Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

       Kita tidak bisa melupakan sejarah apalagi tentang sejarah peradaban Islam, sebab ilmu
agama juga lahir pada jaman dulu, sedangkan jaman dulu adalah sejarah, berarti ilmu agama
tinggal sejarah. Oleh karena itu ilmu agama dan peradaban Islam yang melahirkan pejuang-
pejuang Islam sangat penting dipelajari karena ilmu agama serta sejarah masuknya Islam
diberbagai negeri harus dipelajari karena ilmu agama atau sejarahnya tidak akan usang
dimakan waktu.

       Kami selaku penyusun sangat senang dengan tugas makalah tentang kerajaan-kerajaan
Islam di Kalimantan, sebab proses masuknya Islam di Kalimantan sangat mudah karena
terdapat sungai Barito yang ramai dilalui. Perihal lain yang memudahkan masuknya Islam di
Kalimantan adalah karena berdekatan dengan Brunai Darussalam dan Johor Malaysia. Jalur
perdagangan yang telah memudahkan Islam masuk ke wilayah Kalimantan.

B.   RUMUSAN MASALAH

1.    Bagaimana latar belakang lahirnya setiap kerajaan Islam di Kalimantan ?

2.    Bagaimana proses masuknya Islam pada kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan ?

3.    Bagaimana pengaruh Islam pada kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Kalimantan ?

1|Page
BAB II

PEMBAHASAN

A.   Kerajaan Pasir

       1.    Latar Belakang Lahirnya Kerajaan Pasir

Dahulunya rakyat Dayak pasir dipimpin oleh kepala-kepala dari rakyat Dayak
sendiri. Ada seorang kepala suku Dayak yang sangat berpengaruh bernama Temanggung
Tokio, dia mengusulkan agar di daerah-daerah agar dikepalai oleh seorang kepala saja dan
untuk itu diminta sultan yang dekat tempat tinggalnya.  Kemudian mereka berangkat dengan
perahu yang penuh bermuatan emas dan perak yang akan dianugerahkan kepada raja yang
baru, tetapi ia tak mendapatkan seorang pun yang dipandang cakap. Temanggung Tokio
sangatlah sedih sampai ia tidak makan dan minum, kemudian di dalam mimpinya ia melihat
seorang yang tua yang berkata padanya: “Untuk mendapat raja engkau pergilah ke laut, dan
di situ engkau akan memperoleh sepotong bambu yang tiga ruasnya terapung-apung di laut,
ambillah bambu itu dan bungkus dengan sutra kuning, di dalam bambu itu ada sebutir telur
yang harus diberi asap dupa, menyan, dan gaharu, dan dari telur itu nanti melahirkan raja
perempuan”.

Temanggung Tokio pun menuruti pesan orang tua dalam mimpinya, sesudah tiga hari
tiga malam telur itu didupakan, maka terbelah dualah bambu itu dan dari dalam telur itu pun
pecah pula dan dilahirkan seorang bayi puteri yang cantik jelita. Anak itu sama sekali tidak
mau menyusu, setelah berusaha dapatlah ia diberi makanan dengan susu kerbau putih.

Puteri inilah yang diangkat menjadi Ratu Pasir, dan waktu ia berusia 15 tahun ia telah
dinikahkan, tetapi malang sekali ia tidak dapat keturunan sehingga harus diceraikan beberapa
kali. Ketika dia telah menikah yang ketujuh kali, masih belum juga mempunyai anak,
kemudian datanglah seorang Arab dari Jawa (Gresik) yang beragama Islam, terus ia
dinikahkan dengan sang puteri. Orang Arab tadi kemudian mencari tabib yang dapat
membuang sari bambu yang ada pada sang puteri sehingga bisa melahirkan dua puteri dan
satu putera. Puteri yang tertua (Putri Adjie Meter) kemudian menikah. [1] Ajaran agama Islam
masuk ke Kerajaan Pasir bersamaan dengan pernikahan antara Putri Adjie Meter dengan
seorang keturunan Arab dari Mempawah, Kalimantan Barat. Suami dari Putri Adjie Meter
inilah yang kemudian membawa pengaruh bahkan menyebarkan ajaran agama Islam ke
Kerajaan Pasir sekitar tahun 1600 M.[2]

2.    Proses Masuknya Islam di Kerajaan Pasir

a. Jalur perkawinan-perkawinan dilakukan oleh Abu Mansyur Indra Jaya dengan Putri
Petong, dari Kerajaan Paser raja komunitas Paser. Begitu juga perkawinan Sayyid
Ahmad Khairuddin yang kawin dengan Aji Mitir anak Putri Petong dengan Abu
Mansyur Indra Jaya.
b. Jalur perdagangan sungai Kendilo merupakan sungai besar pada zaman mereka, yang
selalu dilalui para pedagang dari berbagai daerah Nusantara, termasuk pedagang dari
Arab. Interaksi antara masyarakat Kerajaan Paser dengan para pedagang muslim
menyebabkan sebagian masyarakat penduduk tertarik untuk memeluk agarna Islam.
c. Dalam sebuah cerita rakyat, Putri Petong sebelum kawin dengan Abu Mansyur Indra
Jaya, sudah beberapa kali kawin, akan tetapi jika akan berhubungan badan dengan
lelaki, jika tidak lari dari peraduan atau mati. Hal ini disebabkan sari bambu yang
melekat pada Putri Petong. Kawinlah dengan Abu Mansyur Indra Jaya yang dapat
menyembuhkan penyakit tersebut.

3.    Pengaruh Islam pada Masa Kerajaan Pasir

Jauh sebelum mengenal agama, di daerah Paser ini, masyarakat Paser mengenal
kepercayaan animisme supernatural, syamanisme dan sebagainya, mereka terikat dengan
2|Page
makhluk-makhluk halus, roh-roh halus, kekutan-kekuatan gaib dan kekuatan-kekuatan sakti.
Di daerah Paser, dikenal dengan ilmu gaib, sebagai bentuk kepercayaan “Kuno” yang
mempercayai adanya kekuatan maha dasyat terdapat di alam semesta. Desa yang diartikan
sebagai penguasa tertinggi dalam kekuasaannya menguasai seluruh alam semesta, dalam
sistem ini terlihat dalam tata cara pelaksanaan untuk maksud-maksud tertentu, misalkan pada
saat pembukaan hutan untuk lahan perladangan atau persawahan, menanam padi dan
sebagainya yang dilaksanakan oleh seorang dukun / mulung, yang mengetahui jampi-jampi
atau soyong dalam bahasa Paser, diucapkan kata-kata permohonan sesuai dengan yang
diharapkan.

Sayyid Ahmad Khairuddin keturunan Arab yang diberi Gelar Sayyid keturunan Arab
kalangan Alawiyyah sebagai keturunan Nabi, dan mereka menyebutkan diri sebagai "Ahlul
Bayit” yang menjadi pengruh besar di Kerajaan Pasir.

