Oleh:
-Ezra Todo Pedrosa Hutabarat
-MUHAMMAD FAIZAL
-Panca Adiguna
-Arfan Maulana Akbar Hediawan Ace
-Tandhika Nazriel Apirza
-Farel Apriliano Putra
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….…………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesultanan Paser………………………………………………………………………………………………………………...2
B. Kesultanan Banjar……………………………………………………………………………………………………….…….…2
D. Kesultanan Pagatan……………………………………………………………………………………………………………4
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………………………….6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Adanya penemuan prasasti batu nisan bertanggal 127 Hijriah atau
tepatnya 745 Masehi menjawab perdebatan panjang para ahli sejarah
mengenai kedatangan Islam di Indonesia. Prasasti sejarah yang ditemukan di
Kecamatan Sandai ini bernilai tinggi untuk mengungkap bahwa kebudayaan
Islam di Ketapang adalah kebudayaan Islam tertua di Nusantara
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas terbentuklah rumusan masalah yaitu apa saja
kerajaan Islam yang berada di Kalimantan dan apa yang membentuk adanya
jaringan jaringan ke ilmuan di Nusantara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesultanan Paser
Tentang terbentuknya awal kerajaan Paser, Haji Aji Abdoel Rasyid dan
kawan-kawan yang ditulis oleh M. Irfan Iqbal, et.al, dalambukunya yang
berjudul “Budaya dan Sejarah Kerajaan Paser” mengatakan terbentuknya
Kerajaan Paser pada tanggal 2 Safar tahun 9 Hijriyah atau tahun 630 Masehi.
Pada saat Putri Petong berusia 22 tahun dilantik atau dinobatkan menjadi ratu
(ratu pertama kerajaan Paser) yang semula kerajaan Padang Bertinti menjadi
kerajaan Sadurengas. Namun, dalam versi Pemerintah Kabupaten Paser,
Kerajaan Sadurangas didirikan pada abad ke-16 atau sekitar tahun 1516.
Putri Petong setelah bersuamikan Abu Mansyur Indra Jaya, setahun kemudian
Putri Petong melahirkan anak yang pertama seorang lelaki yang diberi nama
Aji Mas Nata Pangeran Berlindung bin Abu Mansyur Indra Jaya. Tiga tahun
kemudian Putri Petong melahirkan lagi seorang anak perempuan, yang diberi
nama Aji Putri Mitir binti Abu Mansyur Indra Jaya dan enam tahun kemudian
Putri Petong melahirkan lagi seorang lelaki yang diberi nama Aji Mas Pati
Indra bin Abu Mansyur Indra Jaya.
B. Kesultanan Banjar
2
Menurut Hikayat Sang Bima, wangsa yang menurunkan raja-raja Banjar
adalah Sang Dewa bersaudara dengan wangsa yang menurunkan raja-raja
Bima (Sang Bima), raja-raja Bali (Sang Kuala), raja-raja
Dompu(Darmawangsa), raja-raja Gowa (Sang Rajuna) yang merupakan lima
bersaudara putra-putra dari Maharaja Pandu Dewata.
Maharaja Sukarama, Raja Negara Daha telah berwasiat agar penggantinya
adalah cucunya Raden Samudera, anak dari putrinya Putri Galuh Intan Sari.
Ayah dari Raden Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari RadenBeg-
awan, saudara Maharaja Sukarama. Wasiat tersebut menyebabkan Raden
Samudera terancam keselamatannya karena para putra Maharaja Sukarama
juga berambisi sebagai raja yaitu Pangeran Bagalung, Pangeran Mangkubumi
dan Pangeran Tumenggung.
Pangeran Samudra menjadi raja pertama Kerajaan banjar dengan gelar Sultan
Suriansyah. Ia pun menjadi raja pertama yang masuk Islam dibimbing oleh
Khatib Dayan.
C. Kesultanan Kotawaringin
3
Kedua bersaudara inilah yang mula-mula membawa Islam ke wilayah
Kotawaringin. Majan Laut kemudian terlibat perseteruan dengan saudaranya
dan selanjutnya ia pindah dari Kumai ke Belitung6 dan tinggal di sana.
Tongara Mandi kemudian pindah dari Kumai ke daerah kuala Kotawaringin di
mana dia sebagai pendiri Kotawaringin Lama di pinggir sungai Lamandau.
