Anda di halaman 1dari 15

Kerajaan Banjar

1. 1. Kerajaan Banjar Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin sebuah kesultanan wilayahnya saat
ini termasuk ke dalam provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Pusat Kerajaan Banjar yang pertama
adalah daerah di sekitar Kuin Utara, kemudian dipindah ke martapura setelah keraton di Kuin
dihancurkan oleh Belanda. Ketika ibukotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut
Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu
kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan,
Hulu Sungai Selatan.
2. 2. Asal Usul Kerajaan Banjar Kemunculan Kerajaan Banjar tidak lepas dari melemahnya pengaruh
Negara Daha sebagai kerajaan yang berkuasa saat itu. Tepatnya pada saat Raden Sukarama
memerintah Negara Daha, menjelang akhir kekuasaannya dia mewasiatkan tahta kekuasaan Negara
Daha kepada cucunya yang bernama Raden Samudera. Akan tetapi, wasiat tersebut ditentang oleh
ketiga anak Raden Sukarama yaitu Mangkubumi, Tumenggung dan Bagulung. Setelah Raden
Sukarama wafat, Pangeran Tumenggung merebut kekuasaaan dari pewaris yang sah yaitu Raden
samudera dan merebut tahta kekuasaan Negara Daha. Berkat pertolongan Arya Taranggana,
mangkubumi kerajaan Daha, Raden Samudera berhasil lolos ke hilir sungai Barito, kemudian ia dijemput
oleh Patih Masih (Kepala Kampung Banjarmasih) dan dijadikan raja Banjarmasih sebagai upaya
melepaskan diri dari Kerajaan Negara Daha dengan mendirikan bandar perdagangan sendiri dan tidak
mau lagi membayar upeti.
3. 3. Setelah menjadi Raja di Banjarmasih, Raden Samudera dianjurkan oleh Patih Masih untuk meminta
bantuan Kerajaan Demak. Permintaan bantuan dari Raden Samudera diterima oleh Sultan Demak,
dengan syarat Raden Samudera beserta pengikutnya harus memeluk agama Islam. Syarat tersebut
disanggupi Raden Samudera dan Sultan Demak mengirimkan kontingennya yang dipimpin oleh Khatib
Dayan. Setibanya di Banjarmasih, kontingen Demak bergabung dengan pasukan dari Banjarmasih untuk
melakukan penyerangan ke Negara Daha di hulu sungai Barito. Setibanya di daerah yang bernama
Sanghiang Gantung, pasukan Bandarmasih dan Kontingen Demak bertemu dengan Pasukan Negara
daha dan pertempuran pun terjadi. Pertempuran ini berakhir dengan suatu mufakat yang isinya adalah
duel antara Raden samudera dengan Pangeran Tumenggung. Dalam duel itu, Raden Samudera tampil
sebagai pemenang dan pertempuran pun berakhir dengan kemenangan banjarmasin.
4. 4. Keadaan Agama dan Sosial Kerajaan Banjar Pembauran penduduk Banjarmasih yang terdiri dari
rakyat Negara Daha, Melayu, Dayak dan orang jawa (kontingen dari Demak) menggambarkan
bersatunya masyarakat di bawah pemerintahan Raden Samudera. Pengumpulan penduduk di
banjarmasih menyebabkan daerah ini menjadi ramai, ditambah letaknya pada pertemuan sungai barito
dan sungai martapura menyebabkan lalu lintas menjadi ramai dan terbentuknya hubungan
perdagangan. Raden Samudera akhirnya menjadikan Islam sebagai agama negara dan rakyatnya
memeluk agama Islam. Gelar yang dipergunakan oleh Raden Samudera sejak saat itu berubah menjadi
Sultan Suriansyah. Kerajaan Banjar pertama kali dipimpin oleh Sultan Suriansyah ini.
5. 5. Wilayah Kerajaan Banjar Kerajaan Banjar semakin berkembang dan lama kelamaan luas wilayahnya
semakin bertambah. Kerajaan ini pada masa jayanya membentang dari banjarmasin sebagai ibukota
pertama, dan martapura sebagai ibukota pengganti setelah banjarmasin direbut belanda, daerah tanah
laut, margasari, amandit, alai, marabahan, banua lima yang terdiri dari Nagara, Alabio, Sungai Banar,
Amuntai dan Kalua serta daerah hulu sungai barito. Kerajaan semakin diperluas ke tanah bumbu, Pulau
Laut, Pasir, Berau dan kutai di panati timur. Kotawaringin, Landak, Sukadana dan sambas di sebelah
barat. Semua wilayah tersebut adalah Wilayah Kerajaan Banjar (yang apabila dilihat dari peta zaman
sekarang, Kerajaan Banjar menguasai hampir seluruh wilayah kalimantan di 4 provinsi yang ada).
Semua wilayah tersebut membayar pajak dan upeti. Semua daerah tersebut tidak pernah tunduk karena
ditaklukkan,tetapi karena mereka mengakui berada di bawah Kerajaan Banjar, kecuali daerah pasir yang
ditaklukkan pada tahun 1663
6. 6. Keadaan Politik Kerajaan Banjar Kerajaan Banjar yang berdiri pada 24 september 1526 sampai
berakhirnya perang Banjar yang merupakan keruntuhan kerajaan Banjar memiliki 19 orang raja yang
pernah berkuasa. Sultan pertama kerajaan Banjar adalah Sultan Suriansyah (1526 - 1545), beliau
adalah raja pertama yang memeluk Agama Islam. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman (1862
- 1905), yang meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan belanda di puruk cahu. Sultan
Suriansyah sebagai Raja pertama mejadikan Kuin Utara sebagai pusat pemerintahan dan pusat
perdagangan Kerajaan Banjar. Sedangkan Sultan Mohammad Seman berkeraton di daerah manawing -
puruk cahu sebagai pusat pemerintahan pelarian.
7. 7. berikut adalah rincian Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Banjar: 1. Pangeran Samudra
yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama yang memeluk Islam. 2. Sultan Rahmatullah
3. Sultan Hidayatullah 4. Sultan Mustain Billah, Marhum Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran
Kecil. Sultan inilah yang memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin yang
hancur diserang Belanda pada Tahun 1612. 5. Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar
Sultan Inayatullah 6. Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah 7. Adipati Halid memegang jabatan sebagai
Wali Sultan, karena anak Sultan Saidullah, Amirullah Bagus Kesuma belum dewasa 8. Amirullah Bagus
Kesuma memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah)
merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke Banjarmasin 9. Pangeran Adipati Anum setelah
merebut kekuasaan memindahkan pusat pemerintahan Ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung
8. 8. 10. Sultan Tahlilullah berkuasa 11. Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning 12. Pangeran Tamjid
bin Sultan Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah 13. Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah 14.
Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa tetapi
memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah 15. Sultan Suleman Al Mutamidullah bin
Sultan Tahmidullah 16. Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman 17. Pangeran Tamjidillah 18.
Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu'mina 19. Sultan Muhammad
Seman yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar
9. 9. Masa Keruntuhan Kerajaan Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905.
Perang Banjar merupakan peperangan yang diadakan kerajaan Banjar untuk melawan kolonialisasi
Belanda. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman (1862 - 1905), yang meninggal pada saat
melakukan pertempuran dengan belanda di puruk cahu. Setelah dikalahkannya Sultan Muhammad
Seman, praktis seluruh wilayah Kerajaan banjar jatuh ke tangan Belanda dan Kerajaan Banjar runtuh.
10. 10. Peninggalan Sejarah Brikut ini adalah beberapa contoh peninggalan sejarah kerajaan banjar, 1. Batu
nisan, misalnya batu nisan sultan suriansyah. 2. Syair, misalnya syair perang banjarmasin. 3. Masjid,
misalnya masjid sultan suriansyah di Kuin 4. Kaligrafi, misalnya kaligrafi di pintu masjid sultan
suriansyah.

