Anda di halaman 1dari 8

Bahasa Indonesia

LEGENDA CIUNG WANARA


(Cerita rakyat Pasundan)

Dahulu kala berdiri sebuah Kerajaan di Tatar pasundan Jawa barat yang bernama kerajaan
Galuh. Pada masa itu raja yang memegang tampuk kepemimpinan bernama Raden Barma Wijaya
Kusumah. Sang raja memiliki dua orang permaisuri. Yang pertama bernama Nyimas Dewi Naganingrum
dan yang kedua bernama Nyimas Dewi Pangrenyep. Dan pada waktu itu kedua permaisuri tersebut
sedang dalam keadaan mengandung.

Hingga tibalah saat melahirkan, Dewi pangrenyep melahirkan terlebih dahulu. Dari rahimnya
lahirlah seorang bayi laki-laki yang diberi nama Hariangbanga. Tidak lama kemudian, Dewi Naganingrum
pun melahirkan, pada saat Dewi Naganingrum melahirkan yang bertindak sebagai bidan (Paraji sunda)
adalah Dewi Pangrenyep. Dari rahim Dewi Naganingrum pun lahirlah seorang bayi laki-laki juga.

Selama ini Dewi Pangrenyep tidak menginginkan seorang istri pesaing bagi dirinya, karena jika
ada permaisuri lain maka kelak takhta kerajaan pun akan terbagi menjadi dua dan itu sangat tidak di
inginkannya.

Tanpa sepengetahuan Dewi Naganingrum, bayi laki-lakinya telah ditukarnya dengan seekor anak
anjing, sedangkan bayi yang sebenarnya telah dimasukannya ke dalam sebuah keranjang dengan
disertakan sebutir telur ayam, lalu bayi dalam keranjang itu dihanyutkannya kesungai Citanduy.

Pada saat murka Raja memanggil Ki Lengser (Penasehat raja), tetapi kali ini bukan untuk
meminta nasehat, melainkan memerintahkan kepada Lengser agar Dewi Naganingrum segera dibunuh
dan dibuang mayatnya ke tempat yang jauh. Tanpa pikir panjang Ki Lengser pun segera pamitan dari
hadapan rajanya untuk segera menjalankan tugasnya.

Sepanjang perjalanan Ki Lengser berpikir keras, untuk menyelamatkan nyawa Dewi


Naganingrum, karena dia yakin semua peristiwa yang terjadi adalah hasil rekayasa. Sesampainya di
sebuah hutan belantara akhirnya ki Lengser berhenti dan meminta Dewi Naganingrum untuk ikut turun.

Dibuatkannya sebuah gubug untuk tempat tinggal bagi Dewi Naganingrum, dengan segala
kelengkapannya meski sangat sederhana. Setelah dirasa cukup memberi nasehat kepada Dewi
Naganingrum, Ki Lengser berjanji akan menengoknya walaupun tidak bisa menjanjikan seberapa sering
dan seberapa lama. Dewi Naganingrum dalam hatinya berharap agar suatu hari nanti ia akan bertemu
dengan putranya yang sebenarnya, dan bisa kembali hidup di Istana Galuh bersama keluarganya. Ki
Lengser pun pulang kembali ke keraton Galuh untuk melapor kepada raja bahwa tugasnya membunuh
Dewi Naganingrum telah diselesaikannya dengan baik. Dan untuk buktinya Ki Lengser telah membasahi
senjatanya dengan darah binatang buruan di hutan tadi. Sehingga nampak pada senjatanya garis-garis
darah kering.

Sementara di tempat lain, di sebuah kampung yang bernama kampung Gegersunten hiduplah
sepasang suami istri yang sudah cukup tua. Tetapi mereka tidak memiliki anak satu orang pun.
Merekalah yang bernama Aki dan Nini Balangantrang. Suatu sore keduanya pergi kepinggiran kali

1
Citanduy untuk menengok Babadon (perangkap ikan) yang sudah mereka pasang sejak pagi buta.
Alangkah terkejutnya mereka dan sekaligus bahagia ketika sampai ditempat mereka memasang
Babadon, karena disana mereka menjumpai sebuah keranjang besar yang berisi seorang bayi laki-laki
yang sangat lucu dan tampan, mungkin inilah jawaban doa yang selama ini mereka panjatkan tanpa
lelah. Sebutir telur ayam yang disertakan dengan bayi tersebut, telah dikirimnya oleh Aki Balangantrang
kepada se-ekor naga yang bernama Nagawiru dan bersemayam di gunung Padang. Naga ini bukanlah
naga sembarangan melainkan jelmaan seorang dewa, dan sudah menjadi tugasnya untuk mengerami
sebutir telur yang disertakan dengan bayi dari putra Barma Wijaya Kusumah. Yang kelak di kemudian
hari telur itu menetaskan seekor ayam jantan dan menjadi binatang piaraan serta kesayangan dari si
anak bayi yang dihanyutkan.

