Anda di halaman 1dari 92

BAB II

DARI KERAJAAN KE KABUPATEN

A. Lahirnya Kabupaten Galuh


1. Mitos dan Sejarah
Jejak nama sebuah tempat seringkali berujung pada
mitos

sebagai

jawaban

akhir,

yang

tentu

saja

tidak

merupakan jawaban yang memuaskan. Akan tetapi, jawaban


yang bersifat mitis pun setidak-tidaknya dianggap bisa
memuaskan rasa ingin tahu kita. Selain itu, mitos-mitos
juga memperkaya khasanah kebudayaan suatu masyarakat.
Lebih

jauh,

karena

mitos

biasanya

terkait

pada

kepercayaan dan pemikiran suatu masyarakat, maka paling


tidak melalui mitos tersebut dapat dilihat perkembangan
pola pemikiran atau mentalitas masyarakatnya pada suatu
periode.
Masyarakat Galuh ternyata memiliki khasanah mitos
yang cukup banyak. Mitos-mitos itu, antara lain terkait
pada

asal-usul

nama

tempat

atau

daerah,

benda,

dan

budaya. Mitos yang menceritakan tentang asal-usul nama


tempat

atau

daerah

misalnya

asal-usul

nama

Kawali.

Ditulis oleh Miftahul Falah sebagai bagian dari buku Sejarah


Ciamis yang diterbitkan tahun 2005 oleh Pemkab Ciamis dan LPPM
Universitas Galuh, Ciamis.

53

54

Cerita

asal-usul

nama

Kawali

berkaitan

dengan

kisah

Ciung Wanara maupun Kerajaan Galuh yang dimuat dalam


sumber naskah maupun tradisi lisan masyarakat Galuh.
Sumber

naskah

Wawacan
bahwa

yang

Sajarah
Raja

memuat

Galuh.

Bojong

cerita

Dalam

Galuh

itu,

naskah

(palsu)

itu

antara

lain

diceritakan

yaitu

Ki

Bondan

menyuruh seorang pandita sakti, Ajar Sukaresi, untuk


menaksir bayi yang dikandung oleh istrinya, Nyai Ujung
Sekarjingga,

apakah

laki-laki

atau

perempuan.

Sebenarnya, raja hendak menipu pandita karena besarnya


perut Nyai Ujung Sekarjingga disebabkan oleh kuali yang
ditaruh di dalamnya, bukannya karena sedang hamil. Sang
pandita mengetahui niat buruk sang raja, ia kemudian
berdoa kepada Tuhan agar diberikan pertolongan. Ia pun
berkata bahwa anak yang sedang dikandung itu laki-laki.
Raja

menganggap

jawaban

pandita

itu

bohong

sehingga

pandita harus dihukum. Pakaian Nyai Ujung Sekarjingga


kemudian dibuka dan ternyata kuali yang dipasang di
perutnya tidak ada dan ia benar-benar mengandung. Raja
menjadi marah disertai malu menyaksikan kejadian itu.
Pandita
raja

itu

disuruh

memerintahkan

pandita.

Kuali

pada

pulang,
patihnya
perut

tetapi

secara

untuk
Nyai

diam-diam

membunuh

Ujung

sang

Sekarjingga

55

sesungguhnya ditendang secara rohaniah oleh pandita.


Kuali

itu

sehingga

kemudian
namanya

jatuh

di

diganti

Kampung

menjadi

Selapanjang

Kawali

(kini

terletak sekitar 11 km di sebelah utara Kota Ciamis).


Adapun anak laki-laki Nyai Ujung Sekarjingga kemudian
bernama Ciung Wanara.1 Menurut cerita rakyat, tempat
jatuhnya kuali itu menjadi mata air dan kolam yang
disebut Balong Kawali atau Cikawali, yang sekarang
termasuk dalam lingkungan Situs Astana Gede Kawali.2
Ajar
raja,

Sukaresi

pada

yang

awalnya

kesaktiannya.

Namun,

tidak
ia

dibunuh.

Dengan

tubuh

berjalan

hendak

kembali

Padang.

Dalam

mengeluarkan

hendak

dapat

akhirnya
penuh
ke

berwarna

oleh

karena

merelakan

dirinya

Ajar

pertapaannya
luka

kuning

utusan

dilukai

luka,

perjalanannya,

darah

dibunuh

Sukaresi
di

Ajar

di

Gunung
Sukaresi

suatu

tempat.

Tempat itu kemudian disebut Cikoneng. Setelah lama


berjalan, Ajar Sukaresi tergolek di atas tanah. Tempat
ia

tergolek

kemudian

berjalan

mengeluarkan
kemudian

itu

darah

dikenal

kemudian
lagi,
yang
dengan

disebut

Cikedengan.

tetapi

jatuh

berwarna
nama

bening.

Ciherang.

sampailah Ajar Sukaresi di pertapaannya.3

Ia

lagi

dan

Daerah

itu

Akhirnya,

56

Diceritakan
hendak

dibunuh

bahwa

oleh

Ciung

Raja

Wanara

Bojong

ketika

Galuh

lahir

(palsu),

Ki

Bondan, karena khawatir akan membahayakan kekuasaannya.


Namun, patih raja yang ditugasi untuk membunuh Ciung
Wanara tidak tega melakukan tindakan itu. Ia kemudian
menghanyutkan Ciung Wanara di sungai bersama sebutir
telur ayam. Singkat cerita, Ciung Wanara ditemukan oleh
sepasang suami-istri dan diasuh hingga remaja. Adapun
telur ayam kemudian dieramkam pada seekor naga sakti di
Gunung Padang yang bernama Nagawiru hingga menetaskan
seekor ayam jantan. Pada suatu hari, Raja Bojong Galuh
mengadakan
separuh

sayembara

kerajaannya

mengalahkan

ayam

sabung
bagi

raja.

ayam.

siapa
Ayam

Ia

saja

jantan

menjanjikan
yang

mampu

Ciung

Wanara

diikutkan pada sayembara itu dan berhasil mengalahkan


ayam

raja.

Namun,

raja

mengingkari

janjinya.

Ciung

Wanara menjadi kesal, lalu menjebak raja dalam sebuah


kurungan besi. Ciung Wanara kemudian menjadi raja di
Bojong Galuh.4
Menurut kepercayaan masyarakat sekitarnya, tempat
lahirnya Ciung Wanara adalah sebuah menhir dan dolmen
dikelilingi

oleh

batu

bersusun

yang

disebut

Panyandaan di dalam lingkungan Situs Karangkamulyan.

57

Di tempat itu, Nyai Ujung Sekarjingga (dalam sumber


lain disebut Dewi Naganingrum) melahirkan Ciung Wanara,
lalu

bersandar

kesehatannya.

selama

Sampai

40

hari

sekarang

untuk

masih

ada

memulihkan
orang

yang

percaya bahwa wanita yang ingin mempunyai anak akan


segera diberi anak bila bersandar di tempat itu.5
Adapun tempat penyabungan ayam Ciung Wanara dan
ayam

raja

sebuah

dipercayai

tempat

yang

oleh

masyarakat

bernama

berlokasi

Penyabungan

Ayam

pada
dalam

lingkungan Situs Karangkamulyan. Penyabungan Ayam itu


berupa

sebuah

dikelilingi
dipercayai

arena

terbuka

pohon-pohon
sebagai

yang

tempat

berbentuk
tinggi.

khusus

bundar

Tempat

untuk

yang

itu

memilih

pun
raja

dengan cara demokratis.6


Dalam
terdapat

lingkungan

beberapa

tempat

Situs
dan

Karangkamulyan
benda

lainnya,

juga
yaitu

Pelinggih (Batu Pancalikan), Sanghyang Bedil, Lingga


(Lambang Peribadatan), Cikahuripan, Pamangkonan, Makam
Adipati Panaekan, dan Sri Begawat Pohaci.7 Beberapa di
antaranya memiliki mitos-mitos asal mula keberadaannya,
yaitu sebagai berikut.
Pelinggih
tingkat

merupakan

berwarna

putih

sebuah
dan

batu

berbentuk

bertingkatsegiempat.

58

Pelinggih itu menyerupai yoni terbalik, yang digunakan


sebagai

meja

beberapa

saji

buah

atau

batu

altar.

kecil

Di

yang

bawahnya

terdapat

seolah-olah

sebagai

penyangga sehingga memberi kesan seperti sebuah dolmen.


Pelinggih
batu

itu

temu

setempat,

terletak

gelang.
Pelinggih

pada

Konon,
yang

sebuah

bangunan

susunan

cerita

rakyat

menurut

disebut

juga

sebagai

batu

pancalikan (bahasa Sunda: tempat duduk) atau batu kursi


itu merupakan singgasana Ratu Galuh yang dijaga oleh
tujuh benteng pertahanan. Benteng pertama terletak di
dekat Desa Karangkamulyan sekarang, sedangkan benteng
ketujuh tepat berada di pintu bangunan tertutup tempat
Pelinggih berada. Pelinggih lain juga terdapat di Situs
Astana Gede Kawali.8
Tempat

yang

disebut

Sanghyang

bedil

merupakan

suatu ruangan yang dikelilingi tembok berukuran 6,20 x


6 m dan tinggi tembok sekitar 80 cm. Di dalam ruangan
itu

terdapat

dua

buah

menhir

yang

masing-masing

berukuran 60 x 40 cm dan 20 x 8 cm. Menurut kepercayaan


masyarakat sekitarnya, dahulu Sanghyang Bedil merupakan
pertanda akan datangnya suatu kejadian (bahasa Sunda:
totonde) dengan terdengarnya suara atau bunyi letusan
di tempat itu.9

59

Cikahuripan

adalah

nama

sebuah

sumur

yang

terletak di dekat pertemuan Sungai Citanduy dan Sungai


Cimuntur.

Diberi

nama

Cikahuripan

karena,

menurut

kepercayaan masyarakat, sumur itu berisi air kehidupan


(bahasa

Sunda:

hurip

berarti

hidup).

Sumur

itu

merupakan sumur abadi karena airnya tidak pernah kering


sepanjang tahun.10
Makam Adipati Panaekan terdapat pada bagian atas
susunan

batu

kali

yang

berbentuk

lingkaran

bersusun

tiga. Letak makam itu berada pada salah satu jalan


setapak yang menuju ke arah Sungai Cimuntur. Menurut
juru

kunci

makam,

Adipati

Panaekan

merupakan

salah

seorang Bupati Galuh yang sezaman dengan Sultan Agung


Mataram. Ia merupakan putra kedua Prabu Digaluh atau
Salawe Sanhyang Ciptapermana II, penguasa Galuh pertama
yang memeluk agama Islam. Adipati Panaekan dibunuh oleh
adik

iparnya,

Dipati

Kertabumi

(Singaperbangsa

I),

karena perselisihan paham dalam penyerbuan Belanda di


Batavia.

Setelah

dibunuh,

jasadnya

dihanyutkan

ke

Cimuntur dan diangkat lagi di pertemuan Sungai Cimuntur


dan Sungai Citanduy, lalu dikuburkan di Karangkamulyan.
Pengangkatan jenazahnya di pertemuan dua sungai itulah
yang

mungkin

menyebabkan

munculnya

sebutan

Adipati

60

Panaekan (bahasa Sunda: panaekan berarti naik). Jika


merujuk

pada

keterangan

yang

diberikan

oleh

Wawacan

Sajarah Galuh, maka tokoh Adipati Panaekan itu adalah


Sangiang Dipati yang menjadi Bupati Galuh ke-3 (16181625). Ia juga merupakan penguasa Galuh pertama yang
tercatat dalam sumber Belanda.11
Selanjutnya, mitos mengenai asal-usul nama daerah
Panoongan,

Gegembung,

Sikuraja,

dan

Leuwi

Biuk.12

Diceritakan bahwa seorang pengrajin batik yang hidup di


Kampung Babakan Nyengked, yang mempunyai putri cantik
bernama Utari. Kecantikan Utari membuat banyak lakilaki

terpikat

kepadanya,

lalu

mereka

membuat

lubang

pada dinding bilik rumah Utari supaya bisa mengintip


(bahasa

Sunda:

mengintip

itu

noong)
kemudian

Utari
dikenal

kapan
dengan

saja.

Tempat

nama

daerah

Panoongan.
Kecantikan Utari ternyata sampai kepada Sultan
Mataram.

Utusan

pun

segera

dikirim

untuk

menjemput

Utari ke kampungnya. Namun, dalam perjalanan ternyata


utusan Mataram itu melakukan tindakan tercela, merusak
kehormatan Utari. Sesampainya di Mataram, Utari telah
berubah menjadi gadis yang pucat dan tidak menarik lagi
akibat

perbuatan

utusan

Mataram.

Sultan

Mataram

61

mengetahui bahwa Utari telah ternoda, lalu mendesaknya


menunjukkan siapa yang melakukan tindakan tercela itu.
Karena diancam oleh utusan Mataram, Utari mengatakan
bahwa itu adalah perbuatan Adipati Imbanagara. Sultan
Mataram
untuk

menjadi

marah,

menangkap

dan

Adipati

itu

memotong

berhasil

lalu

membunuh
ditangkap,

bagian-bagian

menimbulkan

perlawanan

segera

mengirim

Adipati
lalu

tubuhnya.
dari

rakyat

pasukan

Imbanagara.

dibunuh

dengan

Peristiwa

itu

Imbanagara

yang

berusaha merebut jenazah Adipati Imbanagara kembali.


Beberapa

bagian

Imbanagara,

lalu

tubuhnya

berhasil

dimandikan

dan

direbut

pihak

dikuburkan.

Tempat

pemandian itu kemudian disebut Leuwi Biuk. Sementara


tempat dikuburkannya potongan tubuh Adipati Imbanagara
disebut Gegembung. Adapun Sikuraja merupakan tempat
direbutnya bagian sikut sang Adipati.
Mitos-mitos

mengenai

nama

daerah

di

sekitar

wilayah Galuh ternyata ada pula yang terkait dengan


lahirnya salah satu kesenian khas Galuh, yaitu ronggeng
gunung. Dalam cerita lahirnya kesenian itu, beberapa
nama

daerah

juga

secara

mitologi

diceritakan

asal-

usulnya, yaitu Pangandaran, Babakan, Cikembulan, Batu


Hiu,

Serang,

Padon

Telu,

Pasir

Eurih,

Parakan,

62

Sawangan,

Patimuan,

Tungilis,

Paliken,

Bagolo,

dan

Cirengganis.13 Secara singkat diceritakan bahwa dahulu


kala seorang raja yang bernama Raden Anggalarang, putra
Prabu

Haur

Kuning,

mendirikan

kerajaan

di

Ujung

Pananjung. Ayahnya telah mengingatkan bahwa kerajaan


baru itu tidak akan berumur panjang karena lokasinya
terletak di daerah pinggir pantai tempat singgah orangorang jahat (bajo atau andar-andar) dari Nusakambangan.
Tempat itu kemudian disebut sebagai Pangandaran.
Setelah
kerajaannya,

Anggalarang
terjadilah

berhasil

peperangan

mendirikan

dengan

para

bajo

yang tertarik dengan kecantikan permaisuri Anggalarang


yang bernama Dewi Siti Samboja atau Dewi Rengganis.
Peperangan

berakhir

pada

kekalahan

pada

pihak

Anggalarang. Atas saran dari punggawanya yang bernama


Mama Lengser, ia pergi ke arah timur sampai di suatu
tempat ia memutuskan untuk beristirahat (mabak-mabak).
Tempat istirahat Anggalarang beserta rombongannya itu
sekarang disebut sebagai daerah Babakan. Karena para
bajo yang mengejarnya telah mengetahui persembunyian
mereka,
pergi

Anggalarang
ke

arah

barat

beserta
sampai

rombongannya
di

suatu

memutuskan
tempat

yang

sekarang disebut Cikembulan. Nama Cikembulan diambil

63

dari

kata

timbul

karena

rombongan

Anggalarang

menimbulkan diri di tempat itu. Perjalanan diteruskan


sampai

di

daerah

Anggalarang

pinggir

beristirahat

laut.

dan

Di

daerah

itu,

menyantap

seekor

ikan.

Anggalarang tidak habis memakan ikan itu karena rasanya


kurang enak, lalu dibuangnya ke laut sambil berkata,
Jung sing hirup dei (bahasa Sunda: menyuruh hidup
kembali). Namun, ikan itu tidak hidup kembali hanya
menjadi gumpalan batu yang menyerupai ikan hiu (bahasa
Sunda: ikan yu). Tempat itu kemudian diberi nama Batu
Hiu. Sampai sekarang dipercayai bahwa kalau ada orang
yang

hendak

menjadi

seniman

yang

bagus,

maka

harus

berziarah ke Batu Hiu itu.


Anggalarang melanjutkan perjalanan ke arah utara
sampai di suatu tempat di mana dapat dilihat dengan
jelas

bekas

kemudian

kerajaannya

disebut

nyerangkeun

di

Serang

yang

arah

berasal

berarti

dapat

timur.
dari

Tempat
bahasa

melihat

dari

itu

Sunda
jauh

tetapi jelas. Perjalanan dilanjutkan terus ke utara


sampai di suatu perbatasan antara tiga daerah, yaitu
Parigi,

Padaherang,

dan

Kalipucang.

Perbatasan

itu

sekarang dinamakan Padon Telu. Karena para bajo terus


mengejar,

diputuskanlah

rombongan

dibagi

dua:

Raden

64

Anggalarang menuju selatan, sedangkan istrinya, Dewi


Siti Samboja, dan Mama Lengser ke arah utara. Sebelum
melanjutkan

perjalanan,

Dewi

Siti

Samboja

naik

ke

sebuah gunung agar dapat melihat perjalanan suaminya.


Ternyata,

Raden

Anggalarang

sedang

berperang

dengan

para bajo di suatu tempat yang sekarang disebut Pasir


Eurih. Anggalarang terbunuh, lalu mayatnya diarak oleh
para

bajo.

Parakan.
peristiwa

Tempat
Adapun
itu

pengarakan
tempat

kemudian

Dewi

itu

kemudian

disebut

Samboja

melihat

Sawangan

(bahasa

Siti

disebut

Sunda: tempat nyawang).


Dewi Siti Samboja, Mama Lengser, dan rombongan
segera melanjutkan perjalanan ke arah utara sampai di
tepi Sungai Citanduy. Di sana, mereka bertemu dengan
seorang

tukang

rakit

dan

meminta

pertolongan

agar

diseberangkan. Dewi Siti Samboja beserta rombongannya


pun diseberangkan. Keesokan harinya, ketika rombongan
Dewi Siti Samboja tiba di sebuah anak Sungai Citanduy
ditemukanlah

mayat

tukang

rakit

yang

telah

menyeberangkan mereka. Tukang rakit itu dibunuh oleh


para bajo yang terus mengejar Dewi Siti Samboja. Tempat
ditemukannya mayat tukang rakit itu kemudian dinamakan
Patimuan. Dewi Siti Samboja melanjutkan perjalanannya

65

ke arah selatan sampai di sebuah pegunungan. Pada suatu


tempat, ia menangis karena sedih atas kesengsaraan yang
menimpanya.

Tempat

menangisnya

Dewi

Siti

Samboja

dinamakan Tungilis oleh Mama Lengser, yang berasal


dari kata tangis nu geulis (bahasa Sunda: tempat
menangisnya

orang

yang

cantik).

