Anda di halaman 1dari 5

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Pada pagi yang cerah ini marilah kita panjatkan segala puji dan syukur ke hadirat Allah ‫ ﷻ‬yang telah
memberikan kesehatan, kekuatan, dan kenikmatan sehingga kita dapat hadir di tempat ini untuk menunaikan salah
satu ibadah yang diperintahkan kepada kita sambil mengumandangkan kalimat-kalimat yang agung, takbir, dan
tahmid, yang semuanya kita tujukan kepada keagungan dan kebesaran Allah.

Shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad ‫ ﷺ‬yang telah memberi petunjuk-
petunjuk yang benar kepada kita, yang dapat dijadikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat.

Hadirin kaum Muslimin yang dirahmati Allah,

Setiap tahun, dalam suasana menyambut hari raya Idul Adha, 10 Dzulhijjah, kita mengumandang-kan kalimat-
kalimat tauhid, takbir, tahmid, dan tahlil. Mengumandangkan kalimat tauhid menunjukkan suatu pengakuan yang
kokoh bahwa Allah adalah Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kalimat takbir memberi kesan yang kuat dalam diri
kita bahwa Allah Mahabesar dan Mahaagung, tidak ada satu pun yang dapat menyamai kebesaran dan keagungan-
Nya. Kalimat tahmid mengandung makna bahwa zat yang patut dipuji hanyalah Allah swt dan pujian seluruhnya
hanya diperuntukkan bagi-Nya. Kalimat tahlil menegaskan kalimat tahmîd bahwa tidak ada tuhan yang patut
disembah kecuali Allah.

Kalimat-kalimat agung itu pada saat kini tengah menggema di mana-mana, dikumandangkan oleh umat Islam
di seluruh dunia, baik yang ada di belahan barat, di belahan timur, di belahan utara, dan belahan selatan. Pendek
kata, kalimat-kalimat itu sedang dikumandangkan oleh umat Islam di seluruh pelosok dunia. Sementara di tempat
nan jauh di sana, di tanah suci Makkah, tempat terpancarnya fajar Islam, umat Islam, tamu Allah, yang sedang
menunaikan ibadah haji menyerukan pula kalimat talbiyah, yaitu:

‫ ِإَّن اْلَحْمَد َو الِّنْع َم َة َلَك َو اْلُم ْلَك اَل َش ِرْيَك َلَك‬،‫ َلَّبْيَك اَل َش ِرْيَك َلَك َلَّبْيَك‬، ‫َلَّبْيَك الّٰل ُهَّم َلَّبْيَك‬

Artinya: “Kupenuhi panggilan-Mu ya Allah, kupenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagimu, sesungguhnya puja,
limpahan karunia dan kekuasaan hanya pada-Mu semata, tiada sekutu bagi-Mu.”

Kalimat takbir, tahmid, dan talbiyah itu ditanamkan ke dalam hati, ditancapkan ke lubuk jiwa yang dalam,
sehingga pengaruhnya terpancar dalam wujud nyata yang direalisasikan dalam bentuk perbuatan dan amal ibadah.
Pengakuan kita terhadap kebesaran Allah, yang tiada sekutu bagi-Nya, pengakuan kita bahwa tidak ada yang patut
dipuji melainkan Allah, kepatuhan kita untuk meninggalkan larangan-larangan dan melaksanakan perintah-perintah-
Nya, dan pengakuan mereka dalam memenuhi panggilan-Nya untuk menunaikan ibadah haji itu, merupakan realisasi
dari apa yang kita ucapkan dan yakini.

