Anda di halaman 1dari 12

ILMU AL-MAKKIY WA AL-MADANIY

Diajukan untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Ulumul Qur’an A

Dosen Pengampu: Syamsuni, M.A

Oleh:
Ahmad Zakiyuddin (170104020046)
Lailatus Shofa (200103020002)
Muhammad Rifan Aulia (200103020179)
Neily Autharina (200103020037)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
BANJARMASIN
2021
A. Pendahuluan
Seperti yang diketahui al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
secara berangsur-angsur dengan tujuan agar mudah dihafal, dipahami, dan diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari dengan proses yang cukup panjang yakni sekitar 23 tahun.
Tepatnya menurut para ulama diantaranya Syaikh Muhammad al-Khudhari Bek,
turunnya al-Qur’an memakan waktu 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari. Dimulai tanggal 17
Ramadhan tahun ke-41 dari kenabian Nabi Muhammad SAW dan berakhir pada tanggal
9 Dzulhijjah tahun 10 Hijrah.
Membicarakan sejarah turunnya al-Qur’an diterangkan bahwa al-Qur’an
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW di dua tempat atau dua masa yang berbeda.
Pertama, ketika Nabi bertempat tinggal di Makkah dalam arti sebelum hijrah ke Madinah.
Kedua, ketika Nabi bermukim di Madinah sesudah hijrah. Surat atau ayat al-Qur’an yang
diturunkan di Makkah sebelum Nabi hijrah dinamakan surat atau ayat Makki, sedangkan
surat atau ayat al-Qur’an yang diturunkan di Madinah sesudah Nabi hijrah dinamakan
surat atau ayat Madani. Dengan latar belakang inilah kami menulis sebuah makalah
dengan judul Ilmu al-Makkiy Wa al-Madaniy. Dalam makalah ini akan dibahas tentang
pengertian ilmu al-makkiy wa al-madaniy, klasifikasi al-makkiy wa al-madaniy, contoh
surat atau ayat al-makiy wa al-madaniy, ciri-ciri al-makkiy wa al-madaniy, dan urgensi
memepelajari ilmu al-makkiy wa al-madaniy. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas
mata kuliah ulumul qur’an yang diampu oleh Bapak Syamsuni, M.A.
B. Pengertian Ilmu al-Makkiy Wa al-Madaniy
Makkiy madaniy adalah susunan dua kata yang terangkai saling berdampingan
dan selalu ada keterkaitan, karena dua kata ini merupakan salah satu kajian penting dalam
ulumul qur’an. Makkiy secara bahasa diartikan sebagai suatu nisbah yang tertuju pada
sebuah kawasan mulia yang menjadi tempat tinggalnya para Nabi, turunnya wahyu, dan
didirikannya bangunan Ka’bah. Sementara madaniy adalah sebuah kota metropolis yang
menjadi sejarah keberhasilan dakwah Rasulullah SAW.1

