Anda di halaman 1dari 12

Ciung Wanara

Nama Kelompok :
Sofyan Adhi Herlambang
Hary Setya
Attar Dikdo Wibowo
LEGENDA CIUNG WANARA
(Cerita rakyat Pasundan)

Dahulu kala berdiri sebuah Kerajaan di Tatar pasundan Jawa barat yang
bernama kerajaan Galuh. Pada masa itu raja yang memegang tampuk
kepemimpinan bernama Raden Barma Wijaya Kusumah. Sang raja memiliki dua
orang permaisuri. Yang pertama bernama Nyimas Dewi Naganingrum dan yang
kedua bernama Nyimas Dewi Pangrenyep. Dan pada waktu itu kedua permaisuri
tersebut sedang dalam keadaan mengandung.
Hingga tibalah saat melahirkan, Dewi pangrenyep melahirkan terlebih
dahulu. Dari rahimnya lahirlah seorang bayi laki-laki yang diberi nama
Hariangbanga. Tidak lama kemudian, Dewi Naganingrum pun melahirkan, pada
saat Dewi Naganingrum melahirkan yang bertindak sebagai bidan (Paraji sunda)
adalah Dewi Pangrenyep. Dari rahim Dewi Naganingrum pun lahirlah seorang bayi
laki-laki juga.
Selama ini Dewi Pangrenyep tidak menginginkan seorang istri pesaing
bagi dirinya, karena jika ada permaisuri lain maka kelak takhta kerajaan pun akan
terbagi menjadi dua dan itu sangat tidak di inginkannya.
Tanpa sepengetahuan Dewi Naganingrum, bayi laki-lakinya telah
ditukarnya dengan seekor anak anjing, sedangkan bayi yang sebenarnya telah
dimasukannya ke dalam sebuah keranjang dengan disertakan sebutir telur ayam,
lalu bayi dalam keranjang itu dihanyutkannya kesungai Citanduy.
Pada saat murka Raja memanggil Ki Lengser (Penasehat raja), tetapi kali
ini bukan untuk meminta nasehat, melainkan memerintahkan kepada Lengser agar
Dewi Naganingrum segera dibunuh dan dibuang mayatnya ke tempat yang jauh.
Tanpa pikir panjang Ki Lengser pun segera pamitan dari hadapan rajanya untuk
segera menjalankan tugasnya.
Sepanjang perjalanan Ki Lengser berpikir keras, untuk menyelamatkan
nyawa Dewi Naganingrum, karena dia yakin semua peristiwa yang terjadi adalah
hasil rekayasa. Sesampainya di sebuah hutan belantara akhirnya ki Lengser
berhenti dan meminta Dewi Naganingrum untuk ikut turun.
Dibuatkannya sebuah gubug untuk tempat tinggal bagi Dewi
Naganingrum, dengan segala kelengkapannya meski sangat sederhana. Setelah
dirasa cukup memberi nasehat kepada Dewi Naganingrum, Ki Lengser berjanji
akan menengoknya walaupun tidak bisa menjanjikan seberapa sering dan seberapa
lama. Dewi Naganingrum dalam hatinya berharap agar suatu hari nanti ia akan
bertemu dengan putranya yang sebenarnya, dan bisa kembali hidup di Istana Galuh
bersama keluarganya. Ki Lengser pun pulang kembali ke keraton Galuh untuk
melapor kepada raja bahwa tugasnya membunuh Dewi Naganingrum telah
diselesaikannya dengan baik. Dan untuk buktinya Ki Lengser telah membasahi
senjatanya dengan darah binatang buruan di hutan tadi. Sehingga nampak pada
senjatanya garis-garis darah kering.
Sementara di tempat lain, di sebuah kampung yang bernama kampung
Gegersunten hiduplah sepasang suami istri yang sudah cukup tua. Tetapi mereka
tidak memiliki anak satu orang pun. Merekalah yang bernama Aki dan Nini
Balangantrang. Suatu sore keduanya pergi kepinggiran kali Citanduy untuk
menengok Babadon (perangkap ikan) yang sudah mereka pasang sejak pagi buta.
Alangkah terkejutnya mereka dan sekaligus bahagia ketika sampai ditempat
mereka memasang Babadon, karena disana mereka menjumpai sebuah keranjang
besar yang berisi seorang bayi laki-laki yang sangat lucu dan tampan, mungkin
inilah jawaban doa yang selama ini mereka panjatkan tanpa lelah. Sebutir telur
ayam yang disertakan dengan bayi tersebut, telah dikirimnya oleh Aki
Balangantrang kepada se-ekor naga yang bernama Nagawiru dan bersemayam di
gunung Padang. Naga ini bukanlah naga sembarangan melainkan jelmaan seorang
dewa, dan sudah menjadi tugasnya untuk mengerami sebutir telur yang disertakan
dengan bayi dari putra Barma Wijaya Kusumah. Yang kelak di kemudian hari telur
itu menetaskan seekor ayam jantan dan menjadi binatang piaraan serta kesayangan
dari si anak bayi yang dihanyutkan.
Waktu terus berlalu, tanpa terasa bayi itu sudah tumbuh remaja kini,
tampan dan elok rupanya. Dengan penuh ketekunan dan ketelatenan Aki dan Nini
Balangantrang mewariskan semua ilmu kesaktian yang mereka miliki kepada anak
angkatnya. Pada suatu hari Aki Balangantrang kembali mengajak putranya untuk
berburu ke hutan di sekitar tempat tinggal mereka. Sesampainya di hutan anak
angkat Aki Balangantrang ini melihat seekor monyet yang dia anggap aneh karena
baru melihatnya, monyet itu bernama wanara. Kemudian diapun melihat seekor
