Anda di halaman 1dari 6

http://digilib.uinsby.ac.

id/12904/
A. Latar Belakang Perang Banjar

Pada pertengahan abad ke-19 pecahlah perang Banjar yang terjadi di wilayah
Kerajaan Banjar. Perang ini merupakan gerakan perlawanan rakyat Banjar dalam
melawan kolonial Belanda. Rakyat yang dimaksud disini adalah para Raja-raja Banjar,
golongan bangsawan, golongan ulama, golongan tetuha kampong dan para petani yang
mendiami daerah Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan.
Dalam Kerajaan Banjar dahulu hingga sekarang ada tiga jenis golongan orang
banjar yaitu :
1. Orang Banjar Kuala yang tinggal di Banjarmasin sampai Martapura
2. Orang Banjar Batang Banyu yang tinggal di daerah sungai tabalong mulai Margasari
sampai Kelua.
3. Orang Banjar Pahuluan yang mendiami daeralh luar martapura arah ke Utara sampai
dengan Tanjung.

Perang Banjar disebut gerakan perlawanan semesta rakyat Banjar karena meliputi
daerah yang lebih luas dari pada daerah kekuasaan Kerajaan Banjar sendiri. Wilayah
tersebut antara lain daerah Barito (Muara Teweh) di utara sampai tabonia di Selatan,
pulau Petak disebelah barat (dekat Kuala Kapuas) sampai sebuhur di sebelah Timur.

1. Faktor-faktor dari luar Kerajaan Banjar

Abad ke-19 adalah abad dimana Kolonialisme dan Imperialisme modern yang
terjadi akibat revolusi industri yang berkembang pesat sehingga merubah keadaan
dunia. Kolonialisme dan Imperialisme membuat bangsa eropa berlayar khususnya
Belanda yang berlayar ke Indonesia pada masa itu. Pada masa itu Pemerintah Hindia
Belanda berkayar dan mereka memerlukan bahan bakar untuk kapal dagang sipilnya
atau kapal perangnya. Kemudian Belanda mengetahui bahwa di wilayah Kerajaan
Banjar terdapat batubara yang ditambang secara tradisional oleh rakyat. Daerah Riam
Kanan ternyata penuh dengan lapisan-lapisan batubara, tanah tersebut adalah milik
Mangkubumi Kerajaan. Akhirnya dibangunlah tambang batubara yang diberi nama
Oranje Nassau dimana tambang batubara itu dibuka oleh Gubernur Jenderal
Ruchussen pada tanggal 21 September 1849 M. Pada tanggal 29 September 1849
Gubernur Jendral Ruchessen mengirim surat rahasia kepada Residen Gallois di
Banjarmasin mengenai tambang batubara itu, yang isinya antara lain :
a. Selama Sultan aktif pada kewajibannyadan tak menghambat produksi
tambang batubara, Belanda akan tetap bersahabat, menolong dan
melindunginya.
b. Sangat menginginkan daerah tambang tersebut dan Martapura menjadi
wilayah Belanda dengan cara membelinya dari Sultan.
c. bukota Kerajaan dipindahkan ke Negara. Politik untuk mengambil alih
wilayah tembang batubara di Pengaron dan ibukota Martapura ini, baru bisa
dijalankan setelah Sultan Adam meninggal dunia, dan penggantinya yang
sedapat mungkin prodengan pihak Belanda.

