Anda di halaman 1dari 8

KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM

DI PULAU KALIMANTAN SERTA


JARINGAN KEILMUAN DI NUSANTARA

Oleh:
-Ezra Todo Pedrosa Hutabarat
-MUHAMMAD FAIZAL
-Panca Adiguna
-Arfan Maulana Akbar Hediawan Ace
-Tandhika Nazriel Apirza
-Farel Apriliano Putra

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….…………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………………………………………………………………………….1

B. Rumusan Masalah …………………………………………………………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Kesultanan Paser………………………………………………………………………………………………………………...2

B. Kesultanan Banjar……………………………………………………………………………………………………….…….…2

C. Kesultanan Kotawaringin ………………………………………………………………………………………………...3

D. Kesultanan Pagatan……………………………………………………………………………………………………………4

E. Kesultanan Kutai Kartanegara…………………………………………………………………………………………4

F. Terbentuknya Jaringan Keilmuan di Nusantara………………………………………………………..5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………………………….6

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Adanya penemuan prasasti batu nisan bertanggal 127 Hijriah atau
tepatnya 745 Masehi menjawab perdebatan panjang para ahli sejarah
mengenai kedatangan Islam di Indonesia. Prasasti sejarah yang ditemukan di
Kecamatan Sandai ini bernilai tinggi untuk mengungkap bahwa kebudayaan
Islam di Ketapang adalah kebudayaan Islam tertua di Nusantara

para ahli yang kebanyakan dari barat-Belanda masih berbeda pendapat


tentang waktu penyebaran Islam di Nusantara. Beberapa ahli ada yang
menyebutkan abad ke-10, abad ke- 12 dan abad ke-13 sebagai periode paling
mungkin dari permulaan penyebaran Islam di Nusantara.

Terbentuk nya jaringan ilmuan :Pengembangan tradisi keilmuan Islam


juga berperan dalam proses integrasi Nusantara : Kerajaan-kerajaan Islam itu
telah merintis terwujudnya idiom kultural yang sama yaitu Islam. Hal itu
mendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat, sehingga akan
mempercepat proses integrasi nusantara. Berkembangnya pendidikan dan
pengajaran Islam, telah berhasil menyatukan wilayah Nusantara yang sangat
luas. Dua hal yang mempercepat proses itu yaitu penggunaan aksara Arab
dan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu (lingua franca).

B. Rumusan masalah

Dari latar belakang di atas terbentuklah rumusan masalah yaitu apa saja
kerajaan Islam yang berada di Kalimantan dan apa yang membentuk adanya
jaringan jaringan ke ilmuan di Nusantara.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesultanan Paser

Tentang terbentuknya awal kerajaan Paser, Haji Aji Abdoel Rasyid dan
kawan-kawan yang ditulis oleh M. Irfan Iqbal, et.al, dalambukunya yang
berjudul “Budaya dan Sejarah Kerajaan Paser” mengatakan terbentuknya
Kerajaan Paser pada tanggal 2 Safar tahun 9 Hijriyah atau tahun 630 Masehi.
Pada saat Putri Petong berusia 22 tahun dilantik atau dinobatkan menjadi ratu
(ratu pertama kerajaan Paser) yang semula kerajaan Padang Bertinti menjadi
kerajaan Sadurengas. Namun, dalam versi Pemerintah Kabupaten Paser,
Kerajaan Sadurangas didirikan pada abad ke-16 atau sekitar tahun 1516.

Sebelum Putri Petong menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya.


Putri Petong diyakini menganut kepercayaan animisme atau suatu kepercayaan
yang memuja roh-roh halus dan dewa-dewa. Roh-roh halus atau dewa-dewa
diyakini bisa membantu sewaktu-waktu diperlukan, untuk memanggil roh-roh
halus tersebut dibutuhkan sebuah bangunan berbentuk rumah yang dinamakan
Panti, di dalam panti tersebut diberi sesajen kue-kue yang dibuat berbentuk
patung-patung dari tepung beras menyerupai roh yang akan dipanggil.

Putri Petong setelah bersuamikan Abu Mansyur Indra Jaya, setahun kemudian
Putri Petong melahirkan anak yang pertama seorang lelaki yang diberi nama
Aji Mas Nata Pangeran Berlindung bin Abu Mansyur Indra Jaya. Tiga tahun
kemudian Putri Petong melahirkan lagi seorang anak perempuan, yang diberi
nama Aji Putri Mitir binti Abu Mansyur Indra Jaya dan enam tahun kemudian
Putri Petong melahirkan lagi seorang lelaki yang diberi nama Aji Mas Pati
Indra bin Abu Mansyur Indra Jaya.