Di Kerajaan Paser sendiri sangat jelas bahwa Sayyid Ahmad Khairuddin mendapat
gelar Sayyid Imam Pawa. Sayyid Ahmad Khairuddin masih berkaitan erat dengan Maulana
Malik Ibrahim keturunan Zainal Abidin bin Husain bin Ali R.A .

Beberapa lama tinggal di Kerajaan Paser akhimya Sayyid Ahmad Khairuddin kawin
dengan Aji Putri Mitir anak Putri Petong dengan Abu Mansyur Indra Jaya. Saudara dari Aji
Mas Pati Indra, bibi Aji Mas Anom Indra. Sumber lain mengatakan bahwa yang menjadi
Imam pada masa itu adalah Imam Mustafa (Vr, sumber dari Aji Zainal Abidin dan kawan-
kawan). Lebih kurang 15 tahun menyiarkan agama Islam di Kerajaan Paser, Sayyid Ahmad
Khairuddin menunaikan ibadah haji.

Ketika Sayyid Ahmad Khairuddin yang menjadi guru dari raja Paser Aji Mas Anom
Indra diangkat menjadi imam di kerajaan Paser, Sareat Islam pun diperlakukan dalam
kerajaan Paser, sehingga Islam masuk dalam struktur kekuasaan kerajaan Paser, sehingga
islam menyebar dikalangan rakyat Paser. Setelah Sayyid Ahmad Khairuddin menunaikan
ibadah haji, rupanya takdir Allah menghendaki Sayyid Ahmad Khairuddin di Makatul
Musyarrafah. Siar Islam dilanjutkan keturunan dia, Imam Sayyid Abdurrahman bin Sayyid
Ahmad Khairuddin.

B.   Kesultanan Banjar

1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Banjar

Menurut mitologi suku Maanyan (suku tertua di Kalimantan Selatan), kerajaan


pertama di Kalimantan bagian selatan adalah Kerajaan Nan Sarunai yang diperkirakan
wilayah kekuasaannya terbentang luas mulai dari daerah Tabalong hingga ke daerah Pasir.
Keberadaan mitologi Maanyan yang menceritakan tentang masa-masa keemasan Kerajaan
Nan Sarunai sebuah kerajaan purba yang dulunya mempersatukan etnis Maanyan di daerah
ini dan telah melakukan hubungan dengan pulau Madagaskar. Kerajaan ini mendapat
serangan dari Majapahit. sehingga sebagian rakyatnya menyingkir ke pedalaman
(wilayah suku Lawangan). Salah satu peninggalan arkeologis yang berasal dari zaman ini
adalahCandi Agung yang terletak di kota Amuntai. Pada tahun 1996, telah dilakukan
pengujian C-14 terhadap sampel arang Candi Agung yang menghasilkan angka tahun dengan
kisaran 242-226 SM (Kusmartono dan Widianto, 1998:19-20).

Menilik dari angka tahun dimaksud maka Kerajaan Nan Sarunai/Kerajaan


Tabalong/Kerajaan Tanjungpuri usianya lebih tua 600 tahun dibandingkan dengan Kerajaan
Kutai Martapura di Kalimantan Timur.

Menurut Hikayat Sang Bima, wangsa yang menurunkan raja-raja Banjar adalah Sang


Dewa bersaudara dengan wangsa yang menurunkan raja-raja Bima (Sang Bima), raja-raja
Bali (Sang Kuala), raja-raja Dompu (Darmawangsa), raja-raja Gowa (Sang Rajuna) yang
merupakan lima bersaudara putera-putera dari Maharaja Pandu Dewata.

3|Page
Sesuai Tutur Candi (Hikayat Banjar versi II), di Kalimantan telah berdiri suatu
pemerintahan dari dinasti kerajaan (keraton) yang terus menerus berlanjut hingga daerah ini
digabungkan ke dalam Hindia Belanda pada11 Juni 1860, yaitu :

a. Keraton awal disebut Kerajaan Kuripan


b. Keraton I disebut Kerajaan Negara Dipa
c. Keraton II disebut Kerajaan Negara Daha
d. Keraton III disebut Kesultanan Banjar
e. Keraton IV disebut Kerajaan Martapura/Kayu Tangi
f. Keraton V disebut Pagustian

Maharaja Sukarama, Raja Negara Daha telah berwasiat agar penggantinya adalah
cucunya Raden Samudera, anak dari putrinya Puteri Galuh Intan Sari. Ayah dari Raden
Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari Raden Begawan, saudara Maharaja
Sukarama. Wasiat tersebut menyebabkan Raden Samudera terancam keselamatannya karena
para putra Maharaja Sukarama juga berambisi sebagai raja yaitu Pangeran Bagalung,
Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung.

Dibantu oleh Arya Taranggana, Pangeran Samudra melarikan diri dengan sampan ke hilir
sungai Barito. Sepeninggal Sukarama, Pangeran Mangkubumi menjadi Raja Negara Daha,
selanjutnya digantikan Pangeran Tumenggung yang juga putra Sukarama. Pangeran Samudra
yang menyamar menjadi nelayan di daerah Balandean dan Kuin, ditampung oleh Patih Masih
di rumahnya. Oleh Patih Masih bersama Patih Muhur, Patih Balitung diangkat menjadi raja
yang berkedudukan di Bandarmasih.

Pangeran Tumenggung melakukan penyerangan ke Bandarmasih. Pangeran Samudra


dibantu Kerajaan Demak dengan kekuatan 40.000 prajurit dengan armada sebanyak 1.000
perahu yang masing-masing memuat 400 prajurit mampu menahan serangan tersebut.[4])
Akhirnya Pangeran Tumenggung bersedia menyerahkan kekuasaan Kerajaan Negara Daha
kepada Pangeran Samudra. Kerajaan Negara Daha kemudian dilebur menjadi Kesultanan
Banjar yang beristana di Bandarmasih. Sedangkan Pangeran Tumenggung diberi wilayah
di Batang Alai.

Pangeran Samudra menjadi raja pertama Kerajaan banjar dengan gelar Sultan
Suriansyah. Ia pun menjadi raja pertama yang masuk islam dibimbing oleh Khatib Dayan.

2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Banjar

Awal masuknya pengaruh agama Islam di Banjarmasin pada abad ke XV  melalui
jalur perdagangan. Pengaruh Islam ini dibawa oleh pedagang- pedagang muslim seperti
Raden Paku. Pemeluk agama Islam pertama diperkirakan adalah golongan pedagang dan
masyarakat yang tinggal di bandar-bandar pelabuhan yaitu orang-orang Melayu dan orang-
orang Ngaju. Agama Islam resmi sebagai agama Kerajaan Banjarmasin pada abad ke XVI,
yaitu pada tanggal 24 September 1526 melalui Kerajaan Demak. Penerimaan agama ini
terjadi pada masa pemerintahan Pangeran Samudera yang kemudian bergelar Sultan
Suriansyah.