Waktu terus berlalu, tanpa terasa bayi itu sudah tumbuh remaja kini, tampan dan elok rupanya.
Dengan penuh ketekunan dan ketelatenan Aki dan Nini Balangantrang mewariskan semua ilmu
kesaktian yang mereka miliki kepada anak angkatnya. Pada suatu hari Aki Balangantrang kembali
mengajak putranya untuk berburu ke hutan di sekitar tempat tinggal mereka. Sesampainya di hutan
anak angkat Aki Balangantrang ini melihat seekor monyet yang dia anggap aneh karena baru melihatnya,
monyet itu bernama wanara. Kemudian diapun melihat seekor burung yang baru dijumpainya, burung
itu bernama ciung. Keduanya sepakat, nama dari kedua satwa itu digunakan sebagai nama anaknya.
Jadilah ia bernama Ciung Wanara.

Kini Ciung Wanara sudah tumbuh menjadi seorang pemuda. Ia ingin pergi ke Galuh.
Berangkatlah Ciung Wanara ke kerajaan Galuh dengan membawa serta ayam jantan kesayangannya.
Sesampainya di Galuh, Ciung Wanara bertemu dengan dua orang patih yang bernama Purawesi dan
Puragading. Kedua orang patih keraton itu tertarik melihat penampilan ciung Wanara, yang membawa-
bawa ayam jantan, akhirnya kedua patih itu menghampiri dan mengajak adu tanding dengan ayam
miliknya masing-masing. Ciung Wanarapun tidak menolak ajakan kedua orang patih tersebut, maka
terjadilah pertandingan sabung ayam di tengah alun-alun kota Galuh. Nasib baik berpihak pada Ciung
Wanara, ayam jantan kesayangannya memenangkan pertandingan dan ayam kedua patih tersebut kalah
sampai mati.

Kemenangan Ciung Wanara atas ayam milik kedua patih tersebut segera tersiar ke seantero
kerajaan Galuh hingga terdengar sampai ke keraton. Bahwa di kota ada seorang pemuda tampan
bernama Ciung Wanara memiliki seekor ayam jantan yang tangguh. Takdir telah mempertemukan
antara ayah dan anak yang selama ini terpisah oleh fitnah jahat perbuatan Dewi Pangrenyep.

Setelah mendapat cukup penjelasan dari pemuda tersebut, sang Prabu Barma Wijaya Kusumah
pun melanjutkan niatnya untuk mengajak pertandingan sabung ayam dengan Ciung Wanara. Dan ajakan
itu pun disambut baik oleh Ciung Wanara. Keduanya bersepakat, jika Ciung Wanara menjadi pemenang
dalam sabung ayam itu maka setengah dari kerajaan Galuh akan diberikan kepada Ciung Wanara dan
Ciung Wanara akan di akui sebagai anaknya. Ciung Wanara akan diangkat sebagai raja yang syah.
Namun sebaliknya, jika Ciung Wanara kalah dalam pertandingan sabung ayam tersebut, maka nyawa
Ciung Wanara menjadi taruhannya, dia akan dihukum mati sebagai bukti kekalahannya.

Dan sabung ayam pun segera berlangsung dengan seru, pada awalnya ayam milik Ciung Wanara
nampak kalah dan terdesak. Di saat yang sedang kritis itu Nagawiru pun datang dan masuk meraga
sukma ketubuh ayam milik Ciung Wanara. Ayam itu pun dengan serta merta menjadi segar dan kuat
kembali. Ciung Wanara segera kembali membawa ayamnya yang sudah dimandikan dan pertandingan

