Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

KERAJAAN BANJAR

Disusun Oleh :
1. Dahlia Ega Agrivina
2. Dhea Cahya Amartha
3. Jihan Artika Prastiwi
4. Kiki Fauzannah

SMA INDOCEMENT TARJUN


KERAJAAN BANJAR

Kerajaan Banjar merupakan kerajaan bercorak Islam pertama di Kalimantan Selatan.


Sejarah Kerajaan Banjar dimulai sejak tahun 1526 Masehi dan berakhir pada 1905 Masehi.
Awalnya, Kesultanan Banjar terletak di wilayah Banjarmasin. Namun, dalam perjalanannya,
kerajaan Islam ini berpindah-pindah ibu kota hingga ke Martapura. Kasultanan Banjar
mempunyai pengaruh kultural yang kuat terhadap sendi-sendi kehidupan Masyarakat
Banjar hingga hari ini, mulai dari religi, bahasa, seni hingga sistem kemasyarakatan.

SEJARAH KERAJAAN BANJAR


Di akhir abad ke-15, Kalimantan Selatan masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan
Daha yang dipimpin oleh Raja Sukarama, raja keempat Kerajaan Daha. Kala itu, terjadi
perebutan takhta Nagara Daha antara dua orang anak Raja Sukarama, yakni Pangeran
Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung. Akan tetapi, Raja Sukarama berwasiat agar
penerusnya ialah cucunya, Raden Samudera, anak dari putrinya Puteri Galuh Intan Sari.
Ayah dari Raden Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari Raden Begawan, saudara
Maharaja Sukarama. Wasiat Raja Sukarama membuat nyawa Raden Samudera terancam.
Pasalnya, Pangeran Tumenggung sudah sangat berambisi untuk menjadi penguasa Daha.
Sadar bahwa keselamatannya terancam, Raden Samudera kemudian memilih untuk
meninggalkan istana dan menyamar menjadi nelayan di pesisir Pantai Serapat, Kuin
Belandian dan Banjar. Saat Raden Samudera beranjak dewasa, dia bertemu dengan Patih
Masih, seorang penguasa Bandar yang sudah memeluk ajaran agama Islam.
Selanjutnya, Patih Masih berunding dengan Patih Balit, Patih Balitung, dan patih Kuin.
Hasil dari perundingan itu adalah adanya kesepakatan untuk mengangkat Raden Samudera
menjadi Raja Banjar pada tahun 1526 di Banjarmasin. Pengangkatan ini menjadi titik balik
perjuangan Raden Samudra. Dia sukses membangun kekuatan politik baru sebagai
tandingan untuk mendapatkan haknya sebagai Raja di Nagara Daha. Di sisi lain, Pangeran
Tumenggung yang mendengar kabar ada kerajaan baru di Banjarmasin, marah besar dan
tak mau tinggal diam. Dia pun menyiapkan armada perang dan mengirimnya ke Sungai
Barito dan Ujung Pulau Lalak untuk menyerang Raden Samudera. Untuk menghadapi
serangan tersebut, Raden Samudera meminta saran dari Patih Masih, mengingat armada
Kerajaan Banjar masih belum mampu melawan pasukan Pangeran Tumenggung. Sang
Patih kemudian menyarankan kepada Raden Samudera untuk meminta bantuan kepada
Kerajaan Demak yang saat itu dipimpin oleh Sultan Trenggana. Kerajaan Demak bersedia
membantu Kerajaan Banjar asalkan Raja beserta rakyatnya bersedia memeluk agama
Islam. Raden Samudera pun menyanggupi syarat tersebut dan Kerajaan Demak
mengirimkan seribu pasukan bersenjata serta penghulu bernama Khatib Dayaan untuk
mengislamkan masyarakat Banjar. Dengan bantuan tersebut, pasukan Pangeran
Tumenggung dapat dikalahkan dan Kerajaan Daha jatuh ke tangan Raden Samudera. Sejak
saat itu, Kesultanan Banjar berdiri dan daerah-daerah lain mulai tunduk. Sementara Raden
Samudera diberi gelar Sultan Suriansyah.