Hadirin jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah,

Hari raya Idul Adha yang juga disebut hari raya Kurban mengingatkan kita kepada Nabiyullah Ibrahim as
bersama putranya, Ismail. Ismail adalah putra tunggal Nabi Ibrahim yang telah bertahun-tahun dirindukan
kehadirannya. Sebagai putra tunggal, Ismail sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Dalam suasana saling kasih
sayang seperti itu, turunlah perintah dari Allah kepada sang ayah, yaitu Nabi Ibrahim, untuk melakukan kurban
dengan menyembelih anak kandungnya sendiri, yaitu Ismail. Nabi Ibrahim as, dengan penuh ketaatan dan kepatuhan
bersedia melaksanakan perintah itu, dan ketika diceritakan oleh Ibrahim kepada Ismail tentang adanya perintah dari
Allah untuk menyembelihnya, Nabi Ismail tidak gentar sedikit pun juga. Ia rela menerima perintah itu dan meyakinkan
ayahnya bahwa ia menerima perintah itu juga dengan penuh ketaatan dan kesabaran. Keduanya dengan jelas telah
sama-sama menunjukkan sikap ingin berkorban yang luar biasa besarnya. Kesediaan Nabi Ibrahim untuk
melaksanakan perintah itu, dan kerelaan Ismail untuk menerima perintah itu, merupakan perwujudan dari kepatuhan
mereka yang tiada taranya terhadap perintah Allah. Kita dapat membayangkan bagaimana kalau kita sendiri yang
hanya mempunyai putra satu-satunya, dan anak satu-satunya, rela menyembelihnya demi untuk menjalankan
perintah Allah. Nabi Ibrahim dan putranya Ismail telah melaksanakan perintah itu dengan penuh ketaatan, penuh
kerelaan, dan ketenangan serta penuh penyerahan diri.

Pengorbanan yang dilakukan oleh kedua hamba Allah terebut merupakan ujian dan pengorbanan yang amat
besar, yang tiada bandingan dan taranya dalam sejarah umat manusia sampai hari ini. Pengorbanan dan ujian yang
beliau berdua lakukan itu kini tercatat dalam sejarah sebagai peristiwa yang diabadikan sepanjang masa, yang kita
namakan Idul Qurban. Pengorbanan dan ujian seperti itu kiranya dapat kita tanamkan dalam hati sebagai pelajaran
yang berharga. Sebaliknya, alangkah kecilnya ujian dan pengorbanan kita yang hanya mengorbankan sebagian dari
apa yang kita miliki demi memenuhi perintah Allah dalam hari raya Kurban ini.

Hadirin jamaah Idul Adha,

Pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail patut kita teladani dan ikuti, dalam pengertian
bahwa kita, dengan kemampuan yang ada, bersedia mematuhi dan menaati perintah Allah dengan mengorbankan
sebagian dari harta yang kita miliki dan mengorbankan apa yang kita lakukan yang dipandang tidak sesuai dengan
perintah dan tuntunan Allah. Pada hari raya Idul Adha diperintahkan kepada mereka yang mampu untuk
menunjukkan kesediaan berkurban dengan penyembelihan seekor hewan ternak.

Penyembelihan terhadap hewan kurban itu mengalirkan darah dan menghasilkan daging yang akan dibagi-
bagikan kepada yang berhak. Patut kiranya dicatat bahwa yang dinilai oleh Allah dalam penyembelihan itu bukan
darah yang terpancar dan bukan pula daging yang bergelimpangan itu, melainkan kesucian jiwa dan keikhlasan hati
serta kesediaan melakukan kurban. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an, Surat Al-Hajj (22) ayat 37:

‫َلْن َّيَناَل َهّٰللا ُلُحْو ُمَها َو اَل ِد َم ۤا ُؤَها َو ٰل ِكْن َّيَناُلُه الَّتْقٰو ى ِم ْنُك ْم‬

Artinya: “Tidak akan sampai kepada Allah daging dan darah kurban itu, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah
takwamu.”

Kesucian jiwa dan keikhlasan hati dalam melaksanakan kurban merupakan satu unsur yang sangat urgen yang
harus mendapat perhatian kita. Hal ini merupakan landasan yang menjadi dasar dalam melaksanakan segala
perbuatan dan ibadah kita. Pernyataan Allah dalam ayat di atas menunjukkan bahwa pengorbanan yang ditampilkan
tidak dilihat dari segi materi, kuantitas, dan bentuk lahiriahnya, tetapi yang dilihat adalah keikhlasan dan niat yang
memberi kurban.

