Anda di halaman 1dari 13

Makam Ki Ageng Selo

Makam Ki Ageng Selo teletak di Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo 10 km sebelah timur kota
Purwodadi, Kabupaten Grobogan sebagai obyek wisata spiritual, makam Ki Ageng Selo ini
sangat ramai dikunjungi oleh para peziarah pada malam jum'at, dengan tujuan untuk mencari
berkah agar permohonannya dikabulkan oleh Tuhan YME. Ki Ageng Selo sendiri menurut cerita
yang berkembang di masyarakat sekitar khususnya atau masyarakat jawa umumnya, diakui
memiliki kesaktian yang sangat luar biasa sampai-sampai dengan kesaktiannya ia dapat
menangkap petir.
Ki Ageng Selo dipercaya oleh masyarakat jawa sebagai cikal bakal yang menurunkan raja-raja
di tanah Jawa. Bahkan pemujaan kepada makam Ki Ageng Selo sampai sekarang masih
ditradisikan oleh raja-raja Surakarta dan Yogyakarta. Sebelum Gerebeg Mulud, utusan dari
Surakarta datang ke makam Ki Ageng Selo untuk mengambil api abadi yang selalu menyala di
dalam makam tersebut. Begitu pula tradisi yang dilakukan oleh raja-raja Yogyakarta. Api dari
sela dianggap sebagai api keramat.

Legenda dari Makam Ki Ageng Selo :


Cerita Ki Ageng Sela merupakan cerita legendaris. Tokoh ini dianggap sebagai penurun raja-raja
Mataram, Surakarta dan Yogyakarta sampai sekarang. Ki Ageng Sela atau Kyai Ageng
Ngabdurahman Sela, dimana sekarang makamnya terdapat di Desa Sela, Kecamatan
Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, adalah tokoh legendaris yang cukup dikenal oleh
masyarakat Daerah Grobogan, namun belum banyak diketahui tentang sejarahnya yang
sebenarnya. Dalam cerita tersebut dia lebih dikenal sebagai tokoh sakti yang mampu menangkap
halilintar (bledheg).
Menurut cerita dalam babad tanah Jawi (Meinama, 1905; Al - thoff, 1941), Ki Ageng Sela
adalah keturunan Majapahit. Raja Majapahit : Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan
kuning. Dari putri ini lahir seorang anak laki-laki yang dinamakan Bondan Kejawan. Karena
menurut ramalan ahli nujum anak ini akan membunuh ayahnya, maka oleh raja, Bondan
Kejawan dititipkan kepada juru sabin raja : Ki Buyut Masharar setelah dewasa oleh raja
diberikan kepada Ki Ageng Tarub untuk berguru agama Islam dan ilmu kesaktian.
Oleh Ki Ageng Tarub, namanya diubah menjadi Lembu Peteng. Dia dikawinkan dengan putri Ki
Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Ki
Ageng Tarub atau Kidang Telangkas tidak lama meninggal dunia, dan Lembu Peteng
menggantikan kedudukan mertuanya, dengan nama Ki Ageng Tarub II. Dari perkawinan antara
Lembu Peteng dengan Nawangsih melahirkan anak Ki Getas Pendowo dan seorang putri yang
kawin dengan Ki Ageng Ngerang. Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh orang yaitu : Ki
Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purna, Nyai Ageng Kare, Nyai Ageng Wanglu,
Nyai Ageng Bokong, Nyai Ageng Adibaya.
Kesukaan Ki Ageng Sela adalah bertapa dihutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap
sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi - bagikan kepada
tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Bahkan akhirnya Ki Ageng Sela
mendirikan perguruan Islam. Muridnya banyak, datang dari berbagai penjuru daerah. Salah satu
muridnya adalah Mas Karebet calon Sultan Pajang Hadiwijaya. Dalam tapanya itu Ki Ageng
selalu memohon kepada Tuhan agar dia dapat menurunkan raja-raja besar yang menguasai
seluruh Jawa.
Kala semanten Ki Ageng sampun pitung dinten pitung dalu wonten gubug pagagan saler
wetaning Tarub, ing wana Renceh. Ing wanci dalu Ki Ageng sare wonten ing ngriku, Ki
Jaka Tingkir (Mas Karebet) tilem wonten ing dagan. Ki Ageng Sela dhateng wana
nyangking kudhi, badhe babad. Kathinggal salebeting supeno Ki Jaka Tingkir sampun
wonten ing Wana, Sastra sakhatahing kekajengan sampun sami rebah, kaseredan dhateng
Ki Jaka Tingkir. (Altholif : 35 - 36).
Impian tersebut mengandung makna bahwa usaha Ki Ageng Sela untuk dapat menurunkan raja-
raja besar sudah di dahului oleh Jaka Tingkir atau Mas Karebet, Sultan Pajang pertama. Ki
Ageng kecewa, namun akhirnya hatinya berserah kepada kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa.
Hanya kemudian kepada Jaka tingkir, Ki Ageng sela berkata : Nanging thole, ing buri turunku
kena nyambungi ing wahyumu (Dirdjosubroto, 131; Altholif: 36 ).
Suatu ketika Ki Ageng Sela ingin melamar menjadi prajurit Tamtama di Demak. Syaratnya dia
harus mau diuji dahulu dengan diadu dengan banteng liar. Ki Ageng Sela dapat membunuh
banteng tersebut, tetapi dia takut kena percikan darahnya. Akibatnya lamarannya ditolak, sebab
seorang prajurit tidak boleh takut melihat darah. Karena sakit hati maka Ki Ageng mengamuk,
tetapi kalah dan kembali ke desanya, Sela.