Dia kemudian meninggalkan tempat ini karena diganggu oleh lanun/perompak
dan membuka sebuah kampung baru, lebih jauh ke hulu, di sungai Basarah,
salah satu anak sungai di sebelah kiri. Dalam Hikayat Banjar tokoh yang
mendapat perintah dari Marhum Panembahan [sultan Banjar IV yang berkuasa
1595-1638] untuk menjabat adipati Kotawaring bernama Dipati Ngganding
dari golongan Andin dan juga sebagai mertua dari Pangeran Dipati Anta-
Kasuma karena menikahi Andin Juluk, putri dari Dipati Ngganding.
D. Kesultanan Pagatan
Kerajaan Kutai Kartanegara berdiri pada awal abad ke-13 di daerah yang
bernama Tepian Batu atau Kutai Lama (kini menjadi sebuah desa di wilayah
4
Kecamatan Anggana) dengan rajanya yang pertama yakni Aji Batara Agung
Dewa Sakti (1300-1325). Kerajaan ini disebut dengan nama Kerajaan Tanjung
Kute dalam Kakawin Nagarakretagama (1365), yaitu salah satu daerah
taklukan di negara bagian Pulau Tanjungnagara oleh Patih Gajah Mada dari
Majapahit.
Pada abad ke-16, Kerajaan Kutai Kartanegara dibawah pimpinan raja Aji
Pangeran Sinum Panji Mendapa berhasil menaklukkan Kerajaan Kutai (atau
disebut pula: Kerajaan Kutai Martadipura atau Kerajaan Kutai Martapura atau
Kerajaan Mulawarman) yang terletak di Muara Kaman. Raja Kutai
Kartanegara pun kemudian menamakan kerajaannya menjadi Kerajaan Kutai
Kartanegara Ing Martadipura sebagai peleburan antara dua kerajaan tersebut.
Pada abad ke-17, agama Islam yang disebarkan Tuan Tunggang Parangan
diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara yang8 saat itu dipimpin
Aji Raja Mahkota Mulia Alam. Setelah beberapa puluh tahun, sebutan Raja
diganti dengan sebutan Sultan. Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778)
merupakan sultan Kutai Kartanegara pertama yang menggunakan nama
Islami. Dan kemudian sebutan kerajaan pun berganti menjadi Kesultanan
Kutai Kartanegara ing Martadipura.
5
menyainginya. Kemajuan ekonomi Kerajaan Malaka telah mengundang
banyak ulama dari mancanegara untuk berpartisipasi dengan lebih intensif
dalam proses pendidikan dan pembelajaran agama Islam.
Hubungan antar kerajaan Islam, misalnya Samudera Pasai, Malaka, dan Aceh
Darussalam, sangat bermakna dalam bidang budaya dan keagamaan.
Ketiganya tersohor dengan sebutan Serambi Mekkah dan menjadi pusat
pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia. Untuk mengintensifkan
proses Islamisasi, para ulama telah mengarang, menyadur, dan
menerjemahkan karyakarya keilmuan Islam. Sultan Iskandar Muda adalah raja
yang sangat memperhatikan pengembangan pendidikan dan pengajaran agama
Islam. Ia mendirikan Masjid Raya Baiturrahman, dan memanggil Hamzah al
Fanzuri dan Syamsuddin as Sumatrani sebagai penasihat. Syekh Yusuf al
Makassari ulama dari Kesultanan Goa di Sulawesi Selatan pernah menuntut
ilmu di Aceh Darussalam sebelum melanjutkan ke Mekkah. Melalui
pengajaran Abdur Rauf as Singkili telah muncul ulama Minangkabau Syekh
Burhanuddin Ulakan yang terkenal sebagai pelopor pendidikan Islam di
Minangkabau dan Syekh Abdul Muhyi al Garuti yang berjasa menyebarkan
pendidikan Islam di Jawa Barat. Karya-karya susastra dan keagamaan dengan
segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan-kerajaan Islam itu
telah merintis terwujudnya idiom kultural yang sama, yaitu Islam. Hal itu
menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan ini kita mengetahui kerajaan kerajaan Islam yang ada di Kalimantan,
perbatasan wilayah yang membagi bagi dataran luas kerajaan membuat ada banyak
nya kerajaan/kesultanan Islam di Kalimantan.
Serta kita mengetahui karingan jaringan keilmuan di Nusantara yang menghubungkan
kerajaan antar kerajaan Islam, sebagai pendorong terjadinya interaksi budaya yang
makin erat.
6