Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Penamaan Kota Karawang

Kata karawang muncul pada Naskah Bujangga Manik dari akhir abad ke-15 atau awal abad ke16. Bujangga Manik menuliskan sebagai berikut:
leteng karang ti Karawang,
leteng susuh ti Malayu,
pamuat aki puhawang.
Dipinangan pinang tiwi,
pinang tiwi ngubu cai,
Dalam bahasa Sunda, karawang mempunyai arti penuh dengan lubang. Bisa jadi pada daerah
Karawang zaman dulu banyak ditemui lubang.
Cornelis de Houtman, orang Belanda pertama yang
menginjakkan kakinya di pulau Jawa, pada tahun 1596 menuliskan adanya suatu tempat yang
bernama Karawang sebagai berikut:
Di tengah jalan antara Pamanukan dan Jayakarta, pada sebuah tanjung terletak Karawang.[3]
Meskipun ada sumber sejarah primer yaitu Naskah Bujangga Manik dan catatan dari Cornelis de
Houtman yang menyebutkan kata Karawang, sebagian orang menyebutnya Kerawang adapula
yang menyebut Krawang seperti yang ditulis dalam buku miracle sight west java yang
diterbitkan oleh Provinsi Jawa Barat. Sedangkan dalam buku Sejarah Karawang yang ditulis oleh
R. Tjetjep Soepriadi disebutkan asal muasal kata tersebut, pertama berasal dari kata 'Karawaan'
yang mengandung arti bahwa daerah ini banyak terdapat rawa, hal ini dibuktikan dengan
banyaknya daerah yang menggunakan kata rawa di depannya seperti, Rawa Gabus, Rawa
Monyet, Rawa Merta dan lain-lain. selain itu berasal dari kata Kera dan Uang yang mengandung
arti bahwa daerah ini dulunya merupakan habitat binatang sejenis monyet yang kemudian
berubah menjadi kota yang menghasilkan uang, serta istilah lain yang berasal dari Belanda
seperti Caravan dan lainnya.
Wilayah Karawang sudah sejak lama dihuni manusia. Peninggalan Situs Batujaya dan Situs
Cibuaya menunjukkan pemukiman pada awal masa moderen yang mungkin mendahului masa
Kerajaan Tarumanagara. Penduduk Karawang semula beragama Hindu dan wilayah ini berada di
bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Setelah Kerajaan Sunda runtuh maka Karawang terbagi dua.
Menurut Cerita Sajarah Banten, Sunan Gunungjati membagi Karawang menjadi dua bagian;
sebelah timur masuk wilayah Cirebon dan sebelah barat menjadi wilayah Kesultanan Banten.[4]
Agama Islam mulai dipeluk masyarakat setempat, pada masa Kerajaan Sunda, setelah seorang
patron bernama Syekh Hasanudin bin Yusuf Idofi, konon dari Makkah, yang terkenal dengan
sebutan "Syekh Quro", memberikan ajaran; yang kemudian dilanjutkan oleh murid-murid Wali
Songo. Makam Syeikh Quro terletak di Pulobata, Kecamatan Lemahabang, Karawang.

Sebagai suatu daerah berpemerintahan sendiri tampaknya dimulai semenjak Karawang diduduki
oleh Kesultanan Mataram, di bawah pimpinan Wiraperbangsa dari Sumedang Larang tahun
1632. Kesuksesannya menempatkannya sebagai wedana pertama dengan gelar Adipati
Kertabumi III. Semenjak masa ini, sistem pertanian melalui pengairan irigasi mulai
dikembangkan di Karawang dan perlahan-lahan daerah ini menjadi daerah pusat penghasil beras
utama di Pulau Jawa hingga akhir abad ke-20.
Selanjutnya, Karawang menjadi kabupaten dengan bupati pertama Raden Adipati
Singaperbangsa bergelar Kertabumi IV yang dilantik 14 September 1633. Tanggal ini dinobatkan
menjadi hari jadi Kabupaten Karawang. Selanjutnya, bupatinya berturut-turut adalah R. Anom
Wirasuta 1677-1721, R. Jayanegara (gelar R.A Panatayuda II) 1721-1731, R. Martanegara (R.
Singanagara dengan gelar R. A Panatayuda III) 1731-1752, R. Mohamad Soleh (gelar R. A
Panatayuda IV) 1752-1786.[5] Pada rentang ini terjadi peralihan penguasa dari Mataram kepada
VOC (Belanda).
Pada masa menjelang Kemerdekaan Indonesia, Kabupaten Karawang menyimpan banyak catatan
sejarah. Rengasdengklok merupakan tempat disembunyikannya Soekarno dan Hatta oleh para
pemuda Indonesia untuk secepatnya merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 16 Agustus 1945.
Kabupaten Karawang juga menjadi inspirasi sastrawan Chairil Anwar menulis karya Antara
Karawang-Bekasi karena peristiwa pertempuran di daerah sewaktu pasukan dari Divisi Siliwangi
harus meninggalkan Bekasi menuju Karawang yang masih menjadi daerah kekuasaan Republik.
Kecamatan Rengasdengklok adalah daerah pertama milik Republik Indonesia yang gagah berani
mengibarkan bendera Merah Putih sebelum Proklamasi kemerdekaan Indonesia di Gaungkan.
[rujukan?] Oleh karena itu selain dikenal dengan sebutan Lumbung Padi Karawang juga sering
disebut sebagai Kota Pangkal Perjuangan. Di Rengasdengklok didirikan sebuah monumen yang
dibangun oleh masyarakat sekitar, kemudian pada masa pemerintahan Megawati didirikan Tugu
Kebulatan Tekad untuk mengenang sejarah Republik Indonesia.
Sumber
: http://dikmenkarawang.blogspot.co.id/2012/02/munculnya-istilah-namakarawang.html