Ki Ageng Sela menangkap “ bledheg “ cerita tutur dalam babad :


Ketika Sultan Demak : Trenggana masih hidup pada suatu hari Ki Ageng Sela pergi ke sawah.
Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar-benar hujan lebat
turun. Halilintar menyambar. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak-enak menyangkul, baru sebentar
dia mencangkul, datanglah “bledheg“ itu menyambar Ki Ageng, berwujud seorang kakek-kakek.
Kakek itu cepat-cepat ditangkapnya, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan
mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan
dihaturkan kepada Sultan demak.
Oleh Sultan “bledheg“ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun-alun.
Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “bledheg“ itu. Ketika itu datanglah seorang
nenek-nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg“ dan
diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan
dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “bledheg” tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung
kakek “bledheg” hancur berantakan.
Kemudian suatu ketika Ki Ageng nanggap wayang kulit dengan dhalang Ki Bicak. Istri Ki
Bicak sangat cantik. Ki Ageng jatuh cinta pada Nyai Bicak. Maka untuk dapat memperistri Nyai
Bicak, Kyai Bicak dibunuhnya. Wayang Bende dan Nyai Bicak diambilnya, “Bende“ tersebut
kemudian diberi nama Kyai Bicak, yang kemudian menjadi pusaka Kerajaan Mataram. Bila
“Bende“ tersebut dipukul dan suaranya menggema, bertanda perangnya akan menang tetapi
kalau dipukul tidak berbunyi pertanda perangnya akan kalah.
Peristiwa lain lagi : Pada suatu hari Ki Ageng Sela sedang menggendong anaknya di tengah
tanaman waluh dihalaman rumahnya. Datanglah orang mengamuk kepadanya. Orang itu dapat
dibunuhnya, tetapi dia “kesrimpet“ batang waluh dan jatuh telentang, sehingga kainnya lepas
dan dia menjadi telanjang. Oleh peristiwa tersebut maka Ki Ageng Sela menjatuhkan umpatan,
bahwa anak turunnya dilarang menanam waluh di halaman rumah memakai kain cinde .
… Saha lajeng dhawahaken prapasa, benjeng ing saturun - turunipun sampun nganthos
wonten ingkang nyamping cindhe serta nanem waluh serta dhahar wohipun. ( Dirdjosubroto
: 1928 : 152 – 153 ).
Dalam hidup berkeluarga Ki Ageng Sela mempunyai putra tujuh orang yaitu : Nyai Ageng
Lurung Tengah, Nyai Ageng Saba (Wanasaba), Nyai Ageng Basri, Nyai Ageng Jati, Nyai
Ageng Patanen, Nyai Ageng Pakis Dadu, dan bungsunya putra laki - laki bernama Kyai Ageng
Enis. Kyai Ageng Enis berputra Kyai Ageng Pamanahan yang kawin dengan putri sulung Kyai
Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri Kerajaan
Mataram. Adik Nyai Ageng Pamanahan bernama Ki Juru Martani. Ki Ageng Enis juga