2
pun dilanjutkan. Kali ini berkat ada kekuatan Nagawiru di dalam tubuh ayam milik Ciung Wanara maka
dengan mudah dan cepat ayam milik Prabu Barma Wijaya Kusumahpun mulai kalah dan terdesak.
Bahkan ayam itu sering lari ketakutan keluar dari arena pertandingan. Ciung Wanara kembali
memenangkan pertandingan sabung ayam tersebut. Sesuai dengan kesepakatan Prabu Barma Wijaya
Kusumah pun memenuhi janjinya dan mengakui Ciung Wanara sebagai putranya yang syah. Maka
kerajaan Galuh pun dibagi dua oleh sang Prabu, setengahnya lagi diberikan kepada Hariangbanga dan
diangkat pula menjadi raja menggantikan dirinya. Segala rahasia kehidupan Ciung Wanarapun terbuka
sudah dan segala kesalahan yang dilakukan Dewi Pangrenyep terbongkar dengan sendirinya. Setelah Ki
Lengser menceritakan bahwa ibunya Dewi Naganingrum masih ada dan di asingkan di sebuah hutan.
Ciung Wanara sangat berbahagia dan segera menjemput ibundanya. Begitupun dengan kedua orang tua
angkatnya Aki dan Niini Balangantrang dibawa serta kekeraton. Kini Ciung Wanara telah menjadi
seorang raja.

Sementara itu Dewi Pangrenyep mulai hatinya ketar ketir setelah tahu kalau Ciung Wanara
adalah anak bayi yang dibuangnya dulu. Hingga akhirnya kegelisahan dan ke khawatirannya itu pun
segera terjawab dan terwujud. Prabu Ciung Wanara setelah tahu apa yang telah dilakukan oleh Dewi
Pangrenyep terhadap ibunda dan dirinya sendiri, maka segera membentuk pasukan khusus untuk
menangkap Dewi Pangrenyep. Tanpa menemui kesulitan yang berarti Dewi pangrenyep segera
tertangkap dan di jebloskan kedalam penjara istana untuk membayar segala kejahatan dan kekejiannya.

Sementara Raden Hariangbanga sangat kaget ketika mengetahui kalau ibundanya tercinta telah
ditangkap oleh tentara prabu Ciung Wanara dan dijebloskan ke dalam penjara. Pertarungan antara dua
orang adik kakak beda ibu itupun tak dapat terelakan lagi. Pertarungan sengit terus terjadi dan raden
Hariangbanga harus berlaku satria dia kalah terdesak oleh adiknya Ciung Wanara.

Konon menurut tutur yang beredar di masyarakat tatar Pasundan, karena kalah terdesak dalam
pertarungan tubuh raden Hariangbanga dilempar oleh Ciung Wanara hingga menyebrangi sungai
Cipamali, maka sejak itulah kerajaan Galuh benar benar terbagi menjadi dua.

...::: TAMAT :::....

3
Bahasa Sunda

LEGENDA CIUNG WANARA


(Cerita rakyat Pasundan)

Dahulu basa tangtung hiji Karajaan di Tatar pasundan Jawa kulon anu namina karajaan Galuh.
Dina mangsa eta raja anu nyepeng tampuk kapamingpinan namina Raden Barma Wijaya Kusumah. Sang
raja ngabogaan dua jalmi permaisuri. Anu kahiji namina Nyimas Batari Naganingrum sarta anu kadua
namina Nyimas Batari Pangrenyep. Sarta dina wanci eta kadua permaisuri kasebat kanggo dina kaayaan
ngandung.

Hingga tibalah wanci ngababarkeun, Batari pangrenyep ngababarkeun leuwih tiheula. Ti


pianakan na lahirlah saurang orok salaki-salaki anu dibere wasta Hariangbanga. Henteu lami saterusna,
Batari Naganingrum oge ngababarkeun, dina wanci Batari Naganingrum ngababarkeun anu bertindak
minangka bidan (Paraji sunda) nyaeta Batari Pangrenyep. Ti pianakan Batari Naganingrum oge lahirlah
saurang orok salaki-salaki oge.

Selama ieu Batari Pangrenyep henteu hayangeun saurang pamajikan pesaing kanggo dirina,
margi lamun aya permaisuri sanes mangka jaga takhta karajaan oge bade kabagi barobah kaayaan dua
sarta eta henteu pisan di hoyong na.

Tanpa sakanyaho Batari Naganingrum, orok salaki-salaki na atos ditukeur na kalawan seekor
anak anjing, sedengkeun orok anu saleresna atos dimasukannya ka jero hiji karinjang kalawan diajak
sebutir endog hayam, kaliwat orok dina karinjang eta dipalidkeun na ka walungan Citanduy.