Dewi

Siti

Samboja

kemudian bertapa di pegunungan itu hingga ia mendengar


suara

tanpa

seorang

wujud

ronggeng

(ketuk

tilu).

yang
dan

Nama

menyuruhnya

membuat
Dewi

menyamar

rombongan

Siti

Samboja

menjadi

seni
pun

doger
diganti

menjadi Dewi Rengganis.


Sementara itu, Prabu Haur Kuning mengutus Patih
Sawung

Guling

untuk

mencari

informasi

keadaan

Raden

Anggalarang dan keluarganya. Sawung Guling mendengar


bahwa tiap malam ada kesenian doger yang dipimpin oleh
Mama Lengser. Ia pun bergegas menemui Mama Lengser dan
menyampaikan pesan Prabu Haur Kuning yang menanyakan
kabar anaknya. Namun, Dewi Rengganis dan Mama Lengser
masih meragukan Sawung Guling sebagai utusan mertuanya.
Dewi Rengganis menyuruh Sawung Guling agar bertanding
dulu

dengan

Guling
percaya.

pemuda-pemuda

menang,
Untuk

tetapi
itu,

yang

Dewi

dia

pimpin.

Rengganis

Sawung

Sawung

masih

Guling

belum

kemudian

66

memperlihatkan
sebatang

lidi

ilmu

kesaktiannya

enau,

lalu

dengan

menancapkannya

mengambil

pada

tebing

batu di daerah Pegunungan Tungilis. Ketika lidi itu


dicabut,

batu

bekas

tancapannya

timbul

dan

menonjol

seperti alat kelamin laki-laki dan mengeluarkan air.


Tempat itu pun kemudian disebut Paliken, yang berasal
dari

bahasa

Sunda

laki-laki.
tanaman

pelakian

Sawung

sehingga

Guling
sekarang

berarti

kemudian

alat

kelamin

menaburkan

terkenal

adanya

bibit

tembakau

paliken.
Setelah
utusan

terbukti

Prabu

Haur

bahwa
Kuning,

Sawung
Dewi

Guling

adalah

Rengganis

mau

menerimanya menjadi suami. Namun, ia tetap menyamar dan


menjalankan kesenian dogernya. Mereka hidup berpindahpindah sambil bercocok tanam. Ternyata, para bajo masih
terus mengejar Dewi Rengganis hingga di suatu tempat
terjadilah

perkelahian

Sawung

Guling,

yang

telah

menjadi suami Dewi Rengganis, dengan para bajo itu.


Para bajo dapat dikalahkan oleh Sawung Guling karena
kesaktiannya. Tempat terjadinya perkelahian antara para
bajo

dengan

Sawung

Guling

kemudian

diberi

nama

Bagolo, yaitu berasal dari kata begalan pati dengan


para

bajo.

Sampai

sekarang,

masyarakat

mempercayai

67

bahwa Bagolo itu merupakan tempat untuk mencuci diri


agar kuat dan kebal terhadap pukulan dan benda tajam.
Versi

lain

terdapat

menyebutkan

Kerajaan

bahwa

Bagolo

di

yang

Bagolo

didirikan

itu
oleh

dahulu
Embah

Sawung Galing. Ia pernah menyerang Kerajaan Cikembulan


yang berpusat di Sidamulih karena ingin mengawini putri
rajanya, tetapi akhirnya membantu memerangi para bajo.
Ia berhasil dan mengawini putri raja itu, lalu menjadi
raja di Kerajaan Pananjung.
Dewi Rengganis dan Sawung Guling kemudian kembali
ke

Pananjung,

lalu

menjadi

penguasa

di

sana.

Di

Pananjung sebelah timur terdapat tempat yang namanya


Cirengganis di mana terdapat gua yang mengeluarkan
air

tawar.

Demikianlah

asal-usul

kesenian

ronggeng

gunung yang diyakini berasal dari kesenian yang dibawa


oleh Dewi Rengganis itu.
Di

sekitar

Pananjung,
bernama

Pantai

Pangandaran,

Situs

Pananjung.

Pangandaran,
terdapat
Situs

tepatnya

sebuah
itu

situs

merupakan

Dusun
yang
suatu

kompleks percandian kecil yang terdiri atas beberapa


bangunan. Kompleks candi itu dinamakan Candi Pananjung.
Selain itu, ditemukan pula yoni, arca Nandi, dan batu
bulat beralaskan padma (padmasana),14 yang menunjukkan

68

ciri-ciri bangunan peribadatan Hindu-Siwa. Di sekitar


Candi Pananjung itu juga terdapat beberapa gua, yaitu
Gua

Panggung,

Lanang.15
bekas

Gua

Apakah

kerajaan

Parat,

Gua

Sumur

Situs

Pananjung

Raden

Anggalarang?

Mudal,

tersebut

dan

Gua

merupakan

Noorduyn,

yang

bersumber pada catatan perjalanan Bujangga Manik, hanya


menyebutkan

bahwa

ketika

Bujangga

Manik

dalam

perjalanannya mengunjungi tempat-tempat suci di Pulau


Jawa,

ia

juga

Pananjung.16

datang

Pada

ke

saat

tempat

itu,

suci

gua-gua

Hindu
di

di

sekitar

percandian sangat mungkin satu kesatuan sebagai tempat


bertapa

kendati

sekarang

komponen

sakral

sebagai

indikasi arkeologis suatu pertapaan belum ditemukan.


Candi

Pananjung

layaknya

sebuah

adalah

suatu

karsyan,

karsyan.17

Candi

Pananjung

Sebagaimana
berfungsi

sebagai kuil pemujaan.18 Dengan demikian, belum dapat


dibuktikan bahwa Situs Pananjung adalah bekas kerajaan.
Khasanah mitos-mitos dalam masyarakat Galuh lebih
banyak lagi dapat ditemukan pada tradisi lisan yang
dituturkan secara turun-temurun. Salah satu mitos yang
bersumber pada tradisi lisan masyarakat Galuh adalah
mitos mengenai asal-usul Kampung Kuta.19 Kampung yang
terletak di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari,

69

berbatasan

dengan

Jawa

Tengah

itu

dikenal

sebagai

kampung adat. Menurut cerita rakyat setempat, asal-usul


Kampung

Kuta

berkaitan

dengan

berdirinya

Kerajaan

Galuh. Konon, pada zaman dahulu ketika Prabu Galuh yang


bernama Ajar Sukaresi (dalam sumber lain, tokoh ini
adalah

seorang

Kerajaan

Galuh,

kerajaan

karena

pandita

sakti)

Kampung

Kuta

letaknya

hendak

dipilih

strategis.

mendirikan
untuk

pusat

Prabu

Galuh

memerintahkan kepada semua rakyatnya untuk mengumpulkan


semua keperluan pembangunan keraton seperti kapur bahan
bangunan, semen merah dari tanah yang dibakar, pandai
besi, dan tukang penyepuh perabot atau benda pusaka.
Keraton pun akhirnya selesai dibuat. Namun, pada suatu
ketika, Prabu Galuh menemukan lembah yang dibentengi
(kuta) oleh tebing yang dalamnya sekitar 75 m di lokasi
pembangunan pusat kerajaan itu. Atas musyawarah dengan
para

punggawa

daerah

kerajaan

tersebut

tidak

lainnya,
cocok

diputuskanlah

untuk

dijadikan

bahwa
pusat

kerajaan (menurut orang tua, tidak memenuhi Patang Ewu


Domas).
Selanjutnya, mereka berkelana mencari tempat lain
yang memenuhi syarat. Prabu Galuh membawa sekepal tanah
dari bekas keratonnya di Kuta sebagai kenang-kenangan.

70

Setelah melakukan perjalanan beberapa hari, Prabu Galuh


dan rombongannya sampai di suatu tempat yang tinggi,
lalu

melihat-lihat

ke

sekeliling

tempat

itu

untuk

meneliti apakah ada tempat yang cocok untuk membangun


kerajaannya.

Tempat

ia

melihat-lihat

itu

sekarang

bernama Tenjolaya. Prabu Galuh melihat ke arah barat,


lalu terlihatlah ada daerah luas terhampar berupa hutan
rimba yang menghijau. Ia kemudian melemparkan sekepal
tanah yang dibawanya dari Kuta ke arah barat dan jatuh
di suatu tempat yang sekarang bernama Kepel. Tanah
yang dilemparkan tadi sekarang menjadi sebidang sawah
yang datar dan tanahnya berwarna hitam seperti dengan
tanah di Kuta, sedangkan tanah di sekitarnya berwarna
merah. Prabu Galuh melanjutkan perjalanannya sampai di
suatu pedataran yang subur di tepi Sungai Cimuntur dan
Sungai Citanduy, lalu mendirikan kerajaan di sana.
Cerita selanjutnya tentang Prabu Galuh tersebut
hampir mirip dengan cerita Ciung Wanara dalam naskah
Wawacan

Sajarah

Galuh,

bahwa

Prabu

Galuh

kemudian

digantikan oleh patihnya, Aria Kebondan (dalam naskah


disebut

Ki

Bondan).

Prabu

Galuh

menjadi

pertapa

di

Gunung Padang. Menurut versi tradisi lisan, Prabu Galuh


meninggalkan dua orang istri, yaitu Dewi Naganingrum

71

dan Dewi Pangrenyep. Saat itu, Dewi Naganingrum sedang


mengandung. Ketika Dewi Naganingrum melahirkan, Dewi
Pangrenyep menukar bayinya dengan seekor anak anjing.
Bayi

itu

kemudian

dihanyutkan

ke

Sungai

Citanduy.

Melihat Dewi Naganingrum beranak seekor anjing, Aria


Kebondan yang menjadi raja di Galuh menjadi marah, lalu
menyuruh Lengser membunuhnya. Namun, Lengser itu tidak
membunuh Dewi Naganingrum, tetapi menyembunyikannya di
Kuta. Adapun bayi yang dibuang ke Sungai Citanduy itu
kemudian

ditemukan

oleh

Aki

Bagalantrang

di

depan

badodon (tempat menangkap ikan)-nya. Bayi itu dipungut


dan diasuh oleh Aki Bagalantrang hingga remaja, lalu
diberi

nama

mengasuh

Ciung

bayi

itu

Wanara.

Tempat

sekarang

Aki

disebut

Bagalantrang

daerah

Geger

Sunten, sekitar 6 km dari Kuta. Ciung Wanara kemudian


merebut

kembali

Kerajaan

Galuh

dari

Aria

Kebondan

melalui sabung ayam, sebagaimana yang diceritakan dalam


naskah. Setelah Ciung Wanara menjadi raja, Lengser pun
menjemput

Dewi

Naganingrum

sehingga

bisa

berkumpul

kembali dengan anaknya.


Mitos-mitos yang dituturkan oleh tradisi lisan
terkadang
diceritakan

mempunyai
dalam

keterkaitan
sumber

dengan

naskah.

mitos

Keterkaitan

yang
itu

72

kemudian menimbulkan pertanyaan bagi kita, apakah si


penutur mitos yang bersumber pada naskah atau naskah
yang ditulis berdasarkan penuturan. Jika dirujuk pada
usianya, maka tradisi lisan telah ada sebelum tulisan
muncul sehingga dapat diasumsikan bahwa naskah ditulis
berdasarkan cerita yang dituturkan. Tradisi lisan yang
terus ada hingga saat ini, seperti yang dituturkan oleh
para

kuncen

atau

tukang

kemungkinan

mengenai

lisan

berdasarkan

itu

cerita,

asal-usulnya.
cerita

terdapat

Pertama,

naskah

dua

tradisi

yang

dibaca

kemudian dituturkan kembali. Kedua, tradisi lisan itu


memang

belum

pernah

dituliskan

dalam

bentuk

naskah,

lalu dituturkan secara turun-temurun.


Adanya

perbedaan

versi

suatu

cerita

yang

dituturkan dalam naskah dan tradisi lisan disebabkan


oleh

beberapa

kemungkinan,

yaitu

perbedaan

sumber

cerita, distorsi cerita karena pewarisan cerita yang


turun-temurun

memungkinkan

terjadinya

penambahan

ataupun pengurangan isi cerita, dan adanya keinginan


dari penutur cerita untuk mengedepankan peranan seorang
tokoh

ataupun

berapologia

atas

kesalahan

tokoh

tersebut. Demikian pula dengan cerita tentang Kampung


Kuta di atas. Ada beberapa bagian yang hampir mirip

73

dengan cerita yang dikemukakan dalam naskah dan ada


pula

yang

berbeda

jalan

ceritanya.

Adapun

mengenai

kebenaran isi cerita atau mitos tersebut bukanlah suatu


permasalahan.
dihormati
jauh,

Setidaknya,

dan

dipelihara

bukankah

ilmu

mitos-mitos
oleh

tersebut

masyarakatnya.

pengetahuan

juga

pada

Lebih
awalnya

berkembang dari bentuk pemikiran mitis.


Hingga saat ini, Kampung Kuta tetap dilestarikan
sebagai
masih

kampung

adat

memelihara

atau

dan

petilasan.

melestarikan

Masyarakatnya
tradisi-tradisi

leluhur mereka. Pantangan-pantangan pun dibuat untuk


menjaga

kelestarian

tradisi

itu,

seperti

larangan

membuat rumah dari tembok dan memakai atap genteng,


larangan mengubur mayat orang dewasa kecuali bayi kecil
dan dalamnya pun tidak melebihi pangkal paha, larangan
menggali

sumur

wayang,

larangan

terlalu
meminum

dalam,

larangan

minuman

keras,

mementaskan
tidak

boleh

sombong atau menentang adat Kuta, dan sebagainya.20


Di samping mitos mengenai tempat, daerah Galuh
dan sekitarnya juga kaya akan mitos tentang tokoh-tokoh
hebat

dan

disakralkan

orang-orang
oleh

suci

masyarakatnya.

(hagiografi)
Di

Kampung

yang
Kuta

terdapat mitos tentang Tuan Batasela dan Aki Bumi.21

74

Diceritakan

bahwa

bekas

Kampung

Galuh

yang

telah

diterlantarkan selama beberapa lama ternyata menarik


perhatian

Raja

Cirebon

dan

Raja

Solo.

Selanjutnya,

masing-masing raja tersebut mengirimkan utusannya untuk


menyelidiki
mengutus

Aki

keadaan
Bumi,

di

Kampung

adapun

Raja

Kuta.
Solo

Raja

Cirebon

mengutus

Tuan

Batasela. Raja Cirebon berpesan kepada utusannya bahwa


ia harus pergi ke Kuta, tetapi jika didahului oleh
utusan dari Solo, ia tidak boleh memaksa jadi penjaga
Kuta. Ia harus mengundurkan diri, tetapi tidak boleh
pulang ke Cirebon dan harus terus berdiam di sekitar
daerah itu sampai mati. Pesan yang sama juga didapat
oleh utusan dari Solo. Pergilah kedua utusan tersebut
dari kerajaannya masing-masing. Utusan dari Solo, Tuan
Batasela, berjalan melalui Sungai Cijolang sampai di
suatu kampung, lalu beristirahat di sana selama satu
malam. Jalan yang dilaluinya itu hingga saat ini masih
sering dilalui orang untuk menyeberang dari Jawa Tengah
ke Jawa Barat. Penyeberangan itu diberi nama Pongpet.
Adapun Aki Bumi dari Cirebon langsung menuju ke Kampung
Kuta dengan melalui jalan curam, yang sampai saat ini
masih ada dan diberi nama Regol, sehingga tiba lebih
dulu di Kampung Kuta. Sesampainya di sana, Aki Bumi

75

menemui para tetua kampung dan melakukan penertibanpenertiban, seperti membuat jalan ke hutan dan membuat
tempat

peristirahatan

di

pinggir

situ

yang

disebut

Pamarakan.
Karena telah didahului oleh utusan dari Cirebon,
Tuan Batasela kemudian terus bermukim di kampung tempat
ia

bermalam,

yang

terletak

di

utara

Kampung

Kuta.

Konon, utusan dari Solo itu kekurangan makanan, lalu


meminta-minta kepada masyarakat di kampung itu, tetapi
tidak

ada

yang

mau

memberi.

Keluarlah

umpatan

dan

sumpah dari Tuan Batasela yang mengatakan bahwa Di


kemudian

hari,

kampung

itu.

kampung

itu

menderita

tidak

akan

Ternyata,
memang

terus,

Tuan

ada

hingga

tidak

orang
saat

ada

Batasela

yang

yang
ini

kaya

di

rakyat

di

kaya.

kemudian

Karena

bunuh

diri

dengan keris. Darah yang keluar dari luka Tuan Batasela


berwarna

putih,

lalu

mengalir

membentuk

parit

yang

kemudian disebut Cibodas. Kampung itu pun diberi nama


Kampung Cibodas. Tuan Batasela dimakamkan di tengahtengah

persawahan

di

sebelah

utara

Kampung

Cibodas.

Makamnya masih ada hingga saat ini.


Aki Bumi terus menjadi penjaga (kuncen) Kampung
Kuta

sampai

meninggal,

lalu

dimakamkan

bersama

76

keluarganya

di

tengah-tengah

kampung,

yang

sekarang

termasuk Kampung Margamulya. Tempat makam itu disebut


Pemakaman Aki Bumi. Setelah keturunan Aki Bumi tidak
ada lagi, Raja Cirebon memerintahkan bahwa yang menjadi
kuncen di Kampung Kuta berikutnya adalah orang-orang
yang

dipercayai

oleh

Aki

Bumi,

yaitu

para

leluhur

kuncen Kampung Kuta saat ini.


Eksistensi para tokoh suci yang disakralkan oleh
masyarakat di Galuh itu dapat dilihat dari peninggalan
berupa

benda

dan

tradisi.