Perintah berkurban yang ditujukan kepada Nabi Ibrahim dengan menyembelih putranya, Ismail, pada
hakikatnya adalah ujian bagi kekuatan iman dan takwa Nabi Ibrahim dan Ismail. Allah ingin melihat sejauh mana
kerelaan dan kesediaan keduanya di dalam melaksanakan perintah itu. Akhirnya, keduanya telah lulus dari ujian Allah
dan telah sanggup menunjukkan kualitas iman dan takwa mereka, dan dengan kekuasaan Allah Nabi Ismail yang
ketika itu hendak disembelih digantikan dengan seekor kibas oleh Allah.

Allahu akbar 3X

Hadirin yang berbahagia,

Agama kita menetapkan untuk menyembelih kurban binatang, berupa hewan ternak: domba, kambing,
kerbau, sapi atau unta. Yang dikurbankan adalah binatang. Ini mengandung setidaknya dua makna, yaitu (1) sifat-sifat
kebinatangan yang terdapat dalam jiwa seseorang harus dikurbankan dan disembelih, dan (2) jiwa dan perbuatan
seseorang harus dilandasi dengan tauhid, iman, dan takwa.

Sangat banyak sifat kebinatangan yang terdapat dalam diri manusia, seperti sifat mementingkan diri sendiri,
sifat sombong, sifat yang menganggap bahwa hanya golongannyalah yang selalu benar, serta sifat yang
memperlakukan sesamanya atau selain golongannya sebagai mangsa, atau musuh. Sifat kebinatangan yang selalu
curiga, menyebarkan isu yang tidak benar, fitnah, rakus, tamak, dan ambisi yang tidak terkendalikan, tidak mau
melihat kenyataan hidup, tidak mempan diberi nasihat, tidak mampu mendengar teguran, dll merupakan sifat-sifat
yang tercela dalam pandangan Islam. Sifat-sifat yang demikian, jika tetap dipelihara dan bercokol di dalam diri
seseorang, akan membawa kepada ketidakstabilan dalam hidupnya, ketidak-harmonisannya dengan lingkungannya,
baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Sifat-sifat yang demikian ini akan memudahkan jalan bagi
terciptanya perpecahan dan ketidaktenteraman dalam kehidupan. Ajaran Islam dengan ajaran kurbannya
menghendaki agar seorang Muslim mau mengorbankan sifat-sifat seperti itu dengan tujuan agar kestabilan dan
ketenteraman hidup dalam masyarakat dapat diwujudkan dan kedamaian antara sesama manusia dapat direalisir.

Ajaran Islam menghendaki agar kurban yang disampaikan harus binatang yang sempurna sifat-sifatnya,
jantan, tidak buta, tidak lumpuh, tidak kurus, dan tidak cacat. Ini mengandung makna bahwa di dalam melakukan
kurban, beramal, dan berkarya setiap Muslim dituntut untuk berusaha dalam batas-batas kemampuan maksimal,
dengan mengerahkan tenaga secara optimal, tidak bermalas-malasan, tidak melakukan sesuatu dengan sembrono.
Allah menyatakan dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah (9): 105:

‫َو ُقِل اْع َم ُلْو ا َفَسَيَر ى ُهللا َع َم َلُك ْم َو َرُسْو ُلُه َو اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن‬

Katakanlah: Berusaha dan bekerjalah karena Allah dan Rasul-Nya serta orang beriman akan melihat menilai
amal kalian itu.

Sejalan dengan ayat itu, Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah (2): 148 yang berbunyi:

‫َفاْسَتِبُقْو ا اْلَخ ْيَر اِت‬

“Berlomba-lombalah untuk melakukan kebajikan.”