Pada wanci murka Raja nyauran Ki Lengser (Penasehat raja), nanging ayeuna sanes kanggo neda
nasehat, kalah marentahkeun ka Lengser supados Batari Naganingrum geura-giru dipaehan sarta
dipiceun layon na ka tempat anu tebih. Tanpa ngamanah paos Ki Lengser oge geura-giru pamitan ti
hadapan raja na kanggo geura-giru ngajalankeun pancen na.

Sepanjang lalampahan Ki Lengser mikir teuas, kanggo nyalametkeun nyawa Batari Naganingrum,
margi anjeunna yakin sadaya kajadian anu lumangsung nyaeta kenging rekayasa. Sesampainya disebuah
leuweung belantara ahirna ki Lengser eureun sarta neda Batari Naganingrum kanggo ngiring turun.

Dipangnyieunkeun na hiji gubug kanggo tempat tinggal kanggo Batari Naganingrum, kalawan
saniskanten kelengkapannya cacak basajan pisan. Sanggeus dirasa cekap masihan nasehat ka Batari
Naganingrum, Ki Lengser berjanji bade ngalayad na sanaos henteu tiasa ngajangjian sabaraha sering
sarta sabaraha lami. Batari Naganingrum dina hatena ngaharepkeun supados hiji dinten antos manehna
bade patepang kalawan putra na anu saleresna, sarta tiasa balik hirup di Karaton Galuh sareng
kulawargana. Ki Lengser oge wangsul balik ka keraton Galuh kanggo ngalapor ka raja yen pancen na
maehan Batari Naganingrum atos dipungkas na kalawan sae. Sarta kanggo buktos na Ki Lengser atos
ngabaseuhan pakarangna kalawan getih sato buruan di leuweung tadi. Ku kituna nampak dina
pakarangna gurat-gurat getih tuus.

Samentara di tempat sanes, disebuah lembur anu namina lembur Gegersunten hiduplah
sapasang salaki-pamajikan anu atos cekap sepuh. Nanging maranehanana henteu ngabogaan anak hiji

4
jalmi oge. Merekalah anu namina Aki sarta Nini Balangantrang. Hiji sonten duanana mios ka pinggiran
kali Citanduy kanggo ngalayad Babadon (jebak lauk) anu atos maranehanana pasang saprak isuk lolong.
Alangkah kaget na maranehanana sarta sakaligus bingah sabot dugi ditempat maranehanana
masangkeun Babadon, margi disana maranehanana nepungan hiji karinjang ageung anu eusina saurang
orok salaki-salaki anu lucu pisan sarta tampan,manawi ieu pisan jawaban dua anu salila ieu
maranehanana panjatkan tanpa lungse. Sebutir endog hayam anu diajak kalawan orok kasebat, atos
dikirim na ku Aki Balangantrang ka se-buntut naga anu namina Nagawiru sarta bersemayam di gunung
Lapangan. Naga ieu lain naga gagabah kalah jelmaan saurang dewa, sarta atos barobah kaayaan pancen
na kanggo mengerami sebutir endog anu diajak kalawan orok ti putra Barma Wijaya Kusumah. Anu jaga
di poe kahareupnakeun endog eta menetaskeun seekor jago sarta barobah kaayaan sato piaraan sarta
kanyaah ti si anak orok anu dipalidkeun.

Wanci teras langkung, tanpa karasaeun orok eta atos tumuwuh rumaja kiwari, tampan sarta
endah rupina. Kalawan caos ketekunan sarta ketelatenan Aki sarta Nini Balangantrang ngawariskeun
sadaya elmu kesaktian anu maranehanana piboga ka anak leumpang na. Dina hiji dinten Aki
Balangantrang balik ngajak putra na kanggo moro ka leuweung di kira-kira tempat tinggal
maranehanana. Sesampainya di leuweung anak leumpang Aki Balangantrang ieu ningali seekor monyet
anu anjeunna anggap aheng margi anyar ningali na, monyet eta namina wanara. Saterusna anjeunna
oge ningali seekor manuk anu anyar ditepungan na, manuk eta namina ciung. Duanana sapuk, wasta ti
kadua satwa eta dipake minangka wasta anakna. Jadilah manehna namina Ciung Wanara.