B. Kesultanan Banjar

Menurut mitologi suku Maanyan (suku tertua di Kalimantan Selatan), kerajaan


pertama di Kalimantan bagian selatan adalah Kerajaan Nan Sarunai yang
diperkirakan wilayah kekuasaannya terbentang luas mulai dari daerah
Tabalong hingga ke daerah Pasir. Keberadaan mitologi Maanyan yang
menceritakan tentang masa-masa keemasan Kerajaan Nan Sarunai sebuah
kerajaan purba yang dulunya mempersatukan etnis Maanyan di daerah ini dan
telah melakukan hubungan dengan pulau Madagaskar. Sehingga sebagian
rakyatnya menyingkir ke pedalaman (wilayah suku Lawangan). Salah satu
peninggalan arkeologis yang berasal dari zaman ini adalah Candi Agung yang
terletak di kota Amuntai. Pada tahun 1996, telah dilakukan pengujian C-14
terhadap sampel arang Candi Agung yang menghasilkan angka tahun dengan
kisaran 242-226 SM.

2
Menurut Hikayat Sang Bima, wangsa yang menurunkan raja-raja Banjar
adalah Sang Dewa bersaudara dengan wangsa yang menurunkan raja-raja
Bima (Sang Bima), raja-raja Bali (Sang Kuala), raja-raja
Dompu(Darmawangsa), raja-raja Gowa (Sang Rajuna) yang merupakan lima
bersaudara putra-putra dari Maharaja Pandu Dewata.
Maharaja Sukarama, Raja Negara Daha telah berwasiat agar penggantinya
adalah cucunya Raden Samudera, anak dari putrinya Putri Galuh Intan Sari.
Ayah dari Raden Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari RadenBeg-
awan, saudara Maharaja Sukarama. Wasiat tersebut menyebabkan Raden
Samudera terancam keselamatannya karena para putra Maharaja Sukarama
juga berambisi sebagai raja yaitu Pangeran Bagalung, Pangeran Mangkubumi
dan Pangeran Tumenggung.

Dibantu oleh Arya Taranggana, Pangeran Samudra melarikan diri dengan


sampan ke hilir sungai Barito. Sepeninggal Sukarama, Pangeran Mangkubumi
menjadi Raja Negara Daha, selanjutnya digantikan Pangeran Tumenggung
yang juga putra Sukarama.

Pangeran Samudra yang menyamar menjadi nelayan di daerah Balandean dan


Kuin, ditampung oleh Patih Masih di rumahnya. Oleh Patih Masih bersama
Patih Muhur, Patih Balitung diangkat menjadi raja yang berkedudukan di
Bandarmasih.

Pangeran Tumenggung melakukan penyerangan ke Bandarmasih. Pangeran


Samudra dibantu Kerajaan Demak dengan kekuatan 40.000 prajurit dengan
armada sebanyak 1.000 perahu yan masing-masing memuat 400 prajurit
mampu menahan serangan tersebut. Akhirnya Pangeran Tumenggung bersedia
menyerahkan kekuasaan Kerajaan Negara Daha kepada Pangeran Samudra.
Kerajaan Negara Daha kemudian dilebur menjadi Kesultanan Banjar
yang beristana di Bandarmasih. Sedangkan Pangeran Tumenggung diberi
wilayah di Batang Alai.

Pangeran Samudra menjadi raja pertama Kerajaan banjar dengan gelar Sultan
Suriansyah. Ia pun menjadi raja pertama yang masuk Islam dibimbing oleh
Khatib Dayan.

C. Kesultanan Kotawaringin

Sebelum berdirinya Kerajaan Kotawaringin, Raja-raja Banjar sebagai


penguasa sepanjang pantai selatan dan timur pulau Kalimantan telah mengirim
menteri-menteri atau ketua-ketua untuk mengutip upeti yang dipaksa kepada
penduduk Kotawaringin. Nenek moyang suku Dayak yang tinggal di hulu-
hulu sungai Arut telah memberi kepada Sultan Banjarmasin debu emas
sebanyak yang diperlukan untuk membuat sebuah kursi emas. Selepas itu dua
orang menteri dari Banjarmasin bernama Majan Laut dan Tongara Mandi telah
datang dari Tabanio (Laut Darat/Tanah Laut) ke Kumai dan tinggal di situ.