1
Abdurrazzaq Husayn Ahmad, al-Makki wa al-Madani fi Al-Qur’an Al-Karim: Dirasah Ta assiliyyah
Naqdiyyah li As-Suwar wa al-Ayat (Kairo: Dar Ibn ‘Affan, 1999), 37.
Para ulama terdahulu tidak secara gamblang mengartikan makkiy dan madaniy.
Mereka hanya sekedar menyebutkan makki madani secara terpotong-potong dan masih
dalam bentuk uraian yang tercampur dengan tema-tema fenomenal lain dalam ulumul
qur’an. Oleh karena itu Husayn Ahmad seorang penulis buku ulumul qur’an dari Kairo
mengumpulkan beberapa ujaran para ulama terdahulu yang menyinggung masalah
makkiy dan madaniy dengan tujuan untuk mendapat gambaran yang lebih memadai
sehingga dapat menangkap pemaknaan yang lebih ilmiah. Akhirnya, proses itu berhasil
menyimpulkan sebuah jawaban bahwa yang dimaksud dengan makkiy madaniy adalah
disiplin ilmu yang membahas seputar fakta-fakta turunnya al-Qur’an di Mekah dan
Madinah, dan ihwal lain yang masih ada sangkut-pautnya dengan tema makkiy madaniy.2
Dalam kajian ilmu al-Qur’an yang dimaksud dengan makkiy ialah ayat-ayat yang
diturunkan sebelum Nabi berhijrah ke Madinah, sedangkan yang dimaksud dengan
madaniy ialah ayat-ayat yang diturunkan sesudah Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah.
Pengelompokan ini menjadi penting untuk menunjukkan bahwa semua ayat yang
diturunkan di mana pun dikategorikan ayat makiyyah apabila turun sebelum Rasulullah
SAW berhijrah. Demikian pula halnya ayat-ayat yang diturunkan sesudah hijrah disebut
ayat-ayat madaniyyah, sekalipun turunnya di Mekah.3
C. Klasifikasi Ayat Al-Makkiyah dan Al-Madaniyah
Yang terpenting dalam pengklasifikasian Makki dan Madani yang dipelajari para
ulama dalam pembahasan ini adalah:
1. Yang diturunkan di Madinah
Ada 20 surah madaniyah, yakni al-baqarah, Ali Imran, an-Nisa', al-Maa'idah, al-
Anfal, at-Taubah, an-Nuur, al-Ahzab, Muhammad, al-Fath, al-Hujarat, al-Hadiid, al-
Mujadalah, al-Hasyr, al-Jumu'ah Al-Mumtanah, al-munafiqun dan at-Talaq, at-
Tahriim, dan an-Nasr.

2
Mochammad Arifin, 10 TEMA FENOMENAL DALAM ILMU AL-QUR’AN (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo Kompas – Gramedia, 2019), 236.
3
Salman Harun dkk., Kaidah-Kaidah Tafsir Bekal Mendasar Untuk Memahami Makna Al-Qur’an dan
Mengurangi Kesalahpahaman (Jakarta: PT Qaf Media Kreativa, 2017), 58.
2. Yang diperselisihkan
Adapun yang masih diperselisihkan ada duabelas surah, yakni al-Faatihah, ar-
Ra'd, ar-Rahman, as-Saff, at-Tagabun, at-Tatfif, al-Qadrar, al-Bayyinah, al-Zalzalah,
al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nas.
3. Yang diturunkan di Mekkah
Ada 82 surah sisanya jadi jumlah surah-surah Al-Qur'an itu semuanya seratus
empatbelas surah.4
D. Pengetahuan tentang makki dan Madani serta perbedaannya
Untuk mengetahui dan menentukan Makki dan Madani para ulama bersandar
pada dua cara utama: sima'i naqli (pendengaran seperti apa adanya)dan qiyasi ijtihadi
(kias hasil ijtihad). Cara pertama didasarkan pada riwayat shahih dari para sahabat yang
hidup pada saat dan pada saat dan menyaksikan turunnya wahyu; atau dari para tabiin
yang menerima dan mendengar dari para sahabat bagaimana, di mana dan peristiwa apa
yang berkaitan dengan turunnya Wahyu itu. Sebagian besar penentuan Makki dan
Madani ini. Dan contoh-contoh di atas merupakan bukti paling baik baginya. Penjelasan
tentang penentuan tersebut telah memenuhi kitab-kitab tafsir bil-ma'sur, kitab-kitab
asbabun nuzul dan pembahasan-pembahasan mengenai ilmu-ilmu Qur'an. Namun
demikian, tentang hal tersebut tidak terdapat sedikit pun keterangan dari Rasulullah,
karena ia telah termasuk suatu kewajiban, kecuali dalam batas yang dapat membedakan
yang nasikh dan mana yang masukh. Qadi Abu Bakr ibnut Tayyib al-Baqalani dalam al-
Intisar menegaskan: "pengetahuan tentang Makki dan Madani ini mengacu pada hafalan
para sahabat dan tabiin. Tidak ada suatu keterangan pun yang datang dari Rasulullah
mengenai hal itu, sebab Ia tidak diperintahkan untuk itu, dan Allah tidak menjadikan ilmu
pengetahuan mengenai hal itu sebagai kewajiban umat. Bahkan sekalipun sebagian
pengetahuannya dan pengetahuan mengenai sejarah nasikh dan mansukh itu wajib bagi
ahli ilmu, tetapi pengetahuan tersebut tidak harus diperoleh melalui nas dari Rasulullah.
Cara qiyas ijtihadi didasarkan pada ciri-ciri Makki dan Madani. Apabila dalan
surah Makki terdapat suatu ayat yang mengandung sifat Madani atau mengandung