Kiwari Ciung Wanara atos tumuwuh barobah kaayaan saurang nonoman. Manehna hoyong mios
ka Galuh. Berangkatlah Ciung Wanara ka karajaan Galuh kalawan ngabantun sarta jago kanyaah na.
Sesampainya di Galuh, Ciung Wanara patepang kalawan dua jalmi patih anu namina Purawesi sarta
Puragading. Kadua jalmi patih keraton eta kabetot ningali penampilan ciung Wanara, anu ngabantun-
bantun jago, ahirna kadua patih eta nyampeurkeun sarta ngajak aben gelut kalawan hayam bogana
sewang-nasing. Ciung Wanara oge henteu nampik ajakan kadua jalmi patih kasebat, mangka terjadilah
pertandingan adu hayam di keur alun-alun dayeuh Galuh. Nasib sae berpihak dina Ciung Wanara, jago
kanyaah na meunang pertandingan sarta hayam kadua patih kasebat eleh dugi nilar.

Kameunang Ciung Wanara luhur hayam kaduh kadua patih kasebat geura-giru tersiar ka sakuliah
dayeuh Galuh dugi kadenge dugi kekeraton. Yen di dayeuh aya saurang nonoman tampan namina Ciung
Wanara ngabogaan seekor jago anu tangguh. Takdir atos mempertemukeun antawis bapa sarta anak
anu salila ieu terpisah ku fitnah jahat gawena Batari Pangrenyep.

Sanggeus mendapat cekap wawaran ti nonoman kasebat, sang Prabu Barma Wijaya Kusumah
oge neruskeun niat na kanggo ngajak pertandingan adu hayam kalawan Ciung Wanara. Sarta ajakan eta
oge dipapag sae ku Ciung Wanara. Duanana bersepakat, Lamun Ciung Wanara barobah kaayaan pinunjul
dina adu hayam eta mangka palih ti karajaan Galuh bade dibikeun ka Ciung Wanara sarta Ciung Wanara
bade di angken minangka anakna. Ciung Wanara bade diangkat minangka raja anu syah. Nanging
sawangsulna, lamun Ciung Wanara eleh dina pertandingan adu hayam kasebat, mangka nyawa Ciung
Wanara barobah kaayaan taruhannya, anjeunna bade dihukum nilar minangka buktos kaeleh na.

Sarta adu hayam oge geura-giru lumangsung kalawan seru, dina mimitina hayam kaduh Ciung
Wanara nampak eleh sarta terdesak. Disaat anu kanggo kritis eta Nagawiru oge dongkap sarta lebet
meraga sukma ketubuh hayam kaduh Ciung Wanara. Hayam eta oge kalawan sarta merta barobah
kaayaan seger sarta kiat balik. Ciung Wanara geura-giru balik ngabantun hayam na anu atos

5
dimandikeun sarta pertandingan oge dituluykeun. Ayeuna berkat aya kakiatan Nagawiru didalam salira
hayam kaduh Ciung Wanara mangka kalawan gampil sarta enggal hayam kaduh Prabu Barma Wijaya
Kusumah oge mimiti eleh sarta terdesak. Sumawonten hayam eta sering lumpat sieun kajabi ti arena
pertandingan. Ciung Wanara balik meunang pertandingan adu hayam kasebat. Luyu kalawan kasapukan
Prabu Barma Wijaya Kusumah oge nyumponan jangji na sarta ngajirim Ciung Wanara minangka putra na
anu syah. Mangka karajaan Galuh oge dibagi dua ku sang Prabu, palih na deui dibikeun ka Hariangbanga
sarta diangkat deui barobah kaayaan raja ngagantikeun dirina. Saniskanten rusiah kahirupan Ciung
Wanara oge kabuka atos sarta saniskanten kalepatan anu dipigawe Batari Pangrenyep kabongkar ku
sorangan. Sanggeus Ki Lengser nyaritakeun yen indungna Batari Naganingrum aya keneh sarta di
asingkan di hiji leuweung Ciung Wanara berbahagia pisan sarta geura-giru mapag ibu na. Begitu oge
kalawan kadua sepuh leumpang na Aki sarta Niini Balangantrang dibawa sarta kekeraton. Kiwari Ciung
Wanara atos barobah kaayaan saurang raja.

Samentara eta, Batari Pangrenyep mimiti hatena ketar ketir sanggeus terang lamun Ciung
Wanara nyaeta anak orok anu dipiceun na tiheula. Dugi ahirna kegelisahan sarta ka khawatirannya eta
oge geura-giru kajawab sarta kabiruyungan. Prabu Ciung Wanara sanggeus terang naon anu atos
dipigawe ku Batari Pangrenyep ka ibu sarta dirina sorangan, mangka geura-giru nyieun pasukan husus
kanggo nyerek Batari Pangrenyep. Tanpa manggihan kahese anu hartina Batari pangrenyep geura-giru
tertangkap sarta di jebloskan kedalam panjara karaton kanggo mayar saniskanten kajahatan sarta
kekejiannya .