3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Banjar

Islam kemudian berkembang dengan pesat dibawah pemerintahan Sultan Suriansyah,


perkembangan ini meliputi struktur organisasi pemerintahan, sosial budaya dan penyebaran
pengaruh agama Islam ke wilayah kekuasaan Kerajaan Banjarmasin. Perkembangnya yang
sama juga terjadi pada masa Sultan Tahmidullah II dengan berdirinya tempat pendidikan
pengajian pertama. Mengenai bukti-bukti berkembangnya Islam di Kerajaan Banjarmasin
dapat di lihat dari peninggalan-peninggalan sejarah antara makam raja-raja Banjarmasin,
peninggalan seni budaya seperti seni sastra dan seni arsitektur rumah adat Banjar yang
dipengaruhi oleh unsur-unsur Islam.

4|Page
C.   Kesultanan Kotawaringin

1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Kotawaringin

Kotawaringin merupakan salah satu  kerajaan Islam yang wilayah intinya sekarang
yang menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat di Kalimantan Tengah. Kerajaan ini bagian dari
kepangeranan cabang. Kesultanan Banjar. Menurut catatan istana al-Nursari yang terletak di
Kotawaringin Lama, kerajaan ini didirikan pada tahun 1615 atau 1530.

Pada tahun 1637 Belanda pertama kali melakukan kontrak dengan Kotawaringin, dan
pada tahun itupula dianggap pertama kalinya Kotawaringin diperintah seorang Raja sesuai
dengan Hikayat Banjar dan Kotawaringin (Hikayat Banjar versi I) yang bagian terakhirnya
saja ditulis tahun 1663 dan di antara isinya tentang berdirinya Kerajaan Kotawaringin pada
masa Sultan Mustain Billah.

Pada mulanya Kotawaringin merupakan keadipatian yang dipimpin oleh Dipati


Ngganding. Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, negeri
Kotawaringin merupakan salah satu Negara dependensi (negara bagian) di dalam "negara
Banjar Raya". Kotawaringin secara langsung menjadi bagian dari Kesultanan Banjar,
sehingga sultan-sultan Kotawaringin selalu memakai gelar Pangeran jika mereka berada di
Banjar. Tetapi di dalam lingkungan Kotawaringin sendiri, para Pangeran (Pangeran Ratu)
yang menjadi raja juga disebut dengan "Sultan".

Kotawaringin merupakan nama yang disebutkan dalam Hikayat Banjar dan Kakawin
Negarakretagama, seringpula disebut Kuta-Ringin, karena dalam bahasa Jawa, ringin berarti
beringin.

2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Kotawaringin

Pada abad ke-15, merupakan abad bercirikan penyebaran agama Islam. Walaupun
kerajaan-kerajaan kecil Islam telah berdiri di pantai timur laut Sumatra sebelum tahun 1300,
dan baru akhir abad ke-14 Raja Kutai menjadi pemeluk Islam pertama di Kalimantan.
Demikian pula Islam di Sabah pada 1405 dan Brunei pada 1410, Malaka pada 1440, yang
ketika itu ramai dikunjungi kapal-kapal dari Cina. Islam kemudian menyebar di pulau Jawa
yang pada akhirnya menyebabkan jatunya Kerajaan Majapahit ke tangan Kesultanan Islam
Demak pada permulaan abad ke 16, sementara itu, hubungan perdagangan berlangsung terus,
dan pengaruh-pengaruh Jawa Hindu tampak di Banjarmasin, Kalimantan Selatan,
Kotawaringin, Kalimantan Tengah dan Sambas, Kalimantan Barat. Namun, di sisi lain,
pengaruh Islam yang meningkat di Brunei menjadi suatu pusat baru penyebaran Islam,
seluruh penduduk pantai akhirnya memeluk Islam. Di bawah Sultan Bolkiah dari Brunei,
Islam pun menyebar ke Filipina, yang merupakan batas tumur pengaruh Islam.

Pada awal abad ke-16 itu pula, Islam akhirnya menyebar ke Kalimantan. Semenjak
itu pula, kerajaan-kerajaan Islam baru berdiri di Banjarmasin dan Pasir. Abad ke-16 ini
merupakan zaman keemasan bagi Banjarmasin yang menguasai pantai-pantai Kalimantan
sampai sejauh Sambas dan Sukasada di Barat, Kutai dan Berau di Timur. Brunei juga
berkembang dan menguasai Pantai Utara, Sulu dan sebagian Palawan.

Sementara itu, masuknya agama Islam ke Kotawaringin Timur tak bisa dilepaskan
dari pengaruh Kerajaan Banjarmasin. Seperti diketahui, Kerajaan Sungai Sampit
adalah vazal dari Kerajaan banjarmasin (lihat Traktat Karang Intan pada 1 Januari 1817).
Bahkan, pada 1844, diketahui cukup banyak penduduk Kotawaringin Timur yang sudah
memeluk agam Islam. Mereka bermukin di Sungai Mentaya seperti Tanah Hambau, Tangar,
Kawan Batu, Pahirangan, Sumin, Balirik, Tangkaroba, Tambah, Pamintangan,dan Tumbang
Kuayan (Masdipura; 2003).

5|Page
3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Kotawaringin

Pada masa pemerintahan Pangeran Ratu Anum Kesumayuda Tuha (1767-1805 M),
pihak kerajaan sudah memperhatikan pendidikan terutama untuk kerbat kesultanan. Wujud
dari perhatian tersebut adalah dengan didirikannya pondok pesantren di Danau Gatal Kanan
dan Danau Gatal Kiri ( desa Rungun sekarang).

Pada masa pemerintahan Pangeran Ratu Sukma Alamsyah Sultan ke 13, di kota
Pangkalan Bun berdiri sebuah sekolah desa yang disebut Volkschool sampai kelas III, dan
sebuah sekolah sambungan yang disebut Vorvolkschool kelas V. sedangkan di luar kota
Pngkalan Bun yaitu Kumai, Sukamara, Kotawaringin, Nanga Bulik, Perambangan,
Kudangan, Kinipan, Tapin Bini dan Bayat masing-masing didirikan Volkschool.

Menjelang kedatangan Jepang, sebagian besar sekolah-sekolah tersebut di bantu oleh


badan swasta  yaitu yayasan Dayak Evangelis karena sekolah-sekolah swasta tidak mendapat
subsidi dari pemerintah Hindia Belanda, guru-guru sekolah sekolah-sekolah tersebut orang-
orang pribumi. Juga kesempatan untuk memperoleh pendidikan pada masa Hindia Belanda
adalah hanya mereka yang mampu membayar uang sekolah saja.