Agama Islam memerintahkan untuk berkurban dan beramal semaksimal kemampuan, karena agama Islam
sendiri adalah dinul-udhiyah (agama pengorbanan) dan dinul-‘amal (agama yang mengutamakan karya nyata dan
usaha). Iman kepada Allah yang kita yakini harus disertai dengan amal perbuatan nyata dalam kehidupan kita. Dalam
pandangan agama, iman saja, tanpa amal, tidaklah cukup dan beramal tanpa dilandasi dengan iman tidaklah bernilai.
Itulah sebabnya, maka dalam Islam, iman dan amal merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Tidakkah kita perhatikan banyak ayat dalam Al-Qur'an yang menyatakan secara tegas bahwa kata iman yang
diungkapkan dalam bentuk ‫( آَم ُنْو ا‬orang-orang yang beriman) selalu dirangkaikan dan diikuti oleh kata ‫َو عملوا الصالحات‬
(dan beramal saleh). Salah satu di antaranya adalah ayat-ayat yang terdapat Surat Al-‘Ashr (103) yang
menggambarkan bahwa orang-orang yang tidak mengalami kerugian adalah mereka yang beriman dan melakukan
amal saleh. Allah menyatakan:

‫ ِإَّال اَّلِذ ْيَن آَم ُنْو ا َو َع ِم ُلْو ا الَّصاِلَح اِت َو َتَو اَص ْو ا ِباْلَح ِّق َو َتَو اَص ْو ا ِبالَّصْبِر‬.‫ ِإَّن اِإل ْنَساَن َلِفْي ُخ ْس ٍر‬.‫َو اْلَع ْص ِر‬.

Demi waktu. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh
dan saling menasihati dan menganjurkan kepada kebenaran dan kesabaran.

Allahu Akbar 3X Hadirin yang berbahagia,

Pengorbanan sebagai perlambang bahwa jiwa dan perbuatan seseorang harus dilandasi dengan tauhid, iman,
dan takwa, dapat memberikan arti bahwa kita dituntut untuk meyakini keesaan Allah, dan apa yang dilakukan itu
semata-mata hanya untuk Allah. Ajaran kurban ini juga mengisyaratkan makna yang mendalam agar kita dapat
mengorbankan segala sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan ajaran Allah. Kita dituntut untuk
mengorbankan, menyembelih, mengikis habis kebiasaan-kebiasaan yang dipandang merusak akidah itu, kemudian
kita gantikan dengan sikap-sikap dan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan akidah Islam dan ketauhidan yang
diajarkannya.

Kalau Nabi Ibrahim as diperintahkan untuk mengorbankan putra tunggalnya, Ismail dan orang-orang yang
berkemampuan dan berkecukupan diperintahkan untuk mengorbankan hewan, maka kita pun sebagai orang yang
tidak berkecukupan, tetapi memiliki sifat, sikap, dan perbuatan yang mengarah kepada pelanggaran terhadap
perintah-perintah Allah, dituntut untuk mengorbankan sifat-sifat itu dan menjauhinya, dan dituntut untuk kembali
kepada akidah Islam dan sikap-sikap yang mengarah kepada ketaatan kepada perintah-perintah Allah. Kalau kita tidak
mampu berkurban dengan hewan, kita mampu berkorban dengan meninggalkan hal-hal yang dilarang agama.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Kita sebagai abdi bangsa, selayaknya memahami dan menghayati semangat kurban itu. Amanat dan tugas
kita masing-masing harus dilakukan dengan penuh pengabdian dan tanggung jawab yang tulus dengan
mengorbankan sebagian dari waktu dan tenaga kita untuk bekerja dan menekuni pekerjaan dan tugas kita masing-
masing semaksimal dan sesempurna mungkin, seperti semangat kesempurnaan yang dituntut bagi hewan kurban itu.
Kita harus menanamkan dalam diri kita tekad untuk melakukan semua pekerjaan yang diembankan kepada kita
dengan ketulusan dan keikhlasan beramal, agar semua itu mendapat nilai pahala di sisi Allah yang akan dinikmati di
hari akhir nanti.