mengambil anak angkat bernama Ki Panjawi. Mereka bertiga dipersaudarakan dan bersama -
sama berguru kepada Sunan Kalijaga bersama dengan Sultan Pajang Hadiwijaya (Jaka Tingkir).
Atas kehendak Sultan Pajang, Ki Ageng Enis diminta bertempat tinggal didusun lawiyan, maka
kemudian terkenal dengan sebutan Ki Ageng Lawiyan. Ketika dia meninggal juga dimakamkan
di desa Lawiyan. (M. Atmodarminto, 1955: 1222).
Dari cerita diatas bahwa Ki Ageng Sela adalah nenek moyang raja-raja Mataram Surakarta dan
Yogyakarta. Bahkan pemujaan kepada makam Ki Ageng Sela sampai sekarang masih
ditradisikan oleh raja-raja Surakarta dan Yogyakarta tersebut. Sebelum Garabeo Mulud, utusan
dari Surakarta datang ke makam Ki Ageng Sela untuk mengambil api abadi yang selalu menyala
didalam makam tersebut. Begitu pula tradisi yang dilakukan oleh raja-raja Yogyakarta Api dari
Sela dianggap sebagai keramat.
Bahkan dikatakan bahwa dahulu pengambilan api dilakukan dengan memakai arak-arakan, agar
setiap pangeran juga dapat mengambil api itu dan dinyalakan ditempat pemujaan di rumah
masing-masing. Menurut Shrieke (II : 53), api sela itu sesungguhnya mencerminkan “asas
kekuasaan bersinar”. Bahkan data-data dari sumber babad mengatakan bahkan kekuasaan sinar
itu merupakan lambang kekuasaan raja-raja didunia. Bayi Ken Arok bersinar, pusat Ken Dedes
bersinar; perpindahan kekuasaan dari Majapahit ke Demak diwujudkan karena adanya
perpindahan sinar; adanya wahyu kraton juga diwujudkan dalam bentuk sinar cemerlang.
Dari pandangan tersebut, api sela mungkin untuk bukti penguat bahwa di desa Sela terdapat
pusat Kerajaan Medang Kamulan yang tetap misterius itu. Di Daerah itu Reffles masih
menemukan sisa-sisa bekas kraton tua (Reffles, 1817 : 5). Peninggalan itu terdapat di daerah
distrik Wirasaba yang berupa bangunan Sitihinggil. Peninggalan lain terdapat di daerah
Purwodadi.
Sebutan “ Sela “ mungkin berkaitan dengan adanya “ bukit berapi yang berlumpur, sumber-
sumber garam dan api abadi yang keluar dari dalam bumi yang banyak terdapat di daerah
Grobogan tersebut.
Ketika daerah kerajaan dalam keadaan perang Diponegoro, Sunan dan Sultan mengadakan
perjanjian tanggal 27 September 1830 yang menetapkan bahwa makam-makam keramat di desa
Sela daerah Sukawati, akan tetap menjadi milik kedua raja itu. Untuk pemeliharaan makam
tersebut akan ditunjuk dua belas jung tanah kepada Sultan Yogyakarta di sekitar makam tersebut
untuk pemeliharaannya. (Graaf, 3,1985 : II). Daerah enclave sela dihapuskan pada 14 Januari
1902. Tetapi makam-makam berikut masjid dan rumah juru kunci yang dipelihara atas biaya
rata-rata tidak termasuk pembelian oleh Pemerintah.