burung yang baru dijumpainya, burung itu bernama ciung. Keduanya sepakat,
nama dari kedua satwa itu digunakan sebagai nama anaknya. Jadilah ia bernama
Ciung Wanara.
Kini Ciung Wanara sudah tumbuh menjadi seorang pemuda. Ia ingin
pergi ke Galuh. Berangkatlah Ciung Wanara ke kerajaan Galuh dengan membawa
serta ayam jantan kesayangannya. Sesampainya di Galuh, Ciung Wanara bertemu
dengan dua orang patih yang bernama Purawesi dan Puragading. Kedua orang
patih keraton itu tertarik melihat penampilan ciung Wanara, yang membawa-bawa
ayam jantan, akhirnya kedua patih itu menghampiri dan mengajak adu tanding
dengan ayam miliknya masing-masing. Ciung Wanarapun tidak menolak ajakan
kedua orang patih tersebut, maka terjadilah pertandingan sabung ayam di tengah
alun-alun kota Galuh. Nasib baik berpihak pada Ciung Wanara, ayam jantan
kesayangannya memenangkan pertandingan dan ayam kedua patih tersebut kalah
sampai mati.
Kemenangan Ciung Wanara atas ayam milik kedua patih tersebut segera
tersiar ke seantero kerajaan Galuh hingga terdengar sampai ke keraton. Bahwa di
kota ada seorang pemuda tampan bernama Ciung Wanara memiliki seekor ayam
jantan yang tangguh. Takdir telah mempertemukan antara ayah dan anak yang
selama ini terpisah oleh fitnah jahat perbuatan Dewi Pangrenyep.
Setelah mendapat cukup penjelasan dari pemuda tersebut, sang Prabu
Barma Wijaya Kusumah pun melanjutkan niatnya untuk mengajak pertandingan
sabung ayam dengan Ciung Wanara. Dan ajakan itu pun disambut baik oleh Ciung
Wanara. Keduanya bersepakat, jika Ciung Wanara menjadi pemenang dalam
sabung ayam itu maka setengah dari kerajaan Galuh akan diberikan kepada Ciung
Wanara dan Ciung Wanara akan di akui sebagai anaknya. Ciung Wanara akan
diangkat sebagai raja yang syah. Namun sebaliknya, jika Ciung Wanara kalah
dalam pertandingan sabung ayam tersebut, maka nyawa Ciung Wanara menjadi
taruhannya, dia akan dihukum mati sebagai bukti kekalahannya.
Dan sabung ayam pun segera berlangsung dengan seru, pada awalnya
ayam milik Ciung Wanara nampak kalah dan terdesak. Di saat yang sedang kritis
itu Nagawiru pun datang dan masuk meraga sukma ketubuh ayam milik Ciung
Wanara. Ayam itu pun dengan serta merta menjadi segar dan kuat kembali. Ciung
Wanara segera kembali membawa ayamnya yang sudah dimandikan dan
pertandingan pun dilanjutkan. Kali ini berkat ada kekuatan Nagawiru di dalam
tubuh ayam milik Ciung Wanara maka dengan mudah dan cepat ayam milik Prabu
Barma Wijaya Kusumahpun mulai kalah dan terdesak. Bahkan ayam itu sering lari
ketakutan keluar dari arena pertandingan. Ciung Wanara kembali memenangkan
pertandingan sabung ayam tersebut. Sesuai dengan kesepakatan Prabu Barma
Wijaya Kusumah pun memenuhi janjinya dan mengakui Ciung Wanara sebagai
putranya yang syah. Maka kerajaan Galuh pun dibagi dua oleh sang Prabu,
setengahnya lagi diberikan kepada Hariangbanga dan diangkat pula menjadi raja
menggantikan dirinya. Segala rahasia kehidupan Ciung Wanarapun terbuka sudah
dan segala kesalahan yang dilakukan Dewi Pangrenyep terbongkar dengan
sendirinya. Setelah Ki Lengser menceritakan bahwa ibunya Dewi Naganingrum
masih ada dan di asingkan di sebuah hutan. Ciung Wanara sangat berbahagia dan
segera menjemput ibundanya. Begitupun dengan kedua orang tua angkatnya Aki
dan Niini Balangantrang dibawa serta kekeraton. Kini Ciung Wanara telah menjadi
seorang raja.
Sementara itu Dewi Pangrenyep mulai hatinya ketar ketir setelah tahu
kalau Ciung Wanara adalah anak bayi yang dibuangnya dulu. Hingga akhirnya
kegelisahan dan ke khawatirannya itu pun segera terjawab dan terwujud. Prabu
Ciung Wanara setelah tahu apa yang telah dilakukan oleh Dewi Pangrenyep
terhadap ibunda dan dirinya sendiri, maka segera membentuk pasukan khusus
untuk menangkap Dewi Pangrenyep. Tanpa menemui kesulitan yang berarti Dewi
pangrenyep segera tertangkap dan di jebloskan kedalam penjara istana untuk
membayar segala kejahatan dan kekejiannya.
Sementara Raden Hariangbanga sangat kaget ketika mengetahui kalau
ibundanya tercinta telah ditangkap oleh tentara prabu Ciung Wanara dan
dijebloskan ke dalam penjara. Pertarungan antara dua orang adik kakak beda ibu
itupun tak dapat terelakan lagi. Pertarungan sengit terus terjadi dan raden
Hariangbanga harus berlaku satria dia kalah terdesak oleh adiknya Ciung Wanara.
Konon menurut tutur yang beredar di masyarakat tatar Pasundan, karena
kalah terdesak dalam pertarungan tubuh raden Hariangbanga dilempar oleh Ciung
Wanara hingga menyebrangi sungai Cipamali, maka sejak itulah kerajaan Galuh
benar benar terbagi menjadi dua.