2. Faktor-faktor dari dalam kerajaan Banjar


Pada Tahun 1825 M Sultan Adam naik tahta Kerajaan Banjar. Kerajaan Banjar
menjalankan system pemerinatahan Dyarchy yaitu sistem dimana Putra Mahkota
sebagai pembantu Sultan selain dari Mangkubumi. Putra mahkota yang diangkat
untuk membantu Sultan adalah Abdurrakhman yang dinobatkan sebagai Sultan Muda.
Pengangkatan ini bertujuan untuk memperkuat kedudukan Putra Mahkota dalam
bidang pemerintahan maupun bidang keuangan sehingga jika Sultan meninggal maka
tidak ada lagi orang yang dapat menjatuhkan Putra Mahkota.
Pada Tahun 1826 Sultan Adam dan Pemerintah Belanda mengadakan sebuah
kontrak baru yang dalam isi kontrak tersebut adalah :
a. Pemilihan atas penetapan putra mahkota harus disetujui oleh pemerintah
Hindia Belanda. Demikian pula penunjukan perdana menteri yang
bertugas melaksanakan perintah Sultan atas seluruh daerah kekuasaan
Kerajaan Banjar.
b. Tidak ada seluruh wilayah yang diperintah Sultan bisa diserahkan kepada
pihak lain tanpa seizing Gubernemen.
c. Sultan, anak-anaknya, dan keluarganya tidak diizinkan menerima surat
atau duta dari negara-negara asing, raja-raja lain atau mengirimkannya
kepada mereka tanpa memberitahu sebelumnya kepada Residen.
d. Mangkubumi dan masyarakat Banjar yang tinggal di daerah Sultan di
Banjarmasin atau di tempat-tempat lain, bila berbuat kejahatan terhadap
pemerintah Hindia Belanda atau pegawainya akan dihukum oleh
pengadilan yang didirikan oleh Sultan dan Gubernemen wilayah
Banjarmasin
e. Semua orang Banjar yang tinggal dalam wilayah Kerajaan Banjar akan
diadili oleh pengadilan yang diatur oleh Kerajaan Banjar itu sendiri.
Semua hukuman yang merusak badan misalnya memotong tangan, dan
sebagainya dihapuskan.
f. Tiap orang diizinkan berdagang dan raja mempunyai hak untuk
mengadakan cukai dan pajak yang adil, dan lain sebagainya.
Dalam Kontak ini terdapat sejumlah pasal yang bertentangan
dengan adat Kerajaan Banjar sehingga menimbulkan kemarahan rakyat,
seperti penunjukkan Putra Pahkota, penunjukkan Mangkubumi,
penerimaan surat dari Negara atau Raja lain.
Belanda terus terusan ikut campur dalam urusan kerajaan baik ekonomi dan sosial
keagamaan. Pada tahun 1857 M Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai
Sultan secara sepihak dan menghiraukan surat wasiat Sultan Adam yang berisi
bahwa Pangeran Hidayatullah lah sebagai pengganti dari ayahnya Sultan
Abdurrahman. Pangeran Hidayatullah berhak atas tahta kerajaan Banjar.
Pengangkatan Pangeran Tamjidillah ini membuat rakyat, ulama dan kerabat kraton
kecewa karena Pangeran Tamjidillah ini dikenal sebagai orang yang suka mabuk-
mabukkan dan suka berjudi. Kebencian dan kemarahan rakyat banjar kepada Sultan
Tamjidillah dan Pemerintah Belanda yang sangat besar sehingga menimbulkan
Perang yang disebut Perang Banjar.
B. Proses Terjadinya Perang Banjar Terhadap Kolonial Belanda Dalam Perebutan
Kerajaan Banjar.