Pada masa yang kita alami sekarang ini, pada saat-saat bangsa dan negara kita masih berada dalam suasana
krisis, suasana bangsa yang menuntut konsep pemikiran yang tepat dan etos kerja yang lebih tinggi, kita harus rela
berkurban, materiil, tenaga, maupun jiwa untuk segera mengembalikan suasana ini kepada suasana yang lebih
kondusif, dari suasana keterpurukan ekonomi kepada suasana kestabilan dan ketenteraman. Hal ini semua sudah
tentu harus dilakukan secara sungguh-sungguh sesuai tugas dan kewenangan masing-masing.

Kita yang berkecimpung dalam bidang pendidikan dan pengajaran sudah barang tentu dituntut pengorbanan
untuk meningkatkan pendidikan dan pengajaran bagi generasi bangsa dan menciptakan konsep-konsep pendidikan
yang tepat untuk mencapai hasil pendidikan yang lebih optimal dan siap pakai di masa mendatang. Kita tahu bahwa
setiap zaman mempunyai karakteristik yang berbeda; zaman yang lalu berbeda dengan zaman sekarang, zaman
sekarang berbeda dengan zaman yang akan datang, dan zaman kita sekarang akan berbeda dengan zaman generasi
kita berikutnya. Tidakkah kita merenungkan, bahwa suasana zaman ketika kita masih kanak-kanak sangat berbeda
keadaannya dengan zaman ketika kita telah dewasa sekarang ini. Keadaan seperti itu sudah cukup menjadi dasar
untuk memberikan modal yang terbaik buat generasi dan anak-anak kita. Modal yang paling utama yang harus
diberikan kepada mereka, menurut Rasulullah, adalah pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai
bagi generasi itu untuk menghadapi kehidupan mereka di masa datang. Suasana kehidupan dunia di masa-masa
sesudah kita ini, tantangannya jauh lebih berat dan lebih kompleks. Untuk itu semua, kita sekarang, pada masa kita
ini, dituntut untuk mengorbankan segala yang kita miliki untuk menyerahkan yang terbaik dan berharga bagi
kemajuan generasi, bangsa, dan negara di masa datang sesuai dengan bidang tugas kita masing-masing. Dengan
begitu, kita berharap generasi bangsa kita di masa yang akan datang akan dapat berintegrasi dan beradaptasi dengan
lingkungan serta dapat menghadapi tantangan-tantangan hidup dengan bekal pengetahuan yang cukup dan
keterampilan yang memadai. Insya Allah. Allahu Akbar 3X Hadirin yang jamaah shalat Idul Adha, Marilah pada hari
raya Idul Adha ini kita melihat kembali pandangan kita tentang Islam, memperbaharui pandangan kita, dan
memperbaiki sikap kita yang selama ini dipandang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Islam yang sebenarnya adalah