D.   Kerajaan Pagatan

1.    Latar Belakang Lahirnya Kerajaan Pagatan

Daerah Pagatan baru ada sekitar tahun 1750 dibangun oleh Puanna Dekke', hartawan
asal Tanah Bugis tepatnya dari daerah Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan. Puanna Dekke'
berlayar menuju Kesultanan Pasir, hatinya tidak berkenan sehingga menyusuri Kerajaan
Tanah Bumbu(sekarang Kabupaten Kotabaru) dan belum menemukan daerah yang dapat
dijadikan permukiman sampai dia menemukan sungai yang masuk dalam wilayah Kesultanan
Banjar. Selanjutnya bertolaklah Puanna Dekke' menuju Banjarmasin untuk meminta izin
kepada Sultan Banjar (1734) yaitu Panembahan Batu untuk mendirikan pemukiman di
wilayah tersebut, yang kelak menjadi Kerajaan Pagatan. Pada akhirnya wilayah Kerajaan
Pagatan dan Kerajaan Kusan disatukan menjadi semacam federasi dengan sebutan Kerajaan
Pagatan dan Kusan dan rajanya disebut Raja Pagatan dan Kusan.

2.    Proses Masuknya Islam di Kerajaan Pagatan

Islam di Kerajaan Pagatan memang sudah ada sebelum Kerajaan Pagatan lahir.
Kerajaan Pagatan menjunjung tinggi adat budaya suku bugis, sangat erat dengan ritual religi
islami, yang dikemas dalam sajian kesenian tradisional Masukkiri atau pelantunan riwayat
Maulid Nabi Muhammad S.A.W, Shalat hingga Asmaul Husna dengan menggunakan alat
rebbana jenis Terbang berukuran besar secara kolosal. Kemudian tradisi Silelung Botting,
Mapanre Dewata dalam upacara pernikahan tradisional adat bugis, dan beragam adat budaya
bugis lainnya yang selalu lestari di Tanah Bumbu.

3.    Pengaruh Islam pada Masa Kerajaan Pagatan

Islam di wilayah Pagatan sudah ada bermula dari Kerajaan Banjar, namun untuk
wilayah Pagatan sendiri sangat erat dengan kebudayaan Bugis yang sangat erat dengan nilai-
nilai keislaman.

E.   Kesultanan Sambas

1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Sambas

Secara otentik Kerajaan Sambas telah eksis sejak abad ke 13 M yaitu sebagaimana
yang tercantum dalam kitab Negara kertagama karya Mpu Prapanca pada masa Majapahit.
Kemungkinan besar bahwa Kerajaan Sambas saat itu rajanya bernama Nek Riuh. Walaupun
secara otentik Kerajaan Sambas tercatat sejak abad ke-13 M, namun demikian berdasarkan
benda-benda arkeologis (berupa gerabah, patung dari masa Hindu) yang ditemukan selama
6|Page
ini di wilayah sekitar Sungai Sambas menunjukkan bahwa pada sekitar abad ke-6 M atau 7 M
di wilayah ini diyakini telah berdiri sebuah kerajaan. Hal ini ditambah lagi dengan melihat
posisi wilayah Sambas yang berhampiran dengan Selat Malaka yang merupakan lalu lintas
dunia, sehingga diyakini bahwa pada sekitar abad ke-5 hingga 7 M di wilayah Sungai Sambas
ini telah berdiri Kerajaan Sambas yaitu lebih kurang bersamaan dengan masa berdirinya
Kerajaan Batu Laras di hulu Sungai Keriau yaitu sebelum berdirinya Kerajaan Tanjungpura.

2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Sambas

Asal usul Panembahan Sambas ini dimulai ketika satu rombongan besar Bangsawan
Jawa hindu yang melarikan diri dari Pulau Jawa bagian timur karena diserang dan ditumpas
oleh pasukan Kesultanan Demak dibawah pimpinan Sultan Trenggono (Sultan Demak ke-3)
pada sekitar tahun 1525 M. Bangsawan Jawa hindu ini diduga kuat adalah Bangsawan
Majapahit karena berdasarkan kajian sejarah Pulau Jawa pada masa itu yang melarikan diri
pada saat penumpasan sisa-sisa hindu oleh pasukan Demak ini yang melarikan diri adalah
sebagian besar Bangsawan Majapahit. Pada saat itu Bangsawan Majapahit lari dalam 3
kelompok besar yaitu ke Pulau Bali, ke daerah Gunung Kidul dan yang tidak cocok dengan
kerajaan di Pulau Bali kemudian memutuskan untuk menyeberang lautan ke arah utara,
rombongan inilah yang kemudian sampai di Sungai Sambas.

Pada saat rombongan besar Bangsawan Jawa yang lari secara boyongan ini (diyakini
lebih dari 500 orang) ketika sampai di Sungai Sambas di wilayah ini di bagian pesisir telah
dihuni oleh orang-orang Melayu yang telah berasimilasi dengan orang-orang Dayak pesisir.
Raja Tan Unggal merupakan anak asuh dari Ratu Sapudak yang berhasil naik tahta dengan
menyingkirkan putera dan puteri Ratu Sapudak yakni Bujang Nadi dan Dare Nandung yang
dikuburkan hidup hidup dibukit Sebedang dengan tuduhan kedua bersaudara itu berniat
kawin sesama saudara (lihat: Legenda Bujang Nadi Dare Nandung) Pada saat itu di wilayah
ini sedang dalam keadaan kekosongan pemerintahan setelah terjadi kudeta rakyat dengan
terbunuhnya Raja Tan Unggal secara tragis dengan dimasukkan kedalam peti dan petinya
dibuang kedalam sungai Sambas (Lihat: dato’ Ronggo) dan sejak itu masyarakat Melayu di
wilayah ini tidak mengangkat Raja lagi. Pada masa inilah rombongan besar Bangsawan Jawa
ini sampai di wilayah Sungai Sambas ini sehingga tidak menimbulkan benturan terhadap
rombongan besar Bangsawan Jawa yang tiba ini.

3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Sambas

Masa Panembahan Sambas hindu yang berbeda keturunan (Dinasti / Nasab) dengan


Kerajaan Sambas hindu itu, setelah masa Panembahan Sambas hindu itu dilanjutkan lagi
masa pemerintahan Kesultanan Sambasdimana Kesultanan Sambas ini berbeda keturunan
(Dinasti / Nasab) dengan Kerajaan Sambas hindu maupun Panembahan Sambas hindu,
namun masih berkerabat, karena pendiri Kesultanan Sambas merupakan menantu di kerajaan
Panembahan Ratu Sambas. Masa Pemerintahan Kesultanan Sambas inilah yang datanya jauh
lebih jelas dan lengkap dibandingkan dengan masa-masa Kerajaan-Kerajaan Sambas
sebelumnya. Keturunan dari Raja-Raja Kerajaan Sambas hindu dan Panembahan Sambas
hindu telah hilang jejaknya, yang ada sekarang sebagai keturunan Kerajaan Sambas adalah
dari Raja-Raja Kesultanan Sambas yang berkembang luas hingga sekarang ini.

