Anda di halaman 1dari 4

Ayat Makkiyah dan Madaniyah

A.Pengertian Makiyyah dan Madaniyah


Konsep Makkiyah dan Madaniyyah Secara kronologis periode turunya al- Qur’an
dibagi menjadi dua, yaitu; periode Makkah (makkiyah ) dan periode Madinah (Madaniyyah ).
Pembagian seperti ini didasarkan atas dua parameter yaitu, tempat (al-makan) dan waktu (al-
zaman). Pengertian Makkiyah dan Madaniyah Kata makkiyah merupakan kata sifat yang
disandarkan kepada kota tersebut. Dan sesuatu disebut makkiyah apabila ia mengandung
kriteria yang berasal dari Makkah atau yang berkenaan dengannya. Begitu pula dengan
madaniyah, ia diambil dari nama kota Madinah, tempat Rasulullah SAW berhijrah dan
membangun masyarakat Islam serta mengembangkan Islam hingga ke segala penjuru dunia.
Dari sini kemudian para ulama dalam mendefinisikan makkiyah dan madaniyah tidak hanya
terpaku pada pengertian yang sangat sempit, melainkan juga memasukan unsur waktu yang tak
terpisahkan dari sejarah Rasulullah
B.Teori tentang ayat Makiyah dan Madaniyah
Teori dalam mengklasifikasi ayat/surat Makiyah dan Madaniyah, yakni :
1. Teori mulāhadzatu makānin nuzuli (tempat turun ayat/ teori geografis. Menurut teori ini
al-Qur’an makki ialah yang turun di Makah dan sekitarnya baik sebelum atau sesudah nabi
hijrah ke Madinah, termasuk ayat yang turun ketika beliau berada di Mina, Arafah,
Hudaibiyah dan sebagainya. Madaniyah adalah ayat/surat yang turun di Madinah dan
sekitarnya termasuk sewaktu beliau di Badar, Qubq, Madinah, Uhud dan sebagainya. Dalil
teori ini riwayat Abu Amr dan Utsman bin Said ad-Darimi.
2. Teori mulāhadzatul mukhātabiina fin nuzul ( teori s ubjektif) yaitu teori yang berorientasi
pada subyek siapa yg dikhitab/ dipanggil dalam ayat. Jika subyeknya orang Makkah, maka
disebut ayat Makiyah dan jika subyeknya orang Madinah disebut ayat Madaniyah. Menurut
teori ini yang disebut surah/ ayat Makiyah berarti panggilan kepada penduduk Makah dengan
memakai kata “ya ayyuhannās” atau “ya ayyuhal kāfirun”, “ya banī ādam”. Al-
Qur’an/surah/ayat Madaniyah ialah berisi panggilan kepada penduduk Madinah, “ya ayyuhal
ladzi na āmanū”, sebab mayoritas penduduk adalah mukmin. Teori ini mendasakan pada dalil
riwayat dari Abu ‘Ubaid dari Makmun bin Mihran Dalal kitab Fadhailul Qur’an dan riwayat
Abu Amr dan Utsman bin Sa’id ad Darimi
3. Teori mulāhadzatu zamānin nuzūli (teori historis) yaitu teori yang berorientasi pada sejarah
waktu turunnya, yaitu menjadikan hijrah nabi ke Madinah sebagai tolak ukurnya. Al-
Qur’an/surah/ayat makiyah adalah ayat al-Qur’an yang turun sebelum nabi hijrah ke Madinah,
meskipun turun diluar kota Mekah seperti Mina, Arafah, Hudaibiyah. Ayat ini turun setelah
nabi hijrah ke Madinah meskipun turunnya di Makah atau sekitarnya seperti di Badar, di Uhud,
Arafah, Mekah dan lain-lain. Landasan teori ini adalah riwayat Abu Amr dan Ustman bin Sa’id
ad Darimi.