4
Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hal. 126-127.
peristiwa Madani, maka dikatakan bahwa ayat itu Madani. Dan apabila dalam surah
Madani terdapat suatu ayat yang mengandung sifat Makki atau pengandung peristiwa
Makki, maka ayat tersebut dikatakan sebagai ayat Makki. Bila dalam satu surah terdapat
ciri-ciri Makki, maka surah itu di namakan surah Makki. Demikian pula bila dalam suatu
surah terdapat ciri-ciri Madani, maka surah itu dinamakan surah Madani. Inilah yang di
sebut qiyasi ijtihadi. Oleh karena itu, para ahli mengatakan "Setiap surah yang di
dalamnya mengandung kisah para nabi dan umat-umat terdahulu, maka sudah itu adalah
Maki. Dan setiap surah yang didalamnya mengandung kewajiban atau ketentuan, surah
itu adalah Madani. Dan begitu seterusnya." Ja'bari mengatakan, "untuk mengetahui
Makki dan Madani ada dua cara: sima'i (pendengaran) dan (kias)." Sudah tentu sima'i
pendengarannya berita pendengaran, sedang qiyasi berpegang pada penalaran. Baik berita
pendengaran maupun penalaran, keduanya merupakan metode pengetahuan yang valid
dan metode penelitian ilmiah.5
Maka dari itu menentuan surah Makki dan Madani itu mungkin bisa diterima
mungkin juga tidak, bergantung pada dua hal:
1. Penelusuran yang dilakukan harus sempurna (menyeluruh), dengan catatan tentu ada
pengecualian surah atau surah-surah tertentu.
2. Jika pendapat mereka hanya berdasarkan pada ijtihad dan teori saja tanpa ada riwayat
yang dinukil, maka pendapat itu ditolak. Seperti menentukan sebuah surah yang
didalamnya terdapat ahl al-kitab adalah Madaniyyah, yang hanya mengandalkan pada
ijtihad bukan periwayatan, karena kenyataan bahwa ahl al-kitab hanya ada di
Madinah.6
E. Perbedaan makki dengan Madani

Untuk membedakan makki dan Madani para ulama mempunyai tiga macam
pandangan yang masing-masing mempunyai dasarnya sendiri.

Pertama: Dari segi waktu turunnya. Makki adalah yang diturunkan sebelum hijrah
meskipun bukan di Mekah. Madani adalah yang diturunkan sesudah hijriah sekalipun
5
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Terj. Mudzakir (Bogor:Penerbit Litera AntarNusa,
2019), hal. 80-81.
6
Salman Harun, dkk, Kaidah-Kaidah Tafsir, (Jakarta: PT Qaf Media Kreativa, 2017), hal. 60.
bukan di Madinah. Yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun di Mekah atau Arafah,
adalah Madani, seperti yang diturunkan pada tahun penaklukan kota Mekah, misalnya
firman Allah:

"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya..." (an-Nisa'/4:58).

Ayat ini diturunkan di Mekah, dalam Ka'bah pada tahun penaklukan Mekah; atau
yang diturunkan pada haji Wada', seperti firman Allah:

... ...

"... pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah kucukupkan
nikmat-ku bagimu, dan telah aku ridai Islam sebagai agamamu..." (al-Ma'idah/5:3).

Pendapat ini lebih baik dari kedua pendapat berikut, karena ia lebih memberikan
kepastian dan konsisten.