Candi Prambanan

Candi Prambanan merupakan candi tercantik di dunia, peninggalan Hindu terbesar di Indonesia
yang terletak di kawasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kurang lebih berjarak
17-20 kilometer di sebelah timur Yogyakarta. Candi induk pada kompleks candi Prambanan
mengarah ke timur, dengan tinggi candi mencapai 47 meter. Candi Prambanan sering juga
disebut dengan nama candi Roro Jonggrang.

Berdasarkan Prasasti Siwagrha, sejarah candi Prambanan dibangun pada sekitar tahun 850
Masehi oleh raja-raja dari Dinasti Sanjaya tepatnya oleh Rakai Pikatan yang kemudian diperluas
oleh Balitung Maha Sambu pada masa kerajaan Medang Mataram. Pembangunannya ditujukan
untuk memberi pernghormatan pada Tri-Murti yakni tiga dewa utama dalam agama Hindu.
Agama Hindu mengenal Tri-Murti, yang terdiri dari Dewa Brahmana sebagai Dewa Pencipta,
Siwa sebagai Dewa Pemusnah dan Wishnu sebagai Dewa Pemelihara.

Dalam Prasasti Siwagrha terdapat uraian mengenai peristiwa sejarah peperangan antara
Balaputeradewa dari Dinasti Sailendra melawan Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya.
Balaputeradewa yang kalah melarikan diri ke Sumatera. Konsolidasi Dinasti Sanjaya inilah yang
menjadi permulaan dari masa pemerintahan baru yang diresmikan dengan pembangunan
gugusan candi Prambanan.

Terjadinya beberapa kali bencana alam seperti gempa bumi dan meletusnya gunung Merapi
serta adanya perpindahan pusat pemerintahan Dinasti Sanjaya ke Jawa Timur telah
menghancurkan kompleks candi Prambanan. Candi Prambanan dikenal kembali saat seorang
Belanda bernama C.A.Lons mengunjungi pulau Jawa pada tahun 1733 dan melaporkan tentang
adanya reruntuhan candi yang ditumbuhi semak belukar.

Pemugaran Kompleks Candi Prambanan

Pada tahun 1885 dilakukan usaha pertama kali untuk menyelamatkan candi Prambanan oleh
Ijzerman dengan membersihkan bilik-bilik candi dari reruntuhan batu. Pada tahun 1902, Van
Erp memimpin pekerjaan pembinaan terhadap candi Siwa, candi Wisnu dan candi Brahma.
Perhatian terhadap candi Prambanan terus berkembang. Pada tahun 1933 berhasil disusun
kembali candi Brahma dan Wisnu. Selanjutnya pemugaran diselesaikan oleh Pemerintah
Indonesia. Pada tanggal 23 Desember 1953 candi Siwa selesai dipugar dan secara resmi
dinyatakan selesai oleh Presiden Sukarno.

Pemerintah secara kontinyu melakukan pemugaran candi di wilayah Prambanan, diantaranya


yaitu pemugaran candi Brahma dan candi Wisnu. Pada tahun 1977 dimulai pemugaran candi
Brahma. Pada tanggal 23 Maret 1987 selesai dipugar dan diresmikan oleh Prof Dr. Haryati
Soebandio. Selanjutnya, Candi Wisnu mulai dipugar pada tahun 1982 dan selesai tanggal 27
April 1991 dengan diresmikan oleh Presiden Soeharto. Kegiatan pemugaran berikutnya
dilakukan terhadap 3 buah candi yang berada di depan candi Siwa, Wisnu dan Brahma beserta 4
candi kelir dan 4 candi disudut.

Bentuk Kompleks Candi Prambanan

Bagian atau bilik utama dari kompleks Prambanan ditempati oleh Dewa Siwa sebagai Dewa
Utama atau Mahadewa. Dari sini bisa disimpulkan bahwa Candi Prambanan merupakan Candi
untuk pemujaan Dewa Siwa. Candi Siwa ini juga sering disebut sebagai candi Roro Jonggrang.
Terdapat sebuah legenda di masyarakat yang bercerita tentang seorang putri yang jangkung atau
jonggrang. Roro Jonggrang merupakan putri dari Raja Boko, yang konon memerintah kerajaan
diatas bukit sebelah Selatan kompleks candi Prambanan. Sedangkan candi Brahma dan candi
Wishnu masing-masing memiliki 1 buah bilik yang ditempati oleh patung dewa-dewa yang
bersangkutan.