Legenda Kuta Tandingan di Kabupaten Karawang


Kuta Kelambu
KARAWANG, ReALITA Online Menurut cerita orang tua zaman dulu bahwa Kuta
Tandingan terletak di hutan belantara yang dipenuhi hewan buas. Tidak ada seorangpun yang
berani masuk ke dalam hutan tersebut. Di dalam hutan itu juga ada seekor kerbau (kebo) yang
sangat ditakuti.
JIKA ada orang yang masuk ke dalam hutan Kuta Tandingan, maka kerbau tersebut akan
mengamuk, mengejar dan menggiring orang itu sampai keluar lagi dari dalam hutan.
Gerombolan kerbau tersebut dipimpin oleh seekor kerbau putih yang dikenal dengan sebutan
Kebo Bule. Maka pada zaman itu tidak ada seorangpun yang berani masuk ke dalam hutan.
Hanya Eyang Prabu Siliwangi beserta pengawal-pengawal dan pasukannya yang membawa
senjata serta alat-alat perang yang berani masuk ke dalam hutan Kuta Tadingan. Bertempat di
atas bukit yang paling tinggi di hutan dan merupakan tempat peristihatan Eyang Prabu Siliwangi,
kemudian diberi nama Kuta Sejati. Kini tempat tersebut dikenal dengan nama Kutajati.
Entah berapa lama Eyang Prabu Siliwangi tinggal di tempat itu. Tidak berapa lama kemudian,
kedatangan seorang tamu yang mengaku bernama Prabu Kian Santang (Sunan Rohmat). Lalu
tamu tersebut ditanya oleh pengawal Prabu siliwangi maksud dan tujuannya datang ke tempat
itu.
Kemudian Prabu Kian Santang pun menjawab: Sekarang juga kalian semua harus masuk agama
Islam, sebab tidak ada lagi agama yang diridhoi Allah SWT selain agama Islam.
Mendengar ajakan Prabu Kian Santang itu, seluruh pengawal dan pasukan Prabu Siliwangi
mukanya merah padam. Kemarahanpun tak terbendung lagi. Maka terjadilah pertempuran antara
Prabu Kian Santang yang datang seorang diri melawan pasukan Prabu Siliwangi yang jumlahnya
tak terhitung.
Anehnya, jangankan terkena sabetan golok dan pedang, bahkan diberondong oleh peluru dan
meriam sekalipun, Prabu Kian Santang tidak terluka sedikitpun. Dia tetap berdiri kokoh tak
tertandingi. Tak satupun pasukan dan pengawal Prabu Siliwangi yang mampu menandingi
kekuatan Prabu Kian Santang.
Melihat situasi demikian itu, pasukan Prabu Siliwangi secara diam-diam mundur teratur.
Disimpannya kembali seluruh alat persenjataan mereka ke dalam tempatnya. Dan dengan
kesaktian yang dimilikinya, maka seluruh persenjataan mereka berubah menjadi bebatuan.
Sementara semua pengawal dan pasukan Prabu Siliwangi lenyap menghilang entah kemana.
Sekejap kemudian munculah Prabu Siliwangi sambil memandang orang yang mengaku bernama
Prabu Kian Santang (Sunan Rohmat). Oh, pantas saja tidak ada yang mampu menandingi
kesaktian orang ini, karena dia adalah anakku sendiri, bisiknya dalam hati. Tak lama kemudian
Prabu Siliwangi pun menghilang tanpa diketahui kemana perginya.

Setelah para pengawal dan pasukan Prabu Siliwangi menghilang. Kian Santang diam termenung.
Kalau begini, berarti saya harus berdoa dan bertafakur. Kemudian Kian Santang mencari
tempat, tapi berkat kekuasaan Allah swt tampak ada lobang (goa) air. Lalu dia masuk ke dalam
goa air yang makin dalam memasuki lobang makin besar pula lubang goa, Kian Santang pun
mengangkat kedua tangannya ke atas dan berdoa dalam hatinya mengucapkan syukur kepada
Allah
Prabu Kian Santang mandi membersihkan diri dan berwudhu untuk sholat. Usai sholat, ia duduk
sambil meminta petunjuk Allah bermaksud ingin tahu apakah Eyang Prabu Sliwangi ayahnya
diterima iman Islamnya dan diampuni segala dosanya.
Tidak lama kemudian, tiba-tiba di hadapan Prabu Kian Santang terlihat kain warna putih mirip
kelambu (penutup tempat tidur.red.) Kian Santang mengartikan kain warna putih mengandung
agama yang jadi pegangan Prabu Siliwangi juga sama dengan agama Allah swt. Kian Santang
pun berdoa tapi tidak diketahui doa apa yang dibacakannya. Ia pun keluar dari dalam goa
mencari tempat yang lebih aman, yaitu menuju Garut.
Setelah mendapatkan tempat yang cocok, Kian Santang hendak menyempurnakan ilmu-ilmunya
karena beranggapan ilmu yang ia miliki kurang sempurna di Kramat Godog Suci di Kabupaten
Garut.Tempat itu diberi nama Kramat Godog Suci karena Prabu Kian Santang pernah
menjadikan tempat tersebut untuk menyempurnakan (Ngadog) ilmu-ilmunya. Akhmad Unyil.
Nara Sumber:Aliyudin, Enjen Suryanto, Samsul Bahri, Idik Permana.
Sumber
:
kabupaten.html

http://realita-online.blogspot.co.id/2012/06/legenda-kuta-tandingan-di-

MAKALAH
PEMBINAAN PROFESI

SOSIAL

Di susun oleh :
Tri Intan Sari

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


KAMPUS PGPAUD PURWAKARTA
2015/2016

Anda mungkin juga menyukai