Kedua: Dari segi tempat turunnya, Makki adalah yang turun di Mekah dan sekitarnya,
seperti Mina Arafah, dan Hudaibiyah. Dan madani ialah yang turun di Madinah dan
sekitarnya, seperti Uhud, Quba, dan Sil'. Pendapat ini mengakibatkan tidak adanya
pembagian secara konkret yang mendua sebab yang turun dalam perjalanan, di Tabuh
atau di Baitul Maqdis tidak termasuk ke dalam salah satu bagiannya, sehingga ia tidak
dinamakan Maki dan tidak juga Madani. Juga mengakibatkan bahwa yang diturunkan di
Mekah sesudah hijrah disebut Makki.

Ketiga: Dari segi sasarannya. Maki adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk
Mekah dan Madani adalah yang seruannya ditunjukkan kepada Penduduk Madinah.
Berdasarkan pendapat ini, para pendukungnya menyatakan bahwa ayat Qur'an yang
mengandung seruan ya ayyuhan nas (wahai manusia) adalah Maki; sedang ayat yang
mengandung seruan ya ayyuhal ladzina amanu (wahai orang-orang yang beriman) adalah
Madani.
Namun melalui pengamatan cermat, nampak bagi kita bahwa kebanyakan surah
Qur'an tidak selalu dibuka dengan salah satu seruan itu. Dan ketentuan demikian pun
tidak konsisten. Misalnya, surah al-Baqarah itu Madani, tetapi di dalamnya terdapat ayat:

"Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang
sebelum kamu, agar kamu bertakwa." (al-Baqarah/2:21), dan firman-Nya:

"Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang
nyata bagimu."(al-Baqarah/2:168).

Dan Surah an-Nisa' itu Madani, tetapi permulaannya "ya ayyuhan nas. "Surah al-Hajj,
Makki, tetapi di dalamnya terdapat juga:

"Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, Sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu; dan
lah Tuhanmu dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung." (al-hajj/22:77).7

F. Ciri dan karakteristik Makkiyah dan madaniyah


1. Ciri dan karakteristik surah Makkiyah
a) Setiap surah yang didalamnya terdapat kata (kalla), kata ini digunakan untuk
memberi peringatan yang tegas dan keras kepada orang-orang Mekah yang keras
kepala.
b) Setiap surah yang didalamnya terdapat ayat Sajadah termasuk Makkiyah.
c) Setiap surah yang di dalamnya terdapat kisah para nabi dan umat-umat terdahulu
termasuk Makkiyah, kecuali surah al-Baqarah dan Ali Imran yang keduanya
termasuk Madaniyah.

7
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Terj. Mudzakir (Bogor:Penerbit Litera AntarNusa,
2019), hal. 81-84.
d) Setiap surah yang di dalamnya terdapat kisah Nabi Adam dan Iblis termasuk
Makkiyah, kecuali surah al-Baqarah yang tergolong Madaniyah.
e) Setiap surah yang dimulai dengan huruf abjad, ditetapkan sebagai Makkiyah,
kecuali al-Baqarah dan Ali Imran. Huruf tahjjiy yang dimaksud di antaranya.
f) Mengandung seruan (nida') untuk beriman kepada Allah dan hari kiamat dan apa-
apa yang terjadi di akhirat. Di samping itu, ayat-ayat Makkiyah ini menyeru untuk
beriman kepada para Rasul dan para malaikat serta menggunakan argumen-
argumen akal, kealaman, dan jiwa.
g) Membantah argumen-argumen kaum musyrikin dan menjelaskan kekeliruan
mereka terhadap berhala-berhala mereka.
h) Mengandung seruan untuk berakhlak mulia dan berjalan di atas Syariat Yang hak
tanpa terbius oleh perubahan situasi dan kondisi, terutama hal-hal yang
berhubungan dengan memelihara agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan.
i) Terdapat banyak redaksi Sumpah dan ayatnya pendek-pendek.
2. Ciri dan Karakteristik Surah Madaniyah
a) Setiap surah yang berisi hukum pidana, hukum warisan, hak-hak perdata, dan
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata serta kemasyarakatan dan
kenegaraan, termasuk Madaniyah.
b) Setiap surah yang mengandung izin untuk berjihad, urusan-urusan perang, hukum-
hukumnya, perdamaian dan perjanjian, termasuk Madaniyah.
c) Setiap surah yang menjelaskan hal ihwal orang-orang munafik termasuk
Madaniyah, kecuali surah al-Ankabuut yang di-nuzuul-kan di Makkah. Hanya
sebelas ayat pertama dari surah tersebut yang termasuk Madaniyah dan ayat ayat
tersebut menjelaskan perihal orang-orang munafik.
d) Menjelaskan hukum-hukum Amaliyyah dalam masalah ibadah dan muamalah,
seperti salat, zakat, puasa, haji, qisas, talak, jual beli, dan riba.
e) Sebagian surah-surahnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya panjang-
panjang dan gaya bahasanya cukup jelas dalam menerangkan hukum-hukum
agama.8