Samentara Raden Hariangbanga reuwas pisan sabot terang lamun ibuna tercinta atos ditewak
ku soldadu prabu Ciung Wanara sarta diasupkeun ka jero panjara. Pertarungan antawis dua jalmi adi
raka benten indung eta oge tak tiasa terelakan deui. Pertarungan hapeuk teras lumangsung sarta raden
Hariangbanga kedah lumangsung satria anjeunna eleh terdesak ku adi na Ciung Wanara.

Konon nurutkeun ceuk anu medar di balarea tatar Pasundan, margi eleh terdesak dina
pertarungan salira raden Hariangbanga dialung ku Ciung Wanara dugi menyebrangi walungan Cipamali,
mangka saprak eta pisan karajaan galuh leres leres kabagi barobah kaayaan dua.

...::: TAMAT :::....

6
UNSUR-UNSUR INTRINSIK LEGENDA CIUNG WANARA

1. Tema:
Bahasa Indonesia Kerajaan
Bahasa Sunda Karajaan

2. Penokohan:
Bahasa Indonesia a. Ciung Wanara
: Baik, pemberani, sabar, dan pantang menyerah.
b. Raden Barma Wijaya Kusumah
: Mudah marah, angkuh, tepat janji, dan adil.
c. Nyimas Dewi Naganingrum
: Sabar, dan tidak mudah putus asa.
d. Nyimas Dewi Pangrenyep
: Jahat, dengki, dan pembohong.
e. Ki Lengser
: Baik, dan suka menolong.
f. Aki dan Nini Balangantrang
: Suka menolong, sakti, baik, ulet, dan tekun.
g. Nagawiru
: Sakti, baik, dan mau menolong.
h. Raden Hariangbanga
: Tidak dapat menerima kenyataan, dengki, dan pemberani.
Bahasa Sunda a. Ciung Wanara
: Sae, gede wananen, sabar, jeung pantang nyerah.
b. Raden Barma Wijaya Kusumah
: Gampil ambek, angkuh, pas jangji, jeung adil.
c. Nyimas Batari Naganingrum
: Sabar, jeung henteu gampil paturay pangharepan.
d. Nyimas Batari Pangrenyep
: Jahat, julig, jeung pembohong.
e. Ki Lengser
: Sae, jeung resep nulungan.
f. Aki sarta Nini Balangantrang
: Resep nulungan, sakti, sae, ulet, jeung leukeun.
g. Nagawiru
: Sakti, sae, jeung hoyong nulungan.
h. Raden Hariangbanga
: Henteu tiasa nampi kanyataan, julig, jeung gede wananen.

3. Alur:
Bahasa Indonesia Maju
Bahasa Sunda Maju

7
4. Latar:
Bahasa Indonesia (1) Latar Waktu
: Dahulu kala, saat melahirkan, sejak pagi buta, suatu sore.
(2) Latar Tempat
: Sebuah Kerajaan di Tatar pasundan Jawa barat yang bernama kerajaan
Galuh, sungai Citanduy, kampung Gegersunten, gunung Padang, Keraton,
penjara istana, sungai Cipamali.
(3) Latar Suasana
: Menegangkan, dan mengharukan.
Bahasa Sunda (1) Latar Waktu
: Kapungkur basa,wanci ngababarkeun,saprak isuk lolong,hiji sonten.
(2) Latar Tempat
: Hiji Karajaan di Tatar pasundan Jawa kulon anu namina karajaan
Galuh, walungan Citanduy, lembur Gegersunten, gunung
Lapangan, Keraton, panjara karaton, walungan Cipamali.
(3) Latar Suasana
: Menegangkeun,sarta matak kagagas.

5. Amanat:
Bahasa Indonesia Janganlah dengki terhadap kebahagiaan orang lain apalagi sampai berbuat
jahat, sabar dalam menghadapi cobaan, selalu membantu orang lain yang
sedang berada dalam kesulitan, ikhlas dalam menghadapi kenyataan, dan
jangan mudah marah.
Bahasa Sunda Ulah julig ka kabagjaan batur sumawonten dugi migawe jahat, sabar dina
nyanghareupan cocobi, sok ngabantuan batur anu kanggo aya dina kahese,
cios dina nyanghareupan kanyataan, jeung ulah gampil ambek.

Anda mungkin juga menyukai