3
Kedua bersaudara inilah yang mula-mula membawa Islam ke wilayah
Kotawaringin. Majan Laut kemudian terlibat perseteruan dengan saudaranya
dan selanjutnya ia pindah dari Kumai ke Belitung6 dan tinggal di sana.
Tongara Mandi kemudian pindah dari Kumai ke daerah kuala Kotawaringin di
mana dia sebagai pendiri Kotawaringin Lama di pinggir sungai Lamandau.
Dia kemudian meninggalkan tempat ini karena diganggu oleh lanun/perompak
dan membuka sebuah kampung baru, lebih jauh ke hulu, di sungai Basarah,
salah satu anak sungai di sebelah kiri. Dalam Hikayat Banjar tokoh yang
mendapat perintah dari Marhum Panembahan [sultan Banjar IV yang berkuasa
1595-1638] untuk menjabat adipati Kotawaring bernama Dipati Ngganding
dari golongan Andin dan juga sebagai mertua dari Pangeran Dipati Anta-
Kasuma karena menikahi Andin Juluk, putri dari Dipati Ngganding.

D. Kesultanan Pagatan

Kerajaan Pagatan (1775-1908) adalah Kerajamudaan sebagai bawahan


kerajaan Banjar yang merupakan daerah otonomi bagi imigran suku Bugis di
dalam negara Kesultanan Banjar. Kerajaan otonom ini adalah salah satu
kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Tanah Kusan atau daerah aliran
Sungai Kusan (sekarang wilayah ini termasuk dalam wilayah Kabupaten
Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan). Wilayah Tanah Kusan bertetangga
dengan wilayah Kerajaan Tanah Bumbu (yang terdiri atas negeri-negeri: Batu
Licin, Cantung, Buntar Laut, Bangkalaan, Tjingal, Manunggul, Sampanahan).

Penguasa Kerajaan Pagatan disebut Arung (bukan Sultan), Belanda


menyebutnya de Aroeng van Pagattan. Permukiman Pagatan didirikan oleh
Puana Dekke (La Dekke), seorang imigran suku Bugis atas seijin Sunan Nata
Alam atau Panembahan Batuah dari Dinasti7 Tamjidullah I. Negeri Pagatan
kemudian menjadi sekutu Sunan Nata Alam untuk menghabisi rival politiknya
yaitu Sultan Amir bin Sultan Muhammadillah (keturunan Sultan Kuning) yang
menuntut tahta Kesultanan Banjar dengan dukungan Arung Turawe (Gusti
Kasim) beserta pasukan Bugis-Paser. Atas keberhasilan mengusir Sultan Amir
dari Tanah Kusan, La Pangewa (Hasan Pangewa), pemimpin orang Bugis
Pagatan, dilantik Sultan Banjar sebagai kapitan (raja) Pagatan yang pertama
sekitar tahun 1784 dengan gelar Kapitan Laut Pulo.

Kerajaan ini semula merupakan sebagian dari wilayah Kesultanan Banjar


selanjutnya menjadi bawahan Hindia Belanda, karena diserahkan kepada
pemerintah Hindia Belanda dalam Traktat Karang Intan. Menurut Staatblaad,
wilayah kerajaan ini merupakan "leenplichtige landschappen" dalam
Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe.
E. Kesultanan Kutai Kartanegara

Kerajaan Kutai Kartanegara berdiri pada awal abad ke-13 di daerah yang
bernama Tepian Batu atau Kutai Lama (kini menjadi sebuah desa di wilayah

4
Kecamatan Anggana) dengan rajanya yang pertama yakni Aji Batara Agung
Dewa Sakti (1300-1325). Kerajaan ini disebut dengan nama Kerajaan Tanjung
Kute dalam Kakawin Nagarakretagama (1365), yaitu salah satu daerah
taklukan di negara bagian Pulau Tanjungnagara oleh Patih Gajah Mada dari
Majapahit.

Pada abad ke-16, Kerajaan Kutai Kartanegara dibawah pimpinan raja Aji
Pangeran Sinum Panji Mendapa berhasil menaklukkan Kerajaan Kutai (atau
disebut pula: Kerajaan Kutai Martadipura atau Kerajaan Kutai Martapura atau
Kerajaan Mulawarman) yang terletak di Muara Kaman. Raja Kutai
Kartanegara pun kemudian menamakan kerajaannya menjadi Kerajaan Kutai
Kartanegara Ing Martadipura sebagai peleburan antara dua kerajaan tersebut.