Bagian tepi candi dihiasi oleh pahatan relief cerita Ramayana yang dapat dinikmati jika kita
berjalan mengelilingi candi dengan pusat candi selalu di sebelah kanan kita, melalui lorong itu.
Cerita itu berlanjut pada candi Brahma yang terletak di sebelah selatan candi utama. Sedang
pada pagar candi Wishnu yang terletak di sebelah utara candi utama, terpahat relief cerita
Kresnadipayana yang menggambarkan kisah masa kecil Prabu Kresna sebagai penjelmaan Dewa
Wishnu dalam membasmi kejahatan di dunia.

Masyarakat umum, berdasar legenda, mengganggap bagian candi utama yang menghadap ke
utara berisi patung Roro Jonggrang. Walaupun sebenarnya itu adalah patung Dewi Durga,
permaisuri Dewa Shiwa. Legenda menceritakan bahwa patung Roro Jonggrang itu sebelumnya
adalah tubuh hidup dari putri Raja Boko, yang dikutuk oleh ksatria Bandung Bondowoso.

Terdapat enam buah candi, 2 kelompok candi saling berhadapan yang terletak pada sebuah
halaman berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi 110 meter. Terdapat tiga buah candi yang
berisi kendaraan ketiga Dewa Tri-Murti dihadapan ketiga candi. Ketiganya telah dipugar dan
hanya candi yang didepan candi Siwa yang masih berisi patung kendaraan Dewa Siwa, seekor
lembu yang bernama Nandi. Patung angsa kendaraan Dewa Brahma serta patung garuda
kendaraan Dewa Wishnu yang menghuni kedua bilik lainnya, kini telah dipugar.

Didalam kompleks Prambanan masih berdiri candi-candi lain, yaitu 2 buah candi pengapit
dengan ketinggian 16 meter yang saling berhadapan, yang sebuah berdiri di sebelah utara dan
yang lain di sebelah selatan, 4 buah candi kelir dan 4 buah candi sudut. Halaman dalam yang
dianggap masyarakat Hindu sebagai halaman paling sakral, terletak di halaman tengah yang
mempunyai sisi 222 meter, yang pada mulanya berisi candi-candi perwara sebanyak 224 buah
berderet-deret mengelilingi halaman dalam 3 baris. Diluar halaman tengah ini masih terdapat
halaman luar yang berbentuk segi empat dengan sisi sepanjang 390 meter.

Pantai Parangtritis

Pantai Parangtritis berada di pesisir selatan Kota Yogyakarta ini termasuk destinasi Wisata di
Bantulyang terkenal sampai mancanegara. dikarenakan lokasi pantainya yang cukup strategis,
dan tidak terlalu jauh dari kota inilah membuat parangtritis lebih banyak pengunjung dibanding
pantai lainnya.
Sejarah Pantai Parangtritis Yogyakarta
Banyak sekali cerita sejarah maupun mitos yang berkembang di balik nama Parangtritis. Seakan-
akan menyimpan seribu cerita yang menarik untuk diketahui selain untuk dinikmati
panoramanya. menurut cerita masyarakat, dahulu kala ada seorang bernama Dipokusumo yang
melarikan diri dari Kerajaan Majapahit.

Tatkala itu ia sedang bersemedi, melihat dari celah-celah batu karang yang menjatuhkan banyak
tetesan air. Dalam bahasa Jawa, karang disebut juga dengan “paran”. Sedangkan tetesan air itu
disebut dengan “tumatitis”, sehingga jadilah nama daerah itu dengan sebutan “Parangtritis”
artinya air yang menetes dari batu. Mungkin cerita itu menjadi salah satu asal usul Pantai
Parangtritis Daerah Istimewa Yogyakarta.