8
Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hal. 125-126.
G. Perhatian para ulama terhadap Surah Makki dan Madani
Para ulama begitu tertarik untuk menyelidiki Surah-surah Makki dan Madani.
Mereka meneliti Qur'an ayat demi ayat dan surah demi surah untuk diterbitkan sesuai
dengan Nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih
dari itu, mereka mengumpulkan antara waktu, tempat dan pola kalimat. Cara demikian
merupakan ketentuan cermat yang memberikan kepada peneliti objektif, gambaran
mengenai penyelidikan ilmiah tentang ilmu Makki dan Madani. Dan itu pula sikap ulama
kita dalam melakukan pembahasan-pembahasan terhadap aspek kajian Qur'an lainnya.
Memang suatu usaha besar bila seorang peneliti menyelidiki turunnya wahyu
dalam segala tahapannya, mempelajari ayat-ayat Qur'an sehingga dapat menentukan
waktu serta tempat turunnya dan, dengan bantuan tema surat atau ayat, merumuskan
kaidah-kaidah analogis untuk menentukan apakah sebuah seruan itu termasuk Makki atau
Madani, ataukah ia merupakan tema-tema yang menjadi titik tolak dakwah di Mekah atau
di Madinah. Apabila sesuatu masalah masih kurang jelas bagi seorang peneliti karena
terlalu banyak alasan yang berbeda-beda, maka ia kumpulkan, perbandingan dan
mengklarifikasikannya mana yang serupa dengan yang turun di Mekah dan mana pula
yang serupa dengan turun di Madinah.
Apabila ayat-ayat itu turun di suatu tempat, kemudian oleh salah seorang sahabat
di bawa segera setelah diturunkan untuk disampaikan di tempat lain, maka para ulama
pun akan menempatkan seperti itu. Mereka berkata: "Ayat yang dibawa dari Mekah ke
Madinah, dan ayat yang dibawa dari Madinah ke Mekah.
Para ulama sangat memperhatikan Qur’an dengan cermat. Mereka menertibkan
surah-surah sesuai dengan tempat turunnya. Mereka mengatakan misalnya “Surat ini
diturunkan setelah surah itu. “Dan bahkan lebih cepat lagi sehingga mereka membedakan
antara yang diturunkan di malam hari dengan yang diturunkan di siang hari antara hidup
di musim panas dengan yang diturunkan di musim dingin dan antara yang diturunkan di
waktu sedang berada di rumah dengan yang diturunkan di saat bepergian.9