4. Teori mulaahadzatu ma tadhammanat as sūratu (teori kontens analisis), yaitu satu teori yang
mendasarkan kriterianya dalam membedakan Makiyah dan Madaniyah kepada isi dari ayat/
surah yang bersangkutan. Surah/ayat makiyah adalah yang isinya bercerita tentang umat dan
para nabi/rasul dahulu, sedang kan madaniyah adalah surah/ayat berisi hukum hudud, faraid
dan sebagainya. Landasan teori ini adalah riwayat Hisyam dari ayahnya Hakim, al-Qamah dari
Abdullah.
C. Cara Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Untuk mengetahui dan menentukan Makkiyah dan Madaniyah para ulama bersandar
kepada sima’i naqli dan qiyasi ijtihadi. sima’i naqli yaitu didasarkan pada riwayat yang shahih
dari para sahabat yang hidup pada saat dan menyaksikan turunnya wahyu atau dari para tabi’in
yang menerima dan mendengar dari para sahabat bagaimana, di mana dan peristiwa apa yang
berkaitan dengan turunnya wahyu itu. Sebagian besar penentuan Makkiyah dan Madaniyah itu
didasarkan pada cara ini. Sedangkan qiyasi ijtihadi adalah didasarkan pada ciri-ciri Makkiyah
dan Madaniyah. Apabila surat Makkiyah terdapat suatu ayat yang mengandung sifat Madani
atau yang mengandung peristiwa Madani maka dikatakan bahwa ayat tersebut Madani. Apabila
surat dalam Madaniyah terdapat suatu ayat yang mengandung sifat Makki atau mengandung
peristiwa Makki, maka ayat tadi dikatakan sebagai ayat Makkiyah. Bila dalam satu surat
terdapat ciri-ciri Makkiyah maka surat itu dinamakan Makkiyah. Demikian pula bila dalam
satu surat terdapat ciri-ciri Madaniyah, maka surat itu namakan surat Madaniyah. Para ulama
mengatakan, setiap surat yang didalamnya mengandung kisah para nabi dan umat-umat
terdahulu, maka surat itu adalah surat Makkiyah. Dan setiap surat yang di dalamnya
mengandung kewajiban atau ketentuan hukum, maka surat itu adalah Madani. Namun
demikian, semua itu tidak terdapat sedikitpun keterangan dari Rasulullah saw, karena hal itu
tidak termasuk dalam kewajiban kecuali terdapat dalam batas yang dapat membedakan mana
yang nasikh dan mana yang mansukh. Al Qadli Abu Bakar bin Ath Thayyib al Baqillani
mengaskan bahwa pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyah itu mengacu pada hafalan
para sahabat dan tabi’in. tidak ada satu pun keterangan yang datang dari Rasulllullah mengenai
hal itu, karena Beliau tidak diperintahkan untuk itu dan Allah menjadikan ilmu pengetahuan
itu sebagai kewajiban umat.
D. Ciri-ciri dari Surah atau Ayat yang Menandakan Al-Madaniyah
1. Kata-kata atau kalimat yang digunakan ayat atau surah-surah yang menandakan Al-
Madaniyah menggunakan kata-kata atau kalimat yang bermakna mendalam, kuat, dan juga
kokoh. Kata-kata atau kalimat dalam surah Al-Madaniyah juga menggunakan kalimat-kalimat
ushul serta ungkapan-ungkapan syariah. Serta dalam surat atau ayat-ayat tersebut terkandung
seruan “Yaa Ayyuhalladzina aamanuu” dan identik dengan ayat yang panjang-panjang dengan
menggunakan gaya bahasa yang dapat menjelaskantujuan dari ayat tersebut serta dapat
memantapkan syariat.
2. Kandungan dan isi surah atau ayat-ayat Al-Madaniyah mengandung kewajiban bagi setiap
makhluk serta sanksi-sanksinya, seperti; perintah untuk beribadah serta beramalsholeh,
perintah untuk berjihad, perintah kepada ahli kitab untuk masuk islam, perintah unutk
berdakwah, dsb. Dan juga di dalam surah-surah Al-Madaniyahdisebutkan tentang orang-orang
munafik, kecuali dalam QS. Al-Ankabut serta didalam surah Al-Madaniyah terdapat dialog
yang terjadi dengan para ahli kitab yang berisi tentang hukum dan perundang-undangan.