...::: TAMAT :::....


Bahasa Sunda

LEGENDA CIUNG WANARA


(Cerita rakyat Pasundan)

Dahulu basa tangtung hiji Karajaan di Tatar pasundan Jawa kulon anu
namina karajaan Galuh. Dina mangsa eta raja anu nyepeng tampuk kapamingpinan
namina Raden Barma Wijaya Kusumah. Sang raja ngabogaan dua jalmi
permaisuri. Anu kahiji namina Nyimas Batari Naganingrum sarta anu kadua
namina Nyimas Batari Pangrenyep. Sarta dina wanci eta kadua permaisuri kasebat
kanggo dina kaayaan ngandung.
Hingga tibalah wanci ngababarkeun, Batari pangrenyep ngababarkeun
leuwih tiheula. Ti pianakan na lahirlah saurang orok salaki-salaki anu dibere wasta
Hariangbanga. Henteu lami saterusna, Batari Naganingrum oge ngababarkeun,
dina wanci Batari Naganingrum ngababarkeun anu bertindak minangka bidan
(Paraji sunda) nyaeta Batari Pangrenyep. Ti pianakan Batari Naganingrum oge
lahirlah saurang orok salaki-salaki oge.
Selama ieu Batari Pangrenyep henteu hayangeun saurang pamajikan
pesaing kanggo dirina, margi lamun aya permaisuri sanes mangka jaga takhta
karajaan oge bade kabagi barobah kaayaan dua sarta eta henteu pisan di hoyong na.
Tanpa sakanyaho Batari Naganingrum, orok salaki-salaki na atos
ditukeur na kalawan seekor anak anjing, sedengkeun orok anu saleresna atos
dimasukannya ka jero hiji karinjang kalawan diajak sebutir endog hayam, kaliwat
orok dina karinjang eta dipalidkeun na ka walungan Citanduy.
Pada wanci murka Raja nyauran Ki Lengser (Penasehat raja), nanging
ayeuna sanes kanggo neda nasehat, kalah marentahkeun ka Lengser supados Batari
Naganingrum geura-giru dipaehan sarta dipiceun layon na ka tempat anu tebih.
Tanpa ngamanah paos Ki Lengser oge geura-giru pamitan ti hadapan raja na
kanggo geura-giru ngajalankeun pancen na.
Sepanjang lalampahan Ki Lengser mikir teuas, kanggo nyalametkeun
nyawa Batari Naganingrum, margi anjeunna yakin sadaya kajadian anu
lumangsung nyaeta kenging rekayasa. Sesampainya disebuah leuweung belantara
ahirna ki Lengser eureun sarta neda Batari Naganingrum kanggo ngiring turun.
Dipangnyieunkeun na hiji gubug kanggo tempat tinggal kanggo Batari
Naganingrum, kalawan saniskanten kelengkapannya cacak basajan pisan.
Sanggeus dirasa cekap masihan nasehat ka Batari Naganingrum, Ki Lengser
berjanji bade ngalayad na sanaos henteu tiasa ngajangjian sabaraha sering sarta
sabaraha lami. Batari Naganingrum dina hatena ngaharepkeun supados hiji dinten
antos manehna bade patepang kalawan putra na anu saleresna, sarta tiasa balik
hirup di Karaton Galuh sareng kulawargana. Ki Lengser oge wangsul balik ka
keraton Galuh kanggo ngalapor ka raja yen pancen na maehan Batari Naganingrum
atos dipungkas na kalawan sae. Sarta kanggo buktos na Ki Lengser atos
ngabaseuhan pakarangna kalawan getih sato buruan di leuweung tadi. Ku kituna
nampak dina pakarangna gurat-gurat getih tuus.
Samentara di tempat sanes, disebuah lembur anu namina lembur
Gegersunten hiduplah sapasang salaki-pamajikan anu atos cekap sepuh. Nanging
maranehanana henteu ngabogaan anak hiji jalmi oge. Merekalah anu namina Aki
