setelah beliau.39
Menurut Syiah, di tengah pidato di Ghadir Khum tersebut,
setelah penyampaikan perihal ke-wali-an Ali bin Abi Thalib, kemudi-
an turun al-Maidah 55:
َ الصي َ َة َو ُي ْيؤت
ُيون الي َّزكَيا َة ِ ِِ إِنََّم ولِيكُم اَّللهُ ورسو ُله وا َّل ِِين آمنُو ْا ا َّل
َّ ون
َ يم
ُ ين ُيق
َ َ َ َ ُ ُ ََ ُ ُّ َ َ
َ َو ُه ْم َراكِ ُع
ون
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah).”
36 Ali Akbar Shadeqi, Pesan Terakhir Nabi Saw: Terjemahan Lengkap Khotbah Nabi Saw di Ghadir
Khum (18 Dzulhijjah 10 H), terj. Husein Shahab (Bandung: Pustaka Pelita, 1998), 14-16
37 Ibid., 38.
38 Ibid.
39 Ibid., 41
dan yang dituju secara langsung oleh ayat tersebut adalah Ali bin
Abi Thalib karena ia orang yang beriman, mendirikan shalat, mem-
bayar zakat, dan tunduk pada Allah Swt.40 Dan setelah selesai pida-
to tersebut, turunlah al-Maidah ayat 3:41
ِ ُيم ا
ْ ْسي َ َم ُ ت َع َل ْيك ُْم نِ ْع َمتِي َو َر ِض
ُ يت َليك ُ ت َلك ُْم ِدينَك ُْم َو َأَتْ َ ْم
ُ ا ْل َي ْو َم َأك َْم ْل
ِدين ًا
“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu...”
Menurut Syi’ah, seusai pidato Rasulullah, para sahabat pun
mendatangi Nabi Muhammad Saw dan Ali bin Abi Thalib, mengucap-
kan selamat dan melakukan baiat. Orang yang pertama menjabat
Artikel Tamu
tangan Nabi adalah Abu Bakar, kemudian Umar dan Utsman bin Af-
fan. Baru kemudian disusul sahabat-sahabat lainnya.42
Meski kisah tentang Ghadir Khum juga termaktub dalam ban-
yak kitab-kitab rujukan kaum Sunni – dengan beberapa perbedaan
– namun mereka tidak memberikan kesimpulan yang sama dengan
kaum Syiah. Menurut Sunni, pidato Ghadir Khum bukanlah deklarasi
Rasullah atas Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin pasca Rasul. Di sini
kalangan Sunni memberikan tafsir yang beda terhadap pernyataan
Rasullah Saw:
ْت َم ْو ََل ُه َف َع ِ ٌِّل َم ْو ََل ُه
ُ َم ْن ُكن
40 Ibid.
41 Abidin, Imamah, 106-107
42 Shadeqi, Pesan, 115.
84
[ Vol. II, No. 3, Januari - Juni 2017 ]
Artikel Tamu
dibicarakan hangat di kalangan sahabat selama haji wada’. Maka
ketika dalam perjalanan kembali ke Madinah setelah berhaji,
Rasulullah Saw mengumpulkan para sahabat untuk memberi
peringatan dan mengingatkan para sahabatnya agar saling menga-
sihi, mencintai dan tolong-menolong, serta tidak boleh saling mem-
benci dan bermusuhan. Di situ Nabi Saw mengingatkan sahabatnya
tentang pribadi Ali bin Abi Thalib yang utama, tidak seperti yang
didesas-desuskan saat itu.44
Dengan demikian, kaum Sunni menilai hadits Ghadir Khum
merupakan sebuah pembelaan Rasulullah Saw terhadap keluargan-
ya, khususnya Ali bin Abi Thalib, yang saat itu menjadi bahan
omongan para sahabat, sekaligus perintah bagi setiap muslim untuk
saling tolong menolong dan mencintai, serta tidak saling membenci
dan bermusuhan. Penggunaan kata “mawla” menunjukkan kedekatan
Ali bin Abi Thalib dengan Nabi Muhammad Saw. Pun demikian, sala-
man dan ucapan selamat yang dilakukan Umar, Abu Bakar dan sa-
habat lainnya bukanlah sebentuk “baiat” atas kepemimpinan Ali, na-
mun menunjukkan sikap “rekonsiliasi” dan penegasan bahwa antara
Ali bin Abi Thalib dan para sahabat adalah teman dekat se-
bagaimana dengan Rasulullah Saw.45
Pendapat kalangan Sunni tersebut tampak lebih masuk akal
daripada penafsirannya kalangan Syiah. Setidaknya ada beberapa
alasan untuk menguatkan hal itu. Pertama, jika memang di Ghadir
Khum Rasulullah Saw mendeklarasikan kepemimpinan Ali setelah be-
liau, dan para sahabat telah berbaiat kepadanya, tentu pasca
kewafatan Nabi Muhammad Saw tidak akan terjadi gejolak terkait
dengan kepemimpinan karena secara mutawatir para sahabat telah
mengetahui siapa pemimpin pengganti Nabi Muhammad Saw.