F.    Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura

1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura

Kerajaan Kutai Kartanegara berdiri pada awal abad ke-13 di daerah yang


bernama Tepian Batu atau Kutai Lama (kini menjadi sebuah desa di wilayah
Kecamatan Anggana) dengan rajanya yang pertama yakni Aji Batara Agung Dewa
Sakti (1300-1325). Kerajaan ini disebut dengan nama Kerajaan Tanjung Kute dalam
Kakawin Nagarakretagama (1365), yaitu salah satu daerah taklukan di negara bagian Pulau
Tanjungnagara oleh Patih Gajah Mada dari Majapahit.

7|Page
Pada abad ke-16, Kerajaan Kutai Kartanegara dibawah pimpinan raja Aji Pangeran
Sinum Panji Mendapaberhasil menaklukkan Kerajaan Kutai (atau disebut pula: Kerajaan
Kutai Martadipura atau Kerajaan Kutai Martapura atau Kerajaan Mulawarman) yang terletak
di Muara Kaman. Raja Kutai Kartanegara pun kemudian menamakan kerajaannya menjadi
Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura sebagai peleburan antara dua kerajaan tersebut.

Pada abad ke-17, agama Islam yang disebarkan Tuan Tunggang Parangan diterima


dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu dipimpin Aji Raja Mahkota Mulia
Alam. Setelah beberapa puluh tahun, sebutan Raja diganti dengan sebutan Sultan. Sultan Aji
Muhammad Idris (1735-1778) merupakan sultan Kutai Kartanegara pertama yang
menggunakan nama Islami. Dan kemudian sebutan kerajaan pun berganti menjadi Kesultanan
Kutai Kartanegara ing Martadipura.

2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura

Pada abad ke-17, agama Islam yang disebarkan Tuan Tunggang Parangan diterima


dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu dipimpin Aji Raja Mahkota Mulia
Alam. Setelah beberapa puluh tahun, sebutan Raja diganti dengan sebutan Sultan. Sultan Aji
Muhammad Idris (1735-1778) merupakan sultan Kutai Kartanegara pertama yang
menggunakan nama Islami. Dan kemudian sebutan kerajaan pun berganti menjadi Kesultanan
Kutai Kartanegara ing Martadipura

3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura

Pengaruh Islam sudah ada sejak pemerintahan Aji Raja Mahkota. Undang-Undang
Dasar Kerajaan saat itu adalah “Panji Salaten” dan “Beraja Nanti”. Kedua Undang-Undang
tersebut peraturannya disandarkan pada hukum Islam.

G.   Kesultanan Berau

1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Berau

Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayahKabupaten


Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang
memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan
istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelarAji Permaisuri. Pusat pemerintahannya
berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur. Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-
13, Kesultanan Berau terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan
Sambaliung. Sebelumnya daerah-daerah milik Berau yang telah memisahkan diri dan berdiri
sendiri adalah Bulungan dan Tidung (kemudian ditaklukan Sultan Sulu).

2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Berau

Ajaran Islam mulai masuk dan berkembang di lingkungan Kerajaan Berau,


diperkirakan pada era pemerintahan raja ke-6, yakni Aji Temanggung Barani (1557-1589).
Pada masa tersebut, penerapan beberapa hukum islam mulai diberlakukan, meskipun Islam
belum menjadi agama wajib Kerajaan. Ajaran Hindu dan Budha, yang merupakan bawaan
dari kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, masih sangat kuat dianut oeh sebagian besar
penduduk Berau.

3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Berau

Pada pemerintahan Sultan Muhammad Hasanuddin (1731-1767) dan Sultan Zainal


Abidin (1779-1800), Islam menjadi agama mayoritas penduduk Berau. Gelar “Sultan” yang
disandang raja (sebagai pengganti “Aji”) merupakan penanda bahwa Islam menjadi agama
resmi kerajaan.

8|Page
H.   Kesultanan Sambaliung

1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Sambaliung

Kesultanan Sambaliung (sebelumnya bernama Kerajaan Tanjung) adalah kesultanan


hasil dari pemecahan Kesultanan Berau, di mana Berau dipecah menjadi dua,
yaitu Sambaliung dan Gunung Taburpada sekitar tahun 1810-an. Sultan Sambaliung pertama
adalah Sultan Alimuddin yang lebih dikenal dengan nama Raja Alam. Raja Alam adalah
keturunan dari Baddit Dipattung atau yang lebih dikenal dengan Aji Suryanata
Kesuma raja Berau pertama. Sampai dengan generasi ke-9, yakni Aji Dilayas. Aji Dilayas
mempunyai dua anak yang berlainan ibu. Yang satu bernama Pangeran Tua dan satunya lagi
bernama Pangeran Dipati.

Kerajaan Berau diperintah secara bergantian antara keturunan Pangeran Tua dan
Pangeran Dipati (hal inilah yang membuat terjadinya perbedaan pendapat yang bahkan
kadang-kadang menimbulkan insiden). Raja Alam adalah cucu dari Sultan Hasanuddin dan
cicit dari Pangeran Tua, atau generasi ke-13 dari Aji Surya Nata Kesuma.

Raja Alam adalah sultan pertama di Tanjung Batu Putih, yang mendirikan ibukota
kerajaannya di Tanjung pada tahun 1810. (Tanjung Batu Putih kemudian menjadi kerajaan
Sambaliung).

2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Sambaliung

Masuknya Islam di Sambaliung sejak Kesultanan Berau karena Kesultanan


Sambaliung adalah kesultanan hasil dari pemecahan Kesultanan Berau, dimana Berau
dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an.

3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Sambaliung

Pendirian Kesultanan ini didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie, seorang putra
ulama keturunan Arab Hadramaut dari Kerajaan Mempawah, pada hari Rabu, 23 Oktober
1771 (14 Rajab 1185 H) yang ditandai dengan membuka hutan di persimpangan Sungai
Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas Besar untuk mendirikan balai dan rumah
sebagai tempat tinggal. Pada tahun1778 (1192 H), Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi
Sultan Pontianak. Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinyaMasjid Jami
Pontianak (kini bernama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariyah yang
sekarang terletak diKelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak.

Pendirian Kesultanan ini didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie, seorang putra
ulama keturunan Arab Hadramaut dari Kerajaan Mempawah, pada hari Rabu, 23 Oktober
1771 (14 Rajab 1185 H) yang ditandai dengan membuka hutan di persimpangan Sungai
Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas Besar untuk mendirikan balai dan rumah
sebagai tempat tinggal. Pada tahun1778 (1192 H), Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi
Sultan Pontianak. Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinyaMasjid Jami
Pontianak (kini bernama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariyah yang
sekarang terletak diKelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak.