sarta Nini Balangantrang. Hiji sonten duanana mios ka pinggiran kali Citanduy
kanggo ngalayad Babadon (jebak lauk) anu atos maranehanana pasang saprak isuk
lolong. Alangkah kaget na maranehanana sarta sakaligus bingah sabot dugi
ditempat maranehanana masangkeun Babadon, margi disana maranehanana
nepungan hiji karinjang ageung anu eusina saurang orok salaki-salaki anu lucu
pisan sarta tampan,manawi ieu pisan jawaban dua anu salila ieu maranehanana
panjatkan tanpa lungse. Sebutir endog hayam anu diajak kalawan orok kasebat,
atos dikirim na ku Aki Balangantrang ka se-buntut naga anu namina Nagawiru
sarta bersemayam di gunung Lapangan. Naga ieu lain naga gagabah kalah jelmaan
saurang dewa, sarta atos barobah kaayaan pancen na kanggo mengerami sebutir
endog anu diajak kalawan orok ti putra Barma Wijaya Kusumah. Anu jaga di poe
kahareupnakeun endog eta menetaskeun seekor jago sarta barobah kaayaan sato
piaraan sarta kanyaah ti si anak orok anu dipalidkeun.
Wanci teras langkung, tanpa karasaeun orok eta atos tumuwuh rumaja
kiwari, tampan sarta endah rupina. Kalawan caos ketekunan sarta ketelatenan Aki
sarta Nini Balangantrang ngawariskeun sadaya elmu kesaktian anu maranehanana
piboga ka anak leumpang na. Dina hiji dinten Aki Balangantrang balik ngajak
putra na kanggo moro ka leuweung di kira-kira tempat tinggal maranehanana.
Sesampainya di leuweung anak leumpang Aki Balangantrang ieu ningali seekor
monyet anu anjeunna anggap aheng margi anyar ningali na, monyet eta namina
wanara. Saterusna anjeunna oge ningali seekor manuk anu anyar ditepungan na,
manuk eta namina ciung. Duanana sapuk, wasta ti kadua satwa eta dipake
minangka wasta anakna. Jadilah manehna namina Ciung Wanara.
Kiwari Ciung Wanara atos tumuwuh barobah kaayaan saurang nonoman.
Manehna hoyong mios ka Galuh. Berangkatlah Ciung Wanara ka karajaan Galuh
kalawan ngabantun sarta jago kanyaah na. Sesampainya di Galuh, Ciung Wanara
patepang kalawan dua jalmi patih anu namina Purawesi sarta Puragading. Kadua
jalmi patih keraton eta kabetot ningali penampilan ciung Wanara, anu ngabantun-
bantun jago, ahirna kadua patih eta nyampeurkeun sarta ngajak aben gelut kalawan
hayam bogana sewang-nasing. Ciung Wanara oge henteu nampik ajakan kadua
jalmi patih kasebat, mangka terjadilah pertandingan adu hayam di keur alun-alun
dayeuh Galuh. Nasib sae berpihak dina Ciung Wanara, jago kanyaah na meunang
pertandingan sarta hayam kadua patih kasebat eleh dugi nilar.
Kameunang Ciung Wanara luhur hayam kaduh kadua patih kasebat
geura-giru tersiar ka sakuliah dayeuh Galuh dugi kadenge dugi kekeraton. Yen di
dayeuh aya saurang nonoman tampan namina Ciung Wanara ngabogaan seekor
jago anu tangguh. Takdir atos mempertemukeun antawis bapa sarta anak anu salila
ieu terpisah ku fitnah jahat gawena Batari Pangrenyep.
Sanggeus mendapat cekap wawaran ti nonoman kasebat, sang Prabu
Barma Wijaya Kusumah oge neruskeun niat na kanggo ngajak pertandingan adu
hayam kalawan Ciung Wanara. Sarta ajakan eta oge dipapag sae ku Ciung Wanara.
Duanana bersepakat, Lamun Ciung Wanara barobah kaayaan pinunjul dina adu