Peninggalan

berupa

benda

dapat dilihat pada beberapa makam yang diyakini sebagai


makam para tokoh itu, antara lain makam Tuan Batasela
di

Kampung

Cibodas,

Aki

Bumi

di

Kampung

Kuta,

dan

sebagainya, yang tetap dipelihara dan tidak diganggu


oleh masyarakat sekitarnya. Selain makam, juga terdapat
beberapa tempat yang diyakini sebagai petilasan orangorang suci itu, seperti Gunung Padang, Kampung Kuta,
Pananjung, Pulo Majeti, dan sebagainya. Adapun berupa
tradisi misalnya kesenian ronggeng gunung yang tetap
dilestarikan hingga saat ini dan menjadi salah satu
kesenian

khas

orang-orang

masyarakat

suci

itu

Galuh.

muncul

Penghormatan
sebagai

kepada

penghormatan

terhadap tradisi dan kebaikan-kebaikan atau jasa-jasa

77

dari

para

leluhur

atau

nenek

moyang.22

Walaupun

keberadaan para tokoh suci itu belum dapat ditentukan


secara

pasti,

tetapi

masyarakat

tetap

menghormati

mereka dan mempercayai bahwa mereka tetap mengiringi


setiap

dinamika

muncullah

kehidupan

kegiatan-kegiatan

masyarakatnya
atau

sehingga

acara-acara

ritual

yang menyimbolkan hadirnya kekuatan atau hadirnya tokoh


suci

itu

tradisi

kembali.
atau

Hal

inilah

peninggalan

yang

menjadi

budaya

bagi

warisan

masyarakat

selanjutnya.
Mitos-mitos di atas juga menggambarkan terjadinya
peralihan

pemikiran

masyarakat

Galuh

pada

masa

itu,

yaitu dari pemikiran yang dipengaruhi oleh agama Hindu,


seperti dikemukakan dalam mitos Ciung Wanara, ke agama
Islam, seperti mitos tentang Prabu Borosngora. Lebih
jauh, dalam mitos Prabu Borosngora dapat dilihat bahwa
masuknya Islam ke Galuh melalui suatu proses damai,
tanpa kekerasan.
Seiring
1579,

dengan

Kerajaan

runtuhnya

Kerajaan

Sumedanglarang,

yang

Sunda

tahun

wilayahnya

membentang dari Sungai Cisadane di sebelah barat sampai


Sungai Cipamali di sebelah timur, berusaha untuk diakui
sebagai

penerus

Kerajaan

Sunda.23

Namun

pada

78

kenyataannya, tidak seluruh daerah yang terletak dalam


bentangan

geografis

tersebut

tunduk

pada

kekuasaan

Kerajaan Sumedanglarang. Setidak-tidaknya terdapat tiga


orang penguasa yang berada di luar kekuasaan Kerajaan
Sumedanglarang. Pangeran Girilaya atau Panembahan Ratu
berkuasa

di

Cirebon;

Maulana

Yusuf

berkuasa

atas

wilayah Banten, termasuk Pakuan Pajajaran, dan Maharaja


Sanghyang

Cipta

Di

Galuh

yang

berkuasa

di

Kerajaan

Galuh.24
Kerajaan Galuh bukanlah sebuah kerajaan yang sama
sekali

baru

berdiri

di

wilayah

Tatar

Sunda.

Jauh

sebelum tahun 1579, Kerajaan Sunda pernah berkedudukan


di Galuh. Bahkan ketika pusat kekuasaan Kerajaan Sunda
dipindahkan ke Pakuan Pajajaran, Kerajaan Galuh tetap
mampu

mempertahankan

eksistensinya,

meskipun

jarang

sekali diberitakan dalam sumber-sumber sejarah. Seiring


dengan semakin melemahnya Kerajaan Sunda yang terdesak
oleh Islam, pemberitaan tentang Kerajaan Galuh terkait
erat

dengan

upaya

Islamisasi

daerah

pedalaman

Tatar

Sunda sebelah timur yang dilakukan oleh Cirebon.


Akan
mitos

tetapi,

bahwa

Islam

masyarakat
tidak

Galuh

meyakini

disebarkan

oleh

sebuah
Cirebon

melainkan oleh seseorang yang bernama Prabu Borosngora,

79

penguasa

Panjalu

ayahnya,

Prabu

di

Dayeuh

Cakradewa

Luhur.

untuk

Ia

disuruh

mencari

ilmu

oleh

sejati

yaitu ilmu yang akan memberikan kebaikan tidak hanya


untuk

dirinya,

sekian

lama

tetapi

juga

mengembara,

untuk

pada

rakyatnya.

akhirnya

ia

Setelah

menemukan

orang yang mampu memberikan ilmu sejati kepada dirinya,


yakni Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu, berangkatlah
Prabu

Bongosngora

ke

Mekah

menemui

sahabat

Nabi

Muhammad SAW untuk belajar ilmu sejati. Setelah sekian


lama berguru di Mekah, Prabu Bongosngora pulang kembali
ke tanah leluhurnya di Panjalu. Ia diberi tugas untuk
mendirikan kerajaan bercorak Islam serta menyebarkan
Islam (ilmu sejati) kepada setiap manusia di negeri
leluhurnya.
Setelah

merasa

tugasnya

rampung,

Prabu

Bongosngora menyerahkan tahta Kerajaan Panjalu kepada


Haryang Kencana dan Haryang Kuning. Oleh karena terjadi
perbedaan

pendapat,

kedudukan

ayahnya

Haryang
sebagai

Kencana

penguasa

menggantikan
Panjalu.

Pada

akhirnya, Kerajaan Panjalu dijadikan sebagai wilayah


kekuasaan

Cirebon

semakin intensif.

sehingga

Islamisasi

daerah

Galuh

80

Selain

Prabu

Bongosngora,

ada

tokoh

lain

yang

memiliki peranan dalam Islamisasi daerah Galuh, yaitu


Apun Di Anjung atau Pangeran Mahadikusuma. Tokoh ini
berkuasa atas Kawali sebagai patih sehingga kemudian
dikenal

juga

dengan

nama

Maharaja

Kawali.

Sebagai

bawahan Cirebon, Maharaja Kawali tidak hanya memerintah


Kawali atas nama penguasa Cirebon, tetapi juga mendapat
tugas untuk menyebarkan Agama Islam ke daerah selatan,
yaitu Galuh. Kecuali penguasa Galuh, Islam sudah dapat
diterima

oleh

masyarakat

Galuh

menggantikan

Hindu/Budha.
Untuk
Sanghyang

membendung

Cipta

Di

pengaruh

Galuh

Islam,

bersumpah

akan

Maharaja
mengangkat

anaknya sebagai Prabu Di Galuh jika mampu menghentikan


pengaruh Islam di Galuh. Terkait dengan sumpahnya itu,
Maharaja Sanghyang Cipta Di Galuh menyerahkan kekuasaan
atas

Kerajaan

selama

dirinya

Galuh

kepada

pergi

ke

Sanghyang

arah

timur

Cipta

Permana,

untuk

mencegah

masuknya Islam yang dibawa oleh Mataram. Akan tetapi,


Sanghyang Cipta Permana ini tidak kuasa untuk mencegah
masuknya

Islam

ke

pusat

kekuasaan

Kerajaan

karena ia sendiri kemudian memeluk Islam.

Galuh,

81

Seperti yang diceritakan dalam tradisi, keputusan


Sanghyang
Ngekel,

Cipta

memeluk

dengan

Cirebon,

Permana,
Islam
tetapi

yang

bukan

juga

karena

karena

bernama
kalah

dirinya

Ujang

berperang

tidak

dapat

melupakan Tanduran Di Anjung, putri Maharaja Kawali.


Namun, karena Ujang Ngekel masih beragama Hindu, maka
Maharaja

Kawali

melaporkan

hal

itu

kepada

Sultan

Cirebon. Ujang Ngekel dipersilahkan datang ke Cirebon,


dan ternyata ia bersedia memeluk agama Islam. Meskipun
sudah

memeluk

kebebasan

oleh

agama

Islam,

Ujang

Ngekel

diberi

Sultan

Cirebon

untuk

melakukan

adat

kebiasaan menurut kepercayaan asli Galuh. Setelah Prabu


Cipta Sanghiang di Galuh meninggal, Ujang Ngekel naik
tahta

dengan

gelar

Prabu

Galuh

Cipta

Permana

dan

berkedudukan di Gara Tengah. Dengan dipeluknya Islam


oleh Prabu Galuh Cipta Permana, maka Islam menggantikan
kedudukan Hindu/Budha, karena para penggantinya tetap
memeluk Islam.25
Sementara

itu,

menurut

Wawacan

Sajarah

Galuh,

keruntuhan Kerajaan Sunda terjadi sezaman dengan masa


pemerintahan

Sangiang

Permana,

penguasa

Galuh.

Ia

kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Prabu di


Galuh, lalu digantikan oleh Sangiang Dipati. Pada masa

82

pemerintahan Prabu di Galuh dan Sangiang Dipati, Islam


masuk

ke

diterima

Galuh

atas

dengan

usaha

sukarela

Sunan

oleh

Gunung

mereka

Jati

maupun

dan

rakyat

Galuh. Jika keterangan Wawacan Sajarah Galuh tersebut


dikoroborasikan
atas,

maka

Sanghyang
identik

dengan

Sangiang
Prabu

Permana

Cipta

dengan

keterangan

cerita

identik

tradisi

dengan

Di

Galuh

dan

Prabu

Sanghyang

Cipta

Permana

di

Maharaja
Di

Galuh

atau

Ujang

Ngekel.
Demikianlah, sewaktu Kerajaan Sunda runtuh akibat
serangan Maulana Yusuf dari Banten, Maharaja Sanghyang
Cipta Di Galuh tampil sebagai penguasa Kerajaan Galuh
yang berdiri sendiri dan bertahan hingga tahun 1595.
Pusat kekuasaannya terletak di sekitar Cimaragas, suatu
daerah

yang

Manonjaya

sekarang

(Kab.

terletak

Tasikmalaya).

antara

Kota

Kerajaan

Banjar
ini

masih

bercorak Hindu, namun ketika anaknya yang bernama Prabu


Di Galuh Cipta Permana naik tahta, Islam telah menjadi
agama negara. Perubahan status kerajaan terjadi ketika
penguasa
dari

Galuh

tidak

kerajaan-kerajaan

kuasa
di

menahan

pengaruh

sekitarnya,

politik

terutama

dari

Mataram yang sedang bangkit menjadi kerajaan utama di


Pulau Jawa.

83

Pada
dinasti

tahun

1595,

Mataram,

politiknya
nguasa

di

Panembahan

berhasil

Mataram

menanamkan

Galuh.26

Kerajaan

tersebut

Senapati,

Namun

belum

pendiri
pengaruh

demikian,

secara

pe-

intensif

mengekspolitasi kekuasaan politiknya di Kerajaan Galuh.


Panembahan Senapati masih mengakui kedudukan penguasa
Galuh

sebagai

kekuasaannya
tersebut

raja

tidak

terlihat

yang

atas
dari

memerintah

nama
masih

di

wilayah

penguasa

Mataram.

dipakainya

gelar

Hal

prabu

oleh Ujang Ngekel ketika berkuasa di Kerajaan Galuh


dengan gelar Prabu Galuh Cipta Permana. Ketika Kerajaan
Galuh

di

Kerajaan

bawah
Galuh

kepemimpinannya,

dipindahkan

ke

pusat

Gara

Tengah

kekuasaan
(sekitar

Cineam, Kabupaten Tasikmalaya).27 Dalam sumber Belanda,


batas-batas Kerajaan Galuh yang jatuh ke tangan Mataram
adalah sebagai berikut. Sungai Citanduy merupakan batas
sebelah timur Kerajaan Galuh; Kerajaan Sumedanglarang
dan Cirebon merupakan batas sebelah utara; Galunggung
dan

daerah

batas

yang

sebelah

kemudian

barat;

dan

menjadi

Sukapura

merupakan

Sungai

Cijulang

merupakan

batas Kerajaan Galuh di sebelah Selatan. Selain itu,


beberapa daerah yang sekarang masuk ke dalam wilayah
administrasi

Propinsi

Jawa

Tengah,

yaitu:

Majenang,

84

Dayeuhluhur,
dalam

dan

wilayah

Pegadingan,
kekuasaan

dahulunya

Kerajaan

termasuk

Galuh.

ke

Sampai

sekarang, di tempat-tempat itu sebagian komunitasnya


masih mempergunakan bahasa Sunda sebagai bahasa seharihari.28
Menurut cerita, ketika Maharaja Sanghyang Cipta
Di Galuh masih berkuasa di Kerajaan Galuh, dua orang
anaknya

diberi

kekuasaan

di

Kertabumi

dan

Kawasen.

Rangga Permana berkuasa di Kertabumi tahun 1585 setelah


anak

Prabu

Geusan

Ulun,

nalendra

Kerajaan

Sumedanglarang itu menikahi Tanduran Agung, anak tertua


Maharaja Sanghyang Cipta Di Galuh. Sementara itu, Kawasen,

yang

kepada

Sanghyang

Sanghyang
1590.29

terletak

Cipta

Oleh

di

sekitar

Permana,

Di

karena

Galuh
itu,

Banjarsari,

anak

dan

bungsu

berkuasa

diberikan
Maharaja

sejak

sepeninggalnya

tahun

Maharaja

Sanghyang Cipta Di Galuh, di wilayah Galuh terdapat


tiga pusat kekuasaan dan masing-masing berusaha untuk
menjadi penerus Kerajaan Galuh.
Suksesi kepemimpinan di Mataram dari Panembahan
Senapati

kepada

Sultan

Agung

tahun

1601

berdampak

terhadap kehidupan politik di Kerajaan Galuh. Sultan


Agung mulai memperkuat kekuasaan politiknya di Galuh

85

dengan

mengangkat

Dipati

Panaekan

sebagai

Wedana

Mataram di Galuh. Ia diberi kekuasaan atas 960 cacah


dan memerintah atas nama Sultan Mataram. Pengangkatan
Dipati Panaekan sebagai wedana merupakan yang pertama
dilakukan

Sultan

sehingga

tidaklah

Agung

di

wilayah

berlebihan

Mancanagara

kalau

Dipati

Barat

Panaekan

dikatakan sebagai De oudste der wedanas in de Wester


Ommelanden (van Mataram).30
Para

vassal

Mataram

di

Galuh

berbeda

pendapat

ketika Sultan Agung merencanakan untuk merebut Batavia


dari VOC, meskipun mereka memiliki hubungan kekerabatan
satu sama lainnya. Dipati Panaekan menginginkan agar
rencana

tersebut

kekuasaan

VOC

secepat

tidak

mungkin

semakin

dilaksanakan

berkembang.

agar

Pandangan

Dipati Panaekan ini merupakan bentuk dukungan terhadap


Dipati

Ukur,

penguasa

Tatar

Ukur,

yang

tidak

lain

merupakan sahabatnya. Sementara itu, Dipati Kertabumi


II

atau

Adipati

Singaperbangsa,

yang

merupakan

adik

ipar Dipati Panaekan, menginginkan agar Sultan Agung


memperkuat pertahanan terlebih dahulu sebelum menyerang
Batavia. Persatuan di antara vassal Mataram baik di
Priangan maupun di Galuh harus diperkuat agar kekuatan
pasukan Mataram tidak mudah ditembus musuh. Artinya,

86

Adipati
Gempol

Singaperbangsa,
I,

hubungan

penguasa

darah

mendukung

Sumedang,

dengan

pandangan

yang

penguasa

masih

Kertabumi

Rangga
memiliki

tersebut.

Perbedaan tersebut berujung dengan dibunuhnya Adipati


Panaekan oleh Adipati Singaperbangsa pada tahun 1625.31
Kedudukannya

sebagai

penguasa

Galuh

digantikan

oleh

anaknya yang bernama Mas Dipati Imbanagara. Ia berkuasa


atas Galuh (Gara Tengah) sampai dengan tahun 1636.
Ketika Sultan Agung menyerang Batavia tahun 1628
dan

1629,

Mas

Dipati

Imbanagara

memberikan

bantuan

pasukan di bawah pimpinan Bagus Sutapura. Akan tetapi,


serangan tersebut tidak sesuai dengan harapan Sultan
Agung. Pertama, serangan Mataram tidak mampu mengusir
VOC dari Batavia sehingga Sultan Agung tidak berhasil
menanamkan
terbesar

pengaruhnya

Kerajaan

Sunda.

di

daerah

Kedua,

bekas

Dipati

pelabuhan

Ukur

sebagai

komandan pasukan Mataram justru melakukan perlawanan


terhadap

hegemoni

Mataram

dengan

tujuan

untuk

membebaskan wilayah Priangan dari kekuasaan Mataram.


Meskipun

memerlukan

waktu

yang

cukup

lama,

pada

akhirnya perlawanan Dipati Ukur ini dapat dipadamkan


oleh pasukan Mataram. Konon katanya, orang yang berjasa
menangkap Dipati Ukur adalah Bagus Sutapura, pemimpin

87

pasukan

Galuh.

Atas

jasanya

itu,

pada

tahun

1634,

Sultan Agung mengangkat Bagus Sutapura sebagai Bupati


Kawasen.

Sepeninggalnya

Bagus

Sutapura

tahun

1653,

jabatan bupati diserahkan kepada anaknya yang bernama


Tumenggung Sutanangga yang memerintah Kabupaten Kawasen
sampai

tahun

Sutanangga,

1676.

tidak

Sepeninggalnya

ada

lagi

yang

Tumenggung

menjabat

Bupati

Kawasen, karena wilayahnya digabungkan dengan Kabupaten


Imbanagara.
Masih terkait dengan peristiwa perlawanan Dipati
Ukur, Sultan Agung mengangkat Adipati Singaperbangsa
dan

Ki

Wirasaba

mengamankan
(sekitar

dari

Banyumas

kepentingan

daerah

sebagai

Mataram

Karawang).

di

wedana
sebelah

Pengangkatan

untuk
barat

keturunan

Adipati Kertabumi tersebut terungkap dari sebuah surat


yang ditujukan untuk Rangga Gede, Bupati-Wedana Priangan. Isi surat itu adalah sebagai berikut.
Mangka emut kana piagem Kanjeng ka Ki Rangga Gede ti
Sumedang, anu dititipkeun ka si Astrawadana. Anu matak
manehna mawa piagem, lantaran manehna (Astrawadana)
ngemban tugas ngareksa tanah kagungan Ratu Nagara
Agung. Eta kaprabon beulah kulon diwatesan ku
Cipamingkis
jeung
beulah
wetanna
ku
Cilamaya.
Saterusna Astrawadana kudu nungguan lumbung pare, anu
eusina aya lima tangkes tilu belas jait. Eta pare
engkena kudu diangkut ku Singaperbangsa, saupama
parentahna geus katarima. Eta surat parentah tea baris
disanggakeun ku Ki Yudabangsa jeung Ki Wangsataruna,
anu ayeuna aya di satengahing jalan mawa jalma reana
dua rebu. Eta jalma anu dua rebu tea baris dicangking

88

ku Singaperbangsa jeung Ki Wirasaba sacara wadana.


Duanana geus diangkat ku Ratu. Upama surat angkatanana
geus beunang, maranehna kedah dipernahkeun di Waringin
Pitu jeung Tanjungpura. Tugasna ngajaga Nagara Agung
ti beulah kulon (bisi aya musuh. Ieu piagem ditulisna
poe Rebo tanggal sapuluh Mulud tahun Alif. Anu nulisna, Anggaprana.32

Menurut
tercantum
1633.

perhitungan

dalam

piagem

Pengangkatan

Brandes,

itu

Adipati

penanggalan

bertepatan

dengan

Singaperbangsa

yang
tahun

sebagai

wedana di Karawang merupakan titik awal terbentuknya


sebuah

dinasti

yang

kelak

akan

memimpin

Kabupaten

Karawang. Dinasti itu mulai memerintah Karangan pada


tahun

1680,

seiring

dengan

pengangkatan

Panatayuda

sebagai Bupati Karawang oleh VOC. Dengan pengangkatan


Panatayuda sebagai Bupati Karawang, di Kertabumi tidak
ada lagi bupati.33
Sementara itu, nasib Mas Dipati Imbanagara tidak
jauh

berbeda

dengan

ayahnya.