1. Perlawanan Yang Berlangsung Dalam Jangka Pendek (1859-1863 M)


Perlawanan Rakyat terhadap Belanda mulai berkobar di daerah-daerah yang
dipimpin oleh Pangeran Antasari. Pangeran antasari berhasil mengumpulkan 3000
pasukan dan menyerbu pos-pos belanda. Pada tanggal 28 April 1859 Pangeran
Antasari berhasil menyerang pos-pos Belanda yang ada di Martapura dan
Pengaron. Disamping itu, kawan-kawan dari Pangeran Antasari juga telah
melakukakn penyerangan terhadap pasukan-pasukan Belanda, seperti Demang
Lehman dan pasukannya yang telah bergerak disekitar Riam Kiwa dan melakukan
ancaman ke Benteng Belanda di Pengaron. Lalu Pada tanggal 30 Juni 1859 ia
bersama Haji Nasrun menyerang pos Belanda yang berada di Istana Martapura.
Demang Lehman bersama Haji Buyasin dan Kyai Langlang berhasil merebut
benteng Belanda di Tabanio pada bulan Agustus 1859. Pada tanggal 27
September 1859 Demang Lehman dan pasukannya bertempur di Benteng Gunung
Lawak. Dalam pertempuran ini pasukan Demang Lehman lebih sedikit daripada
pasukan musuh sehingga memaksa mereka untuk mundur. arena merasa diserang
oleh rakyat secara gerilya, maka pasukan Belanda tersebut memilih untuk
meninggalkan benteng tersebut dan merusaknya. Ketika meninggalkan benteng,
pasukan Belanda kembali mendapat serangan dari pasukan Demang Lehman di
sekitaran daerah tersebut.
Sementara itu Tumenggung Surapati menyanggupi Belanda untuk menangkap
Pangeran Antasari. Setelah mengadapak perundingan di kapal Onrust pada bulan
Desember 1859, ia dan anak buahnya berbalik menyerang belanda kemudian
merebut persenjataan dari Belanda. Namun, pada bulan Februari 1860 benteng
pertahanan Tumenggung Surapati diserang oleh pasukan Belanda. Karena
serangan Belanda yang terlalu kuat sehingga Tumenggung Surapati harus
meninggalkan benteng tersebut.
Tumenggung Jalil melakukan perlawanan dengan belanda di daerah Amuntai
dan Nagara. Tumenggung Jalil mendapatkan serangan dari Belanda dengan
bantuan Adipati Danureja yang sangat setia kepada pihak Belanda. Atas jasanya
dalam mengalahkan pasukan Tumenggung Jalil, maka Adipati Danureja dijadikan
sebagai Kepala Banua Lima. Kemudian Pangeran Hidayat yang lebih condong
kepada rakyat-rakyat diturunkan kedudukannya sebagai Mangkubumi oleh
Belanda. Pada tanggal 7 Maret 1960 Belanda mendesak Pangeran Hidayatullah
melalui surat agar menyerah dalam kurun waktu 12 hari, namun Pangeran
Hidayatullah menolak dengan tegas dan tidak akan Menyerah. Dengan demikian
Pangeran Hidayatullah dianggap sebagai pemberontak oleh Pemerintah Belanda.
Kosongnya jabatan Sultan dan Mangkubumi di Kerajaan Banjar maka dengan
secara sepihak pemerintah Belanda menyatakan menghapuskan Kerajaan Banjar
pada tanggal 11 Juni 1860 dan wilayah-wilayahnya dimasukkan dalam wilayah
kekuasaan Hindia Belanda. Karena tindakan Belanda itu maka perlawanan rakyat
terhadap Belanda semakin meluas seperti di daerah Hulu Sungai, Kapuas, Tanah
Laut, dan Barito. Tempat-tempat pusat perlawanan yang ada di Hulu Sungai yaitu
Tembarang, Muning, Amawang, Gadung, dan Barabai, sedangkan di daerah
Tanah Laut antara lain di Riam Kanan, Riam Kiwa, dan Tabanio.
Dengan meluasnya perlawanan rakyat terhadap Belanda ini membuat Belanda
memberikan suatu perintah kepada Ulama dan Kepala-kepala daerah agar
menunjukkan sikap setia kepada Belanda dan memerintahkan untuk membatasi
pengaruh-pengaruh untuk rakyat agar melawan Belanda serta mengecam kaum
Penjuang. Belanda juga mengancam berat bagi siapa yang tidak mempedulikan
perintah Belanda tersebut.
Adanya Perintah dari Belanda tersebut membuat pada kalangan Ulama dan
Kepala daerah merasa cemas, namun mereka tidak terlalu memperdulikannya dan
memilih melarikan diri dan bergabung dengan para pejuang. Sementara itu
Pangeran Hidayatullah dan pasukan setianya melakukan perlawanan terhadap
Belanda dari daerah satu ke daerah lainnya.
Pada tanggal 16 Juni 1860 Pangeran Hidayatullah melakukan serangan dan
