ِ ِ ِ ِ ِ ِ ك بِٱ ْْلِك
ْ ْمة ىوٱلْ ىم ْوعظىة ٱ ْْلى ىسنىة ۖ ىو ٰىجد ْْلُم بِٱلَِِّت ه ىى أ
ىح ىس ُن ۚ إِ َّن ىربَّ ى
ك ُه ىو ى ْٱدعُ إِ ى َٰل ىسبِ ِيل ىربِ ى
ِ ِ ِِ ِ
ين
ض َّل ىعن ىسبيلهۦ ۖ ىوُه ىو أ ْىعلى ُم بٱلْ ُم ْهتىد ى أ ْىعلى ُم ِِبىن ى
Serulah(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran
yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat
petunjuk.
1
PEMBAHASAN
A. Asal Usul Kerajaan Banjar
1
Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia
(Bandung: Al-Ma’arif, 1979), h. 386.
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Press, 1997), h. 386.
2
Karena tidak mau daerahnya mengantar upeti ke Daha kepada Pangeran
Tumenggung, maka Patih Masih mengangkat Pangeran Samudera sebagai
Raja.3 Patih Masih, walau tak seagung Patih Gajah Mada, ia mampu
mengendalikan pemerintahan dengan teratur dan maju. Patih ini banyak
bergaul dengan Mubaligh Islam yang datang dari Tuban dan Gresik, dari
para Mubaligh inilah ia mendengar kisah tentang Wali Songo dalam
mengemban Kerajaan Demak dan dalam membangun masyarakat yang
adil dan makmur. Bagi Patih Masih, kisah tersebut sangat mengagumkan,
seiring berjalannya waktu, dari pergaulannya ini, ia akhirnya memeluk
agama Islam.4 Atas bantuan Patih Masih, Pangeran Samudera dapat
menghimpun kekuatan perlawanan dan memulai menyerang Pangeran
Tumenggung. Melalui serangan pertamanya, Pangeran Samudera berhasil
menguasai Muara Bahan.
3
Harun Yahya, Kerajaan Islam Nusantara: Abad XVI Dan XVII (Yogyakarta: Kurnia
Kalam Sejahtera, 1995), h. 72.
4
Saifuddin Zuhri, Sejarah…, h. 392.
5
Saifuddin Zuhri, Sejarah…, h. 220.
6
J.J Ras, Hikayat Banjar: A Study in Malay Historiography (Leiden: The Hague, 1968),
h. 426.
7
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011), h.220
3
B. Sistem Pemerintahan Kerajaan Banjar
Agama Islam merupakan agama resmi Kerajaan, oleh karena itu para
ulama mendapatkan kedudukan yang terhormat dan mulia dalam Kerajaan.
Tetapi selama berabad-abad lamanya hukum-hukum Islam tidak
diutamakan dan belum melembaga dalam pemerintahan karena pada saat
itu belum ada ulama yang mendampinginya. Setelah Sultan Tahmidullah II
berkuasa pada tahun 1761-1801 M, barulah hukum Islam itu melembaga
di Kerajaan Banjar dengan didampingi oleh Syekh Muhammad Arsyad Al-
Banjari, salah seorang ulama besar yang telah berhasil membina
masyarakat Banjar untuk mengamalkan ajaran Islam.8
8
Yusuf Halidi, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari Ulama Besar Kalimantan Selatan
Silsilah Raja-raja yang Berkuasa Pada Masa al-Banjari dari Lahir Hingga Wafat (Surabaya: Al-
Ihsan, 1968), h. 25.
9
Azzumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII (Bandung: Mizan, 1994), h. 252.
10
Abu Daudi, Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Kalimantan Selatan:
Sekretariat Madrasah Sullamul Ulum, 1980), h. 45.
4
Pengadilan itu dipimpin seorang mufti sebagai ketua hakim tertinggi
pengawas pengadilan umum dan qadhi bertugas mengurusi masalah
hukum waris, pembagian harta dan urusan Mu’amalat (jual-beli). Dengan
kepastian hukum Islam yang diterapkan dalam Kerajaan, segala urusan
dalam masyarakat dapat diselesaikan dalam pengadilan agama yang
mendapat legitimasi dari Kerajaan.