Masa jaya Kerajaan Banjar


Kerajaan Banjar mengalami masa kejayaan pada abad ke-17, yakni di masa
pemerintahan Sultan Mustasin Billah (1595-1620). Kala itu, Banjarmasin yang merupakan
Ibu Kota Kesultanan Banjar, berkembang menjadi bandar perdagangan yang besar.
Mengingat wilayah tersebut letaknya sangat strategis serta memiliki sumber daya alam
yang melimpah. Kondisi ini membuat para saudagar dari berbagai daerah datang ke
Banjarmasin untuk mencari barang dagangan, mulai dari lada hitam, rotan, dammar, emas,
intan, madu hingga kulit binatang. Lada hitam sendiri menjadi komoditas yang memiliki
nilai tinggi di pasaran internasional.
Tak ayal, nama Banjarmasin pun mulai masyhur. Belanda pun mengirimkan ekspedisi
untuk menjalin hubungan dagang dengan Kesultanan Banjar pada 1603 Masehi. Hanya saja,
kesan buruk yang diterima pedagang Banjar membuat usaha Belanda itu gagal. Kegagalan
itu tak serta merta membuat Belanda menyerah, mereka justru sangat berambisi untuk
menjalin hubungan dagang dan menguasai Kesultanan Banjar. Berulang kali ekspedisi yang
dikirim Belanda pada tahun 1606 dan 1612 selalu berakhir gagal, kendati Belanda sempat
memporak-porandakan pusat pemerintahan Kasultanan Banjar di Banjarmasin, hingga
Sultan Multasin harus memindahkan ibu kota ke Martapura. Ambisi Belanda untuk
menguasai Kesulatanan Banjar baru berhasil setelah Sultan Hamidullah/Sultan Kuning,
raja ke-12 Kesultanan Banjar wafat pada tahun 1734. Kemangkatan Sultan Kuning
memunculkan pertentangan perebutan kekuasaan antara Pangeran Aminullah, selaku
putra mahkota Kesultanan Banjar dengan adik Sultan Kuning, Tamjidillah I. Perebutan
kekuasan terjadi karena Pangeran Aminullah belum dewasa pada saat Sultan Hamidullah
wafat. Situasi ini kemudian dimanfaatkan oleh Belanda. Mereka menawarkan bantuan
kepada Tamjidillah I agar dapat menjadi penguasa Kesultanan Banjar. Berkat bantuan
Belanda, Sultan Tamjidillah I berhasil mengusir Pangeran Aminullah dari Istana Banjar.
Sebagai bentuk balas budi, Sultan Tamjidillah I menandatangani perjanjian perdagangan
dengan Belanda pada tahun 1747 Masehi dan mendirikan Kota di Tabanio. Seiring dengan
semakin kuatnya cengkeraman kekuasaan Belanda di Istana Banjar, serta konflik
perebutan kekuasan antara Pangeran Aminullah dengan Sultan Tamjidillah, Belanda
semakin memiliki celah untuk menghapuskan kesultanan ini secara sepihak pada 11 Juni
1980. Akan tetapi, karena dibantu oleh perlawanan Pangeran Antasari dan Sultan
Muhammad Seman, Kasultanan Banjar mampu bertahan hingga 1905 Masehi.

a. Kondisi Geografis

Kerajaan Banjar adalah sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke


dalam provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Wilayah Banjar yang lebih luas
terbentang dari Tanjung Sambar sampai Tanjung Aru. Kesultanan ini semula beribu
kota di Banjarmasin kemudian dipindahkan ke beberapa tempat dan terkahir
diMartapura.

b. Kehidupan Politik
Bentuk pemerintahan Banjar sejak berdiri sudah dipengaruhi oleh Kerajaan
Demak.dalam bentuk pemerintahan dibangun menurut model Jawa, raja dalam
kekuasaannya tidaklah semutlak (seabsolut) raja-raja jawa. Disamping keturunan,
kekayaan juga faktor yang menentukan dalam kedudukan raja. pemerintah bersifat
aristokratis, yang dikuasai oleh para bangsawan, yang mana raja hanya sebagai
simbol pemersatu belaka.

Sultan dalam Kerajaan Banjar merupakan penguasa tertinggi , yang


mempunyai kekuasaan dalam masalah politik dan keagamaan. Dibawah sultan ada
Putera Mahkota yang dikenal dengan sebutan Sultan Muta. Ia tidak mempunyai
jabatan tertentu tetapi pembantu Sultan. Disamping Sultan, adalah lembaga Dewan
Mahkota yang terdiri dari kaum bangsawan dan Mangkubumi. Mangkubumi adalah
pembantu sultan yang mempunyai peranan besar dalam roda pemerintahan.
Mangkubumi di dalam pemerintahan didampingi menteri Panganan, Menteri
Pangiwa dan Menteri Bumi dan dibantu lagi oleh 40 orang menteri Sikap. Tiap-tiap
menteri Sikap mempunyai bawahan sebanyak 100 orang.Dilingkungan Kraton
terdapat banyak pegawai atau petugas. Antara lain:
a. Lima puluh orang Sarawisa di bawah pimpinan Sarabraja bertugas menjaga
kraton.
b. Lima puluh orang Mandung dibawah Raksayuda bertugas menjaga istana
bangsal.
c. Empat puluh orang Menagarsari dibawah Sarayuda bertugas mengawal
raja.
d. Empat puluh orang Singabana atau Parawila dibawah Singataka dan
Singapati bertugas sebagai polisi.
e. Empat puluh orang Sarageni di bawah Saradipa bertugas menjaga alat
senjata.
f. Empat puluh orang Tuha Buru di bawah Puspawana bertugas mengawal
raja bila sedang berburu.
g. Lima puluh orang Pangadapan atau Pamarakan dibawah Rasawija
melakukan beraneka ragam tugas di istana.