bertempur selama seminggu di Amawang. Namun, Pasukan Pangeran
Hidayatullah dipaksa mundur Belanda karena meraka kalah dalam Persenjataan.
Akhirnya pasukan Pangeran Hidayatullah sampai di Wang Bangkal dan mereka
diserang oleh Belanda pada tanggal 2 Juli 1860. Pada pertempuran ini Pangeran
Hidayat merasa terdesak dan terpaksa mundur lagi, namun selama dalam
pengundurannya pasukan Pangeran Hidayat berhasil membuat kesulitan Belanda
melalu Gerilya yang dilakukan pasukan Pangeran Hidayat. Pasukan Pangeran
Hidayat harus pindah ketempat lain karena mendapat pukulan berat dari Belanda
pada tanggal 10 Juli 1860.
Sementara di daerah lain pasukan Pangeran Antasari melakukan serangan
terhadap pos-pos Belanda. Pada bulan Agustus 1860 pasukan Pangeran Antasari
berada di Ringkau Katan dan mereka melakukan kontak senjata dengan Belanda
pada tanggal 9 Agustus 1860. Dalam pertempuran ini pasukan Pangeran Antasari
berhasil melukai dan membunuh beberapa pasukan Belanda, namun pasukan
Pangeran Antasari harus dipaksa mundur kemabali karena datangnya bala bantuan
dari Pasukan Belanda yang bergerang dari Amuntai ke Ringkau Katan. Kemudian
Belanda membuat benteng pertahanan di Tamiang Layang dengan maksud untuk
menjaga kemungkinan serangan kembali pasukan Pangeran Antasari ke Ringkau
Katan.
Sementara itu pasukan Pangeran Hidayatullah bergerak cepat dari satu daerah
ke daerah lain sehingga cukup menyulitkan Belanda. Beberapa upaya Belanda
dalam menangkap Pangeran Hidayatullah berbuah gagal membuat Belanda makin
kesal sehingga Belanda tetap mengancam dan menganggap Pangeran
Hidayatullah sebagai pemberontak sera akan menindas jika tidak mau menyerah
secepatnya.
Pada Tahun 1861 Pangeran Hidayatulllah menyerah kepada Belanda.
Menyerahnya Pangeran Hidayatullah atas kemauannya sendiri sebab karena
kurangan bahan makanan merupakan salah satu sebab utama dan para
pengikutnya menyerah. Kemudian pada tanggal 3 Februari Pangeran Hidayatullah
diasingkan ke Jawa, sehingga menimbulkan kekesalan pada diri Demang Lehman.
Sebelumnya Demang Lehman menuntut kepada pihak Belanda agar Pangeran
Hidayatullah tidak diasingkan ke Jawa namun tidak dipedulikan oleh pihak
Belanda dan Demang Lehman melarikan diri dari lingkungan Belanda dan
Kemudian melakukan perlawanan lagi.
Sementara itu Pangeran Antasari makin giat melakukan perlawanan, terlebih
setelah mendengar kabar tentang diasingkannya saudara sepupunya, yaitu
Pangeran Hidayatullah ke Jawa. Pada tanggal 24 September 1861 Pangeran
Antasari dan kawan-kawan seperjuangannya yaitu Pangeran Miradipa dan
Tumenggung Mancanegara berhasil mempertahankan benteng Tundakan. Atas
kehebatan Pangeran Antasari ini dimedan peperangan maka rakyat mengangkat
Pangeran Antasari sebagai pemimpin tertinggi agama dengan gelar Panembahan
Amiruddin Khalifatul Mukminin. Gelar yang diberikan rakyat tentunya
berpengaruh besar terhadap kepemimpinan Pangeran Antasari dalam
perjuangannya melawan Kolonial Belanda. Pada tanggal 11 Oktober 1862
Pangeran Antasari meninggal dunia karena sakit cacar dan paru-paru yang
dideritanya pada saat bertempur dimedan perang.
Setelah meninggalnya Pangeran Antasari perlawanan terhadap Belanda tetap
berlanjut dengan dipimpin oleh Demang Lehman dan Putra-putra dari Pangeran
Antasari. Demang Lehman terus melakukan perlawanan secara gerilya di daerah
Martapura, Aminullah memusatkan operasinya di perbatasan Pasir dan Pangeran
Prabu Anum melakukan perlawanan di daerah Amandit.
Belanda menyadari bahwa kekuatan perlawanan terletak pada para pemimpin-
pemimpin mereka. Maka Belanda menyuruh Pangeran Syarif Hamid dan
menjadikan alat untuk menangkap Demang Lehman dan kawan-kawan
seperjuangnya dengan dijanjikan kepadanya akan dijadikan raja di Batu. Pada
tanggal 17 Februari 1864 Demang Lehman akhirnya ditangkap Belanda dan
digantung di Martapura. Dengan meninggalnya Demang Lehman maka pihak
pejuang kehilangan sosok pemimpin yang berani.

Anda mungkin juga menyukai