E. Perbedaan Makkiyah dengan Madaniyyah
Untuk membedakan Makki dengan Madani, para ulama mempunyai tiga macam pandangan
yang masing-masing mem punyai dasarnya sendiri.
Pertama, dari segi waktu turunnya. Makki adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun
bukan di Makkah. Madani adalah yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun bukan di Madinah.
Yang turun sesudah hijrah sekalipun di Makkah dan Arafah, adalah Madani, seperti yang
diturunkan pada tahun penaktukkan kota Makkah
Kedua, dari segi tempat turunnya. Makki adalah yang turun di Mekkah dan sekitarnya seperti
di Mina, Arafah dan Hudaibiyah. Dan Madani adalah yang turun di Madinah dan sekitarnya
seperti Uhud, Quba dan Sil’. Namun pendapat ini berkonsekuensi tidak ada nya pengecualian
secara spesifik dan batasan yang jelas. Sebab yang turun di perjalanan, di Tabuk atau di Baitul
Maqdis tidak termasuk dalam salah satu bagiannya, sehingga ia tidak dinamakan Makki
maupun Madani.
Ketiga, dari segi sasarannya. Makki adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk
Makkah dan Madani adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk Madinah.
Berdasarkan pendapat ini, para pendukungnya menyatakan bahwa ayat al-Qur’an yang
mengandung seruan “yā ayyuhan-nās” (wahai manusia) adalah Makki. Sedangkan ayat yang
mengandung seruan “ya ayyuhalladzina āmanu” (wahai orang-orang yang beriman) adalah
Madani. Namun kalau diteliti dengan seksama, ternyata kebanyakan kandungan al-Qur’an
tidak selalu dibuka dengan salah satu seruan itu. Penetapan ini juga tidak konsisten.
F.Faidah memahami perbedaan surat Makiyyah dan Madaniyyah
Memahami perbedaan antara surat Makiyyah dan Madaniyyah merupakan perkara yang
sangat penting karena di dalamnya terdapat faidah yang banyak, di antaranya adalah:
1. Mengetahui keindahan gaya bahasa Al Qur’an yang memilki tingkatan paling tinggi, karena
bahasa Al Qur’an disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menjadi obyek dakwah ketika
itu, terkadang bahasanya keras dan tegas dan terkadang bahasanya lembut dan mudah
disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang menjadi obyek dakwah.
2. Mengetahui hikmah diturunkannya Al Qur’an secara berangsur-angsur sesuai dengan
perkara yang paling penting yang dibutuhkan masyarakat ketika itu sehingga mereka lebih
mudah untuk menerima dan mengambil faidahnya.
3. Mengajarkan para da’i yang berdakwah di jalan Allah dan mengarahkan mereka untuk
mengikuti metode Al Qur’an dalam hal gaya bahasa dan tema disesuaikan dengan sasaran
dakwah. Dengan cara memulai dari yang paling penting kemudian yang lebih penting.
Menggunakan bahasa yang tegas maupun lembut disesuaikan pada tempatnya.
4. Membedakan antara ayat yang Nasikh (yang menghapus) dengan Mansukh (yang dihapus
hukumnya) sekiranya terdapat dua ayat Makiyyah dan Madaniyyah yang terlihat bertentangan
dan tercapai di antara keduanya syarat-syarat Naskh (penghapusan). Jika syarat Naskh
terpenuhi maka ayat Madaniyyah akan membatasi hukum ayat Makiyyah karena ayat
Madaniyyah turun lebih akhir dibanding ayat Makiyyah.
Daftar Pustaka
Ajahari, M. A. (2018). ULUMUL QUR’AN ( ILMU-ILMU AL QUR’AN). Aswaja Pressindo.
Husni, M. (2019). STUDI AL-QUR’AN: TEORI AL MAKKIYAH DAN AL
MADANIYAH. Al-Ibrah, 4, 74–75.
Mochamad Ismail. (2013). Peranan Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa Arab. At-
Ta’dib, 8(2), 282–297.

Anda mungkin juga menyukai