9
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Terj. Mudzakir (Bogor:Penerbit Litera AntarNusa,
2019), hal. 70-71.
H. Urgensi mempelajari Al-Makkiy wa Al-Madaniy
Dalam kitab At-Tanbih ‘Ala Fadhl ‘Ulum Al-Qur’an, An-Naisaburi memandang
subyek Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai ilmu Al-Qur’an yang paling utama.
Sementara itu Manna’ Al-Qaththan mendeskripsikan urgensi mengetahui Makkiyah dan
Madaniyyah sebagai berikut.
1. Membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an
Pengetahuan tentang para musafir dalam peristiwa turunnya Al-Qur’an pastilah
sangat membantu memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, walaupun ada yang
mengatakan bahwa keumuman redaksi ayat yang harus menjadi patokan dan bukan
kekhususan sebab. Dengan mengetahui kronologis Al-Qur’an pula, seorang mufassir
dapat memecahkan makna yang kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu dengan
memecahkan konsep nasikh-mansukh yang hanya dapat diketahui melalui kronologi Al-
Qur’an.
2. Pedoman bagi langkah-langkah dakwah
Ayat-ayat Makkiyah dan ayat-ayat Madaniyyah memberikan informasi
metodologi menyampaikan dakwah kepada orang-orang yang diserunya dan bagaimana
agar bisa mengetuk pintu hati mereka dengan mudah. Setiap langkah dakwah memiliki
objek kajian dan metode tertentu. Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah telah
memberikan contoh untuk itu.
3. Member informasi tentang sirah kenabian
Tahap turunnya wahyu mengiringi perjalanan dakwah Nabi. Al-Qur’an adalah
rujukan otentik bagi perjalanan dakwah Nabi itu. Informasinya tidak bisa diragukan
lagi.10

10
Rosibon Anwar, Ulumul Qur’an (bandung: pt Pustaka Setia, 2000), Hal: 121
I. Kesimpulan
Al-Makky berasal dari kata "Makkah" dan al-Madaniy berasal dari kata
"Madinah". Makkiy secara bahasa diartikan sebagai suatu nisbah yang tertuju pada
sebuah kawasan mulia yang menjadi tempat tinggalnya para Nabi, turunnya wahyu, dan
didirikannya bangunan Ka’bah. Sementara madaniy adalah sebuah kota metropolis yang
menjadi sejarah keberhasilan dakwah Rasulullah SAW. Ilmu Makkiyah dan Madaniyah
merupakan suatu kajian yang membedakan fase penting yang memiliki andil dalam
membentuk teks, baik dalam tataran maupun dalam struktur.
Penamaan surat Madaniyah dan Makkiyah didasarkan menurut sebagian besar
ayat-ayat yang terkandung di dalamnya. Dalam sebuah surat tidak seluruh ayat
didalamnya adalah surat Madaniyah atau sebaliknya. Sebab, terkadang pada beberapa
surat Madaniyah terdapat ayat-ayat Makkiyah. Perbedaan Makkiy dan Madaniy menurut
pandangan ulama dari berbagai segi antara lain, dari segi waktu turunnya. Makki adalah
yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukan di Mekah. Madani adalah yang
diturunkan sesudah hijriah sekalipun bukan di Madinah. Dari segi tempat turunnya,
Makki adalah yang turun di Mekah dan sekitarnya, seperti Mina Arafah, dan Hudaibiyah.
Dan Madaniy ialah yang turun di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba, dan Sil'.
Dari segi sasarannya. Maki adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk Mekkah
dan Madani adalah yang seruannya ditunjukkan kepada Penduduk Madinah.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrazzaq Husayn Ahmad, al-Makki wa al-Madani fi Al-Qur’an Al-Karim: Dirasah Ta


assiliyyah Naqdiyyah li As-Suwar wa al-Ayat, Kairo: Dar Ibn ‘Affan, 1999.

Al-Qaththan, Syaikh Manna. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Terj. Mudzakir, Bogor: Litera Antar Nusa,
2019.

Anwar, Rosibon. Ulumul Qur’an, Bandung: pt Pustaka Setia, 2000.


Arifin, Mochammad. 10 TEMA FENOMENAL DALAM ILMU AL-QUR’AN Jakarta: PT Elex
Media Komputindo Kompas – Gramedia, 2019.
Hamid, Abdul. Pengantar Studi Al-Qur’an, Jakarta: Prenadamedia Group, 2016.

Salman Harun dkk., Kaidah-Kaidah Tafsir Bekal Mendasar Untuk Memahami Makna Al-Qur’an
dan Mengurangi Kesalahpahaman, Jakarta: PT Qaf Media Kreativa, 2017.

Anda mungkin juga menyukai