1) Ushul Ad-Din;
2) Nuqthat Al-‘Ajlam;
3) Kitab Al-Faraidh;
4) Kitab An-Nikah;
5) Tuhfah Ar-Raghibin;
6) Qaul Al-Mukhtashar;
7) Kanz Al-Ma’rifahl
8) Sabil Al-Muhtadin li At-Tafaqquh fi Amr Ad-Din.
5
Kitab ini sangat terkenal di seluruh Asia Tenggara seperti Filipina,
Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja,
Vietnam, dan Laos, karena kaum muslimin di daerah-daerah tersebut
masih menggunakan bahasa melayu.11
Kedudukan agama Islam sebagai agama Negara terlihat dengan jelas pada
masa pemerintahan Sultan Adam Al-Watsiq Billah yang memerintah pada
tahun 1825-1857 M, ia mendapatkan gelar Sultan Muda sejak tahun 1782.
Ia mengeluarkan Undang-Undang Negara pada tahun 1835 yang kemudian
dikenal sebagai Undang-Undang Sultan Adam, yang mana dalam Undang-
Undang tersebut terlihat jelas bahwa sumber hukum yang dipergunakan
adalah hukum Islam.12 Oleh karena itu, Kerajaan Banjar disebut sebagai
Kerajaan Islam, dan oleh karena itu pula, orang Banjar dikenal sebagai
orang yang beragama Islam. Dari sudut pandang Islam, otoritas sultan
berasal dari perannya sebagai pelaksana hukum Islam (Syari’ah).
11
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Kitab Sabil Al-Muhtadin, terj. M Asywadie
Syukur (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1985), h. 2.
12
Undang-Undang Negara, Undang-Undang Sultan Adam, 1835.
6
C. Sistem Sosial-Ekonomi Kerajaan Banjar
Para penguasa sebagai the rulling class berusaha menguasai tanah yang
lebih luas dalam bentuk tanah apanage, yaitu tanah yang hasilnya
dipungut oleh keluarga raja, dan dijadikan wilayah penguasaan penanaman
lada. Besarnya perdagangan lada menyebabkan melimpahnya kekayaan
bagi golongan politikus dan pedagang, karena mereka memiliki kekuasaan
penuh yang tidak dimiliki oleh rakyat awam.
7
D. Islam dan Budaya Banjar
b) Maulidan
Kata maulidan berasal dari bahasa Arab yakni maulid yang berarti hari
kelahiran seseorang. Kemudian kata tersebut dibanjarkan menjadi
maulidan atau muludan.
13
Hasan, “Islam Dan Budaya Banjar Di Kalimantan Selatan”. Ittihad Jurnal
Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 14 No.25 April 2016, h, 82.
8
Maulidan adalah sebuah acara perayaan untuk memperingati hari
lahirnya Nabi Muhammad SAW yang bertepatan pada tanggal 12
Rabi’ul Awwal. Umat Islam merayakannya dengan cara yang berbeda-
beda, sesuai dengan pola kebudayaan masing-masing. Seperti yang ada
di daerah Jawa misalnya di Keraton Yogyakarta, diadakan acara
Grebek dengan dilengkapi acara ritual-ritual Jawa seperti mengarak
benda-benda bersejarah punya sultan, mengarak makanan sampai ke
masjid agung dan selanjutnya makanan tersebut diperebutkan
masyarakat.
Dalam rumah itu dibacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan setelah itu
dilanjutkan dengan pembacaan Maulid Al- Habsyi atau sering disebut
dengan rawi (pembacaan biografi dengan bahasa Arab) yang diselingi
dengan qasidah-qasidah yang menggunakan terbang sejenis marawis.
Setelah selesai semua itu, tuan rumah pun menyuguhkan makanan bagi
yang hadir dalam rumah tersebut.