Cerita Pantai Parangtritis


Sudah banyak yang tau kan kalau Pantai Parangtritis diyakini menjadi bagian dari perwujudan
kesatuan trimurti untuk Daerah Istimewa Yogyakarta. yakni benda, icon ataupun lainnya yang
sangat melekat dengan sisi mistis kota Jogjakarta. Trimurti terdiri dari Gunung Merapi yang
mempunyai elemen api, Pantai Parangtritis yang mempunyai elemen air dan Keraton Jogja
berperan sebagai penyeimbang keduanya. Yang letak semuanya itu membentuk garis lurus dari
utara ke selatan daerah Jogja.

Mitos Pantai Parangtritis


Selain cerita di atas, berkembang pula Misteri Pantai Parangtritis di masyarakat setempat bahkan
wisatawan dari luar pun percaya jika Pantai Parangtritis adalah pintu gerbang Istana Kerajaan
Laut Selatan merupakan bagian dari daerah kekuasaan Ratu Selatan yang dipimpin oleh Nyai
Roro Kidul.

Selanjutnya, ada satu mitos pantai parangtritis yang telah berkembang bahkan sampai saat ini
masih dipercaya dan dijaga. Yakni cerita tentang Nyai Roro Kidul yang amat menyukai benda-
benda berwarna hijau.

Sehingga berlakulah saran tetapi mengarah pada larangan di pantai parangtritis untuk wisatawan
agar tidak memakai pakaian atau benda-benda yang berwarna hijau saat berada di sana. Hal ini
dikarenakan, konon, jika sampai Nyai Roro Kidul tertarik, anda dapat diseret ke laut untuk
diajak gabung atau menjadi prajuritnya bila sampai beneran membawa warna hijau.

Terlepas dari semua mitos yang ada, Pengunjung Pantai Parangtritis tetap harus hati-hati karena
ombak di sana bisa dibilang sangat besar. Makanya, pengunjung dilarang untuk mandi di pantai
karena landscape pantai memang sangat curam dan berbahaya.
Deskripsi Pantai Parangtritis
Parangtritis merupakan objek wisata yang paling terkenal di Yogyakarta. Parangtritis
mempunyai pemandangan unik yang tidak ditemukan pada objek wisata lainnya yaitu gumuk
pasir yaitu gunung-gunung pasir di sekitar pantai. Gumuk ini dikatakan sebagai satu-satunya
gurun pasir di Asia Tenggara. Di sini, Anda akan merasa sedang berada di Afrika sebab luasnya
lautan pasir dan udaranya yang lebih panas dibanding daerah sekitarnya.

Selain dari pada ombaknya yang cukup besar itu. Potensi yang lura biasa ini hingga parangtritis
ini, hingga membuat pihak Pemkab Bantul turun tangan mengelolanya dengan baik, dengan
memberi fasilitas penginapan sampai pasar yang menjajakan souvenir khas Parangtritis.

Di Parangtritis juga tersedia ATV yang dapat disewa dengan harga sekitar Rp 50.000 –
Rp.100.000, kuda dan kereta kuda yang dapat disewa untuk menyusuri pantai dari timur ke barat
cukup dengan RP. 20.000. Selain itu Parangtritis juga merupakan tempat yang pas untuk
olahraga udara, tersedia penginapan atau hotel di Pantai Parangtritis, Warung jajanan, Toko
kerajinan, Toko kelontong dan lahan parkir yang luas. Tiket masuk Pantai Parangtritis setara
dengan tiket masuk Pantai Depok Jogjakartayaitu sebesar Rp. 5.000,-/orang. Harga yang murah
bukan?

Lokasi Pantai Parangtritis


Jarak Malioboro ke Pantai Parangtritis sekitar 28 km. Lokasi ini dapat dicapai lewat sebuah desa
bernama Kretek. yakni desa yang letaknya dipinggir jalan Parangtritis. Saat Anda berada di
posisi luar kota, ambil rute jalan melalui Jl. Parangtritis, ikuti arah tersebut menuju ke selatan
hingga sampai ke Pantai Parangtritis. Rute inilah yang paling cepat dan lancar bagi para
wisatawan yang belum begitu mengenal seluk-beluk jalanan menuju wisata Pantai Parangtritis
Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta 55772.
Instagram by
@jaye.molf

Bagi anda para wisatawan yang ingin menikmati pemandangan berbeda dalam perjalanan
menuju Pantai Parangtrits, ambil rute yang satu ini yaitu lewat sisi sebelah tenggara kota Jogja,
pemandangannya cukup indah melalui jalan Imogiri dan melewati desa Siluk.