c. Kehidupan Ekonomi

Kalimantan Selatan memiliki perairan yang strategis sebagai lalu lintas


perdagangan.
Perdagangan di Banjarmasin pada permulaan abad ke-17 M di monopoli golongan
Tionghoa. Kuatnya penarikan lada dari mereka untuk perdagangan ke Tiongkok
mengakibatkan penanaman lada di Banjarmasin menjadi pesat sekali. Perahu-
perahu
Tiongkok datang ke Banjarmasin membawa barang-barangnya berupa barang
pecah belah dan pulang kembali membawa lada. Pada masa puncak
kemakmurannya di permulaan abad ke-18 M, hasil rata-rata tiap tahunya mencapai
12 buah perahu Tiongkok yang dating ke Banjarmasin.

Dalam perdagangan lada merupakan komoditi eksport terbesar dalam kerajaan


Banjar. Perkembangan perdagangan ini menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan politik pemerintahan. Para penguasa sebagai the rulling class berusaha
menguasai tanah yang lebih luas dalam bentuk tanah apanage, yaitu tanah yang
hasilnya dipungut oleh keluarga raja, dan dijadikan wilayah penguasaan penanaman
lada. Besarnya perdagangan lada menyebabkan melimpahnya kekayaan bagi
golongan politikus dan pedagang, karena mereka memiliki kekuasaan penuh yang
tidak dimiliki oleh rakyat awam.

Dalam kerajaan Banjar, pajak merupakan penghasilan terbesar dan sangat


penting untuk menjalankan roda pemerintahan. Jenis-jenis pajak yang dipungut dari
rakyat, adalah pajak uang kepala, sewa tanah, pajak perahu, pajak penghasilan intan
dan emas. Perekonomian masyarakat banjar terdiri atas pertanian, nelayan, dan
industri(M.Yahya Harun. 1995 : 76-79).

d. Kehidupan Agama

Sultan Suriansyah adalah raja pertama yang memeluk Islam dan menjadikannya
agama resmi kerajaan. Tetapi, hukum Islam belum melembaga dalam pemerintahan.
Karena pada saat itu belum ada ulama yang mendampinginya. Setelah Sultan
Tahmidullah II berkuasa, barulah hukum Islam itu melembaga. Hal ini menimbulkan
terjadinya perubahan dalam pemerintahan, terutama setelah Syeikh Muhammad
Arsyad Al Banjari datang dari Mekkah. Ia sangat disegani oleh sultan karena
kedalaman ilmunya. Kitab Sabilul Muhtadin yang ditulis atas permintaan sultan
yang berkuasa pada saat itu dijadikan pedoman hukum meskipun masih terbatas
dalam bidang-bidang tertentu, seperti hukum waris dan pernikahan.

Dengan kebijakan Syeikh al-Banjari, perlahan-lahan hukum islam masuk istana.


Dalam masyarakat Banjar ajaran fiqh dari madzhab Syafi’i sangat berpengaruh
sehingga menjadi hukum adat rakyat. Syeikh Al-Banjari juga mengusulkan kepada
Sultan untuk membentuk Mahkamah Syari’ah, yakni suatu lembaga pengadilan
agama, yang dipimpin oleh seorang mufti sebagai ketua hakim tertinggi pengawas
pengadilan umum.

Dalam penyebaran dan islamisasi di Kalimantan juga dikenal peranan seorang


ulama yang bernama Khatib Dayyan. Ia adalah seorang utusan dari Jawa, tepatnya
Kerajaan Demak. Tujuan Sultan Demak mengirimnya adalah untuk mengislamkan
orang Banjar.

e. Kehidupan Sosial Budaya


Dalam kehidupan sosial dan budaya
Dalam masyarakat Banjar terdapat susunan dan peranan sosial yang berbentuk
segi tiga piramid. Lapisan teratas adalah golongan penguasa yang merupakan
golongan minoritas. Golongan ini terdiri dari kaum bangsawan, keluarga raja.
Lapisan tengah diisi oleh para pemuka agama yang mengurusi masalah hukum
keagamaan dalam kerajaan. Sementara golongan mayoritas diisi oleh para petani,
nelayan, pedagang dan lain sebagainya.

Orang-orang Banjar terdiri dari tiga golongan, yaitu kelompok Banjar Muara
(Suku Ngaju), Kelompok Banjar Batang Banyu (Suku Maanyan), dan Kelompok
Banjar Hulu (Suku Bukit). Dalam setiap kurun Sejarah, Kebudayaan Banjar
mengalami pergeseran dan perubahan-perubahan hingga coraknya berbeda dari
zaman ke zaman. Ini merupakan manifestasi dari cara berpikir sekelompok manusia
di daerah ini dalam suatu kurun waktu tertentu.

Anda mungkin juga menyukai