Islam yang tidak hanya menuntut kita mengucapkan syahadat, mengaku beriman dan bertakwa, tetapi juga lebih dari
itu harus berusaha dan beramal, bahkan semaksimal yang dapat dilakukan. Islam tidak hanya menuntut untuk
beribadah semata, tidak hanya salat semata, tidak hanya puasa saja, tidak hanya menunaikan zakat saja, dan lain-
lainnya, tetapi juga menuntut untuk melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan kemaslahatan dan kebahagiaan
hidup di dunia. Islam tidak hanya menekankan urusan dunia, atau sebaliknya, tetapi menekankan adanya
keseimbangan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tidakkah kita perhatikan doa pendek yang amat populer yang kita
baca: ‫َر َّبَنا آِتَنا ِفي الُّد ْيَنا َح َس َنًة َوِفي اآلِخ َرِة َح َس َنًة َوِقَنا َع َذ اَب الَّناِر‬. Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan
kebajikan di akhirat dan selamatkanlah kami dari siksaan api neraka. Marilah kita dengan idul adha ini kita pupuk dan
tingkatkan persatuan dan kesatuan, rapatkan barisan, tingkatkan kedisiplinan dan semangat kerja, kobarkan
semangat berkurban, karena dengan itu semua pembangunan yang kita canangkan untuk mewujudkan kemaslahatan
hidup kita sebagai bangsa dapat kita capai, dengan dilandasi tauhid, iman, dan takwa kepada Allah dan sesuai
dengan tuntunan ajaran agama kita. Allahu Akbar 3X wa lillahi al-hamd. Hadirin yang semoga dirahmati Allah, Untuk
sempurnanya rangkaian ibadah Idul Adha kita pada pagi hari ini marilah kita bersama-sama menengadahkan tangan
untuk memohon doa kepada Allah. Ya Allah, pada hari ini kami baru saja menunaikan salah satu perintah-Mu,
menunaikan salat Idul Adha sambil memuji kebesaran-Mu dan mensyukuri nikmat-Mu. Kami menyadari sepenuhnya
bahwa kami mempunyai kekurangan, kekhilafan, dan dosa terhadap-Mu. Karena itu, ya Allah Yang Maha Pengampun,
ampunilah segala dosa kami, yang besar maupun yang kecil, yang disengaja maupun tidak, yang tampak maupun yang
tersembunyi, yang baru maupun yang lama, sehingga kami menjadi orang yang bersih, tanpa dosa, karena Engkaulah
Yang Maha Mengetahui apa yang kami lakukan. Ya Allah Yang Mahaperkasa, berilah kami umur panjang dan kekuatan
lahir dan batin untuk melaksanakan perintah-Mu dan melaksanakan pembangunan masyarakat dan bangsa kami.
Berilah petunjuk kepada pemimpin-pemimpin kami sebagaimana Engkau memberi petunjuk kepada para Nabi-Mu,
Rasul-Mu, dan orang-orang saleh sebelum kami agar kami semua dapat hidup sesuai dengan tuntunan-Mu.