Kerajaan Pontianak

1. 1. Kerajaan Islam di Kalimantan KESULTANAN PONTIANAK


2. 2. Peta Kerajaan Pontianak
3. 3. Awal Mula Berdirinya...
4. 4. Pendiri kesultanan ini adalah Syarif Abdurrahman Alkadrie, merupakan putra Habib Husein Alkadrie,
ulama penyebar Islam di Pontianak asal Arab. Sejak usia muda, Syarif Abdurrahman telah menunjukkan
bakat dan ambisinya yang sangat besar. Ia pernah melakukan petualangan hingga ke Siak dan
Palembang, mengadakan kegiatan perdagangan di Banjarmasin, dan berperang hingga berhasil
menghancurkan kapal Perancis di Pasir (Banjarmasin). Sejarah awal mula berdirinya kesultanan ini
ditandai dengan keinginan Syarif Alkadrie dan saudara-saudaranya beserta para pengikutnya untuk
mencari tempat tinggal setelah ayahnya meninggal pada tahun 1184 H di Kerajaan Mempawah.
5. 5. Dengan menggunakan 14 perahu mereka menyusuri Sungai Peniti hingga pada akhirnya mereka
menetap di sebuah tanjung bernama Kelapa Tinggi Segedong. Namun, Syarif Alkadrie merasa bahwa
tempat tersebut tidak tepat untuk didiami, dan akhirnya mereka melanjutkan perjalanan balik ke hulu
sungai melalui Sungai Kapuas Kecil. Ketika menyusuri sungai tersebut rombongan Syarif Alkadrie
menemukan sebuah pulau kecil bernama Batu Layang. Mereka kemudian singgah sejenak. Konon
mereka pernah diganggu oleh hantu-hantu di sana yang menyebabkan Syarif Alkadrie meminta
anggotanya untuk mengusirnya. Setelah itu mereka kembali melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai
Kapuas.
6. 6. Pada tanggal 23 Oktober1771 (14 Rajab 1184 H), tepatnya menjelang subuh, mereka akhirnya
sampai di persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Rombongan Syarif Alkadrie kemudian
menebang pohon- pohon di hutan selama delapan hari guna keperluan membangun rumah, balai, dan
sebagainya. Di tempat itulah Kesultanan Kadriah berdiri, beserta Masjid Djami (yang telah berdiri
sebelumnya) dan Keraton Pontianak (yang berdiri setelah berdirinya kesultanan). Pada tanggal 8
Syaban tahun 1192 H, Syarif Alkadrie akhirnya dinobatkan sebagai Sultan Pontianak (Kesultanan
Kadriah) dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie. Kesultanan ini merupakan kerajaan
paling akhir yang ada di Kalimantan dan sebagai cikal bakal berdirinya Kota Pontianak.
7. 7. Syarif Abdurrahman Alkadrie
8. 8. Kesultanan Pontianak / Kadriah Berdiri pada 23 Oktober 1771 (14 Rajab 1185 H) Pendiri sekaligus
raja pertama : Syarif Idrus Abdurrahman al-Alydrus / Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Letak :
Persimpangan antara Sungai Landak, Kapuas Kecil dan Kapuas Besar, di Kalimantan Barat
9. 9. Kehidupan Politik...
10. 10. Penobatan Syarif Idrus Abdurrahman al-Alydrus sebagai Raja Pontianak dilakukan oleh Sultan Raja
Haji, penguasa Kesultanan Riau. Penobatan tersebt dihadiri oleh para pemimpin dari sejumlah kerajaan,
anara lain Kerajaan Matan, Sukadana, Kubu, Simpang, Landak, Mempawah, Sambas, dan Banjar.
Syarif Idrus Abdurrahman al-Alydrus memang memiliki kedekatan hubungan dengan keluarga
Kesultanan Riau.
11. 11. Tahun 1778, VOC datang ke Kalimantan Barat mengganggu kestabilan Kerajaan Pontianak. Syarif
Idrus Abdurrahman al-Alydrus dihasut supaya menguasai kerajaan-kerajaan yang selama ini menjadi
sekutu Kerajaan Pontianak. Atas bantuan VOC pada tahun 1787, Kerajaan Pontianak berhasil
menguasai Kesultanan Tanjungpura dan Mempawah. Tahun 1808, Syarif Idrus Abdurrahman al-Alydrus
meninggal dan terjadilah perebutan kekuasaan antara kedua putranya, yaitu Syarif Kasim dan Syarif
Usman. Akhirnya, Syarif Kasim yang terpilih menjadi raja Pontianak akibat pengaruh VOC walaupun
sebenarnya ayah mereka sudah menunjuk Syarif Usman sebagai raja Pontianak.
12. 12. Di bawah pemerintahan Sultan Syarif Kasim Alkadrie (1808-1819), Kerajaan Pontianak semakin
bergantung pada pihak-pihak asing, yaitu Belanda dan Inggris sejak tahun 1811. Setelah Sultan Syarif
Kasim wafat pada 25 Februari 1819, Syarif Usman Alkadrie (1819-1855) naik tahta sebagai Sultan
Pontianak. Pada masa kekuasaan Sultan Syarif Usman, banyak kebijakan bermanfaat yang dikeluarkan
olehnya, termasuk dengan meneruskan proyek pembangunan Masjid Jami pada 1821 dan perluasan
Istana Kadriah pada tahun 1855. Pada April 1855, Sultan Syarif Usman meletakkan jabatannya sebagai
sultan dan kemudian wafat pada 1860.
13. 13. Anak tertua Sultan Syarif Usman, Syarif Hamid Alkadrie (1855-1872), lalu dinobatkan sebagai Sultan
Pontianak pada 12 April 1855. Dan ketika Sultan Syarif Hamid wafat pada 1872, putra tertuanya, Syarif
Yusuf Alkadrie (1872-1895) naik tahta beberapa bulan setelah ayahnya wafat. Sultan Syarif Yusuf
dikenal sebagai satu-satunya sultan yang paling sedikit mencampuri urusan pemerintahan. Dia lebih
aktif dalam bidang keagamaan, sekaligus merangkap sebagai penyebar agama Islam.
14. 14. Pemerintahan Sultan Syarif Yusuf berakhir pada 15 Maret 1895. Dia digantikan oleh putranya, Syarif
Muhammad Alkadrie (1895- 1944) yang dinobatkan sebagai Sultan Pontianak pada 6 Agustus 1895.
Pada masa ini, hubungan kerjasama Kesultanan Pontianak dengan Belanda semakin erat dan kuat.
Masa pemerintahan Sultan Syarif Muhammad merupakan masa pemerintahan terpanjang dalam sejarah
Kesultanan Pontianak. Ia sangat berperan dalam mendorong terjadinya pembaruan dan modernisasi di
Pontianak.
15. 15. Kesultanan Kadriah dipimpin oleh delapan sultan, yaitu sejak tahun 1771 hingga tahun 1950
sebagaimana berikut ini : 1. Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie (1771-1808) 2. Sultan Syarif Kasim
Alkadrie (1808-1819) 3. Sultan Syarif Usman Alkadrie (1819-1855) 4. Sultan Syarif Hamid Alkadrie
(1855-1872) 5. Sultan Syarif Yusuf Alkadrie (1872-1895) 6. Sultan Syarif Muhammad Alkadrie (1895-
1944) 7. Sultan Syarif Thaha Alkadrie (1944-1945) 8. Sultan Syarif Hamid II Alkadrie (1945-1950)
16. 16. Periode Pemerintahan...
17. 17. Kesultanan ini berlangsung selama hampir dua abad, yaitu sejak tahun 1771 hingga tahun 1950.
Ketika kesultanan ini berakhir pada tahun 1950, yaitu seiring dengan bergabungnya banyak daerah
dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka sistem pemerintahan juga berubah menjadi
pemerintahan Kota Pontianak. Pada tahun 1943-1945, pejuang- pejuang di Kalimantan Barat ikut
berjuang melawan kolonialisme Jepang di Indonesia, sebagaimana yang dilakukan pejuang-pejuang di
Jawa dan Sumatera.
18. 18. Kehidupan Sosial Budaya...
19. 19. Kesultanan Kadriah merupakan kerajaan terbesar di wilayah Kalimantan beserta kerajaan-kerajaan
lain, seperti Kerajaan Sambas dan Kerajaan Banjar. Kesultanan Kadriah berkembang pesat karena
didukung dengan adanya jalur pelayaran dan perdagangan yang menyebabkan banyaknya kapal
nusantara dan asing yang datang ke pelabuhan tersebut untuk memasarkan berbagai jenis barang
dagang. Di antara jenis barang yang dimaksud adalah: berlian, emas, lilin, rotan, tengkawang, karet,
tepung sagu, gambir, pinang, sarang burung, kopra, lada, kelapa, dan sebagainya.
20. 20. Proses ini juga berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat yang kemudian banyak
mengembangkan kegiatan ekonomi, pertanian, dan perdagangan.Tidak sedikit dari para pendatang
yang kemudian bermukim di daerah ini. Setiap pendatang yang berasal dari suku bangsa yang berbeda
diberikan tempat tersendiri untuk bermukim. Sehingga nama-nama daerah (kampung) lebih
menunjukkan karakteristik ras dan etnisitas, seperti ada Kampung Bugis, Melayu, Tambelan Sampit,
Banjar, Bali, Bangka-Belitung, Kuantan, Kamboja, Bansir, Saigon, Arab, Tanjung, Kapur, Parit Mayor,
dan sebagainya. Adanya kampung-kampung tersebut menunjukkan bahwa komposisi masyarakat di
Kesultanan Kadriah terdiri dari keturunan pribumi (termasuk Melayu), Arab, Cina, Eropa, dan
sebagainya. Heterogenitas etnik merupakan ciri utama komposisi masyarakat di Kesultanan Kadriah
(kini namanya Pontianak).
21. 21. Kehidupan Ekonomi...
22. 22. Perdagangan merupakan kegiatan yang menopang kehidupan ekonomi di Kerajaan Pontianak.
Kegiatan perdagangan berkembang pesat karena letak Pontianak yang berada di persimpangan 3
sungai. Pontianak juga membuka pelabuhan sebagai tempat interaksi dengan pedagang luar.
Komoditas utamanya antara lain : -Garam, berlian, emas, lilin, rotan, tengkawang, karet, tepung sagu,
gambir, ,pinang, sarang burung, kopra, lada, dan kelapa.
23. 23. Pontianak memiliki hubungan dagang yang luas. Selain dengan VOC, pedagang Pontianak
melakukan hubungan dagang dengan pedagang dari berbagai daerah. Kerajaan Pontianak kemudian
menerapkan pajak bagi pedagang dari luar daerah yang berdagang di Pontianak. Tidak sedikit dari para
pendatang yang kemudian bermukim di Pontianak. Mereka mendirikan perkampungan untuk bermukim
sehingga nama-nama perkampungan lebih menunjukkan ciri ras dan etnis.
24. 24. ISTANA KADRIAH
25. 25. TERIMAKASIH

Kerajaan Islam di Kalimantan (Arie Ramdhiani M.)


1. 1. Pendirian a.Kesultanan Paser (yang sebelumnya bernama Kerajaan Sadurangas) adalah sebuah
kerajaan yang berdiri pada tahun 1516 dan dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan Putri
Di Dalam Petung. Wilayah kekuasaan kerajaan Sadurangas meliputi Kabupaten Paser yang ada
sekarang, ditambah dengan Kabupaten Penajam Paser Utara,Balikpapan dan Pamukan. Menurut
perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, negeri Paser merupakan salah satu bekas negara
dependensi (negara bagian) di dalam "negara Banjar Raya". Dalam tahun 1853 penduduk Kesultanan
Paser 30.000 jiwa b.Masuknya islam bersamaan dengan perkawinan antara Putri Adjie Meter dengan
keturunan Arab dari Mempawah, Kalimantan Barat. Pendirian a.Kesultanan Paser (yang sebelumnya
bernama Kerajaan Sadurangas) adalah sebuah kerajaan yang berdiri pada tahun 1516 dan dipimpin
oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan Putri Di Dalam Petung. Wilayah kekuasaan kerajaan
Sadurangas meliputi Kabupaten Paser yang ada sekarang, ditambah dengan Kabupaten Penajam
Paser Utara,Balikpapan dan Pamukan. Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar,
negeri Paser merupakan salah satu bekas negara dependensi (negara bagian) di dalam "negara Banjar
Raya". Dalam tahun 1853 penduduk Kesultanan Paser 30.000 jiwa b.Masuknya islam bersamaan
dengan perkawinan antara Putri Adjie Meter dengan keturunan Arab dari Mempawah, Kalimantan Barat.
2. 2. Kerajaan Pasir menjadi Kesultanan Pasir, wilayah Pasir menjadi taklukan Kerajaan Banjar. Nama
Penguasa Gelar Tahun Berkuasa Putri Di Dalam Petung 1516-xxxx Aji Mas Anom Indra bin Aji Mas Pati
Indra 16071644 Aji Anom Singa Amulana bin Aji Mas Anom Indra 16441667 Aji Perdana bin Aji Anom
Singa Maulana Penambahan Sulaiman 16671680 Aji Duwo bin Aji Mas Anom Singa Maulana
Penambahan Adam 16801705 Aji Geger bin Aji Anom Singa Maulana Sultan Aji Muhammad Alamsyah
(Sultan Pasir I) 17031726 La Madukelleng La Madukelleng (Sultan Pasir, Arung Matoa Kerajaan Wajo,
Bugis,) 17261736 Aji Negara bin Sultan Aji Muhammad Alamsyah Sultan Sepuh Alamsyah (Sultan
Pasir II) 17381768 Aji Dipati bin Panembahan Adam Sultan Dipati Anom Alamsyah (Sultan Pasir III)
17681799 Aji Panji bin Ratu Agung Sultan Sulaiman Alamsyah (Sultan Pasir IV) 17991811 Aji
Sembilan bin Aji Muhammad Alamsyah Sultan Ibrahim Alamsyah 18111815 Aji Karang bin Sultan
Sulaiman Alamsyah Sultan Mahmud Han Alamsyah 18151843 Aji Adil bin Sultan Sulaiman Alamsyah
Sultan Adam Alamsyah 18431853 Aji Tenggara bin Aji Kimas Sultan Sepuh II Alamsyah 18531875 Aji
Timur Balam Sultan Abdurahman Alamsyah 18751890 Sultan Muhammad Ali Alamsyah 18801897
Pangeran Nata bin Pangeran Dipati Sulaiman Sultan Sulaiman Alamsyah 18971898 Pangeran Ratu bin
Sultan Adam Alamsyah Sultan Ratu Raja Besar Alamsyah 18981900 Pangeran Mangku Jaya Kesuma
Sultan Ibrahim Khaliluddin[23] 19001906
3. 3. Semua kebijakan Sultan Ibrahim Chaliluddin tidak ditaati oleh rakyat, seperti pajak. Melihat rakyat
yang kurang koperatif, Sultan mulai putus asa. Apalagi mendengar kebijakan baru yang dibuat oleh
Belanda, yaitu diberlakukannya kerja rodi yang Mewajibkan rakyat bekerja 20 hari pertahun yang secara
langsung berpengaruh pada perekonomian Kerajaan Pasir. 1. PANTI Sebelum Putri Petong menikah
dengan Abu Mansyur Indra Jaya. Putri Petong diyakini menganut kepercayaan animisme atau suatu
kepercayaan yang memuja roh-roh halus dan dewa-dewa. Roh-roh halus atau dewa-dewa diyakini bisa
membantu sewaktu-waktu diperlukan, untuk memanggil roh-roh halus tersebut dibutuhkan sebuah
bangunan berbentuk rumah yang dinamakan Panti, di dalam panti tersebut diberi sesajen kue-kue yang
dibuat berbentuk patung- patung dari tepung beras menyerupai roh yang akan dipanggil. 2. BENDERA
PERANG
4. 4. Tiga tahun lamanya Sultan Ibrahim Chaliludin ditawan pihak Belanda di Banjarmasin, sampai pada
akhirnya pada tanggal 31 Juli 1918 keluarlah vonnis Belanda yang menetapkan bahwa Sultan Ibrahim
Chaliludin diasingkan ke Teluk Betung (Sumatera), Pangeran Mantri ke Padang (Sumatera), Pangeran
Prawira ke Banyumas dan Adjie Menyuh ke Bengkulen. Perlawanan Bangsawan Pasir berakhir dengan
tertangkapnya para pemimpin pada akhir tahun 1916. Tiga tahun lamanya Sultan Ibrahim Chaliludin
ditawan pihak Belanda di Banjarmasin, sampai pada akhirnya pada tanggal 31 Juli 1918 keluarlah
vonnis Belanda yang menetapkan bahwa Sultan Ibrahim Chaliludin diasingkan ke Teluk Betung
(Sumatera), Pangeran Mantri ke Padang (Sumatera), Pangeran Prawira ke Banyumas dan Adjie
Menyuh ke Bengkulen. Perlawanan Bangsawan Pasir berakhir dengan tertangkapnya para pemimpin
pada akhir tahun 1916.
5. 5. PENDIRIAN: Kerajaan Islam Banjar merupakan salah satu kerajaan terbesar di Kalimantan. Hingga
saat ini terdapat kontroversi di kalangan ahli sejarah mengenai kapan islam masuk ke Kalimantan
Selatan. Paling tidak ada dua aliran besar tentang ini: Pertama kalangan yang mengatakan bahwa islam
masuk sebelum pasukan demak tiba di Banjarmasin; kedua, golongan yang mengatakan bahwa islam
masuk ke Kalimantan Selatan setelah Kerajaan Daha berhasil direbut oleh Pangeran Samudera
bersamaan dengan pasukan militer Kerajaan Islam Demak.
6. 6. KESULTANAN BANJAR
7. 7. 1. 1526 1545: Pangeran Samudra yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama yang
memeluk Islam. 2. 1545-1570: Sultan Rahmatullah 3. 1570 - 1595 : Sultan Hidayatullah 4. 1595 - 1620 :
Sultan Mustain Billah, Marhum Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran Kecil. Sultan inilah yang
memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin yang hancur diserang Belanda
pada Tahun 1612. 5. 1620 - 1637 : Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar Sultan
Inayatullah. 6. 1637 - 1642 : Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah. 7. 1642 - 1660 : Adipati Halid
memegang jabatan sebagai Wali Sultan, karena anak Sultan Saidullah, Amirullah Bagus Kesuma belum
dewasa. 8. 1660 - 1663 : Amirullah Bagus Kesuma memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian
Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke
Banjarmasin. 9. 1663 - 1679 : Pangeran Adipati Anum setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat
pemerintahan Ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung. 10. 1679 - 1700 : Sultan Tahlilullah berkuasa. 11.
1700 - 1734 : Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning. 12. 1734 - 1759 : Pangeran Tamjid bin Sultan
Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah. 13. 1759 - 1761 : Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah.
14. 1761 - 1801 : Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum
dewasa tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah. 15. 1801 - 1825 : Sultan
Suleman Al Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah. 16. 1825 - 1857 : Sultan Adam Al Wasik Billah bin
Sultan Suleman. 17. 1857 - 1859 : Pangeran Tamjidillah. 18. 1859 - 1862 : Pangeran Antasari yang
bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu'mina 19. 1862 - 1905 : Sultan Muhammad Seman
yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar
8. 8. Memiliki kekuatan yang cukup dari aspek militer dan ekonomi untuk menghadapi serbuan dari
kerajaan lain, Sultan Banjar mengklaim Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit,
Mendawai, Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap dan
Swarangan sebagai vazal dari kerajaan Banjarmasin, hal ini terjadi pada tahun 1636.
9. 9. Dalam kehidupan masyarakat Banjar terdapat susunan dan peranan sosial yang berbentuk limas
(lapisan). Lapisan paling atas adalah golongan penguasa yang merupakan golongan minoritas. Mereka
adalah kaum bangsawan atau bubuhan raja-raja. Penghargaan masyarakat terhadap golongan
bangsawan ini sesuai dengan derajat kebangasawanannya. Mereka, secara turun-temurun, menjadi
golongan terhormat dan berdarah bangsawan, serta mempunyai gelar-gelar seperti sultan, pangeran,
ratu, gusti, andin, antung, dan nanang. Golongan ini mempunyai hak memungut cukai dari hasil bumi,
hasil pertanian, perikanan dan lain-lain. (httplibrary.utem.edu.mye-
melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf) Golongan kedua adalah pejabat kerajaan, ulama-ulama,
mufti, dan penghulu. Golongan ini langsung berhubungan dengan penduduk. Segala macam barang
yang mereka beli dari masyarakat dan di bayar dengan uang. Mufti sebagai pejabat formal mengurus
segala perkara hukum pada tingkat tinggi. Sementara ulama-ulama menyampaikan ajaran agama islam.
(httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf) Golongan ketiga merupakan
golongan terbesar, yaitu rakyat biasa. Mereka itu adalah golongan yang hidup dari bertani dan
perdagangan kecil-kecilan, nelayan, kerajinan, industri, dan pertukangan. (httplibrary.utem.edu.mye-
melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf) Golongan bawah adalah golongan pandeling. Golongan
pandeling adalah mereka yang kehilangan setengah kemerdekaan akibat hutang-hutang yang tak dapat
mereka bayar. Biasanya, merekalah yang menjalankan perdagangan dari golongan bangsawan atau
pedagang-pedangan kaya. Golongan ini berakhir pada abad ke-19, seiring dengan dihapuskannya
Kerajaan Banjar oleh Belanda.
10. 10. 1. GAMELAN 2. MAHIDIN 3. SENI UKIR 4. BALAMUT Setelah dikalahkannya Sultan Muhammad
Seman oleh Belanda pada tahun 1905, praktis seluruh wilayah Kerajaan banjar jatuh ke tangan Belanda
dan Kerajaan Banjar runtuh. Akan tetapi semangat yang dikobarkan pejuang perang Banjar melalui
sumpah perjuangan "haram manyarah waja sampai kaputing" benar-benar memberikan semangat untuk
mempertahankan Kerajaan Banjar. Walaupun akhirnya jatuh ke tangan belanda juga, kita mesti
menghargai perjuangan para pejuang yang telah mengorbankan segalanya untuk mempertahankan
Kerajaan Banjar. Kota Banjarmasin yang sekarang adalah bukti sejarah hasil perjuangan Sultan
Suriansyah dan pengikutnya
11. 11. PENDIRIAN: Kesultanan Kotawaringin merupakan satu-satunya kesultanan yang tercatat pernah
berdiri di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Menurut fakta sejarah, sejarah berdirinya Kesultanan
Kotawaringin tidak bisa dilepaskan dari Kesultanan Banjar yang berlokasi di Kalimantan Selatan. Salah
satu fakta sejarah ditunjukan dalam buku Mengenal Kabupaten Kotawaringin Barat karangan J.U.
Lontaan dan G.M. Sanusi. Dalam buku tersebut, Lontaan dan Sanusi menyatakan bahwa Kesultanan
Kotawaringin didirikan oleh Pangeran Anta Kasuma yang merupakan salah satu keturunan dari Sultan
Banjar, Sultan Mustain Billah. Dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa sejak awal berdiri, Kesultanan
Kotawaringin telah menjadi bagian dari Kesultanan Banjar.
12. 12. KERAJAAN KOTAWARINGIN
13. 13. Masa keemasan Kesultaan Kotawaringin tak berlangsung lama. Bersamaan dengan situasi di mana
kesultanan mencapai titik tertinggi di bidang perekonomian, muncul kebijakan baru dari negara induk,
yaitu Kesultanan Banjar untuk menyerahkan Kesultanan Kotawaringin di bawah penguasaan Belanda.
Penyerahan Kesultanan Kotawaringin kepada Belanda merupakan konsekuensi yang harus dilakukan
oleh Kesultanan Banjar semasa pemerintahan Sultan Tahmidillah II. Konsekuensi ini merupakan bagian
dari kompensasi yang diberikan kepada Belanda karena telah membantu dalam peperangan melawan
Pangeran Amir. Selain kompensasi berupa lada, emas, permata (intan), serta izin untuk mendirikan
kantor di Tabanio, Hulu sungai, Pulau Kaget, dan Tatas, dalam perjanjian pada tanggal 13 Agustus
1787, Kesultanan Banjar juga menyerahkan sebagian wilayahnya yang meliputi daerah pantai Timur
Kalimantan ke barat, termasuk Pasir, Pulau Laut, Tabanio, Mendawai, Sampit, Pembuang, dan
Kotawaringin dengan lingkungan sekitar dan daerah taklukannya, serta sebagian dari Desa Tatas. Pada
masa pasca kemerdekaan, status Kesultanan Kotawaringin berubah dari kerajaan yang independen
menjadi salah satu bagian dari wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia yang berbentuk swapraja
atau kawedanan. Secara resmi, daerah swapraja Kotawaringin masuk ke dalam wilayah Republik
Indonesia pada tanggal 1 Mei 1950, meskipun sebenarnya Swapraja Kotawaringin telah dimasukan ke
Kabupaten Kotawaringin semenjak tanggal 27 Desember 1949 berdasarkan undang-undang No. 22
Tahun 1948 Status ini kemudian berkembang menjadi bentuk Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin
Barat. Daerah ini ditetapkan sebagai daerah otonom dengan Pangkalan Bun sebagai ibukota kabupaten.
14. 14. 1. Pangeran Adipati Anta Kasuma bergelar Ratu Bagawan 2. Pangeran Mas Adipati 3. Panembahan
Kota Waringin 4. Pangeran Prabu/ Panembahan Derut 5. Pangeran Adipati Muda 6. Pangeran Panghulu
7. Pangeran Ratu Bagawan 8. Pangeran Ratu Anom Kasuma Yudha 9. Pangeran Imanudin/ Pangeran
Ratu Anom 10. Pangeran Akhmad Hermansyah 11. Pangeran Ratu Anom Alamsyah I 12. Pangeran
Ratu Sukma Negara 13. Pangeran Ratu Sukma Alamsyah 14. Pangeran Kasuma Anom Alamsyah II
(meninggal pada tahun 1975) 15. Pangeran Muasyidin Syah (pengurus harian) 16. Pangeran Ratu Alidin
Sukma Alamsyah (2010-sekarang)
15. 15. Pada masa Pangerana Ratu Bengawan (1727-1761 M ) Kesultanan kotawaringin mengalami masa
keemasan, pada masa ini hasil pertanian dan hasil bumi melimpah ruah dan di eksfor keluar daerah.
Perdagangan hasil kerajinan produksi Kotawaringin menjadi terkenal dan sangat laku di pasaran
regional. Krena kemajuan ekonomi ini rupanya juga memacu perkawinan antar suku dan banyak
pendatang baru yang menetap di Kotawaringin. Peralihan penguasaan Kesultanan Kotawaringin
ternyata berdampak sangat besar. Pengalihan ini terutama berimbas pada sektor perekonomian dan
pemerintahan. Penguasaan (monopoli) perdagangan yang sebelumnya dipegang oleh Kesultanan
Kotawaringin, kini diambil alih oleh Belanda. Contoh nyata dari pengambil-alihan perdagangan tersebut
adalah berpindahnya monopoli perdagangan garam yang sebelumnya dipegang oleh Kesultanan
Kotawaringin, kini beralih ke tangan Belanda. Peralihan tesebut membuat pendapatan yang diterima
Kesultanan Kotawaringin menjadi berkurang.
16. 16. a. Istana-istana dan bangunan yang indah seperti istana Alnursari, mesjid Jami Kotawaringin dan
Istana Kuning atau Keraton Lawang Agung Bukit Indra Kencana yang bersifat terbuka. b. Kelompok
Musik Raja dan Pernaman Abdul Mulik Sejenis Komedi Saudi Arabia a. Istana-istana dan bangunan
yang indah seperti istana Alnursari, mesjid Jami Kotawaringin dan Istana Kuning atau Keraton Lawang
Agung Bukit Indra Kencana yang bersifat terbuka. b. Kelompok Musik Raja dan Pernaman Abdul Mulik
Sejenis Komedi Saudi Arabia Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemunduran Kesultanan
Kotawaringin. Pertama, penguasaan atas Kesultanan Kotawaringin yang sebelumnya berada di bawah
kekuasaan Kesultanan Banjardiserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Kedua, perpecahan di
pihak keluarga KesultananKotawaringin. Imbas dari penyerahan kekuasaan tersebut, Pemerintah Hindia
Belanda kemudianmelakukan monopoli perdagangan (garam) sekaligus memancing di air keruh atas
perselisihan yangmenimbulkan konflik di pihak keluarga kesultanan. Inilah masalah klasik yang melanda
berbagai kerajaan di nusantara di akhir masa kekuasaan.
17. 17. PENDIRIAN: Pagatan baru disebut sekitar tahun 1750, dibangun oleh seoran hartawan asal Tanah
Bugis, tepatnya dari Wajo (Sulawesi Selatan) bernama Puanna Dekk. Beliau mulanya berlayar menuju
tanah Pasir (Kalimantan Timur). Hatinya tak berkenan disana, sehingga berlayar lagi menyusuri Tanah
Bumbu. Akhirnya Beliau menemukan sungai yang termasuk dalam wilayah kuasa Kesultanan Banjar.
Selanjutnya Puanna Dekk bertolak ke Bandarmasih (Banjarmasin) untuk membuka pemukiman kepada
Sultan Banjar VII yaitu Panembahan Batu (1734).
18. 18. KERAJAAN PAGATAN
19. 19. Raja-raja Pagatan dan Kusan ; 1. La Pangwa (1755-1800), Raja Pagatan I bergelar Kapitan Laut
Pulo. 2. La Palbi (1830-1838), Raja Pagatan II. 3. La Paliweng (Arung Abdul Rahim), 1838-1855, Raja
Pagatan III. Pangeran Djaja Soemitra anak dari Pangeran Nafis menjadi Raja Kusan IV (1840-1850),
pindah ke kampung Malino, menjadi Raja Pulau Laut I pada tahun 1850 hingga 1861. Sejak tahun 1850
pemerintahan Kerajaan Kusan digabung dengan Kerajaan Pagatan. 4.La Matunra (Arung Abdul Karim),
1855-1863, Raja Pagatan dan Kusan. 5. La Makkarau (1863-1871). 6. Abdul Jabbar (1871-1875). 7.
Ratu Senggeng (Daeng Mangkau), 1875-1883. 8. H. Andi Tangkung (Petta Ratu), 1883-1893. 9. Andi
Sallo (Arung Abdul Rahman), 1893-1908.
20. 20. Daerah-daerah pesisir yang akan disinggahi para saudagar bugis, apabila memiliki nilai ekonomi
strategis maka kemudian akan dijadikan perkampungan yang merupakan cikal balakal berkembangan
peradabaan suku bugis diluar Sulawesi Selatan. Hal tersebut dapat ditelusuri sebagai salah satu kajian
sejarah suku Bugis Pagatan yang ada di Wilayah Banua Orang Banjar Kalimantan Selatan. Keberadaan
suku Bugis Pagatan di Kalimantan Selatan selanjutnya dapat menambah keunikan peradaban didaerah
ini yang menjadi khasana Budaya yang hermonis dengan peradapan Budaya Orang Banua. Keberadaan
Kerajaan Pagatan di Banua orang Banjar dalam sejarah tidak pernah dipersoalkan oleh Kesultanan
Kerajaan Banjar, bahkan mendapat restu untuk mengatur pemerintahan sendiri terhadap daerah yang
telah dibangun oleh suklu Bugis. Oleh karena itu berdirinya kerajaan pagatan hanya merupakan
kerajaan kecil yang berdaulat pada Kerajaan Banjar yang merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar
di wilayah Nusantara. Keberadaan kerajaan Pagatan justeru membantu Kerajaan banjar dalam
mempercepat pembangunan diwilayah pesisir dan penyebaranan Agama Islam di Kalimantan Selatan.
21. 21. PENDIRIAN: Pengaruh Islam yang masuk ke Kerajaan Sambas Tua sebenarnya datang dari
Kesultanan Brunei Darussalam yang dipimpin Sultan Abdul Majid Hasan 1402 1408 M). Sultan ini tidak
memiliki anak sehingga ketika beliau wafat pada tahun 1408 M, tahta kesultanan dilimpahkan kepada
adik iparnya, bernama Ong Sum Pin, seorang muallaf keturunan Cina. Ong Sum Pin adalah suami dari
Putri Ratna Dewi, adik kandung almarhum Sultan Abdul Majid Hasan. Setelah dinobatkan menjadi
sultan, Ong Sum Pin menyandang gelar Sultan Ahmad (1408 1425 M)
22. 22. KESULTANAN SAMBAS
23. 23. Ketika berada di bawah pengaruh pemerintah kolonial Hindia Belanda, Kesultanan Sambas tidak lagi
leluasa mengatur pemerintahannya sendiri. Penunjukan sultan dan putra mahkota harus dengan izin
resmi dari pemerintah kolonial. Saat terjadi kekosongan pemerintahan, pemerintah kolonial berhak
membentuk dewan pemerintahan kesultanan sementara bernama Bestuur Commisie yang terdiri dari
bangsawan tinggi Kesultanan Sambas dan wakil dari pemerintah kolonial.
24. 24. 01. Raden Janur (sekitar tahun 1364 M). 02. Tang Nunggal. 03. Ratu Sepudak (1550 M). 04.
Pangeran Prabu Kencana bergelar Ratu Anom Kesuma Yuda. 05. Raden Bekut bergelar Panembahan
Kota Balai. 06. Raden Mas Dungun. Kesultanan (Islam) Sambas: 01. Sultan Muhammad Syafiuddin I
(1631 1668 M). 02. Sultan Muhammad Tajuddin (1668 1708 M). 03. Sultan Umar Akamuddin I (1708
1732 M) 04. Sultan Abubakar Kamaluddin I (1732 1762 M). 05. Sultan Umar Akamuddin II (1762
1786 M). 06. Sultan Achmad Tajuddin (1786 1793 M). 07. Sultan Abubakar Tajuddin I (1793 1815).
08. Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I (1815 1828). 09. Sultan Usman Kamaluddin (1828 1831). 10.
Sultan Umar Akamuddin III (1831 1845). 11. Sultan Abubakar Tajuddin II (1845 1855). 12. Sultan
Umar Kamaluddin (1855 1866). 13. Sultan Muhammad Syafiudin II (1866 1922). 14. Sultan
Muhammad Ali Syafiuddin II (1922 1926). 15. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin (1931
1943) (Ratih, tt:65). 16. Pangeran Ratu Muhammad Taufik (1944 1984). 17. Pangeran Ratu Winata
Kusuma (2000 2008). 18. Pangeran Ratu Muhammad Tarhan (2008 sekarang)
25. 25. Setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia secara resmi pada tahun 1949,
Kesultanan Sambas bergabung dengan NKRI dan menjadi daerah swapraja. Pada perkembangannya,
wilayah yang menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Sambas dijadikan sebagai ibu kota Kabupaten
Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Karena sudah menjadi bagian dari wilayah negara Indonesia,
jabatan sultan sebagai pemimpin Kesultanan Sambas ditiadakan dan digantikan dengan jabatan yang
disebut Kepala Rumah Tangga Kesultanan Sambas hingga sekarang. Berhubungan dengan itu, maka
perekonomian semakin membaik sampai sekarang dibandingkan pada masa colonial.
26. 26. 1) Kota Lama 2) Kota Bangun 3) Kota Bandir 4) Lubuk Madung memiliki cerita historis, selain
sebagai pusat pemerinahan kesultanan sambas yang pertama, ubug madung juga merupakan tempat
dimana Raden sulaiman dinobatkan menjadi sultan dan bersama keluargany dan pengikutnya
menyebabkan agama islam. 5) Muara Ulakan menyimpan paling banyak peninggalan dari kesultanan
sambas 6) Tiang Bendera 7) Makam-makam Sultan-Sultan Sambas 8) Masjid jami kesultanan sambas
27. 27. PENDIRIAN: Sejarah berdirinya Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura tidak bisa dipisahkan
dari berdirinya Kerajaan Kutai. Keberadaan Kerajaan Kutai dibuktikan dengan ditemukannya tujuh
prasasti (tiang batu bertulis) yang disebut yupa di Kalimantan Timur. Ketujuh yupa tersebut ditulis dalam
bahasa Sanskerta dan menggunakan huruf Pallawa yang lazim dipakai pada abad ke-5 M atas titah
seorang raja bernama Mulawarman. Jika huruf yang dipakai dalam prasasti di Kerajaan Kutai
dibandingkan dengan huruf Pallawa yang berasal dari India, maka dapat diperkirakan bahwa Kerajaan
Kutai berdiri pada abad 4-5 M. Dua orang ulama dari Makassar datang ke Kerajaan Kutai Kartanegara
pada masa pemerintahan Aji Raja Mahkota (1525 1600 M), yaitu Tuan Ri Bandang dan Tunggang
Pararang. Seperti dikisahkan dalam Salasilah Kutai, tujuan kedatangan kedua ulama tersebut adalah
menyebarkan agama Islam dengan cara mengajak Aji Raja Mahkota untuk memeluk Islam. Pada
awalnya, ajakan kedua ulama ini ditolak oleh Aji Raja Mahkota dengan alasan agama negara di
Kerajaan Kutai Kartanegara adalah Hindu.
28. 28. KESULTANAN KUTAI KERTANEGARA ING MARTADIPURA
29. 29. 1. Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300 - 1320 M) 2. Aji Batara Agung Paduka Nira (1320 - 1370 M) 3.
Aji Maharaja Sultan (1370 1420 M) 4. Aji Mandarsyah (1420 1475 M) 5. Aji Pangeran Tumenggung
Baya-Baya (1475 1525 M) 6. Aji Raja Mahkota (1525 1600 M) 7. Aji Dilanggar (1600 1605 M) 8. Aji
Pangeran Sinom Panji Mendapa ing Martadipura (1605 1635 M) 9. Aji Pangeran Agung ing
Martadipura (1635 1650 M) 10. Aji Pangeran Dipati Majakesuma ing Martadipura (1650 1686 M) 11.
Aji Bagi Gelar Ratu Agung (1686 1700 M) 12. Pangeran Jembangan (1700 1730 M) 13. Aji Pangeran
Dipati Anom Mendapa ing Martadipura atau Aji Yang Begawan (1730 1732 M) 14. Aji Sultan
Muhammad Idris (1732 1739 M) 15. Aji Marhum Muhammad Muslihudin (1739 1782 M) 16. Aji
Sultan Muhammad Salehudin (1782 1845 M) 17. Aji Sultan Muhammad Sulaiman (1845 1899 M) 18.
Aji Sultan Muhammad Alimudin (1899 1910 M) 19. Aji Sultan Muhammad Parikesit (1920 1960 M)
20. Sultan H. Aji Muhammad Salehuddin II (2001 sekarang)
30. 30. MAJU DAN TERORGANISIR KARNA MEMILIKI SISTEM PEMERINAHAN YANG SIGNIFIKAN. 1.
KETOPONG SULTAN KUTAI 2. KALUNG CIWA 3. KALUNG UNCAL 4. KURA KURA MAS 5. TALI
JUWITA 6. KERING BUKIT KANG 7. KELAMBU KUNING
31. 31. Penghidupan kembali Kesultanan Kutai Kartanegara Pada tahun 1999, Bupati Kutai Kartanegara,
Syaukani Hasan Rais berniat untuk menghidupkan kembali Kesultanan Kutai Kartanegara ing
Martadipura. Dikembalikannya Kesultanan Kutai ini bukan dengan maksud untuk menghidupkan
feodalisme di daerah, namun sebagai upaya pelestarian warisan sejarah dan budaya Kerajaan Kutai
sebagaikerajaan tertua di Indonesia. Selain itu, dihidupkannya tradisi Kesultanan Kutai Kartanegara
adalah untuk mendukung sektor pariwisata Kalimantan Timur dalam upaya menarik minat wisatawan
nusantara maupun mancanegara. Pada tanggal 7 Nopember 2000, Bupati Kutai Kartanegara bersama
Putera Mahkota Kutai H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerja Adiningrat menghadap Presiden RI
Abdurrahman Wahid di Bina Graha Jakarta untuk menyampaikan maksud di atas. Presiden Wahid
menyetujui dan merestui dikembalikannya Kesultanan Kutai Kartanegara kepada keturunan Sultan Kutai
yakni putera mahkota H. Aji Pangeran Praboe. Pada tanggal 22 September 2001, Putra Mahkota
Kesultanan Kutai Kartanegara, H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerya Adiningrat dinobatkan menjadi
Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan H. Aji Muhammad Salehuddin II. Penabalan H.A.P.
Praboe sebagai Sultan Kutai Kartanegara baru dilaksanakan pada tanggal 22 September 2001.
32. 32. PENDIRIAN: MENURUT RISET TENTANG BERBAGAI SUKU BANGSA DI DUNIA, MASYARAKAT
DI WIALAYAH BERAU TERMASUK SUKU BANGSA MELAYU PETA
33. 33. Sebelum bergabung menjadi Kerajaan Berau, di wilayah sekitar Sungai Berau sudah terdapat
beberapa pemerintahan kecil yang disebut banua atau kampung. Masing-masing dari pemerintahan
kecil di Berau sebenarnya sudah memiliki kelengkapan untuk menjadi sebuah negara atau kerajaan.
Mereka mempunyai pemimpin, rakyat, wilayah kekuasaan, dan pengakuan dari luar wilayah mereka.
Setiap banua dipimpin oleh seorang kepala adat atau kepala suku sebagai pemimpin pemerintahan
sekaligus pemimpin adat dan pemimpin agama.
34. 34. 1. Aji Raden Soerja Nata Kasoema dan Aji 2. Poetari Paramaisoeri (1400-1432). 3. Aji Nikullam
(1432-1461). 4. Aji Nikutak (1461-1492). 5. Aji Nigindang (1492-1530). 6. Aji Panjang Ruma (1530-
1557). 7. Aji Temanggung Barani (1557-1589). 8. Aji Surya Raja (1589-1623). 9. Aji Surga Balindung
(1623-1644). 10. Aji Dilayas (1644-1673). 11. Aji Pangeran Tua (1673-1700). 12. Aji Pangeran Dipati
(1700-1731). 13. Sultan Muhammad Hasanuddin (1731-1767). 14. Sultan Amiril Mukminin (1767-1779).
15. Sultan Muhammad Zaenal Abidin (1779-1800)
35. 35. SIS.EKONOMI: bertani, mencari ikan dan mencari hasil hutan, seperti damar, gaharu, rotan dan lain-
lain. Sektor perdagangan telah berjalan. SIS.SOSIAL: Kerajaan cukup baik dan makmur dan keamana
terjaga Suku-suku Berau : Didaerah Berau dikenal 5 sub suku Dayak yaitu : Segayi, Punan, Kenyah,
Labbu dan Basap, yang hampir semuanya memilih tinggal di pedalaman, di ulu-ulu sungai Segah dan
Kelay.
36. 36. Bibit perpecahan dalam lingkungan keluarga kerajaan sejatinya sudah dimulai setelah era
kekuasaan Aji Dilayas, raja Berau ke-9. Ketika itu, sang Raja yang beristri banyak memiliki banyak
keturunan. Kemudian dua di antaranya sama kuat sebagai kandidat pengganti raja, yakni Pangeran Tua
dan Pangeran Dipati. Dalam memutuskan siapa yang berhak mengantikan ayah mereka, terjadi
sejumlah perdebatan besar di kalangan keluarga kerajaan. Khawatir konflik akan semakin membesar,
diambillah keputusan bersama, bahwa Kerajaan Berau akan dipimpin secara bergantian oleh keduanya
dan oleh keturunan keduanya. Sebagai putra sulung, Pangeran Tua mendapat kesempatan memerintah
sejak 1673 hingga 1700. Sementara adiknya, Pangeran Dipati memerintah sejak 1700 hingga 1731.
Kondisi ini terus berlangsung hingga akhirnya perseteruan yang terjadi di antara dua dinasti tidak bisa
lagi damaikan. Pada 1800, Kerajaan Berau dibagi untuk dua keturunan. Keturunan Aji Pangeran Dipati,
dengan pewaris tahta Sultan Gazi Mahyudi memperoleh wilayah di sebelah utara Sungai Berau serta
wilayah kiri dan kanan Sungai Segah.
37. 37. Kesultanan Sambaliung (sebelumnya bernama Kerajaan Tanjung) adalah kesultanan hasil dari
pemecahan Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Gunung
Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Sultan Sambaliung pertama adalah Sultan Alimuddin yang lebih
dikenal dengan nama Raja Alam. Raja Alam adalah keturunan dari Baddit Dipattung atau yang lebih
dikenal dengan Aji Suryanata Kesuma raja Berau pertama. Sampai dengan generasi ke-9, yakni Aji
Dilayas. Aji Dilayas mempunyai dua anak yang berlainan ibu. Yang satu bernama Pangeran Tua dan
satunya lagi bernama Pangeran Dipati. Kemudian, kerajaan Berau diperintah secara bergantian antara
keturunan Pangeran Tua dan Pangeran Dipati (hal inilah yang membuat terjadinya perbedaan pendapat
yang bahkan kadang-kadang menimbulkan insiden). Raja Alam adalah cucu dari Sultan Hasanuddin dan
cicit dari Pangeran Tua, atau generasi ke-13 dari Aji Surya Nata Kesuma. Raja Alam adalah sultan
pertama di Tanjung Batu Putih, yang mendirikan ibukota kerajaannya di Tanjung pada tahun 1810.
(Tanjung Batu Putih kemudian menjadi kerajaan Sambaliung). Kesultanan Sambaliung (sebelumnya
bernama Kerajaan Tanjung) adalah kesultanan hasil dari pemecahan Kesultanan Berau, dimana Berau
dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Sultan
Sambaliung pertama adalah Sultan Alimuddin yang lebih dikenal dengan nama Raja Alam. Raja Alam
adalah keturunan dari Baddit Dipattung atau yang lebih dikenal dengan Aji Suryanata Kesuma raja
Berau pertama. Sampai dengan generasi ke-9, yakni Aji Dilayas. Aji Dilayas mempunyai dua anak yang
berlainan ibu. Yang satu bernama Pangeran Tua dan satunya lagi bernama Pangeran Dipati. Kemudian,
kerajaan Berau diperintah secara bergantian antara keturunan Pangeran Tua dan Pangeran Dipati (hal
inilah yang membuat terjadinya perbedaan pendapat yang bahkan kadang-kadang menimbulkan
insiden). Raja Alam adalah cucu dari Sultan Hasanuddin dan cicit dari Pangeran Tua, atau generasi ke-
13 dari Aji Surya Nata Kesuma. Raja Alam adalah sultan pertama di Tanjung Batu Putih, yang
mendirikan ibukota kerajaannya di Tanjung pada tahun 1810. (Tanjung Batu Putih kemudian menjadi
kerajaan Sambaliung).
38. 38. Raja/sultan yang memerintah Raja Alam (1830-1836) Bungkoh (1837-1839) Muhammad
Jalaluddin bin Alam ( 1849) Muhammad Hasyik Syarifuddin bin Alam (1849 - 1869) Muhammad Adil
Jalaluddin bin Muhammad Jalaluddin (1869 - 1881) Abdullah Muhammad Khalifatullah Bayanuddin bin
Muhammad Jalaluddin (1881 ) Datuk Ranik ( 1921) Muhammad Aminuddin (Datuk Ranik) (1921 )
39. 39. Kesultanan Gunung Tabur adalah kerajaan yang merupakan hasil pemecahan dari Kesultanan
Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur pada
sekitar tahun 1810-an. Kesultanan ini sekarang terletak dalam wilayah kecamatan Gunung Tabur,
Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan Timur. Sultan Gunung Tabur Sultan-sultan Gunung Tabur
diantaranya adalah sebagai berikut: 1. 1820 - 1834 - Zainul Abidin II bin Badruddin 2. 1834 - 1850 - Ayi
Kuning II bin Zainul Abidin 3. 1850 - 1876 - Amiruddin Maharaja Dendah 4. 1876 - 1882 - Hasanuddin II
Maharaja Dendah II bin Amiruddin 5. 1882 - ... - Sultan Siranuddin 6. ... - 1921 - Maulana Ahmad
(bupati) 7. 1921 - ... - Muhammad Khalifatullah Jalaluddin
40. 40. Pendirian Kesultanan ini didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie, seorang putra ulama keturunan
Arab Hadramaut dari Kerajaan Mempawah, pada hari Rabu, 23 Oktober 1771 (14 Rajab 1185 H) yang
ditandai dengan membuka hutan di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai
Kapuas Besar untuk mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal. Pada tahun1778 (1192 H),
Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan Pontianak. Letak pusat pemerintahan ditandai dengan
berdirinyaMasjid Jami Pontianak (kini bernama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariyah
yang sekarang terletak diKelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak.
Pendirian Kesultanan ini didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie, seorang putra ulama keturunan
Arab Hadramaut dari Kerajaan Mempawah, pada hari Rabu, 23 Oktober 1771 (14 Rajab 1185 H) yang
ditandai dengan membuka hutan di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai
Kapuas Besar untuk mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal. Pada tahun1778 (1192 H),
Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan Pontianak. Letak pusat pemerintahan ditandai dengan
berdirinyaMasjid Jami Pontianak (kini bernama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariyah
yang sekarang terletak diKelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak.
41. 41. Kesultanan ini berlangsung selama hampir dua abad, yaitu sejak tahun 1771 hingga tahun 1950.
Selama kesultanan ini masih eksis terdapat delapan sultan yang pernah berkuasa. Ketika kesultanan ini
berakhir pada tahun 1950, yaitu seiring dengan bergabungnya banyak daerah dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), maka sistem pemerintahan juga berubah menjadi pemerintahan Kota
Pontianak.Pada tahun 1943- 1945, pejuang-pejuang di Kalimantan Barat ikut berjuang melawan
kolonialisme Jepang di Indonesia, sebagaimana yang dilakukan pejuang- pejuang di Jawa dan
Sumatera. Puncaknya, pada tanggal 16 Oktober 1943 terjadi pertemuan rahasia di Gedung Medan
Sepakat Pontianak yang dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat dari berabagai golongan. Mereka
bersepakat untuk merebut kekuasaan dari pemerintah kolonial Jepang dan mendirikan Negeri Rakyat
Kalimantan Barat dengan lengkap 18 menterinya. Kesultanan ini berlangsung selama hampir dua abad,
yaitu sejak tahun 1771 hingga tahun 1950. Selama kesultanan ini masih eksis terdapat delapan sultan
yang pernah berkuasa. Ketika kesultanan ini berakhir pada tahun 1950, yaitu seiring dengan
bergabungnya banyak daerah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka sistem
pemerintahan juga berubah menjadi pemerintahan Kota Pontianak.Pada tahun 1943- 1945, pejuang-
pejuang di Kalimantan Barat ikut berjuang melawan kolonialisme Jepang di Indonesia, sebagaimana
yang dilakukan pejuang- pejuang di Jawa dan Sumatera. Puncaknya, pada tanggal 16 Oktober 1943
terjadi pertemuan rahasia di Gedung Medan Sepakat Pontianak yang dihadiri oleh tokoh-tokoh
masyarakat dari berabagai golongan. Mereka bersepakat untuk merebut kekuasaan dari pemerintah
kolonial Jepang dan mendirikan Negeri Rakyat Kalimantan Barat dengan lengkap 18 menterinya.
42. 42. No Sultan Masa pemerintahan 1 Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie bin Habib Husein Alkadrie 1
September 1778 28 Februari 1808 2 Sultan Syarif Kasim Alkadrie bin Sultan Syarif Abdurrahman
Alkadrie 28 Februari 1808 25 Februari 1819 3 Sultan Syarif Usman Alkadrie bin Sultan Syarif
Abdurrahman Alkadrie 25 Februari 1819 12 April 1855 4 Sultan Syarif Hamid Alkadrie bin Sultan Syarif
Usman Alkadrie 12 April 1855 22 Agustus 1872 5 Sultan Syarif Yusuf Alkadrie bin Sultan Syarif Hamid
Alkadrie 22 Agustus 1872 15 Maret 1895 6 Sultan Syarif Muhammad Alkadrie bin Sultan Syarif Yusuf
Alkadrie 15 Maret 1895 24 Juni 1944 * Interregnum 24 Juni 1944 29 Oktober 1945 7 Mayjen KNIL
Sultan Hamid II (Sultan Syarif Hamid Alkadrie bin Sultan Syarif Muhammad Alkadrie) 29 Oktober 1945
30 Maret 1978 * Interregnum 30 Maret 1978 15 Januari 2004 8 Sultan Syarif Abubakar Alkadrie bin
Syarif Mahmud Alkadrie bin Sultan Syarif Muhammad Alkadrie[4] 15 Januari 2004 Sekarang
43. 43. Kesultanan Kadriah merupakan kerajaan terbesar di wilayah Kalimantan beserta kerajaan-kerajaan
lain, seperti Kerajaan Sambas dan Kerajaan Banjar. Kesultanan Kadriah berkembang pesat karena
didukung dengan adanya jalur pelayaran dan perdagangan yang menyebabkan banyaknya kapal
nusantara dan asing yang datang ke pelabuhan tersebut untuk memasarkan berbagai jenis barang
dagang. Di antara jenis barang yang dimaksud adalah: berlian, emas, lilin, rotan, tengkawang, karet,
tepung sagu, gambir, pinang, sarang burung, kopra, lada, kelapa, dan sebagainya. Masyarakat
Pontianak dikelompokkan secara sosial berdasarkan identitas kesukuan, agama, dan ras.
Pengelompokan berdasarkan suku, yaitu: pertama, komunitas suku Dayak yang tinggal di daerah
pedalaman. Komunitas ini dikenal tertutup, lebih mengutamakan kesamaan dan kesatuan sosio-kultural.
Kedua, komunitas Melayu, Bugis, dan Arab, yang dikenal sebagai penganut Islam terbesar di daerah ini
yang lebih menekankan aspek sosio-historis sebagai kelas penguasa. Ketiga, imigran Cina yang tinggal
di daerah pesisir, yang dikenal sebagai satu kesatuan sosio-ekonomi.
44. 44. 1. Tradisi Saprahan (Makan Dalam Kebersamaan) Kata Saprahan sudah asing terdengar di telinga
masyarakat Kalbar, padahal kata ini adalah sebuah jamuan makan yang melibatkan banyak orang yang
duduk di dalam satu barisan, saling berhadapan dalam duduk satu kebersamaan. Masa kini tradisi
tersebut telah berganti menjadi sebuah trend baru prasmanan, dimana sulit untuk mempertemukan
sekelompok orang atau masyarakat dalam satu majelis, saling berbagi rasa tanpa syak swangka, saling
berhadapan sembari menikmati hidangan makanan di hadapannya. 2. Pantun 3. Mantra 4. Syair 5.
Jepin Lembut Dijadikan media dakwah dalam penyebaran islam.
45. 45. Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, atas prakarsa Sultan Hamid
II, Kesultanan Pontianak dan kesultanan-kesultanan Melayu di Kalimantan Barat bergabung dengan
Republik Indonesia Serikat. Pada masa itu Sultan Hamid II menjabat sebagai Presiden Negara
Kalimantan Barat (Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat) pada 1947-1950. Sultan Hamid II adalah
perancang Lambang Negara Indonesia. Selain sebagai Ketua Perhimpunan Musyawarah Federal
(Bijeenkomst voor Federaal Overleg / BFO) pada tahun 1949, ia juga menjadi Menteri Negara Zonder
Porto Folio di Kabinet Republik Indonesia Serikat Pada 28 Oktober 1946, Pemerintah Sipil Hindia
Belanda sebagai Dewan Borneo Barat membentuk Daerah Istimewa Kalimantan Barat dan mendapat
kedudukan sebagai Daerah Istimewa pada 12 Mei 1947. Daerah Istimewa Kalimantan Barat meliputi
monarki-monarki (swapraja) di Kalimantan Barat, termasuk Kesultanan Pontianak. Saat itu Sultan Hamid
II ditujuk sebagai Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat. Sebelum 5 April 1950, Daerah Istimewa
Kalimantan Barat bergabung dengan Negara Republik Indonesia (RIS). Daerahnya kemudian menjadi
bagian dari Provinsi Administratif Kalimantan. Setelah pembubaran Republik Indonesia Serikat pada 17
Agustus 1950, wilayah Kesultanan Pontianak menjadi bagian Provinsi Kalimantan Barat. Setelah Sultan
Hamid II wafat pada 30 Maret 1978, terjadi kekosongan jabatan sultan di keluarga Kesultanan
Paontianak. Kekosongan jabatan itu bahkan berlangsung selama 25 tahun. Namun pada 15 Januari
2004, pihak bangsawan Istana Kadriyah mengangkat Syarif Abubakar Alkadrie sebagai Sultan
Pontianak. Jauh sebelumnya, tepatnya pada 29 Januari 2001 seorang bangsawan senior, Syarifah
Khadijah Alkadrie, mengukuhkan Kerabat Muda Istana Kadriah Kesultanan Pontianak. Kerabat Muda ini
bertujuan menjaga segala tradisi dan nilai budaya Melayu Pontianak, termasuk menghidupkan dan
melestarikannya.
46. 46. PENDIRIAN: Kerajaan Tidung terletak di wilayah sebelah utara Kalimantan Timur. Kerajaan ini
memerintah suku Tidung yang banyak bermukim di wilayah Kalimantan Timur dan Malaysia (Sabah)
Terdapat dua fase untuk menggambarkan sejarah dari Kerajaan Tidung, yaitu fase Kerajaan Tidung
Kuno dan Kerajaan Tidung (Kerajaan Tarakan). Kerajaan Tidung Kuno merupakan cikal bakal dari
berdirinya Kerajaan Tidung. Pusat pemerintahan Kerajaan Tidung Kuno berpindah-pindah antara tahun
1076 1557 M. Akan tetapi sejak pusat pemerintahan Kerajaan Tidung Kuno menetap di Tarakan pada
tahun 1557 M, mulai saat itulah Kerajaan Tidung Kuno dikenal dengan nama Kerajaan Tidung atau
Kerajaan Tarakan.
47. 47. KERAJAAN TIDUNG/TARAKAN
48. 48. Sistem pemerintahan di Kerajaan Tidung dibagi menjadi dua, pertama ketika masih bernama
Kerajaan Tidung Kuno dan kedua ketika telah bersulih nama menjadi Kerajaan Tidung. Ketika masih
dinamakan sebagai Kerajaan Tidung Kuno, kerajaan ini telah membuat suatu sistem pemerintahan
dengan menempatkan seorang raja sebagai pemimpin tertinggi. Sehubungan dengan beberapa kali
perpindahan yang dilakukan oleh Kerajaan Tidung Kuno, maka pusat pemerintahan dibuat dengan
konsep wilayah yang kecil atau lazim disebut kampung. Dari kampung inilah, raja di Kerajaan Tidung
Kuno mengontrol wilayah kekuasaan yang tersebar di sekitar Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur
49. 49. 1. Amiril Rasyd Gelar Datoe Radja Laoet (1557-1571) 2. Amiril Pengiran Dipati I (1571-1613) 3.
Amiril Pengiran Singa Laoet (1613-1650) 4. Amiril Pengiran Maharajalila I (1650-1695) 5. Amiril
Pengiran Maharajalila II (1695-1731) 6. Amiril Pengiran Dipati II (1731-1765) 6. Amiril Pengiran Dipati II
(1731-1765) 7. Amiril Pengiran Maharajadinda (1765-1782) 8. Amiril Pengiran Maharajalila III (1782-
1817) 9. Amiril Tadjoeddin (1817-1844) 10. Amiril Pengiran Djamaloel Kiram (1844-1867) 11. Datoe
Maoelana Amir Bahar (1867-1896) 12. Datoe Adil (1896-1916)
50. 50. SOSIAL: Kelompok-kelompok suku Tidung pada zaman kerajaan Menjelutung belumlah seperti apa
yang terdapat sekarang ini, sebagaimana diketahui bahwa dikalangan suku Tidung yang ada di
Kalimantan timur sekarang terdapat 4 (empat) kelompok dialek bahasa Tidung, yaitu : A. Dialek bahas
Tidung Malinau B. Dialek bahasa Tidung Sembakung. C. Dialek bahas Tidung Sesayap. D. Dialek bahas
Tidung Tarakan yang biasa pula disebut Tidung Tengara yang kebanyakan bermukim di daerah air asin.
EKONOMI: Adapun mengenai suku kaum Tidung, mata pencaharian andalannya adalah sebagai
Nelayan, di samping itu juga bertani dan memanfaatkan hasil hutan. Berdasarkan dokumen dan
informasi tertulis maupun lisan yang ada bahwa, tempo dulu di kawasan Kalimantan Timur belahan
utara terdapat dua bentuk pemerintahan, yakni: Kerajaan dari kaum suku Tidung dan Kesultanan dari
kaum suku Bulungan. Kerajaan dari kaum suku Tidung berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di
Salimbatu, Sedangkan Kesultanan Bulungan berkedudukan di Tanjung Palas.
51. 51. Pesta Iraw Tengkayu adalah suatu bagian dari unsur kebudayaan Indonesia yang lahir dan
berkembang pada masyarakat tidung sebagai bentuk interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Tradisi ini
untuk memperlihatkan sesuatu tindakan rasa syukur masyarakat yang diberikan melalui aktifitas mereka
sebagai nelayan sehingga pesta ini dikonotasikan sebagai pesta laut.
52. 52. PENDIRIAN: Adapun mengenai suku kaum Tidung, mata pencaharian andalannya adalah sebagai
Nelayan, di samping itu juga bertani dan memanfaatkan hasil hutan. Berdasarkan dokumen dan
informasi tertulis maupun lisan yang ada bahwa, tempo dulu di kawasan Kalimantan Timur belahan
utara terdapat dua bentuk pemerintahan, yakni: Kerajaan dari kaum suku Tidung dan Kesultanan dari
kaum suku Bulungan. Kerajaan dari kaum suku Tidung berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di
Salimbatu, Sedangkan Kesultanan Bulungan berkedudukan di Tanjung Palas.
53. 53. KESULTANAN BULUNGAN
54. 54. Masa Pemerintahan Yang Dipimpin Oleh Seorang Kesatria/Wira 1. Datuk Mencang (Seorang
bangsawan dari Brunei), beristrikan Asung Luwan(1555-1594) 2. Singa Laut, Menantu dari Datuk
Mencang (1594-1618) 3. Wira Kelana, Putera Singa Laut (1618-1640) 4. Wira Keranda, Putera Wira
Kelana (1640-1695) 5. Wira Digendung, putra Wira Keranda (1695-1731) 6. Wira Amir, Putera Wira
Digendung Gelar Sultan Amiril Mukminin (1731-1777)
55. 55. SULTAN 1. Aji Muhammad/Sultan Alimuddin bin Muhammad Zainul Abidin/Sultan Amiril
Mukminin/Wira Amir (1777-1817) 2. Muhammad Alimuddin Amirul Muminin Kahharuddin I bin Sultan
Alimuddin (jabatan ke-1) (1817-1861) 3. Muhammad Jalaluddin bin Muhammad Alimuddin (1861-1866)
4. Muhammad Alimuddin Amirul Muminin Kahharuddin I bin Sultan Alimuddin (jabatan ke-2) (1866-1873)
5. Muhammad Khalifatul Adil bin Maoelanna (1873-1875) 6. Muhammad Kahharuddin II bin Maharaja
Lela (1875-1889) 7. Sultan Azimuddin bin Sultan Amiril Kaharuddin (1889-1899). 8. Pengian Kesuma
(1899-1901). Ia adalah istri Sultan Azimuddin. Sultan Kasimuddin 9. Datu Mansyur (1925-1930),
Pemangku jabatan sultan 10. Maulana Ahmad Sulaimanuddin (1930-1931) menikah dengan Tengku
Lailan Syafinah binti alm. Tuanku Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rakhmat Shah (Sultan Langkat)
11.Maulana Muhammad Jalaluddin (1931-1958) 12. Maulana Al-Mamun Ibni Muhammad Maulana
Djalaludin (2013)
56. 56. Sikap terbuka dan kecintaan keluarga sultan kepada rakyatnya dibuktikan dengan menentang
pemerintah kolonial lewat sistim pendidikan. Untuk menyaingi agitasi Belanda lewat pendidikan, sultan
membuka pesantren yang menerapkan pendidikan Islami lewat Pesantren Al-Chairat, jauh sebelum
bergabungnya Bulungan dengan pemerintah RI, tambah Jalil. Tatakrama kesultanan tetap berlangsung,
kendati waktu itu, Bulungan sudah menyatukan diri dengan pemerintah RI dan etika ketatanegaraan
sudah berubah ke pemerintahan republik parlementer. Hingga pecah tragedi Juli 1964, belum ditemukan
catatan, keluarga kesultanan berpolitik praktis.Setahu saya keluarga kesultanan tidak ada yang terlibat
partai politik,
57. 57. 1. Sikat gigi paling mahal di Bulungan. 2. Delphin Filter. 3. Meja yang berkilau dari Bulungan. 4.
Piring termahal dari Bulungan. 5. Sengkok dan jas 59 tahun yang silam, 17 agustus 1949 tepat didepan
istana kesultanan bulungan, Sultan Muhammad Djalaluddin mengibarkan sangsaka merah putih sebagai
tanda penyerahan kekuasaan dimana kesultanan bulungan kepada republik indonesia, sejak itu
konstitusi kerajaan yang semula berwatak monarky bergeser ke watak republik yang yang lebih
demokratis. sejak hari berakhir pulalah kesultanan bulungan yang berdiri 218 tahun itu.

Kerajaan Islam di Kalimantan

1. Kesultanan Pasir (1516).


Kesultanan Paser (yang sebelumnya bernama Kerajaan Sadurangas) adalah sebuah
kerajaan yang berdiri pada tahun 1516 dan dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan
Putri Di Dalam Petung. Wilayah kekuasaan kerajaan Sadurangas meliputi Kabupaten Paser yang
ada sekarang, ditambah dengan Kabupaten Penajam Paser Utara, Balikpapan dan Pamukan.
Dalam tahun 1853 penduduk Kesultanan Paser 30.000 jiwa.

2. Kesultanan Banjar (1526-1905).


Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin (berdiri 1520, masuk Islam 24 September
1526, dihapuskan Belanda 11 Juni 1860, pemerintahan darurat/pelarian berakhir 24 Januari 1905)
adalah sebuah
kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.
Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian dipindahkan ke Martapura dan
sekitarnya (kabupaten Banjar). Ketika beribukota di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.
Ketika ibukotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut Kesultanan
Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan
Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan,
Hulu Sungai Selatan.

3. Kesultanan Kotawaringin.
Kerajaan Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam (kepangeranan cabang Kesultanan
Banjar) di wilayah yang menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat saat ini di Kalimantan Tengah
yang menurut catatan istana al-Nursari (terletak di Kotawaringin Lama) didirikan pada tahun 1615
atau 1530, dan Belanda pertama kali melakukan kontrak dengan Kotawaringin pada 1637, tahun
ini dianggap sebagai tahun berdirinya sesuai dengan Hikayat Banjar dan Kotawaringin (Hikayat
Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja ditulis tahun 1663 dan di antara isinya tentang
berdirinya Kerajaan Kotawaringin pada masa Sultan Mustain Billah. Pada mulanya Kotawaringin
merupakan keadipatian yang dipimpin oleh Dipati Ngganding.

4. Kerajaan Pagatan (1750).


Kerajaan Pagatan (1775-1908) adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri di wilayah
Tanah Kusan atau daerah aliran sungai Kusan, sekarang wilayah ini termasuk dalam wilayah
Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Wilayah Tanah Kusan bertetangga dengan
wilayah kerajaan Tanah Bumbu (yang terdiri atas negeri-negeri: Batu Licin, Cantung, Buntar Laut,
Bangkalaan, Tjingal, Manunggul, Sampanahan).

5. Kesultanan Sambas (1675).


Kesultanan Sambas adalah kesultanan yang terletak di wilayah pesisir utara Propinsi
Kalimantan Barat atau wilayah barat laut Pulau Borneo (Kalimantan)dengan pusat
pemerintahannya adalah di Kota Sambas sekarang. Kesultanan Sambas adalah penerus dari
kerajaan-kerajaan Sambas sebelumnya. Kerajaan yang bernama Sambas di Pulau Borneo atau
Kalimantan ini telah ada paling tidak sebelum abad ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam
Kitab Negara Kertagama karya Prapanca. Pada masa itu Rajanya mempunyai gelaran "Nek" yaitu
salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh, pada sekitar abad ke-15 M muncul
pemerintahan Raja yang bernama Tan Unggal yang terkenal sangat kejam. Karena kekejamannya
ini Raja Tan Unggal kemudian dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama puluhan tahun rakyat di
wilayah Sungai Sambas ini tidak mau mengangkat Raja lagi. Pada masa kekosongan
pemerintahan di wilayah Sungai Sambas inilah kemudian pada awal abad ke-16 M (1530 M)
datang serombongan besar Bangsawan Jawa (sekitar lebih dari 500 orang) yang diperkirakan
adalah Bangsawan Majapahit yang masih hindu melarikan diri dari Pulau Jawa (Jawa bagian
timur) karena ditumpas oleh pasukan Kesultanan Demak dibawah Sultan Demak ke-3 yaitu Sultan
Trenggono.

6. Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.


Kesultanan Kutai atau lebih lengkap disebut Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura
(Martapura) merupakan kesultanan bercorak Islam yang berdiri pada tahun 1300 oleh Aji Batara
Agung Dewa Sakti di Kutai Lama dan berakhir pada 1960. Kemudian pada tahun 2001 kembali
eksis di Kalimantan Timur setelah dihidupkan lagi oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara
sebagai upaya untuk melestarikan budaya dan adat Kutai Keraton. Dihidupkannya kembali
Kesultanan Kutai ditandai dengan dinobatkannya sang pewaris tahta yakni putera mahkota Aji
Pangeran Prabu Anum Surya Adiningrat menjadi Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura
dengan gelar H. Adji Mohamad Salehoeddin II pada tanggal 22 September 2001.

7. Kesultanan Berau (1400).


Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Berau
sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang memerintah
bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama
Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati,
Kecamatan Gunung Tabur. Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau
terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung.Menurut
Staatsblad van Nederlandisch Indi tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling
berdasarkan Bsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie,
pada 27 Agustus 1849, No. 8

8. Kesultanan Sambaliung (1810).


Kesultanan Sambaliung adalah kesultanan hasil dari pemecahan Kesultanan Berau,
dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur pada sekitar tahun
1810-an. Sultan Sambaliung pertama adalah Sultan Alimuddin yang lebih dikenal dengan nama
Raja Alam. Raja Alam adalah keturunan dari Baddit Dipattung atau yang lebih dikenal dengan Aji
Suryanata Kesuma raja Berau pertama. Sampai dengan generasi ke-9, yakni Aji Dilayas. Aji
Dilayas mempunyai dua anak yang berlainan ibu. Yang satu bernama Pangeran Tua dan satunya
lagi bernama Pangeran Dipati. Kemudian, kerajaan Berau diperintah secara bergantian antara
keturunan Pangeran Tua dan Pangeran Dipati (hal inilah yang membuat terjadinya perbedaan
pendapat yang bahkan kadang-kadang menimbulkan insiden). Raja Alam adalah cucu dari Sultan
Hasanuddin dan cicit dari Pangeran Tua, atau generasi ke-13 dari Aji Surya Nata Kesuma. Raja
Alam adalah sultan pertama di Tanjung Batu Putih, yang mendirikan ibukota kerajaannya di
Tanjung pada tahun 1810. (Tanjung Batu Putih kemudian menjadi kerajaan Sambaliung).

Kesultanan Gunung Tabur (1820). Kesultanan Gunung Tabur adalah kerajaan yang
merupakan hasil pemecahan dari Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu
Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Kesultanan ini sekarang
terletak dalam wilayah kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan Timur.

9. Kesultanan Pontianak (1771).


Kesultanan Kadriah Pontianak didirikan pada tahun 1771 oleh penjelajah dari Arab
Hadramaut yang dipimpin oleh al-Sayyid Syarif 'Abdurrahman al-Kadrie, keturunan Rasulullah dari
Imam Ali ar-Ridha. Ia melakukan dua pernikahan politik di Kalimantan, pertama dengan putri dari
Panembahan Mempawah dan kedua dengan putri Kesultanan Banjarmasin (Ratu Syarif Abdul
Rahman, puteri dari Sultan Sepuh Tamjidullah I).Setelah mereka mendapatkan tempat di
Pontianak, kemudian mendirikan Istana Kadariah dan mendapatkan pengesahan sebagai Sultan
Pontianak dari Belanda pada tahun 1779.

10. Kerajaan Tidung


Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan (Kalkan/Kalka) adalah
kerajaan yang memerintah Suku Tidung di utara Kalimantan Timur, yang berkedudukan di Pulau
Tarakan dan berakhir di Salimbatu.

11. Kesultanan Bulungan(1731).


Kesultanan Bulungan atau Bulongan adalah kesultanan yang pernah menguasai wilayah
pesisir Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kota Tarakan
sekarang. Kesultanan ini berdiri pada tahun 1731, dengan raja pertama bernama Wira Amir gelar
Amiril Mukminin (17311777), dan Raja Kesultanan Bulungan yang terakhir atau ke-13 adalah
Datuk Tiras gelar Sultan Maulana Muhammad Djalalluddin (1931-1958).

Anda mungkin juga menyukai