hayam eta mangka palih ti karajaan Galuh bade dibikeun ka Ciung Wanara sarta
Ciung Wanara bade di angken minangka anakna. Ciung Wanara bade diangkat
minangka raja anu syah. Nanging sawangsulna, lamun Ciung Wanara eleh dina
pertandingan adu hayam kasebat, mangka nyawa Ciung Wanara barobah kaayaan
taruhannya, anjeunna bade dihukum nilar minangka buktos kaeleh na.
Sarta adu hayam oge geura-giru lumangsung kalawan seru, dina
mimitina hayam kaduh Ciung Wanara nampak eleh sarta terdesak. Disaat anu
kanggo kritis eta Nagawiru oge dongkap sarta lebet meraga sukma ketubuh hayam
kaduh Ciung Wanara. Hayam eta oge kalawan sarta merta barobah kaayaan seger
sarta kiat balik. Ciung Wanara geura-giru balik ngabantun hayam na anu atos
dimandikeun sarta pertandingan oge dituluykeun. Ayeuna berkat aya kakiatan
Nagawiru didalam salira hayam kaduh Ciung Wanara mangka kalawan gampil
sarta enggal hayam kaduh Prabu Barma Wijaya Kusumah oge mimiti eleh sarta
terdesak. Sumawonten hayam eta sering lumpat sieun kajabi ti arena pertandingan.
Ciung Wanara balik meunang pertandingan adu hayam kasebat. Luyu kalawan
kasapukan Prabu Barma Wijaya Kusumah oge nyumponan jangji na sarta ngajirim
Ciung Wanara minangka putra na anu syah. Mangka karajaan Galuh oge dibagi
dua ku sang Prabu, palih na deui dibikeun ka Hariangbanga sarta diangkat deui
barobah kaayaan raja ngagantikeun dirina. Saniskanten rusiah kahirupan Ciung
Wanara oge kabuka atos sarta saniskanten kalepatan anu dipigawe Batari
Pangrenyep kabongkar ku sorangan. Sanggeus Ki Lengser nyaritakeun yen
indungna Batari Naganingrum aya keneh sarta di asingkan di hiji leuweung Ciung
Wanara berbahagia pisan sarta geura-giru mapag ibu na. Begitu oge kalawan kadua
sepuh leumpang na Aki sarta Niini Balangantrang dibawa sarta kekeraton. Kiwari
Ciung Wanara atos barobah kaayaan saurang raja.
Samentara eta, Batari Pangrenyep mimiti hatena ketar ketir sanggeus
terang lamun Ciung Wanara nyaeta anak orok anu dipiceun na tiheula. Dugi ahirna
kegelisahan sarta ka khawatirannya eta oge geura-giru kajawab sarta
kabiruyungan. Prabu Ciung Wanara sanggeus terang naon anu atos dipigawe ku
Batari Pangrenyep ka ibu sarta dirina sorangan, mangka geura-giru nyieun pasukan
husus kanggo nyerek Batari Pangrenyep. Tanpa manggihan kahese anu hartina
Batari pangrenyep geura-giru tertangkap sarta di jebloskan kedalam panjara
karaton kanggo mayar saniskanten kajahatan sarta kekejiannya .
Samentara Raden Hariangbanga reuwas pisan sabot terang lamun ibuna
tercinta atos ditewak ku soldadu prabu Ciung Wanara sarta diasupkeun ka jero
panjara. Pertarungan antawis dua jalmi adi raka benten indung eta oge tak tiasa
terelakan deui. Pertarungan hapeuk teras lumangsung sarta raden Hariangbanga
kedah lumangsung satria anjeunna eleh terdesak ku adi na Ciung Wanara.
Konon nurutkeun ceuk anu medar di balarea tatar Pasundan, margi eleh
terdesak dina pertarungan salira raden Hariangbanga dialung ku Ciung Wanara
dugi menyebrangi walungan Cipamali, mangka saprak eta pisan karajaan galuh
leres leres kabagi barobah kaayaan dua.