Legenda Pantai Parangtritis


Selain kisah misteri tentang Nyai Roro Kidul, Pantai Parangtritis juga diceritakan sebagai
tempat bertemunya Panembahan Senopati dengan Sunan Kalijaga setelah Panembahan Senopati
usai menjalani pertapaan. Jadi, wajar jika selain sebagai tempat rekreasi, Parangtritis juga
menjadi lokasi yang penuh keramat. Tidak sedikit ada pengunjung yang datang untuk
bermeditasi. Pantai ini juga menjadi salah satu tempat berlangsungnya upacara Labuhan dari
Kraton Jogjakarta.

Pantai Parangtritis Sore Hari


Di Pantai Parangtritis, bukan hanya ada hamparan pantai yang menawan. Di sana, di sisi utara
timur Pantai Parangtritis Anda juga akan menemukan bukit kecil. Pemandangan yang
ditawarkan dari atas bukit sangat menakjubkan. Apalagi saat sore, Anda dapat menikmati
segarnya hembusan angin pantai sambil menyantap hidangan, jajanan atau manisnya es kelapa
muda.
Instagram by
@jaye.molf

Anda juga bisa berkunjung ke Bukit Parangndog jika memang menginginkan medan yang lebih
menantang. Letaknya di yang terletanya di sebelah timur Pantai Parangtritis. Tepatnya
perbatasan antara Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul. Di Bukit ini, disediakan
sebuah tempat yang khusus untuk olahraga paralayang dan gantole. Kawasan tersebut mmeang
hanya dicapai dengan medan yang cukup berat. Akan tetapi, pemandangan yang ditawarkan
memang sangat menawan. Sesampainya di sana, lelah anda akan terbayar lunas dengan
pemandangannya yang indah apalagi ketika sang surya tenggelam..anda bisa bayangkan sendiri.

Instagram by
@rivanohervan

Jadi ingat lokasi Pantai Drini Yogyakarta yang terletak di Desa Ngestirejo, Kecamatan
Tanjungsari, Gunung Kidul. Keistimewaan dari pantai ini yaitu adanya pulau karang yang
tumbuh pohon Drini dan konon kayunya bisa digunakan untuk menangkal ular
berbisa..Dibangunlah Mercusuar di atas karang itu. Menaranya sebagai sarana melihat
pemandangan rumput-rumput laut yang ada di antara karang-karang laut, dan biota laut lainnya
dari atas pulau.
Lain dengan kesakralan di pantai Parangtritis, Lokasi Pantai Wediombo Wonosari yang berada
di Desa Jepitu Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul juga ada Kegiatan semacam adat
budaya. Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh masyarakat setempat setiap tahun. Namanya
budaya “Ngalangi” yakni upacara prosesi penangkapan ikan dengan cara menggunakan gawar
yang terbuat dari akar pohon wawar yang menjalar sebagai jaring yang dipancangkan dari bukit
Kedungwok dan dihalau bersama-sama ke laut.

Di luar mitos dan berbagai cerita yang melekat di balik nama Pantai Parangtritis, objek wisata
ini menyajikan keindahan panorama lepas pantai yang landai dengan dataran pasir hitam nan
luas. Mempunyai pasir besi hitam yang sangat melimpah membentuk bukit-bukit kecil dengan
dihiasi sedikit pepohonan. Keunikan inilah yang hanya ada di Pantai Parangtritis Jogja bahkan
telah diakui di belahan dunia.

Ombak yang begitu besar justru menambah keindahan pantai baik di kala siang maupun sore
hari. Untuk yang suka berenang di pantai ditahan ya, soalnya berbahaya. Dilarang berenang
melewati zona aman sebab korban wisatawan yang tewas tenggelam tidak sedikit. BAHAYA
jika mengabaikan larangan-larangan tersebut, yang menjadi taruhan adalah nyawa anda.