Kesultanan Kadriah berkembang pesat karena didukung dengan adanya jalur


pelayaran dan perdagangan yang menyebabkan banyaknya kapal nusantara dan asing yang
datang ke pelabuhan tersebut untuk memasarkan berbagai jenis barang dagang. Di antara
jenis barang yang dimaksud adalah: berlian, emas, lilin, rotan, tengkawang, karet, tepung
sagu, gambir, pinang, sarang burung, kopra, lada, kelapa, dan sebagainya. Masyarakat
Pontianak dikelompokkan secara sosial berdasarkan identitas kesukuan, agama, dan ras.
Pengelompokan berdasarkan suku, yaitu: pertama, komunitas suku Dayak yang tinggal di
daerah pedalaman. Komunitas ini dikenal tertutup, lebih mengutamakan kesamaan dan
kesatuan sosio-kultural. Kedua, komunitas Melayu, Bugis, dan Arab, yang dikenal sebagai
penganut Islam terbesar di daerah ini yang lebih menekankan aspek sosio-historis sebagai
9|Page
kelas penguasa. Ketiga, imigran Cina yang tinggal di daerah pesisir, yang dikenal sebagai
satu kesatuan sosio-ekonomi/

I.     Kesultanan Gunung Tabur

1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Gunung Tabur

Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah


Kabupaten Berau (Kalimantan Timur) sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14
dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden
Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat
pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur.

Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13 (1810-an), Kesultanan Berau terpisah


menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung.

2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Gunung Tabur

Masuknya Islam di Gunung Tabur sejak Kesultanan Berau karena Kesultanan


Gunung Tabur adalah kesultanan hasil dari pemecahan Kesultanan Berau, dimana Berau
dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an.

3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Gunung Tabur

Masjid Imanuddin dibangun bersamaan dengan dibangunnya istana kesultanan pada


zaman pemerintahan Sultan Aji Pangeran Raja Muda Si Barakkat di abad ke-18. Oleh
karenanya, tidak mengherankan jika masyarakat Kalimantan Timur, khususnya kaum
muslimin Tanjung Redeb, lebih mengenalnya sebagai Masjid Besar Varjtanan Gunung
Tabur.

Sebagaimana Kerajaan Islam di Nusantara, Kesultanan Gunung Tabur pun tidak


melepaskan cirinya sebagai kerajaan Islam. Dan, Masjid raya Imanuddin yang berada dalam
kompleks Kesultanan Gunung Tabur ini adalah bukti konkret mesranya hubungan agama
dengan kekuasaan. Atau, dengan kata lain, kehadiran Masjid Raya Imanuddin yang
berdampingan dengan istana kesultanan, semakin menegaskan asumsi bahwa dalam Islam
tidak ada pemisahan antara politik dan agama.

Sesuai dengan asumsi tersebut tadi maka Masjid Raya Imanuddin pun tidak
membatasi peranannya pada kegiatan ubudiyah semata. Pada zaman penjajahan, baik
Belanda maupun Jepang, sama mencurigai aktivitas yang dilakukan di masjid ini telah
digunakan para ulama untuk mengobarkan semangat anti penjajahan kepada kaum muslimin
pada waktu itu.

J.    Kesultanan Pontianak

1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Pontianak

Kesultanan ini didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie, seorang putra ulama


keturunan Arab Hadramaut dari Kerajaan Mempawah, pada hari Rabu,23 Oktober 1771 (14
Rajab 1185 H) yang ditandai dengan membuka hutan di persimpangan Sungai Landak,
Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas Besar untuk mendirikan balai dan rumah sebagai
tempat tinggal. Pada tahun1778 (1192 H), Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan
Pontianak. Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinya Masjid Jami Pontianak (kini
bernama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariyah yang sekarang terletak
di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak.

10 | P a g e
2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Pontianak

Sultan Syarif Yusuf dikenal sebagai satu-satunya sultan yang paling sedikit
mencampuri urusan pemerintahan. Sultan Syarif Yusuf lebih aktif dalam bidang keagamaan,
sekaligus merangkap sebagai penyebar agama Islam.

Kesultanan Kadriah dipimpin oleh delapan sultan, yaitu sejak tahun 1771 hingga tahun
1950 sebagaimana berikut ini :

a. Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie (1771-1808)


b. Sultan Syarif Kasim Alkadrie (1808-1819)
c. Sultan Syarif Usman Alkadrie (1819-1855)
d. Sultan Syarif Hamid Alkadrie (1855-1872)
e. Sultan Syarif Yusuf Alkadrie (1872-1895)
f. Sultan Syarif Muhammad Alkadrie (1895-1944)
g. Sultan Syarif Thaha Alkadrie (1944-1945)
h. Sultan Syarif Hamid II Alkadrie (1945-1950)

3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Pontianak

Kesultanan Kadriah merupakan kerajaan terbesar di wilayah Kalimantan. Kesultanan


Kadriah berkembang pesat karena didukung dengan adanya jalur pelayaran dan perdagangan.
Proses ini juga berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat. Tidak sedikit dari para
pendatang yang kemudian bermukim di daerah ini.

Kegiatan perdagangan di Pontianak berkembang pesat karena letak Pontianak yang


berada di persimpangan 3 sungai. Pontianak juga memiliki hubungan dagang yang luas.

K.   Kerajaan Tidung

1.    Latar Belakang Lahirnya Kerajaan Tidung

Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan (Kalkan/Kalka)
adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di utara Kalimantan Timur, yang
berkedudukan diPulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu. 

Sebelumnya terdapat dua kerajaan di kawasan ini, selain Kerajaan Tidung, terdapat
pula Kesultanan Bulungan yang berkedudukan di Tanjung Palas. Berdasarkan silsilah
(Genealogy) yang ada bahwa, bahwa di pesisir timur pulauTarakan yakni, di kawasan
binalatung sudah ada Kerajaan Tidung kuno (The Ancient Kingdom of Tidung), kira-kira
tahun 1076-1156. 

Kemudian berpindah ke pesisir barat pulau Tarakan yakni, di kawasanTanjung Batu,


kira-kira pada tahun 1156-1216. Lalu bergeser lagi, tetapi tetap di pesisir barat yakni, ke
kawasan sungai bidang kira-kira pada tahun 1216-1394. Setelah itu berpindah lagi, yang
relatif jauh dari pulau Tarakan yakni, ke kawasan Pimping bagian barat dan kawasan Tanah
Kuning, yakni, sekitar tahun 1394-1557.

Riwayat tentang kerajaan maupun pemimpin (Raja) yang pernah memerintah


dikalangan suku Tidung terbagi dari beberapa tempat yang sekarang sudah terpisah menjadi
beberapa daerah Kabupaten antara lain Kabupaten Bulungan (Salimbatu, Kecamatan Tanjung
Palas Tengah), (Malinau Kota, Kabupaten Malinau) Sesayap, Kabupaten Tana Tidung,
(Sembakung, Kabupaten Nunukan, (Kota Tarakan) dan lain-lain hingga ke daerah Sabah
(Malaysia) bagian selatan.