Artikel Tamu
86
[ Vol. II, No. 3, Januari - Juni 2017 ]
Artikel Tamu
ni. Dan lebih jelas lagi, jika riwayat versi Syiah ini sahih, akan sangat
kecil kemungkinan Syiah Ismailiyyah tidak mengakui kepemimpinan
Husayn bin Ali.
Bagaimana dengan hadits tentang wasiat Nabi Saw yang ba-
tal karena para sahabat berselisih itu? Meski sahih namun menjadi-
kan hadits tersebut sebagai dasar untuk mengklaim kepemimpinan Ali
bin Abi Thalib pasca wafatnya Nabi Saw itu terlalu terjauh. Hal itu
karena belum jelasnya isi wasiat dari Nabi Saw itu. Pertanyaan yang
perlu dikemukakan adalah apakah memang saat itu Nabi Saw ingin
mewasiatkan kepemimpinan Ali atau untuk mewasiatkan hal yang
lain?
Jika dilihat dari beberapa hadits lain terkait dengan hal itu,
belum ditemukan adanya indikasi wasiat tersebut terkait dengan
kepemimpinan Ali pasca Nabi Saw. Hadits lain yang termuat dalam
Sahih Bukhari memberikan sebagian isi wasiat itu, yaitu:
khutbah lengkap Nabi Saw di Ghadir Khum versi syiah di Shadeqi, Pesan, terutama di bagian-
46 Lihat
bagian akhir.
bin Abi Thalib? Ini juga belum ada kepastian. Namun jika mengikuti
logika kelompok Syiah yang menganggap persoalan imamah meru-
pakan urusan ushuluddin dan seumpama Rasul pun melihat hal itu uru-
san yang sangat penting, tentu beliau akan mendahulukan pesan
tersebut di awal ketiga pesan beliau. Itu pun jika seandainya yang
dikehendaki Nabi Saw pada pesan ketiga adalah kepemimpinan
Ali.
Maka menyandarkan klaim kepemimpinan Ali pasca Nabi Saw
pada hadits wasiat Nabi Saw tersebut jelas tidak memiliki dasar
yang kuat. Terkesan masih sekedar asumsi belaka.
Penutup
Konflik Syiah-Sunni yang semula berakar pada aspirasi politik
kemudian melebar ke ranah agama ketika masing-masing mencoba
membangun aspirasinya dengan teks-teks keagamaan. Hasilnya
hingga kini keduanya menjadi aliran teologi (firqah) yang berbeda
hingga dan sulit untuk dipertemukan.
88
[ Vol. II, No. 3, Januari - Juni 2017 ]
Artikel Tamu
Daftar Pustaka
Abidin, Zainal. Imamah dan Implikasinya dalam Kehidupan Sosial: Telaah atas Pemikiran
Teologi Syiah. Jakarta: Badan Litbang & Diklat Kemenag RI, 2012.
Asqalani, Ahmad ibn Ali ibn Hajar al-. Fath al-Bari Juz VIII. Ttemp: Maktabah Salafiyah, tt
Hanbal, Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin. Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal, Juz II.
Beirut: Muassasah al-Risalah, 2001.
Ma’luf, Louis. al-Munjid fi al-Lughah. Beirut: Dar al-Masyriq, 1967.
Mulyono, Slamet. “Pergolakan Teologi Syiah-Sunni: Membedah Potensi Integrasi dan Disinte-
grasi,” Ulumuna: Jurnal Studi Keislaman, Vol 16 No 2 tahun 2012.
Nasai, Abi Abd al-Rahman Ahmad ibn Syuaib al-. Kitab al-Sunan al-Ma’ruf bi al-Sunan al-
Kubra, Juz VIII. Qatar: Wazarah al-Awqaf wa al-Nutsur al-Islamiyyah, 2011.
Noorhidayati, Salamah. “Hadis Ghadir Khum Dalam Perspektif Sunni dan Syiah”, Laporan
Penelitian, IAIN Tulungagung, 2014.
Qazwaini, Muhammad bin Yazid Abu Abdillah al-. Sunan Ibn Majah. Saudi Arabia: Bayt al-
Afkar al-Dawlawiyyah, tth.
Artikel Tamu
Shadeqi, Ali Akbar. Pesan Terakhir Nabi Saw: Terjemahan Lengkap Khotbah Nabi Saw di Gha-
dir Khum (18 Dzulhijjah 10 H), terj. Husein Shahab. Bandung: Pustaka Pelita, 1998.
Syahrastani, Al-. Al-Milal wa al-Nihal Juz I. Beirut: Dar al-Ma’rifat, 1993.
Tabatabai, Muhammad Husayn. Shi’a. translated by Sayyid Husayn Nasr. Manila: Al-Hidaya,
1995.
Wehr, Hans. A Dictionary of Modern Written Arabic. New York: Spoken Languange Service,
1976.
90