Jauhkanlah bangsa dan negara kami dari segala ujian dan cobaan yang tidak sanggup kami pikul, dan tunjukkanlah
kami dan pemimpin-pemimpin kami jalan terbaik untuk memecahkan berbagai persoalan dan krisis yang dialami oleh
bangsa dan negara kami. sehingga kami dapat segera terlepas dari krisis yang memperpuruk ekonomi kami. Karena
kami yakin, Engkau, ya Allah, adalah penuntut ke jalan yang benar. Ya Allah yang Maha pengasih, pada saat ini kami
sedang ditimpa pandemi Covid 19, yang sudah mewabah di seluruh tanah air kami dan bahkan seluruh dunia. Jika
pandemi ini menjadi ujian bagi kami karena dosa dan kesalahan kami, kami memohon kepada-Mu atas semua dosa
kami, dan memohon agar Engkau menjauhkan pandemi ini dari kami. Jika pandemi ini menjadi bala’ bagi kami,
berilah kekuatan kepada kami untuk menghadapi ini dengan penuh sabar, syukur, dan tawakal kepada-Mu, dan
memohon kepada-Mu agar Engkau menolak bala’ ini dari kami semua. Ya Allah tunjukkanlah rahmat-Mu kepada para
generasi muda bangsa kami, generasi penerus perjuangan pemimpin kami, untuk tetap mematuhi perintah-Mu dan
meninggalkan segala larangan-Mu. Tunjukkanlah jalan kepada mereka yang telah bergelimang dengan narkoba dan
segala perbuatan yang tidak sesuai dengan tuntunan-Mu, untuk kembali kepada jalan-Mu, jalan yang Engkau ridai,
‫‪dan amankanlah serta jauhkanlah mereka yang belum mengalami hal demikian dari segala yang membahayakan,‬‬
‫‪karena merekalah generasi penerus yang diharapkan dapat meneruskan perjuangan bangsa kami di masa‬‬
‫‪mendatang. Ya Allah, perkuatlah iman dan takwa kami, karena kami yakin, tidak ada yang dapat memberi kekuatan‬‬
‫َر َّبَنا آِتَنا ِفي الُّد ْنَيا َح َس َنًة َوِفي اآلِخ َرِة ‪kepada kami selain Engkau. Perkenankanlah segala permohonan kami, Ya mujib al-sa'ilin.‬‬
‫َح َس َنًة َوِقَنا َع َذ اَب الَّناِر َو َأْد ِخ ْلَنا اْلَج َّنَة َم َع اَألْبَر اِر َيا َع ِزْيُز َبا َغ َّفاُر َيا َر َّب اْلَع اَلِم ْيَن ‪َ .‬و َص َّلى ُهللا َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَح َّمٍد َو َع َلى آِلِه َو َأْص َح اِبِه َو َس َّلَم ‪َ .‬و اْلَح ْم ُد ِهّٰلِل َر ِّب‬
‫ُهّٰللا َأْك َبُر ُهّٰللا َأْك َبُر ُهّٰللا َأْك َبُر‪ُ ،‬هّٰللا َأْك َبُر ُهّٰللا َأْك َبُر ُهّٰللا َأْك َبُر‪ُ ،‬هّٰللا َأْك َبُر َوِهّٰلِل اْلَحْم ُد‪َ ،‬و َأْش َهُد َأْن اَل ِإٰل َه ِإاَّل ُهّٰللا َو ْح َد ُه اَل َش ِريَك َلُه‪َ ،‬و َأْش َهُد َأَّن ‪ Khutbah II‬اْلَع اَلِم ْيَن‬
‫َس ِّيَدَنا َو َنِبَّيَنا ُمَحَّم ًدا َع ْبُد ِهّٰللا َو َر ُسوُلُه‪ ،‬الّٰل ُهَّم َص ِّل َو َس ِّلْم َو َباِرْك َع َلى َس ِّيِد َنا َو َنِبِّيَنا ُمَحَّمٍد ‪َ ،‬و َع َلى ٰا ِلِه َو َأْص َح اِبِه الَم َياِم ْيَن ‪َ ،‬و الَّتاِبِع يَن َلُهْم ِبِإْح َس اٍن ِإَلى َيْو ِم الِّديِن َأَّم ا‬