...::: TAMAT :::....


UNSUR-UNSUR INTRINSIK LEGENDA CIUNG WANARA

1. Tema:
Bahasa Indonesia  Kerajaan

Bahasa Sunda  Karajaan

2. Penokohan:
Bahasa Indonesia  a. Ciung Wanara
: Baik, pemberani, sabar, dan pantang menyerah.
b. Raden Barma Wijaya Kusumah
: Mudah marah, angkuh, tepat janji, dan adil.
c. Nyimas Dewi Naganingrum
: Sabar, dan tidak mudah putus asa.
d. Nyimas Dewi Pangrenyep
: Jahat, dengki, dan pembohong.
e. Ki Lengser
: Baik, dan suka menolong.
f. Aki dan Nini Balangantrang
: Suka menolong, sakti, baik, ulet, dan tekun.
g. Nagawiru
: Sakti, baik, dan mau menolong.
h. Raden Hariangbanga
: Tidak dapat menerima kenyataan, dengki, dan
pemberani.

Bahasa Sunda  a. Ciung Wanara


: Sae, gede wananen, sabar, jeung pantang nyerah.
b. Raden Barma Wijaya Kusumah
: Gampil ambek, angkuh, pas jangji, jeung adil.
c. Nyimas Batari Naganingrum
: Sabar, jeung henteu gampil paturay pangharepan.
d. Nyimas Batari Pangrenyep
: Jahat, julig, jeung pembohong.
e. Ki Lengser
: Sae, jeung resep nulungan.
f. Aki sarta Nini Balangantrang
: Resep nulungan, sakti, sae, ulet, jeung leukeun.
g. Nagawiru
: Sakti, sae, jeung hoyong nulungan.
h. Raden Hariangbanga
: Henteu tiasa nampi kanyataan, julig, jeung gede
wananen.

3. Alur:
Bahasa Indonesia  Maju

Bahasa Sunda  Maju

4. Latar:
Bahasa Indonesia  (1) Latar Waktu
: Dahulu kala, saat melahirkan, sejak pagi buta,
suatu sore.
(2) Latar Tempat
: Sebuah Kerajaan di Tatar pasundan Jawa barat
yang bernama kerajaan Galuh, sungai Citanduy, kampung Gegersunten, gunung
Padang, Keraton, penjara istana, sungai Cipamali.
(3) Latar Suasana
: Menegangkan, dan mengharukan.

Bahasa Sunda  (1) Latar Waktu


: Kapungkur basa,wanci ngababarkeun,saprak isuk
lolong, hiji sonten.
(2) Latar Tempat
: Hiji Karajaan di Tatar pasundan Jawa kulon anu
namina karajaan Galuh, walungan Citanduy, lembur Gegersunten,
gunung Lapangan, Keraton, panjara karaton, walungan Cipamali.
(3) Latar Suasana
: Menegangkeun,sarta matak kagagas.

5. Amanat:
Bahasa Indonesia  Janganlah dengki terhadap kebahagiaan orang lain apalagi
sampai berbuat jahat, sabar dalam menghadapi cobaan, selalu membantu orang lain
yang sedang berada dalam kesulitan, ikhlas dalam menghadapi kenyataan,
dan jangan mudah marah.
Bahasa Sunda  Ulah julig ka kabagjaan batur sumawonten dugi migawe
jahat, sabar dina nyanghareupan cocobi, sok ngabantuan batur anu kanggo aya dina
kahese, cios dina nyanghareupan kanyataan, jeung ulah gampil ambek.

Anda mungkin juga menyukai