2.    Proses Masuknya Islam di Kerajaan Tidung

Tahun 1650 aktivitas perdagangan pindah ke sesayap dan sembakung.  Kerajaan


tidung sembakung pindah ke pagar, atasnya sembakung. Kerajaan sesayap adalah cabang

11 | P a g e
kerajaan tarakan, berkembang dari tiga penduduk yang berlokasi di menjelutung. Orang lokal
sesayap padamulanya adalah suku Kepatal, yang telah lama terlupakan. Kemungkinan besar
adalah bagian dari suku putuk.

Sesayap juga dikatakan berada di bawah kekuasaan Berau. Berau pada waktu itu
beraliansi dengan brunei melawan sulu. Lebih lanjut, mungkin seorang kepala suku kepatal,
mulai menggunakan nama dayak yang tegas untuk semua keturunan raja tidung sesayap.

Setelah suku Tausug dari sulu menduduki tarakan dan bersekutu dengan bulungan,
saudara perempuan raja tidung tarakan menikah dengan seorang pangeran bulungan dan
membawa tidung berada di bawah kuasa bulungan.

Anak mereka yang bernama, Baginda, adalah yang pertama masuk islam. Dengan
demikian itu adalah suatu perubahan yang hampir secara langsung dari kepemimpinan kepala
adat dayak ke pemerintahan muslim. Namun bagaimanapun, koversi tersebut hanya terbatas
pada kalangan bangsawan, sehingga sampai akhir tahun 1700an populasi Tidung belum
mayoritas islam. 

3.    Pengaruh Islam pada Masa Kerajaan Tidung

Masyarakat suku Tidung mayoritas beragama Islam dan memiliki corak budaya
Melayu, tetapi kehidupan suku Tidung masih memiliki unsur-unsur agama leluhurnya masuk
didalam ritus dan adatnya baik itu dalam aspek perkawinan, kelahiran, atau pengobatan.

Orang Tidung pada mulanya mempercayai akan dewa-dewa yang mendiami


Kayangan, gunung-gunung dan bukit-bukit, mereka percaya bahwa dewa ini mempunya
kekuatan untuk menyembuhkan bermacam sakit penyakit – salah satu tempat keramat orang
Dayak Berusu di Tana Tidung adalah Air terjun gunung Rian dan disana terdapat kuburan
Dayak yang mirip dengan Sandung tempat menaruh tulang belulang orang yang dilakukan
upacara secondary burial seperti yang dilakukan oleh Dayak Ngaju, Maanyan, Benuaq

Kehidupan masyarakat suku Tidung yang menarik adalah adat istiadatnya salah
satunya saat bulan Syafar yang terdapat dalam kalender Penanggalan Hijriyah (Islam),
menurut kepercayaan masyarakat suku kaum Tidung adalah bulan waktu diturunkannya
malapetaka/bala. Jadi agar terhindar dari malapetaka/bala, maka setiap anak dari suku kaum
Tidung yang lahir pada bulan safar haruslah mengadakan Tradisi Betimbang asebanyak tiga
kali dimana pelaksanaan Tradisi Betimbang adalah pada setiap bulan Safar. Tatacara
pelaksana sang Anak duduk di atas Timbangan yang telah dibuat sedemikian rupa, sementara
kitab Suci Alqur'an, Sayur-sayuran, dan Makanan di simpan di atas timbangan lainnya,
sehingga kedudukannya menjadi seimbang. setelah itu anak diturunkan, dan digantikan
dengan sayur-sayuran dan buah-buahan yang lainnya.

L.   Kerajaan Tidung Kuno

1.    Latar Belakang Lahirnya Kerajaan Tidung Kuno

Berdasarkan silsilah (Genealogy) yang ada bahwa, bahwa dipesisir timur


pulauTarakan yakni, di kawasan binalatung sudah ada Kerajaan Tidung kuno (The Ancient
Kingdom of Tidung), kira-kira tahun 1076-1156. Kemudian berpindah kepesisir barat pulau
Tarakan yakni, di kawasan Tanjung Batu, kira-kira pada tahun 1156-1216. Lalu bergeser lagi,
tetapi tetap dipesisir barat yakni, kekawasan sungai bidang kira-kira pada tahun 1216-1394.
Setelah itu berpindah lagi, yang relatif jauh dari pulau Tarakan yakni, kekawasan Pimping
bagian barat dan kawasan Tanah Kuning, yakni, sekitar tahun 1394-1557.

12 | P a g e
2.    Proses Masuknya Islam di Kerajaan Tidung Kuno

Di daerah selatan Kalimantan Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan.


Dalam tradisi lisan Dayak di daerah itu sering disebut Nansarunai Usak Jawa, yakni kerajaan
Nansarunai dari Dayak Maanyanyang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi
antara tahun 1309–1389. Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak
dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman ke wilayahsuku Dayak Lawangan. Arus
besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama
masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1520).Sebagian besar suku Dayak di wilayah
selatan dan timur kalimantan yang memeluk Islam keluar dari suku Dayak dan tidak lagi
mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang
Banjar dan Suku Kutai. Sedangkan orangDayak yang menolak agama Islam kembali
menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah Kayu
Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Amas dan Watang Balangan. Sebagian
lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di
Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang pimpinan Banjar Hindu yang
terkenal adalah Lambung Mangkuratmenurut orang Dayak adalah seorang Dayak.

3.    Pengaruh Islam pada Masa Kerajaan Tidung Kuno

Penyebaran Islam saat itu melalui perkawinan karena berawal dari kehidupan yang
berpencar dan berpindah-pindah. Beberapa orang suku Tidung berpindah-pindah dan
kebanyakan dari mereka tidak lagi menggunakan bahasa nenek moyang mereka, tinggal dan
hidup di Berau, Kutai (Kutai Lama, Sangkulirang, Sangatta) dan lainnya. Di Sabah bagian
Barat ada kumpulan kecil yang memiliki adat di luar suku Tidung yang bukan Islam. Tapi
bahasa mereka mirip dengan dialek Tarakan. Tidung Tarakan sendiri disebut Tenggara atau
desa Raja Tara’ yang penduduknya bercampur dengan orang Kayan seperti halnya Melayu
yang tidak menjadi pertimbangan mereka menjadi orang Tidung. Suku Tidung membaur
dengan semua kelompok untuk bersama-sama membentuk pemerintahan pantai. Waktu itu,
mereka lebih menyukai kawin dengan tetangga muslim seperti Sulu, Bugis, Brunei, dan Arab
serta orang-orang Melayu lainnya.

M.  Dinasti Tengara

1.    Latar Belakang Lahirnya Dinasti Tengara

Dahulu kala kaum Suku Tidung yang bermukim di pulau Tarakan, populer juga


dengan sebutan kaum Tengara, oleh karena mereka mempunyai pemimpin yang telah
melahirkan Dynasty Tengara. Berdasarkan silsilah (Genealogy) yang ada bahwa, bahwa di
pesisir timur pulau Tarakan yakni, di kawasan binalatung sudah adaKerajaan Tidung
kuno (The Ancient Kingdom of Tidung), kira-kira tahun 1076-1156.[3] Kemudian berpindah ke
pesisir barat pulau Tarakan yakni, di kawasan Tanjung Batu, kira-kira pada tahun1156-1216.
Lalu bergeser lagi, tetapi tetap di pesisir barat yakni, ke kawasan sungai bidang kira-kira pada
tahun 1216-1394. Setelah itu berpindah lagi, yang relatif jauh dari pulau Tarakan yakni, ke
kawasan Pimping bagian barat dan kawasan Tanah Kuning, yakni, sekitar tahun 1394-1557.