Dituduh

bersekongkol

dengan Dipati Ukur sehingga pada 1636, Sultan Agung Mas


menghukum mati Dipati Imbanagara.34 Mas Bongsar, putra
Mas

Dipati

untuk

Imbanagara

sementara

waktu

yang

masih

diangkat

berusia

sebagai

13

Bupati

tahun,
Galuh

(Gara Tengah) di bawah perwalian Patih Wiranangga. Sebagai wali Mas Bongsar, Patih Wiranangga berangkat ke
Mataram untuk meminta piagam pengangkatan keponakannya

89

sebagai Bupati Galuh (Gara Tengah). Sepulangnya dari


Mataram,

Patih

pengangkatan

Wiranangga

tersebut

mengubah

sehingga

isi

piagam

seolah-olah

dirinya

diangkat oleh Sultan Agung sebagai Bupati Galuh (Gara


Tengah). Dengan piagam pengangkatan palsu itu, Patih
Wiranangga

mengangkat

dirinya

sebagai

Bupati

Galuh

(Gara Tengah).
Perbuatan
ambisinya

curang

untuk

segera

menjadi

terbongkar

Bupati

Galuh

sehingga

(Gara

Tengah)

tidak dapat diwujudkan. Ki Pawindan, ponggawa setia Mas


Dipati Imbanagara, menemukan Piagam Pengangkatan Mas
Bongsar sebagai Bupati Galuh (Gara Tengah) di bawah
(kolong) rumah di sekitar Padaherang. Berkat jasa Ki
Pawindan,
curang

Sultan

Patih

Agung

menjadi

Wiranangga.

mengetahui

Akibat

perbuatan

perbuatannya,

Patih

Wiranangga dihukum mati oleh Sultan Agung. Akan tetapi,


hukuman

mati

atas

Patih

Wiranangga

tidak

jadi

dilaksanakan setelah Mas Bongsar meminta agar Sultan


Agung

mengampuni

Berdasarkan

piagam

perbuatan

curang

pengangkatan

dari

pamannya

itu.

Sultan

Agung

tanggal 5 Rabiul Awal Tahun Je (6 Agustus 1636), Mas


Bongsar diangkat sebagai Bupati Galuh (Gara Tengah) dan
dianugerahi

gelar

Raden

Panji

Aria

Jayanagara

dari

90

Sultan Agung. Selain itu, Sultan Agung pun menyarankan


kepada

Mas

Bongsar

Imbanagara,

untuk

agar

mempergunakan

menamai

nama

kabupaten

ayahnya,

yang

akan

dipimpinnya.35 Dengan demikian, sejak tahun 1636, pusat


kekuasaan Galuh (Gara Tengah) berakhir eksistensinya
dan

digantikan

oleh

Kabupaten

Imbanagara.

Artinya,

sejak tahun itu, Kabupaten Imbanagara merupakan salah


satu pusat kekuasaan di Galuh, di samping Bojonglopang
(Kertabumi) dan Kawasen.
Persetujuan
Kabupaten

Sultan

Imbanagara

Agung

untuk

merupakan

membentuk

rencana

awal

reorganisasi mancanagara barat pasca perlawanan Dipati


Ukur. Pada tahun 1641, reorganisasi tersebut menetapkan
bahwa wilayah Priangan dipecah menjadi empat kabupaten,
yaitu Sumedang, Bandung, Parakanmuncang, dan Sukapura.
Sementara itu, wilayah Galuh dipecah menjadi lima kabupaten, yakni Imbanagara, Bojonglopang, Utama, Kawasen,
dan

Banyumas.

Tidak

lama

kemudian,

Kabupaten

Utama

dilebur ke dalam wilayah Kabupaten Bojonglopang.36 Pada


tahun

1645,

reorganisasi

mancanagara

barat

ini

dilanjutkan oleh Sunan Amangkurat I, pengganti Sultan


Agung. Melalui reorganisasi ini, wilayah mancanagara
barat

dipecah

menjadi

12

ajeg

(kabupaten),

yaitu:

91

Sumedang, Bandung, Parakanmuncang, Sukapura, Karawang,


Imbanagara,

Kawasen,

Wirabaya

(Galuh/Bojonglopang),

Sekace, Banyumas, Ayah, dan Banjar.37 Meskipun terjadi


penciutan

wilayah

kekuasaan,

lama,

yakni

Imbanagara,

masih

tetap

eksis

dan

tetapi

Kawasen,
Imbanagara

pusat

Galuh,

kekuasaan

dan

dipandang

Banjar

memiliki

kedudukan yang lebih tinggi.


Bagi R. P. A. Jayanagara, Gara Tengah merupakan
daerah
inilah,

yang

memberikan

kakek

dan

kenangan

ayahnya

buruk.

terbunuh

Di

tempat

menjadi

korban

pertentangan politik di antara para penguasa di Galuh


meskipun mereka masih satu keturunan. Oleh karena itu,
untuk menghilangkan kenangan buruk tersebut, R. P. A.
Jayanagara

memindahkan

ibu

kota

kabupatennya

ke

Calingcing. Tidak lama kemudian, dipindahkan lagi ke


Bendanagara atau Panyingkiran. Pada akhirnya, R. P. A.
Jayanagara menemukan tempat yang cocok untuk dijadikan
sebagai ibu kota Kabupaten Imbanagara, yaitu Barunay.
Pada tanggal 14 Mulud Tahun He, R. P. A. Jayanagara
memindahkan

ibu

daerah

yang

dengan

hamparan

perhitungan

kota

kabupatennya

digambarkan

Rd.

dataran
Rg.

ke

tidak

pernah

yang

begitu

Kesumasembada

Barunay,

suatu

kekurangan

dan

air

luas.

Menurut

Rd.

Rachmat

92

penanggalan Mataram itu bertepatan dengan tanggal 12


Juni

1642.

Di

memerintah
Demikian

tempat

inilah,

Kabupaten
juga

R.

Imbanagara

dengan

para

P.

A.

Jayanagara

selama

bupati

42

tahun.

penggantinya,

memerintah Kabupaten Imbanagara di daerah yang terletak


antara

Cikoneng

dan

Kota

Ciamis

sekarang.

Kedudukan

Barunay, yang kemudian berubah nama menjadi Imbanagara,


sebagai

ibu

kota

Kabupaten

Imbanagara

berlangsung

sampai tahun 1815. Selama ratusan tahun berkedudukan


sebagai ibu kota Kabupaten Imbanagara, kabupaten-kabupaten lain seperti Kertabumi, Utama, Kawasen, Panjalu,
dan

Kawali

dihilangkan

Imbanagara

meliputi

sehingga

daerah

wilayah

yang

luas

Kabupaten

mulai

dari

Cijolang hingga ke pantai selatan dan dari Citanduy di


timur

hingga

perbatasan

Sukapura.

Bahkan

beberapa

wilayah yang terletak di sebelah timur Citanduy, yaitu:


Dayeuh

Luhur,

dijadikan

Nusa

Kambangan,

sebagai

wilayah

Cilacap,

dan

perwalian

Banyumas
Kabupaten

Imbanagara.38
Pengangkatan Mas Bongsar atau R. P. A. Jayanagara
sebagai Bupati Galuh (Gara Tengah) oleh Sultas Agung,
memberikan
kabupaten

perubahan
secara

yang

resmi

sangat

diganti

mendasar.

menjadi

Nama

Kabupaten

93

Imbanagara,

mengambil

nama

ayahnya,

Mas

Dipati

Imbanagara. Nama ini, kemungkinan besar baru dipakai


secara resmi setelah R. P. A. Jayanagara memindahkan
pusat

kekuasaannya

1642.

Selama

berubah

ke

kurun

menjadi

Barunay
waktu

pada

tanggal

1642-1815,

Imbanagara

dan

nama

kekuasaan

12

Juni

Barunay
Kabupaten

Imbanagara semakin luas, hampir menyamai luas Kerajaan


Galuh. Bupati Kertabhumi dan Kawasen pun menghormati
Bupati

Imbanagara

sebagai

ningrat

yang

berkedudukan

paling tinggi di wilayah Galuh. Oleh karena alasan itu,


pada tanggal 17 Mei 1972, DPRD Kabupaten/Daerah TK II
Ciamis memutuskan tanggal 12 Juni 1642 sebagai hari
jadi Kabupaten Ciamis.39 Kabupaten Imbanagara merupakan
cikal bakal bagi terbentuknya Kabupaten Galuh (1815)
dan

Kabupaten

Ciamis

(1916).

Oleh

karena

itu,

eksistensi Kabupaten Ciamis tidak dapat dilepaskan dari


Kabupaten Galuh dan Kabupaten Imbanagara.

B. Galuh di Bawah Kekuasaan VOC


Ketika situasi di Eropa kurang menguntungkan bagi
perdagangan

Belanda,

pada

tahun

1595

Compagnie

van

Verre membiayai sebuah ekspedisi pertama para pedagang


Belanda

ke

Nusantara.40

Tim

ekspedisi

ini

bertujuan

94

hendak melakukan perdagangan rempah-rempah dengan para


pedagang setempat dan hasil perdagangan tersebut akan
dibawa ke negaranya untuk selanjutnya diperdagangkan di
pasar Eropa. Ekpedisi ini berkekuatan empat buah kapal
dan dipimpin oleh Cornelis de Houtman seorang pedagang
yang pernah tinggal beberapa tahun di Lisabon. Setelah
menempuh
tanggal

perjalanan
22

Juni

selama

1596

empat

mereka

belas

berhasil

bulan,
mendarat

pada
di

Pelabuhan Banten.41 Keberhasilan ini mendorong bangsa


Belanda

meningkatkan

kegiatan

perdagangannya

di

Nusantara.
Mengingat

perdagangan

rempah-rempah

sangat

menguntungkan dan untuk mengatasi tingkat persaingan


yang

semakin

tajam,

pada

tahun

1602

Staten

General

Republik Kesatuan Tujuh Propinsi mengesahkan berdirinya


Vereniging

Oost-Indie

dagang

bertujuan

ini

Compagnie
untuk

(VOC).

mengamankan

Persekutuan
kepentingan-

kepentingan perdagangan Belanda di Nusantara dan bertugas

mengirim

ke

Belanda

armada

yang

penuh

dengan

produk-produk berharga.42 Untuk mewujudkan itu semua,


VOC

diberi

General.43

hak

octrooi

Kekuasaan

(hak

setempat

ekslusif)
dipegang

oleh
oleh

Staten
seorang

pejabat yang bergelar gubernur jenderal. Hak eksklusif

95

ini diperlukan oleh VOC karena berkaitan erat dengan


rencana monopoli perdagangan yang akan diterapkan oleh
VOC.
Untuk

mewujudkan

monopoli

perdagangan

tersebut

dan dengan hak octrooi yang dimilikinya, VOC segera


mencari

sebuah

tempat

yang

akan

dijadikan

pusat

perdagangannya di Nusantara. Pada awalnya, VOC berusaha


untuk

menjadikan

perdagangan

Banten

mereka

di

sebagai

Nusantara,

pusat

kegiatan

tetapi

mengalami

kegagalan. Jayakarta44 kemudian dipilih untuk dijadikan


pusat perdagangan VOC di Nusantara dan pada tahun 1619,
VOC

tidak

Jayakarta

hanya

memiliki

dikuasai

secara

kantor
politik

dagang,
dan

tetapi

militer

dan

namanya diubah menjadi Batavia.45


Dari
melebarkan

Batavia,
sayap

VOC

setahap

kekuasaannya.

demi

Setelah

setahap,
orang-orang

Belanda membangun kekuatannya di daerah pesisir, mereka


kemudian
Sunda.

mulai

memperhatikan

Berbagai

pedalaman

dengan

ekspedisi
menyusuri

daerah

mulai

pedalaman

dikirim

sungai-sungai

ke

Tatar
daerah

besar

yang

melintasi wilayah pedalaman Tatar Sunda. Pada tanggal 5


Juni 1641 seorang mardijker bernama Juliaan da Silva
yang disertai enam orang Jawa melakukan perjalanan ke

96

pedalaman

Tatar

(Citarum).

Sunda

Hasil

dengan

ekspedisi

menyusuri
itu

Kali

berupa

Krawang

pengetahuan

mengenai potensi ekonomi yang dimiliki daerah pedalaman


Tatar Sunda.46
Kekuasaan
perjanjian

VOC

antara

di

Galuh

Mataram

dan

diawali
VOC.

dari

Dalam

sebuah

perjanjian

tanggal 19-20 Oktober 1677 itu disepakati bahwa Mataram


akan

menyerahkan

Priangan

Timur

sebagai

balas

jasa

kepada VOC yang telah membantu menyelesaikan perebutan


kekuasaan di Mataram.47 Namun demikian, pengambilalihan
Priangan tidak berlangsung cepat. Baru pada tanggal 15
November

1684,

Gubernur

Jenderal

Johannes

Camphuijs

memerintahkan Komandan Jacob Couper dan Kapten Joachum


Michiels untuk menangani Priangan. Langkah awal yang
diambil Jacob Couper adalah mengeluarkan peraturan yang
berkaitan dengan pembagian cacah di antara para bupati
di

Priangan.

Reorganisasi

ini

pada

hakikatnya

tidak

mengubah secara radikal tata pemerintahan yang berlaku


di

Priangan

ketika

masih

berada

di

bawah

Mataram.

Peraturan tersebut yang lebih dikenal sebagai Undangundang Couper diberitahukan kepada para bupati Priangan
dalam

sebuah

Cirebon.

Dalam

pertemuan
pertemuan

di

Benteng

itu,

di

Beschermingsh
samping

di

menetapkan

97

jumlah

cacah

untuk

Parakanmuncang,

Bupati

dan

Timbanganten,

Sukapura,

Jacoub

Sumedang,

Couper

pun

menetapkan jumlah cacah untuk Dalem Imbanagara sebanyak


708 cacah, Dalem Kawasen mendapat 605 cacah, dan Lurah
Bojonglopang mendapat 20 cacah dan 10 desa. Undangundang

Couper

Aaanstellingen
Dalam

tersebut
Brieven

Undang-undang

disetarakan
(Akta

Couper

sebagai

Baru).48

Pengangkatan

ini,

tidak

Nieuwe

disebut-sebut

adanya pembagian cacah untuk Galuh.


Meskipun telah ada Undang-undang Couper sebagai
landasan hukum untuk menangani Priangan, tetapi Mataram
belum secara resmi menyerahkan wilayah ini. Sementara
itu, pada tahun 1685, Komisaris Jacob Couper meninggal
dunia

di

Cirebon

dan

Gubernur

Jenderal

Johanes

Camphuijs mengangkat Francois Tack sebagai Komisaris


Priangan yang baru. Pada bulan November 1685, ia memerintahkan

Letnan

Benyamin

van

der

Meer

untuk

mempersiapkan rencana pengambilalihan daerah Priangan


secara

resmi

dari

Mataram.

Beberapa

bulan

kemudian,

melalui sebuah resolusi tanggal 17 April 1686 Gubernur


Jenderal Johanes Camphuijs mengumumkan bahwa pertama,
wilayah

kekuasaan

VOC

meliputi

daerah-daerah

yang

terletak di antara Laut Utara sampai dengan Laut Kidul;

98

daerah-daerah yang terletak di antara Kali Tangerang


sampai dengan Kali Krawang. Kedua, semua penduduk dalam
bentang geografis tersebut merupakan rakyat VOC yang
wajib menaati hukum VOC dan wajib membayar upeti kepada
VOC. Ketiga, segera menghentikan perselisihan di antara
para penguasa dan segera menghadap ke Batavia untuk
membuat

aturan-aturan

hukum

yang

diperlukan

dengan

membawa data demografi yang diperlukan seperti daftar


nama penduduk, jenis kelamin, dan tempat lahir. Bagi
penduduk

Priangan

yang

tidak

dilaporkan

oleh

penguasanya akan dianggap sebagai gelandangan dan akan


diberi sanksi hukum oleh VOC.49
Pada

waktu

wilayah

Priangan

dan

Galuh

resmi

diserahkan kepada VOC, yang menjadi Bupati Imbanagara


adalah R. A. Angganaya yang memerintah dari tahun 16781693. Sepeninggalnya R. A. Angganaya, VOC mengangkat R.
Adipati

Sutadinata

pemerintahannya
saat

itu,

intinya
langsung

VOC

adalah

sebagai

Bupati

berlangsung

sampai

telah

menerapkan

penerapan

(indirect

rule).

sistem

Imbanagara.
tahun

Masa

1706.

Pada

preangerstelsel

yang

pemerintahan

tidak

Artinya,

VOC

tidak

ikut

campur langsung dalam urusan politik pribumi sepanjang


kepentingannya dalam mencari keuntungan dari komoditas

99

pertanian tidak terganggu. Hal ini terjadi, pertama,


karena

jumlah

personel

VOC

relatif

sedikit;

kedua,

karena otoritas paling tinggi dalam masyarakat pribumi


merupakan

sumber

dieksploitasi

kekuasaan

untuk

urusan

potensial
produksi

yang

dan

jasa

dapat
yang

diperoleh dari rakyat kecil.dengan alasan ini, struktur


sosia yang ada dibiarka (untuk) diatur sendiri oleh
penguasa pribumi yang disebut mnak.50
Dalam

sistem

ini,

para

bupati

berkedudukan

sebagai volkshoofd yang memiliki beberapa hak istimewa


(priveleges),

yaitu:

hak

pemilikan

tanah,

hak

penguasaan dan pengabdian dari penduduk, hak memungut


pajak, hak atas perikanan dan berburu, dan hak untuk
menentukan

hukum

sendiri.51

Para

bupati

di

Priangan

berkewajiban untuk menyerahkan upeti kepada VOC seperti


yang

pernah

mereka

lakukan

kepada

Sultan

Mataram.

Bentuk upeti tersebut berupa penyerahan wajib komoditas


perdagangan seperti kayu, lada, nila (indigo), kapas,
dan kemudian kopi serta gula, yang besarnya ditentukan
oleh VOC. Para bupati hanya diberi kewenangan untuk
membuat kebijakannya agar kewajiban penyerahan wajib
dapat

dipenuhi.

menjadikan

Demikianlah,

bupati

sebagai

Gubernur

Jenderal

pelaksana

atau

VOC
agen

100

verplichte

leverantie

tanaman-tanaman

yaitu

komoditas

agen

penyerahan

perdagangan,

di

wajib

antaranya

beras, cengkih, pala, lada, kapas, kopi, indigo, dan


tebu.52
Demikianlah, VOC mewajibkan Kabupaten Galuh untuk
menanam lada, kapas, dan indigo serta harus menyerahkan
hasilnya sesuai dengan kuota yang telah ditentukan oleh
VOC. Pada tahun 1695, Bupati R. Adipati Sutadinata menyerahkan

lada

kepada

VOC

sebanyak

90

pikul

yang

berasal dari Kabupaten Imbanagara sebanyak 40 pikul dan


Kabupaten Kawasen sebanyak 50 pikul. (lihat tabel 2.1).
Tabel 2.1
Jumlah Komoditas Perdagangan yang Wajib Diserahkan
Kepada VOC
di Daerah Galuh pada Tahun 169553

No.

1.
2.

Nama
Kabupaten

Imbanagara
Kawasen

Jenis
Komoditas/Kapasitas
Produksi (Dalam
Pikul)
Nila

Kapas

Lada

80

35
20

40
50

Selain itu, nila (indigo) dan kapas (bahan baku


benang)

pun

ditetapkan

oleh

VOC

sebagai

komoditas

perdagangan yang terkena kebijakan wajib serah. Pada


tahun 1695, jumlah nila yang wajib diserahkan kepada
VOC dari daerah Galuh sebanyak 80 pikul. Kuota sebanyak

101

itu hanya berasal dari Kabupaten Kawasen saja. Dalam


kurun

waktu

yang

sama,

Galuh

dibebani

juga

dengan

penyerahan wajib kapas. Beban yang harus dipikul oleh


Galuh sebanyak 55 pikul per tahun. Jumlah sebanyak ini
harus diserahkan oleh Kabupaten Imbanagara sebanyak 35
pikul dan Kabupaten Kawasen sebanyak 20 pikul. (lihat
tabel 2.1).
Akan tetapi, pada akhir abad ke-18 produksi lada
yang dihasilkan oleh Priangan ditambah dengan Batavia
dan daerah sekitarnya rata-rata hanya 25, 25 pikul per
tahun. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh suatu kenyataan
bahwa di pasaran internasional, kedudukan rempah-rempah
mulai tergeser oleh kopi. Keadaan ini mempengaruhi VOC
untuk

menurunkan

diperkirakan

kurang

jumlah

penyerahan

menguntungkan

bagi

wajib

yang

perekonomian

negaranya.
Pada

tahun

1704,

R.

Adipati

Sutadinata

menandatangani kontrak politik dengan VOC yang berlaku


selama 10 tahun. Berdasarkan kontrak politik tersebut
beberapa
oleh

jenis

Kabupaten

komoditi

perdagangan

Imbanagara

harus

yang

dijual

dihasilkan
kepada

VOC

dengan harga yang telah ditetapkan oleh VOC. Dengan


demikian, sejak tahun itu VOC memiliki otoritas penuh

102

untuk menentukan jenis komoditas perdagangan yang hrus


ditanam dan dijual hasilnya kepada VOC.
Bersamaan dengan penandatanganan kontrak politik,
beberapa

kabupaten

Bojonglopang,

di

dan

wilayah

Kawasen

Galuh,

dilanda

yakni

Utama,

kerusuhan

yang

digerakkan oleh Haji Prawatasari atau Raden Alit. Namun


demikian, kerusuhan yang dimulai di Jampang tahun 1703
itu, dapat dipadamkan oleh VOC pada tanggal 12 Juli
1707 seiring dengan tertangkapnya Haji Prawatasari.54
Kekuasaan VOC di Galuh semakin dipertegas dengan
adanya

perjanjian

antara

Mataram

dan

VOC

tanggal

Oktober 1705. Berdasarkan perjanjian itu, Mataram harus


menyerahkan wilayah Cirebon dan Priangan-Cirebon kepada
VOC sebagai imbalan atas bantuan VOC ketika membantu
Pangeran

Puger

merebut

tahta

Mataram

dari

Sunan

Amangkurat III atau Sunan Mas. Dalam perjanjian itu


ditegaskan pula bahwa wilayah Priangan-Cirebon meliputi
beberapa

kabupaten,

yaitu:

Imbanagara,

Galuh,

dan

Sukapura.55
Untuk mengawasi loyalitas para bupati Priangan
dan Galuh, melalui Resolusi Tanggal 9 Februari 1706,
VOC mengangkat Pangeran Aria Cirebon sebagai opziener
para bupati di daerah Priangan dan Galuh, namun tidak

103

termasuk

untuk

Bupati

Karawang

dan

Cianjur.

Kedua

wilayah ini sudah dianggap sebagai bagian dari Batavia


sehingga para bupatinya langsung diawasi oleh pejabatpejabat VOC.56 Pada saat Pangeran Aria Cirebon diangkat
sebagai

opziener

Imbanagara

Priangan

dipimpin

oleh

dan

R.

Galuh,

Adipati

Kabupaten

Kusumadinata

(1706-1727).
Dalam
Cirebon

akta

mendapat

pemerintahan

pengangkatannya

itu

perintah

menjalankan

tradisional

untuk
atas

nama

Pangeran

VOC

Aria
sistem

di

daerah

Priangan dan Galuh. Dalam melaksanakan tugas sehariharinya ia didampingi oleh Residen Cirebon dan Letnan
Caspar

Lippius.

mengeluarkan

Pada

empat

tanggal

22

kewajiban

Maret

utama

1706,
yang

VOC
harus

dijalankan oleh Pangeran Aria Cirebon sebagai WedanaBupati


para

Priangan.

bupati

Kedua,

dan

Pertama,
mencegah

mendorong

penyerahan

kapas,

menjaga
adanya

penanaman

perebutan

padi.

indigo,

dan

perdamaian

Ketiga,
lada

antara

penduduk.
mewajibkan

dengan

suatu

pembayaran. Keempat, tidak boleh mengangkat patih tanpa


persetujuan Residen Cirebon.57
Sebagai
mengeluarkan

opziener,
beberapa

Pangeran

kebijakan

yang

Aria

Cirebon

tentunya

telah

104

dibicarakan
banyak

terlebih

kebijakan

dahulu

yang

dengan

VOC.

dikeluarkan

Dari

sekian

Pangeran

Aria

Cirebon, beberapa kebijakan yang terkait dengan Galuh,


antara

lain:

VOC

mengabulkan

usulan

Pangeran

Aria

Cirebon untuk mengangkat Patih Ciamis sebagai Bupati


Kawasen menggantikan Sutanangga. Alasan pergantian ini
karena Patih Ciamis dianggap sebagai ningrat tertua dan
terpandai. Selain itu, Daerah Utama yang tadinya masuk
Karawang dimasukkan ke wilayah kekuasaan Bojonglopang
dan Kepala Daerah Utama, Sutapura, harus tunduk kepada
Bupati

Karawang,

R.

A.

Wiranegara,

pengganti

R.

A.

Panatayuda.58
Di samping mereorganisasi wilayah Galuh, Pangeran
Aria

Cirebon

melakukan

sensus

penduduk

di

setiap

kabupaten di Galuh. Hasilnya, dapat dibaca pada tabel


2.2.

Bila

dibandingkan dengan Undang-undang Couper,

jelaslah bahwa daTabel 2.2


Jumlah Penduduk Galuh
Hasil Sensus Jacob Couper dan Pangeran Aria Cirebon59

No.

Nama Kabupaten

Tahun Sensus
1684

1686

1706

1.

Imbanagara

708

700

2.

Kawasen

605

398

700

3.

Bojonglopang

20

300

105

lam kurun waktu 22 tahun penduduk Galuh tidaklah tetap.


Di

Kawasen

pengurangan

dalam

waktu

dua

jumlah

penduduk

tahun

yang

sempat

amat

terjadi

drastis.

Dua

puluh tahun kemudian jumlah penduduk Kawasen meningkat


melebihi

jumlah

sebelumnya.

Demikian

juga

di

Bojonglopang, dalam waktu 22 tahun jumlah penduduknya


meningkat lima belas kali lipat. Sepeninggal Pangeran
Aria

Cirebon

opziener.
mencoba

tahun

Martawijaya,

mengajukan

ayahnya,

tetapi

1723,
putra

VOC

Pangeran

permohonan

ditolak

menghapus

oleh

jabatan

Aria

Cirebon,

untuk

mengisi

jabatan

VOC,

karena

jabatan

opziener tidaklah untuk diwariskan.60 Dengan demikian,


sejak saat itu, para bupati Priangan dan Galuh langsung
diawasi oleh para pejabat VOC.
Pada

masa

preangerstelsel,

kopi

merupakan

komoditas perdagangan utama yang sangat menguntungkan


VOC

sehingga

Kerajaan

Belanda

dengan

cepat

menjadi

salah satu negara kaya di Eropa. Akan tetapi, Kabupaten


Galuh tidak cocok untuk penanaman kopi sehingga tidak
terlalu besar konstribusinya, meskipun bukan berarti
tidak menghasilkan kopi. Penanaman kopi di Kabupaten
Galuh dimulai sekitar tahun 1720-an. Bupati R. Adipati

106

Kusumadinata I memerintahkan rakyat untuk membudidayakan tanaman kopi di lereng Gunung Sawal dan Gunung
Ciremai
tahun

(Cirebon).

1730,

di

Sepuluh

kedua

tahun

daerah

kemudian,

ini

tepatnya

menghasilkan

kopi

sekitar 375.000 Kg atau kira-kira setara dengan 6.000


pikul dan tetap mencapai jumlah yang cukup meyakinkan
setidak-tidaknya
Bahkan

pada

dihasilkan
14.000

sampai

akhir

di

abad

kedua

18.000

pertengahan
ke-18,

tempat

pikul.62

produksi

ini

Meskipun

ke-18.61

abad

kopi

mencapai

yang

kira-kira

menghasilkan

kopi

dalam jumlah yang tidak terlalu kecil, namun daerah


lain di wilayah Galuh tidak cocok untuk pembudidayaan
kopi. Oleh karena itu, di wilayah Galuh produksi kopi
tidaklah

mencapai

hasil

setinggi

di

daerah

Priangan

Tengah dan Priangan Barat.


Sementara
Kusumadinata

itu,

I,

yang

sepeninggalnya
menjadi

bupati

R.
di

Adipati
Imbanagara

adalah R. Adipati Kusumadinata II dan memerintah dari


tahun
anak,

1727-1732.
jabatan

Oleh

Bupati

karena

dirinya

Imbanagara

tidak

diserahkan

memiliki
kepada

keponakannya yang masih kecil, yakni Mas Garuda. Dengan


demikian, dari tahun 1732-1751, Kabupaten Imbanagara
dipimpin oleh tiga orang wali Mas Garuda. Baru pada

107

tahun

1751,

memerintah

setelah

Kabupaten

usianya

dewasa,

Mas

Imbanagara

sampai

tahun

Garuda
1801.

Gelar yang dipakai oleh Mas Garuda adalah R. Adipati


Kusumadinata III.
Pada masa peralihan dari VOC ke Pemerintah Hindia
Belanda, yang menjadi bupati di Imbanagara adalah R.
Adipati Natadikusuma. Bupati ini memerintah Imbanagara
dari tahun 1801-1806. Masa pemerintahan yang sebentar
ini tidak terlepas dari peristiwa yang mendahuluinya.
Menurut

sumber

tradisional

Wawacan

Sajarah

Galuh,

Lawick van Pabst memerintahkan agar bupati menimbang


benang

dan

Natadikusuma

nila

ke

merasa

Cibatu

(Ciamis).

tersinggung

atas

R.

Adipati

perintah

itu

karena perihal timbang menimbang hasil bumi bukanlah


tugas seorang bupati. Penuh dengan amarah, R. Adipati
Natadikusuma

memukul

pejabat

VOC

itu

yang

bernama

lengkap Ajun Kumetir Pieter Herbertus van Lawick van


Pabst. Akibat pemukulan itu, pada tahun 1806, jabatan
Bupati

Imbanagara

yang

diasandang

R.

Adipati

Natadikusuma dicopot oleh VOC (dilepas tina regen),63


karena dianggap tidak patuh terhadap perintah VOC. Sang
bupati kemudian ditahan di Cirebon, meskipun tidak lama
kemudian dibebaskan. Namun demikian, jabatan sebagai

108

Bupati Imbanagara tidak dapat disandang kembali karena


jabatan itu telah diisi oleh Surapraja dari Limbangan
yang memerintah Imbanagara sampai tahun 1811.64 Dengan
demikian, ketika Hindia Belanda dipimpin oleh Daendels,
Kabupaten Imbanagara dipimpin oleh bupati yang bukan
keturunan Galuh. Peristiwa pemukulan tersebut, tidak
hanya

berdampak

disandang

R.

dicopotnya

Adipati

jabatan

Natadikusuma.

bupati
Menurut

yang
sumber

Belanda, akibat peristiwa yang terjadi tahun 1805 itu,


tiga

kabupaten

di

Priangan

Timur,

yaitu

Imbanagara,

Galuh, dan Utama digabungkan. Selain itu, Bupati Imbanagara

dianggap

pemerintahannya

tidak

sehingga

mampu

menjalankan

berutang

23.500

roda

Rds65

dan

setelah penggabungan ketiga kabupaten ini, utang Bupati


Imbanagara menjadi tanggung jawab Bupati Galuh.

C. Galuh pada Masa Hindia Belanda


Pada tanggal 31 Desember 1799, VOC dibubarkan dan
kekuasaan

di

Nusantara

diambil

alih

oleh

Kerajaan

Belanda, yang kemudian membentuk Pemerintahan Hindia


Belanda.

Gubernur

jenderal

pertama

yang

berkuasa

di

Hindia Belanda adalah Herman Wilhelm Daendels (18081811). Ia mendarat di Anyer tanggal 1 Januari 1808,

109

kemudian menuju ke Batavia (5 Januari 1808) yang dijadikan sebagai ibu kota Hindia Belanda. Tanggal 14
Januari

1808,

Gubernur

terjadi

Jenderal

timbang

Wiese,

terima

kekuasaan

dari

Gubernur

Jenderal

VOC

terakhir, kepada Gubernur Jenderal H. W. Daendels.66


Gubernur

Jenderal

H.

W.

Daendels

(1808-1811),

dengan membawa semangat Revolusi Perancis, melakukan


perubahan

dalam

bidang

pemerintahan

yang

berkaitan

dengan administrasi wilayah dan kekuasaan elite politik


pribumi
Jawa

(sultan

menjadi

dan

bupati).

sembilan

Daendels

prefektur

membagi

yang

dipimpin

Pulau
oleh

seorang prefek, meskipun keberadaan kesultanan masih


diakui oleh Deandels. Istilah ptrefek kemudian diubah
menjadi landdrostambt.67
Konsepsi
selain

Daendels

didasarkan

sentralistis,

juga

pertimbangan

berikut.

dalam
pada

dilakukan
Pertama,

pembagian

Pulau

sistem

pemerintahan

atas
tugas

dasar
utama

Jawa,

beberapa
Daendels

adalah mempertahankan Pulau Jawa. Kedua, pejabat tinggi


sipil dan militer pemerintah Hindia Belanda saat itu
jumlahnya masih sedikit. Ketiga, keuangan pemerintah
sangat

minim.

melakukan

Dengan

kondisi

birokratisasi

di

seperti
kalangan

ini,

Daendels

pemerintahan

110

tradisional
sistem

sehingga

pemerintahan

keinginannya
langsung

untuk

menerapkan

(direct

rule)

dapat

Daendels,

Tatar

Sunda

dilaksanakan.
Pada
dibagi

awal

menjadi

administrasi
potensi
kopi.

pemerintahan
dua

bagian.

pemerintahan

tidaknya
Bagian

suatu

pertama

ini

Pembagian
didasarkan

daerah

dalam

dinamai

wilayah
pada

ber-

membudidayakan

Landdrostambt

der

Jacatrasche en Preanger-Reggentschappen yang meliputi


Batavia, Tangerang, Krawang, Bogor, Cianjur, Bandung,
Sumedang,

dan

dipandang
besar.

Parakanmuncang.

berpotensi
Bagian

Kesultanan

en

menghasilkan

kedua

dinamai

Cheribonsche

Daerah-daerah
kopi

dalam

ini
jumlah

Landdrostambt

der

Preanger-Reggentschappen

yang meliputi daerah Kesultanan Cirebon dan CirebonPriangan. Daerah-daerah yang dimasukkan ke bagian kedua
ini dipandang sebagai wilayah yang kurang berpotensi
menghasilkan kopi.68
Khusus

untuk

Landdrostambt

der

Kesultanan

en

Cheribonsche Preanger-Reggentschappen, pada tanggal 2


Februari 1809, Daendels mengeluarkan Reglement op het
Beheer van de Cheribonsche-landen (Peraturan Pemerintahan di Wilayah Cirebon). Berdasarkan reglement itu,

111

Kabupaten

Galuh

dimasukkan

ke

dalam

Cheribonsche

Preanger-landen (Daerah Priangan-Cirebon) bersama-sama


dengan
Satu

Kabupaten
tahun

Limbangan

kemudian,

dan

tepat

Kabupaten

tanggal

20

Sukapura.69
Juni

1810

Daendels menghapus prefektur Priangan-Cirebon. Sebagian


wilayahnya digabungkan ke Jakarta menjadi Landdrostambt
der Jacatrasche en Preanger Bovenlanden. Sementara itu,
Galuh

dipinjamkan

kepada

Sultan

Yogyakarta

karena

dianggap kurang berarti untuk penanaman kopi.70 Pada


waktu

itu,

yang

menjadi

bupati

di

Galuh

adalah

R.

Adipati Surapraja, dari Limbangan yang memerintah dari


tahun 1806-1811.
Pada bulan Mei 1811, H. W. Daendels menyerahkan
jabatan
Willem

Gubernur

Jenderal

Jansens.

Akan

Hindia

tetapi,

Belanda

Jansens

kepada

tidak

Jan

berkuasa

lama karena ia tidak mampu mengatasi serbuan armada


Inggris

ke

Pulau

Jawa

pada

bulan

Agustus

1811.

Akibatnya, ia menyerah kepada pihak Inggris di daerah


Salatiga

pada

tanggal

17

September

1811

melalui

Kapitulasi Tutang.71
Sejak

saat

itu,

kekuasaan

di

Hindia

Belanda,

khususnya di Pulau Jawa jatuh ke tangan Inggris yang


diwakili oleh Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford

112

Raffles.
1816

Kekuasaan

Raffles

berlangsung

dinamai

sebagai

pemerintahan

dan

sampai

tahun

interregnum

(penyelang). Selama lima tahun berkuasa di Pulau Jawa,


Raffles melakukan perubahan administrasi pemerintahan.
Prefektur

diganti

menjadi

prefek/landdrostambt

pun

Selain

pun

itu,

Raffles

keresidenan
diganti

dan

menjadi

memperkenalkan

istilah
residen.

jabatan

baru

dalam birokrasi pemerintahannya, yaitu asisten residen


dan

wedana

yang

distrik.72

mengepalai

Pulau

Jawa

kemudian dibagi menjadi 16 keresidenan.73


Pada

saat

Raffles

berkuasa

di

Pulau

Jawa,

di

Kabupaten Galuh terjadi tiga kali suksesi kepemimpinan.


Sepeninggalnya R. Adipati Surapraja tahun 1811, jabatan
Bupati

Galuh

diserahkan

kepada

Rd.

Tumenggung

Jayengpati Kartanagara yang pada waktu itu berkedudukan


sebagai

Bupati

beberapa
dipandang

Cibatu.

bulan
tidak

saja

Bupati
karena

cakap.

ini
oleh

hanya

memerintah

Residen

Penggantinya

Cirebon

adalah

Rd.

Tumenggung Natanagara yang berasal dari Cirebon. Bupati


ini mulai memerintah di Galuh pada tahun 1812. Akibat
rencananya yang akan memindahkan ibu kota kabupaten ke
Randegan

dekat

Banjar,

pada

tahun

1814

jabatannya

dicopot dan diserahkan kepada Pangeran Sutajaya, yang

113

berasal

dari

Gabang.

Ia

didampingi

oleh

tiga

orang

patih yaitu R. Wiradikusuma (Imbanagara), R. Wiratmaka


(Utama), dan R. Jayadikusuma (Cibatu/Ciamis).74
Pada masa pemerintahannya yang singkat, terjadi
perubahan

wilayah

administrasi

Kabupaten

Galuh.