Pada abad ke-17, agama Islam yang disebarkan Tuan Tunggang Parangan
diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara yang8 saat itu dipimpin
Aji Raja Mahkota Mulia Alam. Setelah beberapa puluh tahun, sebutan Raja
diganti dengan sebutan Sultan. Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778)
merupakan sultan Kutai Kartanegara pertama yang menggunakan nama
Islami. Dan kemudian sebutan kerajaan pun berganti menjadi Kesultanan
Kutai Kartanegara ing Martadipura.

F. Jaringan-jaringan keilmuan di Nusantara

hubungan antara Istana sebagai pusat kekuasaan dan pendidikan.


Perkembangan lembaga pendidikan dan pengajaran di masjid-masjid
kesultanan sangat ditentukan oleh dukungan penguasa. Sultan bukan saja
mendanai kegiatan-kegiatan masjid, tetapi juga mendatangkan para ulama,
baik dari mancanegara, terutama Timur Tengah, maupun dari kalangan ulama
pribumi sendiri. Para ulama yang kemudian juga difungsikan sebagai pejabat-
pejabat negara, bukan saja memberikan pengajaran agama Islam di masjid-
masjid negara, tetapi juga di istana sultan. Para sultan dan pejabat tinggi
rupanya juga menimba ilmu dari para ulama. Seperti halnya yang terjadi di
Kerajaan Islam Samudera Pasai dan Kerajaan Malaka.
           Ketika Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran dalam
bidang politik, tradisi keilmuannya tetap berlanjut. Samudera Pasai terus
berfungsi sebagai pusat studi Islam di Nusantara. Namun, ketika Kerajaan
Malaka telah masuk Islam, pusat studi keislaman tidak lagi hanya dipegang
oleh Samudera Pasai. Malaka kemudian juga berkembang sebagai pusat studi
Islam di Asia Tenggara, bahkan mungkin dapat dikatakan berhasil

5
menyainginya. Kemajuan ekonomi Kerajaan Malaka telah mengundang
banyak ulama dari mancanegara untuk berpartisipasi dengan lebih intensif
dalam proses pendidikan dan pembelajaran agama Islam.
Hubungan antar kerajaan Islam, misalnya Samudera Pasai, Malaka, dan Aceh
Darussalam, sangat bermakna dalam bidang budaya dan keagamaan.
Ketiganya tersohor dengan sebutan Serambi Mekkah dan menjadi pusat
pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia. Untuk mengintensifkan
proses Islamisasi, para ulama telah mengarang, menyadur, dan
menerjemahkan karyakarya keilmuan Islam. Sultan Iskandar Muda adalah raja
yang sangat memperhatikan pengembangan pendidikan dan pengajaran agama
Islam. Ia mendirikan Masjid Raya Baiturrahman, dan memanggil Hamzah al
Fanzuri dan Syamsuddin as Sumatrani sebagai penasihat. Syekh Yusuf al
Makassari ulama dari Kesultanan Goa di Sulawesi Selatan pernah menuntut
ilmu di Aceh Darussalam sebelum melanjutkan ke Mekkah. Melalui
pengajaran Abdur Rauf as Singkili telah muncul ulama Minangkabau Syekh
Burhanuddin Ulakan yang terkenal sebagai pelopor pendidikan Islam di
Minangkabau dan Syekh Abdul Muhyi al Garuti yang berjasa menyebarkan
pendidikan Islam di Jawa Barat. Karya-karya susastra dan keagamaan dengan
segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan-kerajaan Islam itu
telah merintis terwujudnya idiom kultural yang sama, yaitu Islam. Hal itu
menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan ini kita mengetahui kerajaan kerajaan Islam yang ada di Kalimantan,
perbatasan wilayah yang membagi bagi dataran luas kerajaan membuat ada banyak
nya kerajaan/kesultanan Islam di Kalimantan.
Serta kita mengetahui karingan jaringan keilmuan di Nusantara yang menghubungkan
kerajaan antar kerajaan Islam, sebagai pendorong terjadinya interaksi budaya yang
makin erat.
6

Anda mungkin juga menyukai