Dalam bahasa Sansekerta, kata “malioboro” bermakna karangan bunga. itu mungkin ada
hubungannya dengan masa lalu ketika Keraton mengadakan acara besar maka jalan malioboro
akan dipenuhi dengan bunga. Kata malioboro juga berasal dari nama seorang kolonial Inggris
yang bernama “Marlborough” yang pernah tinggal disana pada tahun 1811-1816 M. pendirian
jalan malioboro bertepatan dengan pendirian keraton Yogyakarta (Kediaman Sultan).

Perwujudan awal yang merupakan bagian dari konsep kota di Jawa, Jalan malioboro ditata
sebagai sumbu imaginer utara-selatan yang berkorelasi dengan Keraton ke Gunung merapi di
bagian utara dan laut Selatan sebagai simbol supranatural. Di era kolonial (1790-1945) pola
perkotaan itu terganggu oleh Belanda yang membangun benteng Vredeburg (1790) di ujung
selatan jalan Malioboro. Selain membangun benteng belanda juga membangun Dutch Club
(1822), the Dutch Governor’s Residence (1830), Java Bank dan kantor Pos untuk
mempertahankan dominasi mereka di Yogyakarta. Perkembangan pesat terjadi pada masa itu
yang disebabkan oleh perdaganagan antara orang belanda dengan orang cina. Dan juga
disebabkan adanya pembagian tanah di sub-segmen Jalan Malioboro oleh Sultan kepada
masyarakat cina dan kemudian dikenal sebagagai Distrik Cina.

Perkembangan pada masa itu didominasi oleh Belanda dalam membangun fasilitas untuk
meningkatkan perekonomian dan kekuatan mereka, Seperti pembangunan stasiun utama (1887)
di Jalan Malioboro, yang secara fisik berhasil membagi jalan menjadi dua bagian. Sementara itu,
jalan Malioboro memiliki peranan penting di era kemerdekaan (pasca-1945), sebagai orang-
orang Indonesia berjuang untuk membela kemerdekaan mereka dalam pertempuran yang terjadi
Utara-Selatan sepanjang jalan.

Sekarang ini merupakan jalan pusat kawasan wisatawan terbesar di Yogyakarta, dengan sejarah
arsitektur kolonial Belanda yang dicampur dengan kawasan komersial Cina dan
kontemporer. Trotoar di kedua sisi jalan penuh sesak dengan warung-warung kecil yang menjual
berbagai macam barang dagangan. Di malam hari beberapa restoran terbuka, disebut lesehan,
beroperasi sepanjang jalan. Jalan itu selama bertahun-tahun menjadi jalan dua arah, tetapi pada
1980-an telah menjadi salah satu arah saja, dari jalur kereta api ke selatan sampai Pasar
Beringharjo. Hotel jaman Belanda terbesar dan tertua jaman itu, Hotel Garuda, terletak di ujung
utara jalan di sisi Timur, berdekatan dengan jalur kereta api. Juga terdapat rumah kompleks
bekas era Belanda, Perdana Menteri, kepatihan yang kini telah menjadi kantor pemerintah
provinsi.
Malioboro juga menjadi sejarah perkembangan seni sastra Indonesia. Dalam Antologi Puisi
Indonesia di Yogyakarta 1945-2000 memberi judul “MALIOBORO” untuk buku tersebut, buku
yang berisi 110 penyair yang pernah tinggal di yogyakarta selama kurun waktu lebih dari
setengah abad. Pada tahun 1970-an, Malioboro tumbuh menjadi pusat dinamika seni budaya
Jogjakarta. Jalan Malioboro menjadi ‘panggung’ bagi para “seniman jalanan” dengan pusatnya
gedung Senisono. Namun daya hidup seni jalanan ini akhirnya terhenti pada 1990-an setelah
gedung Senisono ditutup.

Foto Jalan Malioboro Jaman dahulu

Anda mungkin juga menyukai