‫َبْعُد‪َ ،‬فُأْو ِص ْيُك ْم َو َنْفِس ي ِبَتْقَو ى ِهّٰللا َع َّز َو َج َّل َو اَّتُقوا َهّٰللا َتَع اَلى ِفي ٰهَذ ا اْلَيْو ِم اْلَعِظ يِم ‪َ ،‬و اْعَلُم ْو ا َأَّن َهللا َأَم َر ُك ْم ِبَأْم ٍر َع ِظ ْيٍم ‪َ ،‬أَم َر ُك ْم ِبالَّص اَل ِة َو الَّس اَل ِم َع َلى َنِبِّيِه اْلَك ِرْيِم‬
‫ّٰل‬
‫َفَقاَل ‪ِ :‬إَّن َهّٰللا َوَم اَل ِئَك َتُه ُيَص ُّلوَن َع َلى الَّنِبِّي ‪َ ،‬يا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنْو ا َص ُّلْو ا َع َلْيِه َو َس ِّلُم وا َتْس ِليًم ا‪ ،‬ال ُهَّم َص ِّل َو َس ِّلْم َو َباِرْك َع َلى َس ِّيِد َنا َو َنِبِّيَنا ُمَحَّمٍد َو َع َلى ٰا ِلِه َو َص ْح ِبِه‬
‫الَّطِّيِبْيَن ‪َ ،‬و اْر َض الّٰل ُهَّم َع ِن اْلُخَلَفاِء الَّراِش ِد يَن ‪َ ،‬أِبي َبْك ٍر َو ُع َم َر َو ُع ْثَم اَن َو َع ِلٍّي ‪َ ،‬و َع ْن َس اِئِر الَّص َح اَبِة الَّصالحيَن الّٰل ُهَّم اْغ ِفْر ِلْلُم ْس ِلِم يَن َو اْلُم ْس ِلَم اِت‪َ ،‬و اْلُم ْؤ ِمِنيَن‬
‫َو اْلُم ْؤ ِم َناِت‪ ،‬اَأْلْح َياِء ِم ْنُهْم َو اَأْلْم َو اِت‪ِ ،‬إَّنَك َسِم يٌع َقِريٌب ُمِج يُب الَّد َع َو اِت‪ ،‬الّٰل ُهَّم اْج َع ْل ِع ْيَدَنا ٰهَذ ا َسَعاَد ًة َو َتاَل ُح ًم ا‪َ ،‬وَم َس َّر ًة َو َتَر اُح ًم ا‪َ ،‬و ِزْد َنا ِفيِه ُطَم ْأِنيَنًة َو ُأْلَفًة‪،‬‬
‫ّٰل‬ ‫ْأ‬ ‫ّٰل‬
‫َو َهَناًء َوَم َح َّبًة‪َ ،‬و َأِع ْد ُه َع َلْيَنا ِباْلَخ ْيِر َو الَّر َح َم اِت‪َ ،‬و اْلُيْم ِن َو اْلَبَر َكاِت‪ ،‬ال ُهَّم اْج َع ِل اْلَمَو َّدَة ِش يَم َتَنا‪َ ،‬و َبْذ َل اْلَخ ْيِر ِللَّناِس َد َبَنا‪ ،‬ال ُهَّم َأِد ِم الَّسَعاَد َة َع َلى َو َطِنَنا‪َ ،‬و اْنُش ِر‬
‫اْلَبْهَج َة ِفي ُبُيوِتَنا‪َ ،‬و اْح َفْظَنا ِفي َأْهِليَنا َو َأْر َح اِم َنا‪َ ،‬و َأْك ِرْم َنا ِبَك َرِم َك ِفي الُّد ْنَيا َو اآْل ِخ َرِة‪َ ،‬ر َّبَنا آِتَنا ِفي الُّد ْنَيا َح َس َنًة‪َ ،‬وِفي اآْل ِخ َرِة َح َس َنًة‪َ ،‬وِقَنا َع َذ اَب الَّناِر‪َ ،‬و َأْد ِخ ْلَنا‬
‫اْلَج َّنَة َم َع اَأْلْبَر اِر‪َ ،‬يا َع ِزيُز َيا َغ َّفاُر‪ِ .‬ع َباَد ِهللا‪ ،‬إَّن َهللا َيْأُم ُر ِباْلَع ْد ِل َو اإْل ْح َس اِن ‪َ ،‬وِإْيَتاِء ِذ ي اْلُقْر َبى وَيْنَهى َع ِن الَفْح َشاِء َو اْلُم ْنَك ِر َو الَبْغ ِي ‪َ ،‬يِع ُظُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُرْو َن ‪،‬‬
‫‪َ Prof Dr KH Ahmad Thib Raya, MA, guru besar UIN Syarif‬فاذُك ُروا َهللا اْلَعِظ ْيَم َيْذ ُك ْر ُك ْم َو َلِذ ْك ُر ِهللا َأْك َبُر‪ِ ،‬ع ْيٌد َسِع ْيٌد َو ُك ُّل َعاٍم َو َأْنُتْم ِبَخ ْيٍر‬
‫‪Hidayatullah Jakarta‬‬

‫‪Sumber: https://nu.or.id/khutbah/khutbah-idul-adha-kurban-sebagai-perwujudan-takwa-T2cSZ‬‬

Anda mungkin juga menyukai