Kerajaan Dari Dynasty Tengara ini pertama kali bertakhta kira-kira mulai pada
tahun 1557-1571 berlokasi di kawasan Pamusian wilayah Tarakan Timur.

2.    Proses Masuknya Islam di Dinasti Tengara

Dahulu kala kaum suku Tidung yang bermukim dipulau Tarakan, popular juga
dengan sebutan kaum Tengara, oleh karena mereka mempunyai pemimpin yang telah
melahirkan Dynasty Tengara.

Proses masuknya Islam melalui suku Tidung yaitu melalui masyarakat Dayak. Suku
Tidung masih berkerabat dengan suku Dayak rumpun Murut (suku-suku Dayak yang ada di
Sabah). Karena suku Tidung beragama Islam dan mengembangkan kerajaan Islam sehingga
13 | P a g e
tidak dianggap sebagai suku Dayak, tetapi dikategorikan suku yang
berbudaya Melayu (hukum adat Melayu) seperti suku Banjar, suku Kutai, dan suku Pasir.

N.   Kesultanan Bulungan 

1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Bulungan

Kesultanan Bulungan atau Bulongan adalah kesultanan yang pernah menguasai


wilayah pesisir Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tana Tidung,Kabupaten
Malinau, Kabupaten Nunukan, Kota Tarakan dan Tawau, Sabahsekarang. Kesultanan ini
berdiri pada tahun 1731, dengan raja pertama bernama Wira Amir gelar Amiril
Mukminin (1731–1777), dan Raja Kesultanan Bulungan yang terakhir atau ke-13 adalah
Datuk Tiras gelarSultan Maulana Muhammad Djalalluddin (1931-1958). Negeri Bulungan
(Negeri Merancang) bekas daerah milik "negara Berau" yang telah memisahkan diri sehingga
dalam perjanjian Kesultanan Banjar dengan VOC-Belanda dianggap sebagai bagian dari
"negara Berau" (Berau bekasvazal Banjar yang diserahkan kepada VOC-Belanda).[4] Pada
kenyataannya sampai tahun 1850, Bulunganberada di bawah dominasi Kesultanan Sulu.

2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Bulungan

Kesultanan Bulungan berada dibawah pengaruh Kesultanan Sulu. Kesultanan


Sulu adalah sebuah pemerintahan Muslim yang pernah suatu masa dahulu menguasai Laut
Sulu di Filipina Selatan. Kesultanan ini didirikan pada tahun 1450. Pada zaman
kegemilangannya, negeri ini telah meluaskan perbatasannya dari Mindanao hingga bagian
timur negeri Sabah. Dalam Kakawin Nagarakretagama, negeri Sulu disebut Solot, salah satu
negeri di kepulauan Tanjungnagara (Kalimantan-Filipina) yaitu salah satu kawasan yang
menjadi daerah pengaruh mandala kerajaan Majapahit di Nusantara. Negeri Sulu terletak di
lepas pantai timur laut pulau Kalimantan.

Pada tahun 1380, seorang ulama keturunan Arab, Karim ul-Makdum


memperkenalkan Islam di Kepulauan Sulu. Kemudian tahun 1390, Raja Bagindo yang
berasal dari Minangkabau melanjutkan penyebaran Islam di wilayah ini. Hingga akhir
hayatnya Raja Bagindo telah mengislamkan masyarakat Sulu sampai ke Pulau Sibutu.

3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Bulungan

Pada saat Kesultanan Bulungan ini terkenal dengan perayaan Birau, yaitu pesta yang
diadakan secara meriah oleh seluruh masyarakat. Perayaan Birau awalnya dilaksanakan pada
masa Kesultanan Bulungan untuk memperingati syukuran khitanan anak raja-rajanya.
Sebagai upaya untuk melestarikan adat istiadat, perayaan Birau tetap terus diselenggarakan.

BAB III

14 | P a g e
PENUTUP

A.   KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa awal mulanya Kerajaan Islam di
Kalimantan terjadi karena Kerajaan-Kerajaan Hindu-Budha dapat ditaklukkan oleh kerajaan
Islam sehingga agama Islam menyebar hingga ke seluruh Nusantara, salah satunya
Kalimantan. Di Kalimantan, Kerajaan Islam juga menyebar akibat kekalah Kerajaan Hindu-
Budha yang kemudian digantikan oleh Kerajaan Islam. Salah satu Pangeran yang berjasa
dalam penyebaran Kerajaan Islam di Kalimantan Ialah Pangeran samudera. Hal itu terjadi
karena pangeran Samudera menikahi seorang Puteri dari Kerajaan Hindu-Budha yang
kemudian diIslamkanoleh Pengeran samudera dan hal itu mengakibatkan kemarahan dari
saudara-saudara sang Puteri dan mengakibatkan terjadi perperangan dan pertumpahan darah.
Dari sanalah kemudian muncul kerajaan-kerajaan Islam yang tersebar akibat kekalah
kerajaan Hind-Budha tersebut.

Adapun Kerajaan-Kerajaan Islam yang ada di Kalimantan yaitu Kesultanan Pasir, Kesultanan
Banjar, Kesultanan Kota Waringin, Kesultanan Beruk, Kesultanan Pontianak, Kerajaan
Tidung, Kesultanan Sambas, Kesultanan Kertanegara, Kesultanan Sambaliung, Kesultanan
Bulungan.

Proses masuknya Islam pada kerajaan di Kalimantan yaitu melalui :

1. Jalur perdagangan
2. Kehidupan yang berpindah-pindah
3. Pernikahan
4. Jalur pelayaran
5. Adat Istiadat

B.   SARAN

Setelah beberapa paparan dan kesimpulan yang dijabarkan, saran yang dapat penulis
sampaikan yaitu semoga dengan mengetahui sejarah perkembangan Islam di Kalimantan kita
dapat menghormati dan menghargai hasil jerih payah mereka dalam menegakkan Islam di
daerah Kalimantan walaupun harus berkorban nyawa dalam memerangi kerajaan Hindu-
Budha yang pernah menguasai daerah-daerah di Kalimantan.

DAFTAR PUSTAKA
15 | P a g e
Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1993), h. 119-120.

Tjilik Riwut, h. 21.

Cilik Riwut. Kalimantan Membangun Alam dan kebudayaan, PT. Tiara Wacana Yogya,
cetakan pertama 17 Agustus 1993 h. 119-120.

Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara


Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. h. 70

16 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai