Anda di halaman 1dari 18

Kesultanan Banjar ‫كسلطانن بنجر‬

1520–1905

Bendera Lambang

Wilayah terakhir Kesultanan Banjar pada masa Sultan Adam yang telah menyusut antara tahun 1826-1860
sebelum dibubarkan Hindia Belanda, karena wilayah sekelilingnya telah diserahkan kepada VOC Belanda
oleh Sultan Banjar. Wilayah Banjar yang lebih kuno terbentang dari Tanjung Sambar sampai Tanjung
Aru[1][2][3]

1. Kuin, Banjarmasin (1520)


2. Pemakuan (1612)[4]
3. Muara Tambangan/Batang Banyu
Mangapan (1622)
4. Martapura (1632)
5. Sungai Pangeran, Banjarmasin (1663)
6. Kayu Tangi (1680)
Ibu kota
Bumi Kencana (1771)[5][6] atau Bumi
Selamat (1806)[7]
7. Sungai Mesa, Banjarmasin(1857)
8. Karang Intan
9. Amuntai, Banua Lima
10. Baras Kuning (1865)

Bahasa Banjar
Islam (resmi)
Kaharingan
Agama
Konghucu
Nasrani
Bentuk pemerintahan Monarki Kesultanan
Sultan
- 1526-1550 Sultan Suriansyah
- 1862-1905 Sultan Muhammad Seman
Sejarah
- Didirikan 1520
- Akhir pemerintahan Darurat 1905
- Zaman keemasan 1526-1787
Pendahulu Pengganti
Kerajaan Negara Daha Pagustian
Sekarang bagian dari
Kesultanan Banjar
Republik Indonesia
Kesul
tanan
Banjar

Sang Dewa (Sadewa) puteranya Maharaja Pandu Dewata adalah leluhur Raja-raja Banjar
menurut Hikayat Sang Bima.

Gambar kraton/istana kenegaraan Kesultanan Banjar di Martapura pada tahun 1843.


Profil Bangsawan Banjar sekitar tahun 1850 koleksi Museum Lambung Mangkurat.

Profil gadis Banjar sekitar tahun 1850 koleksi Museum Lambung Mangkurat.

Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin[8][9][10][11][12][13][14][15][16] (berdiri pada


Tahun 1520, dihapuskan sepihak oleh Belanda pada 11 Juni 1860. Namun rakyat Banjar tetap
mengakui ada pemerintahan darurat/pelarian yang baru berakhir pada 24 Januari 1905.
Namun sejak 24 Juli 2010, Kesultanan Banjar hidup kembali dengan dilantiknya Sultan
Khairul Saleh.[17]

Kerajaan Banjar adalah sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi
Kalimantan Selatan, Indonesia. Wilayah Banjar yang lebih luas terbentang dari Tanjung
Sambar sampai Tanjung Aru. Kesultanan ini semula beribu kota di Banjarmasin kemudian
dipindahkan ke beberapa tempat dan terkahir diMartapura. Ketika beribu kota di Martapura
disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.[18]

Wilayah terluas kerajaan ini pada masa kejayaannya disebut empire/kekaisaran Banjar
membawahi beberapa negeri yang berbentuk kesultanan, kerajaan, kerajamudaan,
kepengeranan, keadipatian dan daerah-daerah kecil yang dipimpin kepala-kepala suku Dayak.

Ketika ibu kotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut Kesultanan
Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu
kerajaan Hindu yang beribu kota di kota Negara, sekarang merupakan ibu kota kecamatan
Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.

Bendera Negara Banjar berwarna kuning di atas hitam dalam bicolour horisontal. (John
McMeekin, 15 Januari 2011).* Bendera Banjar

Tradisi lebih lanjut menyatakan bahwa setelah kematian Ampoe Djatmaka (pendiri Negara
Dipa), putranya, Limbong Mengkoerat, berhasil membawa keajaiban yang muncul dari
aliran, Poetri Djoendjoeng Boeih, seorang putri keluarganya, menikahi seorang Pangeran
Jawa dari Madjapahit., yang memerintah dengan nama Maharaja Soeria Nata dan dianggap
sebagai pendiri kekaisaran dan leluhur para pangeran Bandjermasin. Peristiwa itu dan
seringnya sentuhan yang ada di antara kedua wilayah itu mungkin merupakan alasan bahwa
fondasi Bandjermasin dikaitkan dengan sebuah koloni Jawa. Agaknya Maharaja Soeria Nata
tidak lain adalah Tjakra Nagara, putra pangeran Madjapahit, yang, menurut Kronik Jawa
Raffles, dikirim ke Bandjermasin dengan banyak kapal dan pasukan sebagai penguasa sekitar
tahun 1437, yang, kerajaan sebelumnya telah ditundukkan oleh jenderal Ratu Pengging.[19]

Kekaisaran sekarang menikmati kedamaian dan kemakmuran di antara serangkaian penguasa


dari rumah suku asli, dan perbatasannya meluas dari Solok (Karasikan) ke Sambas di
sepanjang pantai selatan dan timur Kalimantan. Situasi ini berlangsung hingga akhir abad ke-
16, ketika pangeran Sakar Soengsang, yang melewati anak-anaknya sendiri, menunjuk radhen
Samudra, putra putrinya, sebagai penerus takhta, menciptakan perang sipil yang sengit.
Radhen, yang belakangan menjadi pangeran Samudra, yang tidak mampu menang, meminta
dan mendapatkan bantuan Sulthan dari Damak, dengan syarat bahwa ia dan rakyatnya akan
memeluk doktrin Muslim dan membayar upeti kepada pangeran itu. Diperkuat oleh bantuan
Jawa, Pangeran segera mengalahkan lawan-lawannya dan naik tahta dengan gelar Sulthan.[19]

Setelah mencapai tujuannya, sulthan baru segera lupa untuk memenuhi perkiraan yang telah
ditentukan; tetapi ancaman-ancaman berikutnya dari atasannya memiliki efek yang cukup
untuk memaksa dia kembali ke Jawa untuk memuaskan sang pangeran. Di sana ia dipenjara
karena ketidaksetiaannya dan hanya dibebaskan melalui mediasi putranya, tentu saja tidak
dengan pengorbanan besar. Dengan semakin melemahnya para pangeran Jawa, tampaknya
tidak lama setelah itu supremasi mereka atas Bandjermasin, yang telah dipecah beberapa kali,
tampaknya telah berakhir untuk selamanya, dan sebagai tindakan terakhir subordinasi
kerajaan Jawa ini saya menemukan catatan mengirimkan kedutaan pada tahun 1642 kepada
sulthan Agoeng raja Mataram.[19]

Kalimantan merupakan pulau terbesar ke tiga di dunia. Pulau ini menjadi “jantung”nya
Nusantara. Luasnya mencapai 940.000 kilometer persegi, 736.000 kilometer persegi milik
Republik Indonesia. Hasil rimbanya sangat besar, diantaranya menghasilkan kayu yang
paling bermutu, rotan, damar, dan sebagainya. Tanahnya yang beriklim sangat lembab,
karena curahan hujan yang banyak itu mengandung batubara, minyak tanah, besi, intan, emas
dan platina. Banyak terdapat sungai-sungai yang besar yang menjadi sumber kemakmuran
dan kemajuan ekonomi, diantaranya Sungai Kapuas, Barito dan Mahakam.

Pulau ini mempunyai banyak sejarah yang menakjubkan. Di dalamnya terdapat banyak
kerajaan yang silih berganti dari masa ke masa. Dari kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha
hingga bercorak Islam. Dalam makalah ini akan dibahas kerajaan yang bercorak Islam di
Kalimantan, yakni Kerajaan Banjar.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Banjar


Islam datang ke Kalimantan pada abad ke 15. Suatu ketika, Raden Paku atau Sunan Giri
berlayar ke pulau Kalimantan dan mendarat di pelabuhan Banjar. Kedatangannya sebagai
muballigh sambil membawa barang dagangannya dengan tiga buah kapal. Kedatangan Sunan
Giri ke Kalimantan diperkirakan pada tahun 1470 M.

Pada akhir abad ke 15, orang-orang Islam dari Jawa telah banyak menetap di Kalimantan.
Berita-berita tentang agama Islam semakin tersiar dikalangan penduduk, baik melalui
pendatang (pedagang dan muballigh) maupun orang-orang Kalimantan sendiri yang pernah
menyinggahi Jawa, terutama Jawa Timur. Itu sebabnya maka kisah-kisah tentang Wali Songo
menjadi buah bibir penduduk Kalimantan. Pelan tapi pasti Agama Islam telah dikenal oleh
seluruh penduduk.

Raja – Raja / Sultan Kerajaan Banjar


Sultan-sultan yang pernah memimpin dalam kerajaan Banjar, ada sumber yang mengatakan
bahwa sultan berjumlah sembilan belas, tetapi sumber lain mengatakan bahwa sultan yang
memimpin berjumlah hingga dua puluh tiga hingga kini, mereka yaitu:

1. (1520-1546) Sultan Suriansyah.


2. (1546-1570) Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah.
3. (1570-1595) Sultan Hidayatullah I bin Rahmatullah.
4. (1595-1641) Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah I.
5. (1641-1646) Sultan Inayatullah bin Sultan Mustain Billah.
6. (1646-1660) Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah.
7. (1660-1663) Sultan Ri’ayatullah bin Sultan Mustain Billah.
8. (1663-1679) Sultan Amrullah Bagus Kasuma bin Sultan Saidullah.
9. (1663-1679) Sultan Agung/Pangeran Suria Nata (ke-2) bin Sultan Inayatullah.
10. (1679-1700) Sultan Amarullah Bagus Kasuma/Suria Angsa/Saidillah bin Sultan
Saidullah.
11. (1700-1717) Sultan Tahmidullah I/Panembahan Kuning bin Sultan Amrullah/Tahlil-
lullah.
12. (1717-1730) Panembahan Kasuma Dilaga.
13. (1730-1734) Sultan il-Hamidullah/Sultan Kuning bin Sultan Tahmidullah I.
14. (1734-1759) Sultan Tamjidullah I bin Sultan Tahmidullah I.
15. (1759-1761) Sultan Muhammadillah/Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan Il-
Hamidullah/Sultan Kuning.
16. (1761-1801) Sunan Nata Alam (Pangeran Mangkubumi) bin Sultan Tamjidullah I.
17. (1801-1825) Sultan Sulaiman al-Mutamidullah/Sultan Sulaiman Saidullah II bin
Tahmidullah II.
18. (1825-1857) Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman al-Mutamidullah.
19. (1857-1859) Sultan Tamjidullah II al-Watsiq Billah bin Pangeran Ratu Sultan Muda
Abdur Rahman bin Sultan Adam.
20. (1859-1862) Sultan Hidayatullah Halilillah bin Pangeran Ratu Sultan Muda Abdur
Rahman bin Sultan Adam.
21. (1862) Pangeran Antasari bin Pangeran Mashud bin Sultan Amir bin Sultan
Muhammad Aliuddin Aminullah.
22. (1862-1905) Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari Panembahan
Amiruddin Khalifatul Mukminin.
23. (2010) Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu’tashim Billah bin Gusti Jumri bin Gusti
Umar bin Pangeran Haji Abubakar bin Pangeran Singosari bin Sultan Sulaiman al-
Mu’tamidullah.

Aspek Kehidupan Masyarakat Kerajaan Banjar

 Kehidupan Politik

Bentuk pemerintahan Banjar sejak berdirinya sudah dipengaruhi oleh Kerajaan Demak.
Merupakan konsekuensi logis jikalau kerajaan A dapat memdirikan kerajaan dengan bantuan
Kerajaan B, maka Kerajaan B turut mempengaruhi bentuk dan jalannya pemerintahan
Kerajaan A.

Walaupun dalam bentuk pemerintahan dibangun menurut model Jawa, raja dalam
kekuasaannya tidaklah semutlak (seabsolut) raja-raja jawa. Disamping keturunan, kekayaan
juga faktor yang menentukan dalam kedudukan raja. Pada hakekatnya pemerintah bersifat
aristokratis, yang dikuasai oleh para bangsawan, yang mana raja hanya sebagai simbol
pemersatu belaka.

Baca Juga: Peradaban Mesopotamia


Sultan dalam Kerajaan Banjar merupakan penguasa tertinggi , yang mempunyai kekuasaan
dalam masalah politik dan keagamaan. Dibawah sultan ada Putera Mahkota yang dikenal
dengan sebutan Sultan Muta. Ia tidak mempunyai jabatan tertentu tetapi pembantu Sultan.
Disamping Sultan, terdapat sebuah lembaga Dewan Mahkota yang terdiri dari kaum
bangsawan dan Mangkubumi.

Mangkubumi adalah pembantu sultan yang mempunyai peranan besar dalam roda
pemerintahan. Mangkubumi di dalam pemerintahan didampingi menteri Panganan, Menteri
Pangiwa dan Menteri Bumi dan dibantu lagi oleh 40 orang menteri Sikap. Tiap-tiap menteri
Sikap mempunyai bawahan sebanyak 100 orang.Dilingkungan Kraton terdapat banyak
pegawai atau petugas. Antara lain:

 Lima puluh orang Sarawisa di bawah pimpinan Sarabraja bertugas menjaga krato
 Lima puluh orang Mandung dibawah Raksayuda bertugas menjaga istana bangsal
 Empat puluh orang Menagarsari dibawah Sarayuda bertugas mengawal raja
 Empat puluh orang Singabana atau Parawila dibawah Singataka dan Singapati
bertugas sebagai polisi
 Empat puluh orang Sarageni di bawah Saradipa bertugas menjaga alat senjata
 Empat puluh orang Tuha Buru di bawah Puspawana bertugas mengawal raja bila
sedang berburu
 Lima puluh orang Pangadapan atau Pamarakan dibawah Rasawija melakukan ber
aneka ragam tugas di istana.
 Kehidupan Sosial & Ekonomi

Dalam masyarakat Banjar terdapat susunan dan peranan sosial yang berbentuk segi tiga
piramid. Lapisan teratas adalah golongan penguasa yang merupakan golongan minoritas.
Golongan ini terdiri dari kaum bangsawan, keluarga raja. Lapisan tengah diisi oleh para
pemuka agama yang mengurusi masalah hukum keagamaan dalam kerajaan. Sementara
golongan mayoritas diisi oleh para petani, nelayan, pedagang dan lain sebagainya.

Perkembangan perekonomian di Kalimantan Selatan mengalami kemajuan yang pesat pada


abad-16 sampai abad-17. Banjarmasin menjadi kota dagang yang sangat berarti untuk
mencapai suatu kemakmuran kerajaan. Kalimantan Selatan juga memiliki perairan yang
strategis sebagai lalu lintas perdagangan. Dalam perdagangan, lada merupakan komoditas
ekspor terbesar dalam Kerajaan Banjar.

Dalam hal industri, Kerajaan Banjar juga menghasilkan besi dan logam. Industri logam dan
besi ini terdapat di daerah Negara. Kemampuan dan keahlian mereka mencor logam seperti
perunggu, yang dapat menghasilkan bermacam barang-barang untuk di ekspor. Sejak abad
ke-17 daerah Negara terkenal dengan pembuatan kapal dan peralatan senjata lainnya, seperti
golok, kapak, cangkul dan lain-lain. Selain itu, keahlian membuat kendi sebagai bentuk
kerajinan yang telah berkembang turun-temurun sebagai sambilan disamping bertani.
Kemudian dikenal juga usaha-usaha pertukangan, seperti tukang gergaji papan dan balok,
tukang sirap, dan lain sebagainya.

Masa Kemunduran Kerajaan Banjar

Kerajaan Banjar mengalami kemajuaan sebagai dampak dari diaktikannya wilayah kerajaan
ini sebagai pelabuhan bebas, tetapi sebaliknya kehadiran unsur asing didaerah itu juga dapat
mengakibatkan perpecahan di kalangan istana. Kehadiran pihak Pemerintah Kolonial Hindia
Belanda yang ikut campur dalam urusan adat kerajaan adalah bukti bahwa unsur asing yang
hadir dalam Kerajaan Banjar nantinya akan memunculkan perpercahan dikalangan istana.
Keterlibatan unsur asing dalam urusan istana juga merupakan salah satu penyebab utama
meletusnya perang antara Kerajaan Banjar dengan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.

Awal mulanya Kerajaan Banjar memiliki hubungan yang cukup baik dengan pemerintah
kolonial Hindia Belanda, akan tetapi dengan ikut campurnya pemerintah kolonial dalam
urasaan kerajaan mengakibatkan memanasnya hubungan diantara kedua belah pihak yang
pada akhirnya akan menyebabkan pertempuran untuk mempertahankan kekuasaan di wilayah
Kalimantan Selatan. Dalam sejarah pertempuran tersebut dikenal sebagai “Perang Banjar”.

Perlawanan Kerajaan Banjar berlangsung dalam dua tahap, yang pertama berlangsung dari
tahun 1859-1863, sedangkan perlawanan tahap kedua berlangsung dari tahun 1863-1905.
Peperangan yang berlangsung hampir setengah abad lamanya berakhir dengan kekalahan di
pihak Kerajaan Banjar. Dengan terpatahkannya perlawanan rakyat Banjar pada tahun 1905,
maka hal ini menandai runtuhnya era dari Kerajaan Banjar yang telah berdiri sejak tahun
1520.

DAFTAR PUSTAKA

Zuhri, Saifuddin. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. Bandung: Al-Ma’arif, 1979.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1997.
Yahya, M. Harun. Kerajaan Islam Nusantara: Abad XVI dan XVII. Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera,1995.
Kartodirjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900. Yogyakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.
Darmawijaya,. Kesultanan Islam Nusantara. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010.
http://enditumijajar.blogspot.com/2014/02/peninggalan-kerajaan-banjar.html
http://wawasansejarah.com/kesultanan-banjar/
http://hanitami.blogspot.com/2015/02/kerajaan-banjar.html
http://emanwaryasin.blogspot.com/2013/02/sejarah-singkat-kerajaan-banjar.html.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banjar.
http://id.wikipedia.org/wiki/Mustain_Billah_dari_Banjar.
http://batumartaclicker.blogspot.com/2017/03/makalah-sejarah-kerajaan-banjar.html
http://faradzsheilla25.blogspot.com/2017/01/sejarah-kerajaan-banjar.html

1. Masjid Sultan Suriansyah

Sumber: @novana29 via Instagram


Masjid Sultan Suriansyah merupakan sebuah masjid yang dikenal juga
dengan nama Masjid Kuin. Masjid ini ialah sebuah masjid bersejarah yang
lokasinya berada di Kota Banjarmasin yang dikatakan sebagai masjid
paling tua di daerah Kalimantan Selatan.

Masjid ini didirikan pada saat pemerintahan Sultan Suriansyah dimulai


dari tahun 1526 M hingga 1550 M yakni raja Banjar pertama yang
memeluk agama Islam. Masjid Kuin juga termasuk satu diantara tiga
masjid paling tua yang berada di kota Banjarmasin pada saat Mufti
Jamaluddin.

Masjid terbesar lainnya ialah Masjid Besar yang merupakan cikal bakal
dari terbentuknya Masjid Jami Banjarmasin dan juga Masjid Basirih.
Masjid ini berlokasi di Jalan Kuin Utara, Kelurahan Kuin Utara. Kawasan
yang terkenal sebagai Banjar Lama adalah situs ibu kota Kesultanan
Banjar yang pertama kali. Masjid ini lokasinya berdekatan dengan
komplek makam Sultan Suriansyah dan juga di pinggiran kiri sungai
Kuin.

Masjid yang dibangun di pinggir sungai Kuin ini mempunyai bentuk


arsitektur tradisional khas Banjar, dengan konstruksi panggung dan juga
memiliki atap yang berbentuk tumpang. Di bagian mihrab, masjid ini
mempunyai atap sendiri yang terpisah dari bangunan induknya.

Filosofi Ruang Masjid Sultan Suriansyah


2. Candi Agung Di Amuntai
Sumber: @visitamuntai via Instagram
Candi Agung ialah satu diantara peninggalan sejarah Kerajaan Banjar
Hindu sebelum masuknya Islam. Area Candi Agung berada di daerah
Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Candi Agung sendiri merupakan
sebuah situs candi yang beratap dan berlokasi di area Sungai Malang,
kecamatan Amuntai Tengah, Kota Amuntai, Kalimantan Selatan. Di
sekitaran candi ini sempat ditemukan tiang kayu ulin dan juga pecahan
genteng yang menandakan bahwa candi ini merupakan situs candi yang
beratap.

Candi Agung yang berlokasi di daerah Amuntai adalah peninggalan


Kerajaan Negara Dipa yang didirikan oleh Empu Jatmika pada abad ke
XIV Masehi. Dari kerajaan ini pada akhirnya melahirkan Kerajaan Negara
Daha yang letak ibu kotanya di kota Negara Negara dan kemudian
lahirlah kesultanan Banjar (Kesultanan Banjarmasin).

Berdasarkan cerita turun temurun masyarakat, Kerajaan Hindu Negara


Dipa didirikan pada tahun 1438 di persimpangan tiga wilayah aliran
sungai yakni sungai Balangan, sungai Tabalong, dan juga sungai Negara.
Cikal bakal terbentuknya Kerajaan Banjar itu diperintah oleh Maharaja
Suryanata dan juga Putri Junjung Buih dengan kepala pemerintahan pada
saat itu yakni Patih Lambung Mangkurat. Negara Dipa selanjutnya
berkembang menjadi Kota Amuntai.

Pada tahun 1967 Masehi di Kota Amuntai, waktu dilaksanakannya


penggalian situs purbakala, ditemukan dasar candi dan juga beberapa
benda kepurbakalaan. Tempat yang dilakukan penggalian tersebut
dikenal masyarakat dengan nama Gunung Candi (Bukit Candi) sedangkan
candi yang ditemukan dasarnya itu disebut dengan Candi Agung.

Arsitektur Candi

Sumber: @visitamuntai via Instagram


Luas bangunan candi Agung memiliki ukuran 40 meter x 50 meter. Candi
Agung diperhitungkan sudah berusia 740 tahun. Bahan material Candi
Agung ini didominasi oleh batu dan juga kayu. Keadaannya bangunan ini
masih sangat kuat dan kokoh. Di candi ini juga ditemukan beberapa
benda peninggalan sejarah lainnya yang usianya kurang lebih sekitar 200
tahun Sebelum Masehi.

Batu yang dipakai untuk membangun Candi ini juga masih terdapat
disana. Batunya selintas menyerupai batu bata merah. Akan tetapi jika
disentuh dapat dirasakan perbedaannya, lebih berat dan juga lebih kuat
dari bata merah biasa. Batu bata yang ditemukan memiliki ukuran yang
besar mirip dengan batu bata yang juga ditemukan situs candi lainnya
yakni candi Kayen yang terletak di Dusun Buloh Desa Kayen, Jawa
Tengah.

3. Kompleks Makam Sultan Suriansyah


Sumber: @muthari_spams via Instagram
Perlu kita ketahui bersama, komplek Pemakaman Sultan Suriansyah
sendiri ialah suatu kompleks pemakaman yang berlokasi di Kelurahan
Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin. Sultan
Suriansyah adalah raja pertama dari Kerajaan Banjar yang memeluk
agama Islam.

Sewaktu kecil, nama dari sultan Suriansyah ialah Raden Samudera,


seusai diangkat sebagai raja namanya berubah menjadi Pangeran
Samudera dan juga sesudah memeluk Islam namanya berubah kembali
menjadi Sultan Suriansyah. Gelar lain yang disematkan pada
beliau ialah Panembahan (Susuhunan Batu Habang).

Kegiatan pemugaran Komplek Makam Sultan Suriansyah


Pemugaran situs diawali untuk pertama kalinya pada tahun 1984-1985 M.
Target utamanya yakni memugar makam-makam kuno dan juga
pentrasiran pondasi yang berbahan dasar batu bata. Pemugaran makam
kuno ini terbagi atas beberapa pekerjaan antara lain memperkokoh p

Related:
 Prasasti Karang Brahi, Prasasti Asal Jambi Yang Menarik
 Penyebab Runtuhnya Kerajaan Kutai Yang Melegenda
 Faktor Runtuhnya Kerajaan Singasari Yang Melegenda

agar sisi bawah dengan slof beton, membersihkan dan juga


membenarkan letak nisan makam, memperkokoh dan juga mengatur tata
letak marmer makam agar terlihat lebih rapi, melakukan perbaikan
ukiran-ukiran yang rusak serta mengembalikan cat makam seperti warna
awalnya.

Pekerjaan pentrasiran menampakan terdapatnya dua kelompok susunan


tanggul/batu bata dengan warna yang berlainan. Kelompok tanggul
dengan batu bata merah adalah pengaman agar adanya kestabilan
makam Sultan Suriansyah dan juga Ratu, makam Khatib Dayan, makam
Patih Masih, makam Patih Kuin, Makam hulubalang raja dan juga makam-
makan lainnya. Kelompok tanggul ini ada di bagian barat dan memiliki
ukuran 17 x 17 meter.

Pada Kelompok tanggul dengan batu bata putih adalah pengaman buat
kestabilan makam Sultan Rahmatullah dan juga Makam Sultan
Hidayatullah. Kelompok tanggul ini ada pada bagian timur dan memiliki
ukuran 17 x 17 meter. Di sisi timur bagian selatan ditemukan susunan
tanggul batu bata putih yang telah diberikan hiasan dan juga ukiran.

Untuk pemugaran situs pada tahun 1985-1986 lebih ditujukan pada


pekerjaan penyusunan kembali batu bata tanggul serta mendirikan
cungkup yang baru untuk mengganti cungkup lama yang telah dibuat
pada tahun 1985.

Beberapa tokoh yang disemayamkan di kompleks pemakaman ini selain


sultan Suriansyah antara lain Ratu Intan Sari Sultan Suriansyah, Sultan
Rahmatullah, Khatib DayanSultan Hidayatullah, Patih Kuin, Patih Masih,
Senopati Antakusuma, Syekh Abdul Malik, Haji Sa'anah, Pangeran
Ahmad, Pangeran Muhammad, Sayyid Ahmad Iderus, Gusti Muhammad
Arsyad, Kiai Datu Bukasim dan Anak Tionghoa Muslim.

4. Buku, senjata, stempel kerajaan dan perkakas lainnya yang


tersimpan di Musem Lambung Mangkurat.
Sumber: @gazagazasan via Instagram
Museum Lambung Mangkurat sendiri berlokasi di Kota Banjarbaru kurang
lebih 35 km dari Kota Banjarmasin. Pada museum ini tersimpan beragam
peninggalan sejarah seperti perkakas dari batu, ukiran kayu Ulin,
perkakas pertanian, perlengkapan rumah tangga, alat musik tradisional
serta peninggalan-peninggalan yang mengandung nilai sejarah khususnya
peninggalan kerajaan Banjar.

Itulah informasi tentang 4 Peninggalan Kesultanan Banjar Yang


Bersejarah Dan Menarik Untuk Dipelajari yang dapat abang nji
informasikan kepada sahabat sekalian. Semoga apa yang diinformasikan
dapat bermanfaat bagi sahabat-sahabat sekalian.

Sumber: @novana29 via Instagram

Pola ruangan yang terdapat pada Masjid Sultan Suriansyah adalah bentuk
penyesuaian terhadap pola ruangan dari arsitektur Masjid Agung Demak
yang dibawa bertepatan dengan masuknya agama Islam ke wilayah ini
yang saat itu dibawa oleh Khatib Dayan.

Arsitektur masjid Agung Demak sendiri sebagian besar dipengaruhi oleh


arsitektur Jawa Kuno pada era kerajaan Hindu. Pengenalan pengaruh
arsitektur itu dapat dilihat pada tiga aspek utama dari arsitektur Jawa
Hindu, dimana aspek-aspek tersebut dipenuhi oleh masjid tersebut.

Tiga aspek utama itu yakni atap meru, ruangan keramat/cella dan juga
tiang guru yang melingkupi ruang keramat. Meru adalah ciri khas dari
atap bangunan suci di Jawa dan juga Bali. Atap yang memiliki bentuk
bertingkat dan semakin mengecil ke atas adalah simbol vertikalitas serta
orientasi kekuasaan dari bawah ke atas. Bangunan yang dipandang paling
suci dan juga penting mempunyai tingkat atap terbanyak dan juga
tertinggi.

Ciri atap meru terlihat pada Masjid Sultan Suriansyah yang mempunyai
atap bertingkat sebagai bangunan penting di wilayah tersebut. Bentuk
atap yang besar serta dominan, memberi kesan bahwa ruangan yang ada
di bawahnya adalah ruangan suci/keramat yang dikenal dengan nama
cella.

Tiang guru ialah tiang-tiang yang melingkupi Cella. Cella yang dilingkupi
tiang-tiang guru ada di depan ruangan mihrab, yang artinya dapat
dimaknai bahwa Cella sendiri lebih penting dari mihrab.

Kerajaan Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905. Perang Banjar
merupakan peperangan yang diadakan kerajaan Banjar untuk melawan kolonialisasi Belanda. Raja
terakhir adalah Sultan Mohammad Seman (1862 - 1905), yang meninggal pada saat melakukan
pertempuran dengan belanda di puruk cahu

Kalimantan Selatan memiliki perairan yang strategis sebagai lalu lintas perdagangan. Perdagangan di
Banjarmasin pada permulaan abad ke-17 M di monopoli golongan Tionghoa. Kuatnya penarikan lada
dari mereka untuk perdagangan ke Tiongkok mengakibatkan penanaman lada di Banjarmasin
menjadi pesat sekali. Perahu-perahu Tiongkok datang ke Banjarmasin membawa barang-barangnya
berupa barang pecah belah dan pulang kembali membawa lada. Pada masa puncak kemakmurannya
di permulaan abad ke-18 M, hasil rata-rata tiap tahunya mencapai 12 buah perahu Tiongkok yang
datang ke Banjarmasin.

Dalam perdagangan lada merupakan komoditi eksport terbesar dalam kerajaan Banjar.
Perkembangan perdagangan ini menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan politik
pemerintahan. Para penguasa sebagai the rulling class berusaha menguasai tanah yang lebih luas
dalam bentuk tanah apanage, yaitu tanah yang hasilnya dipungut oleh keluarga raja, dan dijadikan
wilayah penguasaan penanaman lada. Besarnya perdagangan lada menyebabkan melimpahnya
kekayaan bagi golongan politikus dan pedagang, karena mereka memiliki kekuasaan penuh yang
tidak dimiliki oleh rakyat awam.

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/10299891#readmore


A. Latar Belakang Masalah
Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan
Selatan. Kerajaan Banjar disebut juga sebagai kerajaan Islam karena agama Islam sebagai
agama Negara terlihat dengan jelas pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Wasik Billah.
Namun, sayangnya Kesultanan Banjar (kerajaan Banjar) telah sekian lama tak terangkat ke
permukaan, hal ini bisa jadi konon karena kesultanan ini perang melawan kolonial pada 1857
sehingga kerajaannya dibumi-hanguskan oleh Belanda. Sampai saat ini, tidak banyak yang
mengetahui mengenai perkembangan kerajaan Banjar sekarang, apakah eksistensinya masih
ada atau mungkin telah lenyap ditelan waktu?.
Dalam makalah ini akan diuraikan secara singkat mengenai kerajaan banjar, sistem
pemerintahan kerajaan banjar, serta kerajaan Banjar itu sendiri pada saat ini.

B. Rumusan Masalah
- Asal Usul Kerajaan Banjar
- Sistem Pemerintahan Kerajaan Banjar
- Sistem Sosial-Ekonomi Kerajaan Banjar
- Sistem Budaya dan Agama

- Peran Serta Ulama

BAB II
PEMABAHASAN
KERAJAAN BANJAR
A. Asal Usul Kerajaan Banjar
Banjar berarti kelompok. Nama banjar ini di pakai untuk membedakan orang Melayu
dari orang Jawa yang berjasa terhadab sultan Suriansyah. Asal kata Banjarmasin berasal dari
kata Banjarmasih yang telah mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi disebabkan oleh
dua kemungkinan. Yang pertama karena lidah asing (belanda) yang menyebutnya
Banjarmassingh, kemudian menjadi Banjarmasin. Kedua, pedagang-pedagang jawa dengan
layarnya pada musim kemarau, di saat sungai Barito dan Martapura airnya menjadi asin,
maka di sebut Banjarmasin (M.Yahya Harun. 1995 : 71).
Sekitar abad XII, berdiri sebuah kerajaan yang bernama Negara Dipa. Kerajaan ini
dibangun oleh Empu Jatmika. Ia datang ke pulau Hujung Tanah (Kalimantan) dengan
rombongannya dengan memakai kapal Prabajaksa, dalam rangka memenuhi wasiat almarhum
ayahnya, Mangkubumi. Dia disuruh meninggalkan negeri Keling, dan mencari tempat tinggal
baru yang tanahnya panas dan berbau harum. Kemudian ia mendirikan sebuah Candi Agung
dan Empu Jatmika menyebut dirinya Maharaja di Candi.
Empu Jatmika memerintahkan Tumenggung Tatah Jiwa dan Arya Megatsari
menaklukkan orang-orang Batang Tabalong, Batang Balangan, Batang Petap, batang Alai,
dan Amandit serta Labuhan Amas dan orang-orang Bukit. Dengan penaklukkan tersebut,
maka Negara Dipa semakin kuat dan wilayahnya bertambah luas. Sari Kabarungan sebagai
raja ketiga dalam kerajaan Negara Dipa memindahkan pusat kerajaan ke sebelah selatan.
Pusat kerajaan baru ini di kenal dengan sebutan Negara Daha. Pada saat itu pula bandar Daha
di pindahkan ke Muara Rampiu, kemudian ke Muara Bahan dan terakhir ke Banjarmasin.
Masuknya Islam di Kalimantan Selatan sebenarnya sudah ada sebelum Sultan
Suriansyah memerintah. Hal ini berdasarkan cerita bahwa Sunan Giri pernah berlayar ke
Pulau Kalimantan dengan membawa barang dagangannya. Sesampainya di pelabuhan Banjar,
penduduk yang miskin diberinya barang dengan cuma-cuma. Hal ini jelas menunjukkan
adanya hubungan dagang dengan jawa dan Banjar, terutama Gresik, Tuban, dan Ampel.
Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah adalah Sultan Banjarmasin kedua yang
berkedudukan di Banjarmasin kemudian memindahkan ibukota kerajaan ke Martapura.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1612 M. Sebelum Sultan Tahlillah (1700-1745 M) berkuasa,
tidak ada peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah Kerajaan Banjar. Baru setelah Sultan
Tahlillah berkuasa berkali-kali kerajaan Banjar mengalami ketegangan politik yang di
sebabkan adanya perebutan kekuasaan dalam kerajaan. Sultan Tamjidillah I (1745-1778 M)
merebut kekuasaan dari kemenakannya yang belum dewasa yaitu Sultan Kuning. Dalam
tahun 1747 Tamjudillah membuat kontrak dengan VOC yang menjadi dasar hubungan
dagang antara Banjar dengan Batavia (M.Yahya Harun. 1995 : 71-73).
B. Sistem Pemerintahan
Corak organisasi pemerintahan Banjar banyak dipengaruhi oleh Jawa, meskipun
bukan dari Majapahit tapi mungkin dari Demak atau Mataram. Hal ini sesuai dengan dengan
contoh organisasi dari kerajaan kota Waringin yang merupakan bagian dari kerajaan
Banjarmasin, yang jelas dipengaruhi oleh Jawa.
Sultan dalam struktur kerajaan Banjar adalah penguasa tertinggi, yang mempunyai
kekuasaan dalam masalah politik dan persoalan-persoalan agama. Dalam kerajaan ini di
bawah sultan adalah putra mahkota yang dikenal dengan sebutan sultan Muta. Dia tidak
mempunyai jabatan tertentu tetapi pembantu sultan. Di samping sultan, terdapat sebuah
lembaga dewan Mahkota yang terdiri dari kaum bangsawan dan Mangkubumi.
Dalam kerajaan Banjar sebelum abad ke-18 M pemimpin agama tidak masuk dalam
struktur kerajaan. Hukum yang berlaku saat itu terhimpun dalam sebuah buku undang-undang
hukum yang di sebut Kutara, yang di susun oleh Arya Trenggana ketika dia menjabat
Mangkubumi kerajaan. Mangkubumi mempunyai wewenang dalam keputusan terakhir
terhadap seseorang yang di jatuhi hukuman mati.
KESIMPULAN
Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan
Selatan. Kerajaan Banjar berkembang pesat sampai abad ke-19, merupakan kerajaan Islam
merdeka dengan nation baru bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah kerajaan (1859-
1915) maka bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah kerajaan merdeka juga ikut
lenyap , dan turun derajatnya menjadi bangsa jajahan dan kemudian dikenal sebagai Urang
Banjar atau Orang Banjar. Kerajaan Banjar memulai dan kemudian kembali memiliki tradisi
bahwa raja diganti oleh puteranya. Sejak perang Banjar melawan colonial pada tahun 1857,
kerajaan Banjar dibumihanguskan oleh Belanda.
Saat ini hanya tersisa gelar saja untuk para keturunan raja-raja tanpa tersisa kekuasaan
di pemerintahan. Penobatan Raja Muda Kesultanan Banjar dan gelar Pangeran dianugerahkan
tokoh adat dan juriat kesultanan Banjar kepada Khairul Saleh diharapkan sebagai titik baru
untuk membangun kekerabatan kesultanan sekaligus membangkitkan budaya yang nyaris
hilang. Struktur kesultanan yang terbentuk diharapkan lebih memperkuat tekad dan
komitmen memelihara kebudayaan sekaligus menjadikan budaya sebagai jati diri dan
kepribadian sebagai masyarakat Banjar.

Alhamdulillah, Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat tuhan yang maha esa. Dengan
segala rahmat, petunjuk , dan karunianya. Akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Makalah yang berjudul kerajaan mataram ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas dari mata
pelajaran sejarah Indonesia. Makalah ini membahas tentang kerajaan mataram, diharapkan makalah
ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang kerajaan mataram. kami menyadari
bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh Karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini, dan Semoga makalah ini bisa memberikan
makna dan manfaat untuk semua yang membacanya.

Anda mungkin juga menyukai