9
Setelah mereka selesai makan bersama-sama, mereka langsung menuju
ke masjid agung untuk mengikuti maulid akbar yang juga dibacakan
ayat-ayat Al Quran, Maulid Habsyi serta diadakan ceramah agama
oleh kyai setempat atau dengan mendatangkan penceramah dari luar
kota.
Dana yang digunakan untuk acara maulid ini biasanya berasal dari
swadana masyarakat setempat yang dikumpulkan jauh-jauh hari
sebelum acara tersebut dilaksanakan. Biasanya dibentuk kepengurusan
untuk pencarian dana yang akan digunakan dalam acara tersebut.
Selain dalam pencarian dana, mereka juga saling membantu dan
berbagi tugas, ada yang membersihkan masjid, ada yang menjadi
tukang masak, tukang parker dan lain sebagainya demi kelancaran
acara maulid.
c) Baayun Maulid
14
Hasan,“Islam”…, h, 83.
10
Dan ketika agama Hindu berkembang di daerah ini maka berkembang
pula budaya yang serupa dengan baayun anak yakni baayun wayang
(didahului oleh pertunjukan wayang), baayun topeng (didahului oleh
pertunjukan topeng) dan baayun madihin (mengayun bayi sambil
melagukan syair madihin).
d) Batampung Tawar
15
Hasan,“Islam”…, h, 84.
11
Upacara ini menyertai berbagai peristiwa penting dalam masyarakat,
seperti kelahiran, perkawinan, pindah rumah, pembukaan lahan baru,
jemput semangat bagi orang yang baru luput dari mara bahaya, dan
sebagainya. Dalam perkawinan, misalnya, Tepung Tawar adalah
simbol pemberian do’a dan restu bagi kesejahteraan kedua pengantin,
di samping sebagai penolakan terhadap bala dan gangguan.
Ada anggapan bahwa setiap jenis daun dan benda- benda yang
digunakan mempunyai atau merepresentasi kekuatan ghaib tertentu
yang berfungsi menyelamatkan, menyejukkan, menjaga, dan
sebagainya. Terdapat beberapa varian upacara ini untuk daerah yang
berbeda (seperti Aceh, Melayu, Sambas dan lain-lain), tetapi sumber
dan tujuannya sama. Demikianlah yang dilakukan masyarakat sebelum
Islam datang di nusantara dan demikian pulalah ritual yang sampai
sekarang masih berlangsung dalam agama Hindu.
16
Hasan,“Islam”…, h, 85.
12
e) Bapalas bidan
17
Hasan,“Islam”…, h, 86-88.
13
f) Baarwahan Dan Bahaulan
18
Hasan,“Islam”…, h, 88.
14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerajaan Banjar adalah satu-satunya Kerajaan Islam yang terletak di
Kalimantan Selatan, yang mana ia adalah kelanjutan dari Kerajaan Daha
yang telah ditaklukkan oleh Pangeran Samudera. Kerajaan Banjar berdiri
pada tahun 1526 M dengan Pangeran Samudera (Sultan Suriansyah)
sebagai sultan pertamanya dan Banjarmasin sebagai ibu kotanya. Agama
resmi dari Kerajaan Banjar adalah agama Islam, oleh karena itulah para
ulama mendapatkan penghormatan dan kedudukan yang layak dari
penguasa. Dengan hal yang demikian, hukum Islam pun dijadikan sebagai
hukum Kerajaan, walaupun tidak semua hukum Islam diterapkan dan
dilaksanakan oleh Kerajaan Banjar. Karena kedatangan dan adanya
intervensi dari penjajah, yakni Belanda, maka Kerajaan Banjar pun
berhasil dihapuskan secara sepihak oleh Belanda pada 11 Juni 1860.
Adapun beberapa budaya lokal yang diislamkan adalah:
a. Acara Hari ‘Asyura (10 Muharram) dan Pembuatan Bubur ‘Asyura;
b. Maulidan;
c. Baayun Maulid;
d. Batampung tawar;
e. Bapalas bidan;
f. Baarwahan dan Bahaulan.
15
DAFTAR PUSTAKA
16