Kabupaten Galuh harus menyerahkan daerah-daerah yang


terletak di sebelah selatan S. Citanduy, yaitu: Pasir
Panjang

(Manonjaya),

Cikembulan,

dan

Kawasen,

Cijulang

Padaherang

kepada

(Pamotan),

Kabupaten

Sukapura.

Demikian juga, daerah-daerah yang terletak di sebalah


timur

S.

Citanduy,

yakni

Dayeuh

Luhur,

Madura,

Banyumas, dan Nusa Kambangan diserahkan ke Keresidenan


Banyumas. Wilayah Galuh Imbanagara kemudian digabungkan
dengan Utama dan Cibatu.75 Penyerahan wilayah ini tidak
terlepas dari kebijakan Raffles untuk mereorganisasi
wilayah kekuasaannya (lihat peta 2.1)
Oleh karena ketidakharmonisan antara bupati dan
para patihnya, Pangeran Sutajaya melepas jabatan Bupati
Galuh dan kembali ke Cirebon. Pada tanggal 15 Januari
1815, R. Tumenggung Wiradikusuma menggantikan kedudukan
Pangeran

Sutajaya

sebagai

Bupati

Galuh.76

Sementara

itu, R. Wiratmaka dan R. Jayadikusuma masih memegang


kedudukannya

sebagai

Patih

Utama

dan

Patih

Cibatu.

114

Berdasarkan kesepakatan dengan kedua patihnya, R. T.


Wiradikusuma

menetapkan

bahwa

kabupaten

yang

dipimpinnya tidak lagi bernama Kabupaten Imbanagara,


tetapi bernama Kabupaten Galuh dengan ibu kotanya di
Ciamis. Sejak saat itu, Imbanagara tidak lagi menjadi
ibu

kota

Kabupaten

Galuh

dan

eksistensi

Kabupaten

Imbanagara berakhir. Akan tetapi, kalau dilihat dari


silsilah para bupati Kabupaten Galuh, mereka merupakan
keturunan

para

berlebihan
penerus

Bupati

jika

Imbanagara

Kabupaten

Kabupaten

Galuh

Imbanagara.

sehingga

tidaklah

dikatakan

sebagai

Dengan

demikian,

pada

akhir pemerintahan Raffles, nama Kabupaten Galuh secara


resmi

dipakai

dalam

istilah

pemerintahan

di

Hindia

Belanda dan kembali dipimpin oleh keturunan Maharaja


Sanghyang Cipta Di Galuh.77
Berdasarkan

Traktat

London

yang

ditandatangani

pada tanggal 13 Agustus 1814, pemerintah Inggris harus


menyerahkan Pulau Jawa kepada pemerintah Belanda. Untuk
menerima

wilayah

Hindia

Belanda,

Pemerintah

Belanda

mengangkat Mr. C. Th. Elout, G. A. G. Ph. Baron van


Capellen, dan A. A. Buyskes sebagai Komisaris Jenderal
Hindia

Belanda

untuk

menerima

mandat

kekuasaan

atas

Pulau Jawa dari pihak Inggris. Pada tanggal 19 Agustus

115

1816, ketiganya menerima mandat kekuasaan atas Hindia


Belanda

di

Batavia.

Sejak

saat

itu,

ketiga

orang

komisaris jenderal ini bertugas untuk mengatur jalannya


pemerintahan di Hindia Belanda.78
Peta 2.1
Kabupaten Imbanagara (Galuh) pada Abad XVII-XVIII

Sumber: Diolah dari M. R. Fernando. 1982. Peasant and Plantation


Economy: The Social Impact of the European Plantation Economy in Cirebon Residency from the Cultivation System to
the End of First Decade of the Twentieth Century. Ph.D.
Dissertation. Melbourne: Monash University.

Pada tanggal 5 Januari 1819 Komisaris Jenderal


Hindia

Belanda

mengeluarkan

Besluit

No.23

yang

menetapkan bahwa Kabupaten Galuh merupakan bagian dari


wilayah Keresidenan Cirebon. Selain Kabupaten Galuh,
Karesidenan Cirebon meliputi empat kanupaten lainnya,
yaitu:

Kabupaten

Kabupaten

Maja,

Cirebon,
dan

Kabupaten

Kabupaten

Bengawan

Wetan,

Kuningan.79

Untuk

116

informasi posisi Kabupaten Galuh di Pulau Jawa, lihat


peta 2.2.
Ketika Komisaris Jenderal mengakhiri kekuasaannya
atas

Hindia

Kabupaten

Belanda

Galuh

pada

dipimpin

pertengahan
oleh

R.

Januari

Adipati

1819,

Adikusuma,

anak R. A. Wiradikusuma, yang memerintah dari tahun


1819-1839. Wilayah kekuasaannya tidak hanya meliputi
daerah

Imbanagara,

Utama,

dan

Cibatu,

melainkan

meliputi juga Panjalu dan Kawali.80 Wilayah kekuasaanya


memang

bertambah,

tetapi

tidak

lebih

luas

kekuasaan

Imbanagara (Galuh) pada abad ke-17 sampai dengan abad


ke-18.
Peta 2.2
Posisi Kabupaten Galuh di Pulau Jawa pada Abad XIX

Sumber: Diolah dari M. R. Fernando. 1982. Peasant and


Plantation Economy: The Social Impact of the European
Plantation Economy in Cirebon Residency from the
Cultivation System to the End of First Decade of the
Twentieth Century. Ph.D. Dissertation. Melbourne:
Monash University.

117

Berdasarkan

Besluit

Gubernur

Jenderal

Hindia

Belanda tanggal 31 Mei 1844 No.1, batas-batas wilayah


Kabupaten

Galuh

sebagai

berikut.

berbatasan

dengan

Kabupaten

Sebelah

Sukapura;

barat

sebelah

utara

berbatasan dengan Kabupaten Majalengka; sebelah timur


berbatasan
selatan

dengan

Keresidenan

berbatasan

dengan

Banyumas;

Kabupaten

dan

sebelah

Sukapura.81

Luas

wilayah Kabupaten Galuh kurang lebih 522 pal persegi


(1.185,4 km) atau sekitar 16,34% dari luas Keresidenan
Cirebon.

Dengan

wilayah

seluas

ini,

Kabupaten

Galuh

relatif kecil dibandingkan dengan kabupaten lainnya di


wilayah Keresidenan Cirebon, kecuali dengan Kabupaten
Kuningan.82 Pada tahun 1830-an, distrik di Kabupaten
Galuh berjumlah empat, yaitu Ciamis, Panjalu, Kawali,
dan Keppel. Pada tahun 1840-an, Distrik Keppel berubah
nama menjadi Distrik Rancah (lihat peta 2.3). Sementara
itu, pada tahun 1837 jumlah desa di Kabupaten Galuh
mencapai

91

desa.83

Pada

tahun

1855

jumlah

desa

di

Kabupaten Galuh meningkat menjadi 238 desa.84


Secara geografis Kabupaten Galuh terbagi menjadi
empat bagian, yaitu wilayah yang mempunyai ketinggian
0-100 m di atas permukaan air laut, 100-500 m di atas
permukaan air laut, 500-1.000 m di atas permukaan air

118

laut, dan di atas 1.000 m di atas permukaan air laut.


Wilayah pertama bagian tenggara Kabupaten Galuh; wilayah kedua meliputi bagian timur dan selatan Kabupaten
Galuh; wilayah ketiga meliputi bagian barat dan utara
Kabupaten Galuh; dan wilayah keempat meliputi wilayah
di lereng Gunung Sawal (1.764 m) dan Gunung Cakrabuana
(1.720 m). Sementara itu, rata-rata curah hujan setiap
tahunnya mencapai 2.901 mm dan rata-rata jumlah hari
hujan

per

tahunnya

memberikan

selama

informasi

145,8

mengenai

hari.85

Peta

keadaan

2.4

geografis

Kabupaten Galuh pada abad ke-19.


Sementara itu, kondisi ekonomi Kerajaan Belanda
pada

tiga

dekade

pertama

abad

ke-19

mengalami

kehancuran, salah satu penyebabnya adalah terjadinya


Perang

Jawa

menanggung

yang
utang

mengakibatkan
sebesar

Kerajaan

Belanda

30.000.000.86

Untuk

mengatasi masalah ekonomi ini, daerah Hindia Belanda


dijadikan sebagai alternatif pemecahan yang diharapkan.
Oleh karena itu, segala daya dicurahkan untuk mengelola
wilayah ini agar segera menghasilkan keuntungan untuk
menutup defisit anggaran pemerintah Kerajaan Belanda.
Pada tahun 1829 Johannes van den Bosch menyampaikan
kepada

raja

Belanda

usulan-usulan

yang

kelak

akan

119

disebut

cultuurstelsel

(Sistem

Tanam

Paksa).

Raja

Belanda menyetujui usulan-usulan van den Bosch itu yang


kemudian mengangkatnya sebagai Gubernur Jenderal Hindia
Belanda pada bulan Januari 1830 menggantikan Du Bus de
Gisignies.87
Konsep van den Bosch mengenai Sistem Tanam Paksa
pada awalnya tidak pernah dirumuskan secara eksplisit.
Sistem

tersebut

desa-desa

di

(landrente)
tersebut

didasarkan
Jawa

kepada

setiap

pada

mempunyai
pemerintah.

desa

harus

suatu

prinsip

bahwa

utang

pajak

tanah

Untuk

membayar

menyisihkan

pajak

sebagian

tanahnya guna ditanami komoditas ekspor untuk dijual


kepada pemerintah dengan harga yang sudah ditetapkan.
Dengan demikian, desa akan mampu melunasi utang pajak
tanahnya.
Pada dasarnya konsep Sistem Tanam Paksa adalah
menggabungkan prinsip wajib atau paksa dengan prinsip
monopoli.88 Prinsip yang pertama dipergunakan menurut
model yang telah lama berjalan di Priangan yang dikenal
dengan Preangerstelsel atau sistem yang dipakai oleh
VOC

yang

dikenal

dengan

verplichte

leveranties

(penyerahan wajib). Diterapkannya prinsip yang pertama


ini

berkaitan

dengan

pemikiran

van

den

Bosch

yang

120

menganggap bahwa bila diterapkan sistem ekonomi bebas,


masyarakat desa yang mayoritasnya adalah petani, akan
enggan untuk diajak menanam tanaman ekspor yang menjadi
bahan

perdagangan

pemerintah.

Oleh

utama

untuk

karena

mengisi

itu,

kas

petani

diwajibkan dalam menanam tanaman ekspor itu.89


Peta 2.3
Kabupaten Galuh Tahun 1830-1900-an

keuangan
sebaiknya

121

Sumber: Diolah dari M. R. Fernando. 1982. Peasant and


Plantation Economy: The Social Impact of the European
Plantation Economy in Cirebon Residency from the
Cultivation System to the End of First Decade of the
Twentieth Century. Ph.D. Dissertation. Melbourne:
Monash University.

Peta 2.4
Kondisi Geografis Kabupaten Galuh

Sumber: M. R. Fernando. 1982. Peasant and Plantation


Economy: The Social Impact of the European Plantation
Economy in Cirebon Residency from the Cultivation
System to the End of First Decade of the Twentieth
Century,
Ph.D.
Dissertation.
Melbourne:
Monash
University.

122

Prinsip kedua, yaitu monopoli, diberikan kepada


perusahaan dagang Belanda NHM (Nederlandsche Handels
Maatschappij)

yang

didirikan

pada

tahun

1824

atas

prakarsa raja Belanda. NHM akan diberi hak monopoli


untuk

mengangkut

dan

memperdagangkan

komoditas

yang

dihasilkan oleh masyarakat pedesaan. Dengan demikian,


NHM akan mematahkan dominasi pelayaran Inggris-Amerika
di kawasan Malaya-Hindia Belanda dan dengan sendirinya
akan mendatangkan pemasukan keuangan bagi pemerintah
Belanda.90
Untuk menjalankan konsep tersebut, seperti yang
dicatat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indi 1834
No. 22, pemerintah akan mengadakan perjanjian dengan
penduduk

desa

mengenai

penyerahan

sawahnya

untuk

keperluan

menanam

memproduksi

komoditas

bagi

sebagian

tanaman

kepentingan

areal

yang

pasar

dapat
Eropa.

Tanah yang akan diserahkan itu luasnya 20 % dari luas


seluruh

sawah

sebuah

desa

dan

tanah

tersebut

akan

dibebaskan dari pajak tanah (landrente). Hasil tanaman


harus diserahkan kepada pemerintah dan apabila harga
yang ditaksir ternyata lebih tinggi dari jumlah pajak
tanah

yang

harus

dibayarkan,

maka

kelebihannya

akan

dikembalikan kepada penduduk. Jika panen gagal, maka

123

risiko

akan

kegagalan

ditanggung

itu

tidak

oleh

pemerintah,

disebabkan

karena

asalkan
kelalaian

penduduk. Tenaga kerja yang akan menanam tanaman ekspor


tidak boleh melebihi tenaga kerja yang diperlukan untuk
penanaman padi. Mereka akan bekerja selama 66 hari per
tahun dan akan bekerja dalam komunitas desanya di bawah
pimpinan kepala-kepala mereka (kepala desa) dan akan
diawasi oleh pejabat Eropa (residen dan bawahannya).91
Dengan demikian, Sistem Tanam Paksa akan menyandarkan
diri

pada

sistem

tradisional

dan

feodal

dengan

menggunakan perantaraan struktur kekuasaan lama.


Tanaman utama untuk memproduksi komoditas ekspor
yang akan ditanam di Jawa adalah indigo dan tebu, di
samping

kopi

yang

telah

berjalan

sebelumnya.

Selain

itu, tanaman lain yang ikut ditanam tetapi dalam skala


kecil,

antara

lain

tembakau,

lada,

teh,

dan

kayu

manis.92 Tidak seperti kopi yang hasil panennya bisa


langsung

dipasarkan

tanpa

diolah

terlebih

dahulu

di

pabrik, hasil panen tanaman indigo dan tebu tidak dapat


langsung dipasarkan, tetapi harus diolah dulu di pabrik
sampai menghasilkan komoditas yang diinginkan. Tanaman
indigo93 diolah menjadi bahan pewarna, sedangkan tanaman
tebu

diolah

menjadi

gula.

Ketiga

komoditas

tersebut

124

merupakan komoditas yang sedang laku di pasar Eropa


pada waktu itu.
Secara

operasional

tanggung

jawab

proses

produksinya, sejak dari penanaman sampai pengolahannya


di pabrik, berada di pundak para bupati dan pejabat di
bawahnya,

terutama

para

kepala

desa

yang

langsung

berkecimpung di lapangan. Dengan otoritas tradisional


yang dimilikinya, mereka dapat mengerahkan rakyatnya
untuk memproduksi indigo melalui lembaga tradisional
pribumi, yaitu kerja wajib. Dengan demikian, maka di
mata para petani tuntutan untuk memproduksi indigo ini
dipandang sebagai hal yang biasa dan sah. Pada waktu
penerapan

Cultuurestelsel

diberlakukan,

Bupati

Galuh

dipegang oleh R. Adipati Adikusuma (1819-1839). Jabatan


ini kemudian diserahkan kepada putranya yang bernama R.
A. A. Kusumadiningrat (1839-1886). Keduanya kemudian
berkedudukan

sebagai

pribumi

Pemerintah

komoditi

dan

perdagangan

perantara
Hindia

yang

wajib

antara
Belanda.

masyarakat
Beberapa

diserahkan

oleh

keduanya kepada Pemerintah Hindia Belanda antara lain


kopi, indigo, gula, dan beras.
Salah satu jenis komoditi yang wajib diserahkan
pada tahun-tahun awal pelaksanaan Tanam Paksa adalah

125

indigo

yakni

bahan

pewarna

kain.

Dengan

mempertimbangkan kondisi geografis, Pemerintah Hindia


Belanda memerintah R. A. Adikusuma untuk menanam pohon
tarum yang merupakan bahas dasar indigo. Di kabupaten
yang

dipimpinnya,

rangka

Sistem

pelaksanaan

Tanam

Paksa

industri

indigo

dalam

dijalankan

mulai

tahun

1830.94 Koordinator produksi indigo diserahkan kepada


Inspektur Perkebunan Indigo Karesidenan Cirebon, G.E.
Teisseire, yang diangkat oleh Gubernur Jenderal van den
Bosch pada awal tahun 1830,95 bersama dengan Residen
Cirebon, B.J. Elias. Untuk menyeragamkan pola industri
indigo, pemerintah pusat mengeluarkan Resolutie Hooger
Regeering tanggal 27 Februari 1832 No.4. Berdasarkan
resolusi

tersebut,

menjalankan

pola

mulai

tahun

industri

1833

Elias

Residen

dalam

Cirebon

memproduksi

indigo di Kabupaten Galuh. Konsep yang ditawarkan Elias


adalah indigo diproduksi di pabrik-pabrik kecil yang
didirikan

di

desa-desa

oleh

penduduk

desanya

dengan

menggunakan teknik yang sederhana dan kemudian hasilnya


dibeli

oleh

pemerintah.

Penanaman

tanaman

indigo

dilakukan di tanah-tanah sawah yang terletak di desadesa.

Ia

beranggapan

dijalankan,

maka

bahwa

hasilnya

apabila
akan

pola

cepat

industrinya

diperoleh

dan

126

penduduk

desa

tidak

perlu

meninggalkan

desanya,

sehingga mereka juga dapat menanam tanaman pangannya di


seluruh Keresidenan Cirebon.96
Ketika industri indigo dijalankan di Kabupaten
Galuh pada masa Sistem Tanam Paksa, tanaman indigo yang
dibudidayakan

diambil

dari

jenis

Tarum

Kembang

yang

sudah dikenal masyarakat pribumi. Jenis tanaman indigo


ini

banyak

ditemukan

dibudidayakan
Masyarakat

pada

daerah

di

daerah

masa

ini

Sistem

menyebutnya

Priangan

sebelum

Tanam

Paksa.97

dengan

nama

Tarum

Siki, sedangkan orang Jawa menyebutnya Tom Cantik.98


Alasan

dipilihnya

jenis

disebabkan

jenis

kuat,

hasilnya

dan

ini

Tarum

cepat

lebih

Kembang,

kemungkinan

pertumbuhannya,

banyak

pohonnya

dibandingkan

jenis

lainnya, selain sudah dikenal secara luas oleh penduduk


pribumi.99
Persiapan-persiapan
indigo

di

Inspektur

Kabupaten
Perkebunan

pertama

Galuh,
Indigo

untuk

memproduksi

dikoordinasikan
Teisseire

dan

oleh

Residen

Cirebon Elias. Tanah-tanah yang disiapkan untuk menanam


Tarum Kembang bukan di sawah-sawah sekitar desa, tetapi
di tanah-tanah yang tidak dipakai untuk menanam tanaman
pangan penduduk yang letaknya jauh dari perkampungan.

127

Areal

penanaman

Tarum

Kembang

disiapkan

di

empat

distrik yang ada di wilayah Kabupaten Galuh, yaitu:


Distrik

Ciamis,

karena

itu,

Keppel100,

Kawali,

seluruh

distril

dan

di

Panjalu.

Kabupaten

Oleh
Galuh

merupakan penghasil indigo.


Areal
industri

penanaman

indigo

1.263,5

bau

29,95%

dari

di

Tarum

Kembang

Kabupaten

(896,6

ha).

areal

pada

Galuh

masa

luasnya

Areal

seluas

penanaman

Tarum

itu

awal

mencapai
mencakup

Kembang

di

Keresidenan Cirebon. Untuk meningkatkan produksi, pada


tahun 1832 pemerintah memperluas areal penanaman Tarum
Kembang di Kabupaten Galuh menjadi 1.540 bau (1.092,9
ha)

atau

meningkat

sekitar

21

%,

dari

tahun

1830.

Perluasan areal penanaman Tarum Kembang itu dilakukan


melalui pembukaan tanah baru, pemberdayaan tanah-tanah
yang

ada

di

sekitar

tanaman

ekspor

seperti

yang

Galuh,

seluas

lain

pabrik

indigo,

dengan

Tarum

dilakukan
120

di

rijnl

Distrik
morgen

dan

penggantian

Kembang.
Panjalu

(144

Misalnya
Kabupaten

bau/102,1

tanaman kopi diganti dengan tanaman Tarum Kembang.101

ha)

128

Tabel 2.3
Areal Penanaman Tarum Kembang di Kabupaten Galuh,
1830 1832
Luas Areal Penanaman
Tarum Kembang (dalam bau)
1830
1831
1832

Nama
Pabrik

Distrik
Ciamis

Kauntungan

651,0

660,0

720,0

Kawali

Kasukahan

355,0

360,0

432,0

Rancah

Kaharapan

177,5

180,0

240,0

Panjalu

Sukahati

80,0

81,0

148,0

1.263,5

1.281,0

1.540

Jumlah Total

Sumber: Opgave van de primo Januarij 1832 in de onder-scheidene


fabrieken gefabriceerde indigo, ADK 551, ANRI; Opgave der
Werkzamheden en Opbrengsten der Indigo Cultuur van den td
dat die in de Residentie Cheribon is ingevoerd tot op ult.
December 1832, ADK 569, ANRI.

Berdasarkan

tabel

2.3,

pada

tahun

1830,

areal

terluas penanaman Tarum Kembang dilakukan di Distrik


Ciamis

yang

mencapai

651,0

atau

51,52%

dari

areal

keseluruhan. Sementara itu, yang terkecil di Distrik


Panjalu

yakni

keseluruhan.
areal

seluas

Pada

penanaman

tahun
Tarum

80,0

atau

1832,

6,33%

meskipun

Kembang

di

dari

luas

secara

fisik

Distrik

Ciamis

meningkat sebesar 69 bau atau 10,6%, namun mengalami


penurunan
penanaman
yang

sama

sekitar
Tarum

4,77%

Kembang

dialami

di

oleh

dari

areal

Kabupaten
Distrik

keseluruhan

Galuh.

Kawali

Kondisi
walaupun

penurunannya tidak sedrastis di Distrik Ciamis, yakni

129

hanya 0,05%. Sementara itu, pada tahun 1832, Distrik


Rancah

dan

Panjalu

mengalami

peningkatan

areal

penanaman Tarum Kembang masing-masing sebesar 1,54% dan


3,29% dari keseluruhan areal penanaman Tarum Kembang di
Kabupaten Galuh.

dari

Pada

tahun

pola

Teisseire

pelaksanaan

1833,

pola

pola

industri

menjadi

industri

pola

ini,

indigo

Elias.

luas

berubah

Pada

areal

awal

penanaman

Tarum Kembang di Kabupaten Galuh 1.541 bau (1.093,6 ha)


atau naik 1 bau dari tahun 1832. Seperti yang tertera
pada

tabel

2.4,

rata-rata

areal

persawahan

yang

digunakan untuk menanam Tarum Kembang pada tahun 1833


mencapai 29,825%. Pada perkembangan selanjutnya, areal
untuk

penanaman

Tarum

Kembang

bertambah

luas

sampai

mencapai puncaknya tahun 1840. Pada masa puncak ini


luas areal penanaman Tarum Kembang mencapai

1.563 bau

(1.109,2 ha) atau meningkat 1,4%. Meskipun demikian,


areal persawahan yang dipergunakan mengalami penurunan
sebesar 7,325%. Hal ini terjadi karena perluasan areal
penanaman Tarum Kembang diiringi dengan perluasan areal
persawahan dengan cara membuka tanah-tanah yang tidak
digunakan

dan

kemudian

mengubahnya

menjadi

areal

persawahan, seperti yang ditampilkan pada tabel 2.5.

130

Sementara itu, desa yang terlibat dalam penanaman Tarum


Kembang berjumlah 59 desa atau sekitar 64,8 % dari
seluruh desanya.102
Tabel 2.4
Areal Penanaman Tarum Kembang dan Prosentase Areal
Persawahan yang digunakan menanam Tarum Kembang
di Kabupaten Galuh, 1833 1840

Distrik
Ciamis
Kawali
Rancah
Panjalu
Jumlah
Total
Keterangan:

Luas Areal
Penanaman
Tarum Kembang
(dalam bau)
1833
1835
1840
720
726
836
432
200
305
240
220
236
149
144
186
1.541

1.290

1.563

Prosentase Areal
Persawahan untuk
Menanam
Tarum Kembang
1833
1835
1840
32,7
*)
21,4
33,8
*)
21,0
33,3
*)
28,6
19,5
*)
19,0
29,825

*)

22,5

*) Tidak ada data

Sumber: Staat Aantonende Opbrengst Zoomede de Werkzaamheden bij de


Indigo Kultuur in de Residentie Cheribon over den Jare 1833,
ADK 569, ANRI; Algemeen Verslag 1833, AD Cirebon 2.9, ANRI;
Cultuur Verslag 1835, ANRI; Aantooning van den Stand der
Indigo Kultuur in de Residentie Cheribon, dalam surat dinas
Inspektur Perkebunan Keresidenan Cirebon pada Direktur
Perkebunan tanggal 19-10-1841 no.73, ADK 615, ANRI.

Tabel 2.5
Perluasan Areal Persawahan di Kabupaten Galuh,
1833 dan 1840
Distrik
Kawali
Ciamis
Rancah
Panjalu
Jumlah

Luas Areal Persawahan


(dalam bau)
1833
1840
1.277,0
1.451,0
2.199,0
3.907,0
720,0
826,0
763,0
980,0
4.959
7.164

Sumber: Staat Aantonende Opbrengst Zoomede de Werkzaamheden bij de


Indigo Kultuur in de Residentie Cheribon over den Jare

131

1833, ADK 569, ANRI; Algemeen Verslag 1833, AD Cirebon 2.9,


ANRI; Aantooning van den Stand der Indigo Kultuur in de
Residentie Cheribon, dalam surat dinas Inspektur Perkebunan
Keresidenan Cirebon pada Direktur Perkebunan tanggal 19-101841 no.73, ADK 615, ANRI.

Untuk

kelancaran

produksi,

mutlak

diperlukan

pabrik-pabrik, baik kecil maupun besar, yang diawasi


oleh orang Eropa dan sejumlah orang pribumi yang sudah
dilatih. Mereka diambil dari anggota elite desa yang
sebagian besar anak-anak muda dari sikep terkemuka yang
menginginkan

posisi

di

pemerintahan.103

Sampai

tahun

1833, di Kabupaten Galuh terdapat enam pabrik. Pada


tahun 1837, jumlah pabrik mencapai 19 buah, meningkat
menjadi 49 pabrik tahun 1838, dan dua tahun kemudian
menjadi 51 pabrik.104
Setelah
penanaman

tahun

1840

Tarum

Kembang

berproduksi

pun

berkurang.

disebabkan

oleh

tingginya

1840.

ini

Hal

terjadi
dan

pengurangan

areal

pabrik-pabrik

yang

Kondisi
harga

mengakibatkan

ini

padi

antara

setelah

pemerintah

lain
tahun

meninggalkan

perluasan areal penanaman Tarum Kembang.105 Tanah-tanah


yang

seharusnya

Kembang,

tidak

mendapat
ditanami

giliran
tanaman

ditanami
tersebut,

Tarum
tetapi

kembali ditanami padi. Selain itu, pada tahun 1843 padi


menjadi komoditas yang dimaksukkan ke dalam kerangka

132

Sistem Tanam Paksa, sehingga padi pun menjadi perhatian


permerintah

untuk

ditingkatkan

produksinya.106

Adanya

eksodus penduduk ke luar desanya pada tahun 1845-1847


juga

menjadi

penyebab

berkurangnya

areal

penanaman

Tarum Kembang.
Areal
seiring
Jenderal

penanaman

dengan
J.

Tarum

Kembang

dikeluarkannya

J.

Rochussen

semakin

kebijakan

untuk

menurun
Gubernur

mengurangi

areal

penanaman Tarum Kembang di Jawa. Ia beranggapan bahwa


indigo

sudah

tidak

menguntungkan

lagi.

Hal

ini

kemungkinan disebabkan oleh semakin merosotnya harga


indigo dari Jawa di pasar Eropa karena terdesak oleh
indigo dari Benggala (India) dan juga semakin turunnya
produksi akibat dari berkurangnya kesuburan tanah. Oleh
karena itu, pada bulan November 1846 ia mengusulkan
kepada

Menteri

Jajahan

J.C.

Baud

untuk

mengganti

industri indigo dengan industri gula yang keuntungannya


lebih besar.107 Walaupun demikian, kebijakan ini tidak
berlaku

untuk

Kabupaten

Galuh.

Pada

tahun

1847,

Gubernur Jenderal J.J. Rochussen justru meningkatkan


areal penanaman Tarum Kembang di Kabupaten Galuh sampai
3,8 % dari tahun 1840.108

133

Kebijakan Gubernur Jenderal J.J. Rochussen baru


diberlakukan di Kabupaten pada tahun 1851. Berdasarkan
Besluit 5 Mei 1851 No.10, Pemerintah Hindia Belanda
menghapus kebijakan penanaman Tarum Kembang di Distrik
Rancah. Kemudian tahun 1853, Pemerintah Hindia Belanda
menghapus Distrik Panjalu untuk menanam Tarum Kembang.
Sementara

itu,

pada

tahun

1858

Residen

Cirebon

melaporkan kepada Direktur Perkebunan bahwa penanaman


Tarum Kembang di Distrik Kawali dan Distrik Ciamis akan
dihapus.109 Realisasi penghapusan itu baru dijalankan
tahun 1862 untuk Distrik Kawali dan tahun 1864 untuk
Distrik Ciamis. Dengan demikian, Tarum Kembang masih
terus ditanam di kedua distrik ini, setidak-tidaknya
sampai tahun 1864.
Dengan

luas

areal

penanaman

Tarum

Kembang,

seperti yang tercantum dalam tabel 2.3, Kabupaten Galuh


menjadi

penghasil

indigo

terbesar

untuk

wilayah

Keresidenan Cirebon. Dari empat distrik yang berada di


bawah Kabupaten Galuh, baru tiga distrik yang telah
menghasilkan indigo, yaitu Distrik Ciamis, Kawali, dan
Rancah.

Sementara

itu,

pada

awal

produksi

indigo,

Distrik Panjalu belum berhasil indigo. Hal ini disebabkan

oleh

penanaman

Tarum

Kembang

yang

terlambat,

134

tidak

bersamaan

sehingga
karena

tidak

pabrik

dengan
dapat

di

delapan

distrik

berproduksi

Distrik

lainnya,

bersamaan.

Panjalu

belum

Selain

siap

untuk

berproduksi.
Tingginya produksi indigo di Kabupaten Galuh itu
sempat disaksikan oleh Gubernur Jenderal van den Bosch
dalam kunjungan kerjanya di kabupaten tersebut tahun
1831.110

Ada

produksi

beberapa

indigo

di

hal

yang

menyebabkan

tingginya

tersebut.

Pertama,

kabupaten

Kabupaten Galuh memiliki areal penanaman Tarum Kembang


cukup

luas,

sehingga

wajar

apabila

hasilnya

juga

tinggi. Kedua, kemungkinan pengelolaannya sudah lebih


baik jika dibandingkan dengan kabupaten lain. Ketiga,
seperti telah diuraikan pada subbab sebelumnya bahwa
indigo dari jenis Tarum Kembang banyak dibudidayakan di
Keresidenan
geografis

Priangan,

maka

Kabupaten

membudidayakan

ada

Galuh

Tarum

kemungkinan
lebih

Kembang,

cocok

mengingat

kondisi
untuk
kondisi

geografis kabupaten tersebut tidak jauh berbeda dengan


kondisi geografis Keresidenan Priangan.
Distrik

Rancah

merupakan

distrik

yang

paling

produktif tidak hanya di Kabupaten Galuh melainkan juga


di

seluruh

Keresidenan

Cirebon.

Rata-rata

produksi

135

indigo

per

bau

di

distrik

ini

mencapai

23

pon

Amsterdam, sedangkan di distrik-distrik lainnya umumnya


masih di bawah 10 pon Amserdam per bau.
Tabel 2.6
Produksi Indigo dengan Pola Industri Teisseire,
18311832

Distrik

Nama
Pabrik

Ciamis

Kauntungan

Kawali
Rancah

Kasukahan
Kaharapan

Panjalu

Sukahati

Produksi Indigo (dalam pon


Desember
Pertengahan
1831
1831
Selur
Selur
Per
Per
uhuhbau
bau
nya
nya
16.73
4.070
6
25
3
2.688
8
3.981
11
4.000
23
4.876
27
belum
761
9
produksi

Amsterdam)
1832
Selur
uhnya
22.30
9
5.307
6.500
760

Per
bau
31
12
27
5

Sumber: Opgave van de primo Januarij 1832 in de onderscheidene


fabrieken gefabriceerde indigo, ADK 551, ANRI; Opgave der
Werkzamheden en Opbrengsten der Indigo Cultuur van den td
dat die in de Residentie Cheribon is ingevoerd tot op ult.
December 1832, ADK 569, ANRI.

Pada tahun 1833 ketika dijalankan pola industri


Elias, produksi indigo di tiga distrik di Kabupaten
Galuh,

yaitu

Distrik

Ciamis,

Kawali,

dan

Rancah

mengalami sedikit penurunan. Meskipun demikian, secara


keseluruhan Kabupaten Galuh mampu memproduksi indigo
sebesar 27.986 pon Amsterdam (13,8 ton) dengan nilai
41.979. Pada tahun ini produksi dari Kabupaten Galuh
menempati posisi tertinggi dan dapat mengalahkan Kabupaten Cirebon, padahal luas areal penanamannya lebih

136

rendah dari Kabupaten Cirebon, yaitu hanya sekitar 75 %


dari luas areal di Kabupaten Cirebon. Begitu pula jika
dibandingkan dengan Kabupaten Majalengka yang mempunyai
luas areal penanaman yang hampir sama, Kabupaten Galuh
dapat

memproduksi

lebih

besar.

Hal

ini

menunjukkan

bahwa kondisi geografis Kabupaten Galuh sangat cocok


untuk membudidayakan Tarum Kembang dan pengelolaannya,
baik dalam penanaman maupun dalam proses pengolahan,
lebih baik jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya.
Pada tahun 1840, produksi indigo Kabupaten Galuh
mencapai 84.554 pon Amsterdam (41,8 ton) dengan nilai
154.733,82 sehingga terendah di Keresidenan Cirebon.
Penurunan produksi ini disebabkan oleh luas areal penanaman

Tarum

Kembangnya

relatif

tetap,

tidak

ada

perluasan yang signifikan. Selain itu, juga disebabkan


kesuburan
yang

tanahnya

ditunjukkan

sudah
oleh

semakin
rata-rata

berkurang,

seperti

produktivitas

per

baunya.
Pada

tahun

ini,

produktivitas

Kabupaten

Galuh

dengan rata-rata produksi 47,5 pon Amsterdam per bau


merupakan yang terendah di wilayah Keresidenan Cirebon.
Bahkan, Distrik Rancah, yang hanya dapat memproduksi 30
pon Amsterdam per bau, merupakan distrik yang paling

137

tidak produktif. Rendahnya produktivitas di Kabupaten


Galuh

ini

kemungkinan

disebabkan

oleh

kesuburan

tanahnya yang sudah semakin berkurang.


Tabel 2.7
Produksi Indigo dengan Pola Industri Elias di tiap
Distrik, 1833 1840

Distrik
Kawali
Ciamis
Rancah
Panjalu

Produksi Indigo (dalam pon Amsterdam)


1833
1835
1840
Seluruh
Per
Seluruh
Per
Seluruh
Per
nya
Bau
nya
Bau
nya
Bau
4.081
10
4.191
21
16.558
54
15.380
22
18.434
26
53.280
64
4.716
20
4.662
21
6.974
30
3.809
26
2.633
18
7.742
42

Sumber: Staat Aantonende Opbrengst Zoomede de Werkzaamheden bij de


Indigo Kultuur in de Residentie Cheribon over den Jare
1833, ADK 569, ANRI; Algemeen Verslag 1833, AD Cirebon 2.9,
ANRI; Cultuur Verslag 1835, ANRI; dan Aantooning van den
Stand der Indigo Kultuur in de Residentie Cheribon, dalam
surat dinas Inspektur Perkebunan Keresidenan Cirebon pada
Direktur Perkebunan tanggal 19-10-1841 no.73, ADK 615,
ANRI.

Oleh karena kebijakan pengurangan areal penanaman


Tarum Kembang tidak berlaku di Kabupaten Galuh sampai
tahun

1851,

pada

tahun

1847,

produksi

indigo

di

kabupaten ini mencapai 84.537 pon Amsterdam (41,8 ton)


dengan nilai 154.280,03.111 Dengan demikian, produksi
indigo di Kabupaten Galuh pada tahun 1847 relatif tetap
dan hampir sama dengan tahun 1840. Begitu juga dengan
rata-rata produksi per baunya. Akan tetapi, pada tahuntahun

berikutnya,

produksinya

cenderung

menurun,

138

padahal areal yang ditanaminya relatif tetap. Hal ini


nampaknya disebabkan perawatan tanaman Tarum Kembang
tidak seintensif tahun-tahun sebelumnya dan kesuburan
tanahnya

sudah

semakin

berkurang,

sehingga

kualitas

indoksil dalam daunnya berkurang. Akibatnya kuantitas


indigo

yang

cenderung

dihasilkannya

menurun,

mempertahankan

pun

Pemerintah

industri

berkurang.
Hindia

indigo

di

Meskipun

Belanda

masih

Kabupaten

Galuh

sampai tahun 1862. Baru setelah tahun itu, Kabupaten


Galuh tidak menghasilkan lagi indigo dalam rangka tanam
paksa, seiring dengan penghapusan kebijakan ini oleh
Pemerintah Hindia Belanda.
Meskipun Kabupaten Galuh termasuk yang relatif
berhasil

dalam

keberhasilan
Bahkan

melaksanakan

itu

tidak

sebaliknya,

Cultuurstelsel,

dapat

dirasakan

pelaksanaan

oleh

Cultuurstelsel

tetapi
rakyat.
telah

mengakibatkan rakyat menjadi sengsara, karena tenaganya


dikuras habis untuk menghasilkan barang atau komoditas
yang laku di pasaran dunia. Oleh karena itu, R. A. A.
Kusumaningrat

mengusulkan

agar

Pemerintah

Belanda segera mencabut Cultuurstelsel.

Hindia

139

Catatan
1

Ekadjati, 1981: xxviii-xxix; Sukardja, 2002: 39-41.


Sukardja, 2002: 15-16.
3
Sukardja, 2002: 42.
4
Sukardja, 2002: 42-45; bandingkan dengan Ekadjati, 1981: xxixxxx.
5
Sukardja, 2002: 5.
6
Sukardja, 2002: 3-4; Lubis, dkk., 20031: 144.
7
Lubis, dkk., 20031: 142.
8
Sukardja, 2002: 1-2, 14; Lubis, dkk., 20031: 142.
9
Sukardja, 2002: 3.
10
Sukardja, 2002: 5-6.
11
Ekadjati, 1981: xxxvi-xxxvii; Lubis, 1998: 319.
12
Sukardja, 2002: 28-29.
13
Sukardja, 2002: 30-33.
14
Yondri, 1999: 12-13.
15
Agus, 1999: 13.
16
Noorduyn, 1982.
17
Ciri-ciri sebuah karsyan adalah letaknya di suatu tempat
terpencil, seperti di puncak gunung, tepi laut, tepi sungai
besar, dan sebagainya (lihat: catatan kaki no. 131 dalam Lubis,
dkk., 20031: 463).
18
Berdasarkan penelitian tentang bangunan suci pada masa
Majapahit, Hariani Santiko berpendapat bahwa ada dua fungsi
candi, yaitu candi sebagai kuil sekaligus sebagai pendarmaan
raja, dan candi sebagai kuil pemujaan. Khusus candi sebagai kuil
pemujaan didominasi oleh bangunan suci para resi (Santiko, 1998:
8-10).
19
Sukardja, 2002: 45-47.
20
Sukardja, 2002: 48.
21
Sukardja, 2002: 49-50.
22
Dike dan Ajayi, 1985: 111-112
23
Usaha Kerajaan Sumedanglarang untuk diakui sebagai penerus
Kerajaan Sunda gagal diwujudkan karena dua hal. Pertama, secara
geopolitik, Kerajaan Sumedanglarang terletak di antara tiga
kerajaan besar yaitu Banten, Cirebon, dan Mataram. Kerajaan
Sumedanglarang merupakan kerajaan terlemah dibandingkan dengan
ketiga kerajaan tersebut sehingga ancaman penaklukan senantiasa
membayangi mereka. Kedua, tindakan Prabu Geusan Ulun yang
menculik dan memperistri Ratu Harisbaya, istri Panembahan Ratu
(penguasa Cirebon). Sebagai seorang nalendra, tindakan tersebut
dipandang tidak etis sehingga melahirkan konflik terbuka antara
Cirebon dan Sumedanglarang. Akibat konflik tersebut, wilayah
Kerajaan Sumedanglarang berkurang karena wilayah Majalengka
diserahkan kepada Cirebon. Selain itu, banyak rakyatnya yang
meninggalkan Sumedanglarang (Martanagara, 1978: 8-38).
24
Widjajakusumah, 1961: 3.
25
TPSG, 1972: 33, 35-36.
26
Enclycopedie van Nederlandsch Indie. 19193: 506;. de Haan,
19123: 161.
2

140

27

Kenyataan ini sangat dipahami karena pada masa pemerintahannya,


Panembahan Senapati masih disibukan dengan upaya menaklukan para
penguasa di daerah pesisir utara P. Jawa. Selain itu, Panembahan
Senapati pun masih berusaha untuk memperkuat identitas dirinya
sebagai penguasa Mataram. Terlebih-lebih pada saat itu, di
Kerajaan Galuh pun pengaruh Cirebon tertanam cukup kuat,
sedangkan Mataram masih menaruh hormat terhadap Cirebon. Perihal
hubungan Panembahan Senapati dengan Cirebon dapat dibaca dalam
H.
J.
de
Graaf.
1987.
Awal
Kebangkitan
Mataram;
Masa
Pemerintahan Senapati. Terj. Javanologi. Jakarta: Grafiti Press.
28
de Haan, 19123: 68.
29
Sukardja, 2002: 80-90.
30
de Haan, 19123: 68; Holle. 1869: 327.
31
Team Peneliti Sejarah Galuh (TPSG), 1972: 38-39.
32
Widjajakusumah, 1961: 27.
33
TPSG, 1972: 42-43.
34
Sumber lain menyebutkan bahwa hukuman mati yang diterima oleh
Mas Dipati Imbanagara tidak terkait dengan tindakan Dipati Ukur
melawan hegemoni Sultan Agung atas Priangan. Menurut sumber ini,
Mas Dipati Imbanagara dituduh telah melakukan penghinaan kepada
penguasa Mataram. Mas Dipati Imbanagara memberikan tujuh orang
puteri Galuh yang masih perawan sebagai upeti kepada Sultan
Agung. Akan tetapi, dari ketujuh puteri itu, hanya enam orang
yang masih perawan. Hal ini membuat marah Sultan Agung dan
mengutus Patih Narapaksa ke Gara Tengah untuk membunuh Mas
Dipati Imbanagara (Sukardja, 2002: 138.
35
TPSG, 1972: VIII & 45.
36
de Haan, 19123: 73.
37
van Rees, 1869: 19; Kern, 1898: 19.
38
Sukardja, 2002: 140.
39
Setidak-tidaknya ada lima pertimbangan yang melandasi penetapan
hari jadi itu. Pertama, keputusan R. P. A. Jayanagara
memindahkan pusat kekuasaan Kabupaten Imbanagara ke Barunay
memberikan dampak positif bagi perkembangan pemerintahan dan
kemasyarakatan.
Kedua,
perpindahan
itu
mengandung
unsur
perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Ketiga,
Kabupaten Imbanagara pada akhirnya mampu menyatukan wilayah
Galuh sehingga daerah kekuasaannya hampir menyamai daerah
kekuasaan Kerajaan Galuh dan penyatuan itu tidak dilakukan
melalui kekerasan fisik. Keempat, Kesultanan Mataram mengakui
kekuasaan Kabupaten Imbanagara dan menjadikan sekutunya dalam
upaya mengusir penjajah. Kelima, suatu kenyataan bahwa hubungan
antara Kabupaten Imbanagara dan Ciamis tidak dapat diputus
(Lampiran TPSG, 1972: 5-6).
40
Di Eropa, para pedagang Belanda menempati posisi sebagai
pedagang perantara yang menghubungkan Spanyol/Portugis dengan
bagian Eropa lainnya. Namun demikian, status tersebut mulai
diusik oleh Spanyol menjelang akhir abad ke-16 Masehi. Pada
tahun 1580, Raja Philip II dari Spanyol memasukkan Portugis
sebagai
bagian
dari
Kerajaan
Spanyol.
Sebagai
dampak
permusuhannya dengan Belanda, pada tahun 1594 ia menutup
pelabuhan Porto dan Lisabon bagi para pedagang Belanda.
Penutupan kedua pelabuhan ini berdampak pada hilangnya status

141

pedagang perantara yang disandang oleh para pedagang Belanda


(Chijs, 1880: 55; Hall, 1988: 247; Tate, 19711: 49).
41
Chjis, 1888: 54; Hall, 1988: 248-249; Lombard, 19961: 61.
42
Keberadaan VOC di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari upaya
ekspansi orang-orang Eropa di Asia. Dengan demikian, sejak awal
didirikannya misi VOC tidak hanya berhubungan dengan perdagangan
saja,
melainkan
ada
juga
kepentingan
politiknya
yaitu
menciptakan sebuah tanah kolonial di Nusantara (Graaf, 1949:
290-295).
43
Menurut piagam yang telah disahkan oleh Staten General dan
berlaku selama 21 tahun, VOC memeliki hak istimewa untuk
berlayar, berdagang, dan memegang kekuasaan di kawasan antara
Tanjung Harapan Baik (Afrika Selatan) ke timur sampai Selat
Bering dan sepanjang garis bujur 100 BT Kepulauan Solomon di
Pasifik Selatan (Leur, 1955: 176-177; Tate, 19711: 13-15).
44
Ketika Kerajaan Sunda masih berdiri, pelabuhan ini bernama
Sunda Kalapa dan merupakan pelabuhan terpenting di antara semua
pelabuhan yang ada di daerah itu. Banyak para pedagang yang
berdatangan ke Sunda Kalapa seperti yang diceritakan oleh Tom
Pires dan orang berdatangan ke sana dari Sumatera, Palembang,
dan Lawe (di pantai barat Kalimantan), Tanjung pura (juga di
Kalimantan), dari Maluku, Makassar, Jawa, Madura, dan tempattempat lainnya (Cortesao, 1944: 415).
45
Batavia merupakan nama latin bagi orang-orang Jerman (Bataaf)
yang tinggal di sebuah wilayah yang bernama Holland (Tate,
19711: 69).
46
van Rees, 1869: 42.
47
de Haan, 19101: 38-39. 69; Raffles, 1982: 192; van Rees, 1869:
50-55.
48
van Rees, 1869: 79.
49
Ekadjati et al., 1990: 77.
50
Burger, 1970: 98; Kartodirdjo, 1988: 309-310; Schrieke, 1960:
64; Vlekke, 1967: 196-197;
51
Atmadja, 1940: 159. Pajak ditarik oleh para bupati sebagai
sumber keuangan keluarga mereka dan dengan pajak mereka dapat
hidup mewah sehingga anggapan bahwa mereka sebagai raja-raja
kecil betul-betul dapat diwujudkan. Pajak yang dipungut oleh
para bupati di Priangan tersebut dapat berupa hasil bumi, uang,
atau tenaga kerja. Selain itu para bupati memungut pajak pasar
dan pajak pemotongan hewan (Ali et al., 1973: 116; Lubis, 1998:
80-83).
52
Ali et al., 1973: 120.
53
Ali et al., 1973: 117.
54
de Haan, 19112: 250; de Klein, 1931: 33.
55
de Haan, 19101: 38-39. 69; Raffles, 1982: 192; van Rees, 1869:
50-55.
56
Jabatan pengawas (opziener) yang diperkenalkan oleh VOC dapat
dipersamakan dengan jabatan wedana-bupati pada zaman Mataram.
Sesungguhnya, tahun 1691 Bupati Sumedang pernah meminta kepada
VOC untuk kembnali menjadikan dirnya sebagai opziener daerah
Priangan sebagaimana jabatan yang sejenis dengan itu pernah
dipegang oleh kakeknya. Akan tetapi, permintaan Bupati Sumedang
ini ditolak, karena VOC berpendapat bahwa semua bupati Priangan

142

memiliki kedudukan yang sama dan semuanya harus mengabdi secara


langsung kepada VOC (Lubis, 1998: 32; van Rees, 1869: 87)
57
de Haan, 19101: 250; de Klein, 1931: 29-31; van Rees, 1869: 9192.
58
de Haan, 19112: 257
59
Ali et al., 1973: 79 & 84; Kartodirdjo, 1988: 246; van Rees,
1869: 79.
60
van Rees, 1869: 97.
61
Fernando dan OMalley, 1988: 239.
62
Burger, 1962: 99
63
Edisi Ekadjati, 1977: 81.
64
TPSG, 1972: 54.
65
Dalam sumber lain disebutkan bahwa utang Bupati Natadikusuma
sebesar 200.000 real dan sampai tahun 1805 baru dibayar sebesar
70.000 real. Utang ini disebabkan oleh ketidakmauan Natadikusuma
membayar upeti kepada pemerintah Hindia Belanda selama empat
tahun (Sukardja, 2002: 146).
66
Ketika H. W. Daendels diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia
Belanda pada tanggal 17 Januari 1807, situasi politik di
negaranya sangat berbeda ketika VOC masih memegang kekuasaan di
Hindia Belanda. Pada awal abad ke-19, Negeri Belanda dikuasai
oleh Perancis sehingga pada tahun 1806 pemerintahan Bataafsche
Republiek berubah menjadi Koninkrijk Holland di bawah pimpinan
Lodewijk Napoleon. Perubahan ini sedikit banyaknya mempengaruhi
kondisi politik di Hindia Belanda. (Bastin, 1957: 15; Coolsma,
1881: 42; Day, 1966: 147-148).
67
Kern, 1898: 33-34; van Rees, 1880: 110-111.
68
Kern, 1898: 34.
69
Selain mengatur tentang kedudukan Galuh, Peraturan tersebut
mengatur wilayah Prefektur Kesultanan Cirebon, yang meliputi 12
distrik, yaitu: Lossari, Gebang, Kuningan, Cikaso, Panjalu,
Matanghaji, Talaga, Rajagaluh, Sindangkasih, Bengawan Kulon,
Bengawan Wetan, dan Kandanghaur (van der Chijs, 1896: 474-475;
568-569).
70
de Klein, 1931: 56.
71
de Graff, 1949: 372; Raffles, 19781: xxvi-xxvii; Ricklefs,
1981: 108-109.
72
de Klein, 1931: 159.
73
van Rees, 1896: 129.
74
de Haan, 19123: 84.
75
TPSG, 1972: 56-57.
76
de Haan, 19123: 85
77
Lubis et. al., 2000: 24.
78
VBG, XXXIX, 1880: 10.
79
Staatsblad van Nederlandsch-Indi 1819 no.9.
80
Syafrudin et al., 1993: 261.
81
Algemeen Verslag 1832, AD Cirebon 2.8, ANRI; Beschrijving der
Grenzen van de Residentie Cheribon 14 Juli 1845, AD Cirebon
64.11, ANRI.
82
Behoort by Misjive van den Resident van Cheribon van den 3
November 1837 no.2006, AD Cirebon 64.9, ANRI.
83
Behoort by Misjive van den Resident van Cheribon van den 3
November 1837 no.2006, AD Cirebon 64.9, ANRI.

143

84

Fernando, 1982: 167.


Lekkerkerker, 19381: 83-84.
86
Day, 1975: 244-245; Furnivall, 1983: 157-158; Ricklefs, 1994:
182-183.
87
Day, 1975: 244-245; Furnivall, 1983: 153.
88
Furnivall, 1983: 154.
89
Furnivall, 1983: 156-157; Ricklefs, 1994: 183-184; Vlekke,
1967: 289-291.
90
Ricklefs, 1994: 184.
91
Gonggrijp, 1949: 118-123.
92
Fasseur, 1992:.27; Gonggrijp, 1949: 115-166; Kartodirdjo dan
Suryo, 1991: 57.
93
Nama indigo diduga berasal dari kata endego yang dinyatakan
oleh Marco Polo ketika ia membicarakan tentang
pengolahan
pewarna itu di India yang dikunjunginya pada abad ke-13. Marco
Polo pertama kali melihat proses pengolahan indigo di daerah
Koulam (Coulan) di India yang kemudian dideskripsikan dalam
catatannya. Di Koulam, indigo diproduksi dalam jumlah yang besar
untuk kepentingan ekspor. Selain di daerah tersebut, indigo juga
dihasilkan dalam jumlah besar di daerah India lainnya, yaitu di
Guzzerat (Gujarat) dan Kambaia (Kambayet) (Everymans Library,
1923: 377, 384, 386).
94
Gonggrijp, 1949: 119; van Soest, 1869: 69-70.
95
Bleeker, 1865: 408; Fernando, 1982: 79-84.
96
Pada tahap pertama, pemerintah pusat menetapkan konsep pola
industri Teisseire yang dijalankan. Hal tersebut didasarkan pada
pertimbangan bahwa Teisseire merupakan ahli dalam industri
indigo. Namun setelah beberapa waktu, hasil produksinya tidak
memuaskan dan jarak antara areal penanaman dengan desa tempat
tinggal pekerjanya sering menimbulkan masalah bagi pekerjanya.
Berdasarkan hal itu, Elias kemudian mengusulkan untuk mencoba
konsep pola industrinya dengan menjadikan Distrik Sindangkasih
di Kabupaten Maja sebagai tempat uji cobanya. Setelah dicoba
beberapa waktu, ternyata hasilnya lebih baik dibandingkan dengan
pola industri Teisseire. Residen Elias kemudian mengusulkan
kepada pemerintah pusat di Batavia untuk menjalankan pola
industrinya di seluruh Keresidenan Cirebon. Setelah konsepnya
disetujui oleh Batavia, Residen Elias memerintahkan kontroleur
Galuh untuk melaksanakan pola baru industri indigo di kabupaten
yang menjadi tanggung jawabnya (Surat Dinas Residen Cirebon
kepada Kontoleur Galuh, Tanggal 28 Desember 1832 No.2951, AD
Cirebon 70.6, ANRI).
97
Surat dinas Residen Cirebon pada Direktur Perkebunan tanggal 53-1832 No.547, ADK 552, ANRI; de Waal, 1845: 56.
98
Heyne, 1987: 964.
99
de Waal, 1845: 56.
100
Distrik Keppel berubah nama menjadi Distrik Rancah pada sekitar
tahun 1841. Untuk selanjutnya akan digunakan nama Rancah untuk
menyebut nama Distrik Keppel.
101
Extract uit het Register der Resolutien van den Gouvernor
General van Nederlandsch Indie in Rade 21-12-1831; ADK 550,
ANRI.
85

144

102

Lihat Aantooning van den Stand der Indigo Kultuur in de


Residentie Cheribon, dalam surat dinas Inspektur Perkebunan
Keresidenan Cirebon pada Direktur Perkebunan tanggal 19-10-1841
no.73, ADK 615, ANRI.
103
Surat dinas Residen Cirebon pada Direktur Perkebunan tanggal
23-11-1833 No.2057, ADK 564, ANRI; Fernando, 1982: 112.
104
Surat dinas Residen Cirebon pada Direktur Perkebunan tanggal
23-11-1833 No.2057, ADK 564, ANRI; Cultuur Verslag 1834, ANRI;
Behoort by Misjive van den Resident van Cheribon van den 3
November 1837 No. 2006, AD Cirebon No.64.9, ANRI; Inspectie
Berigt, Over de Residentie Cheribon, Gedaan in de Maanden
Augustus, September en October 1838, ADK 597, ANRI; Aantooning
van den Stand der Indigo Kultuur in de Residentie Cheribon,
dalam surat dinas Inspektur Perkebunan Keresidenan Cirebon pada
Direktur Perkebunan tanggal 19-10-1841 No.73, ADK 615, ANRI.
105
Fasseur, 1992: 70.
106
Gonggrijp, 1949: 147.
107
Fasseur, 1992: 79-80.
108
Staat der Verschillende Kultuur Intigtingen op Java onder
ultimo December 1847. Indigo Kultuur. Inrigtingen, die van Wege
het Gouvernement zijn daargesteld, Microfilm Archief Kolonien
(Seri 6) Film nr.15, ANRI.
109
Surat dinas Residen Cirebon pada Direktur Perkebunan tanggal
16-6-1858 No. 1984, ADK 610, ANRI.
110
Fernando, 1982. op.cit., hal. 81.
111
Staat der Verschillende Kultuur Inrigtingen op Java onder
ultimo December 1847. Indigo Kultuur. Inrigtingen, die van Wege
het Gouvernement zijn daargesteld, Microfilm Archief Kolonien
(Seri 6) Film nr.15, ANRI.

Anda mungkin juga menyukai