Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Indonesia

“Perang Banjar”

Disusun Oleh :

1. Deva Iqbal Dheandra (09)


2. Khansa Anindya Qutratu’ain (21)
3. Radika Adistanaya (30)
4. Shinta Maulida (32)

Kelas XI IPA 5

SMAN 1 Glagah Banyuwangi

Tahun Pelajaran 2018/2019


A. Latar Belakang

Perang Banjar (1859-1905) adalah perang perlawanan terhadap penjajahan kolonial


Belanda yang terjadi di Kesultanan Banjar yang meliputi wilayah provinsi Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah. Perang Banjar berlangsung antara 1859 -1905. Konflik
dengan Belanda sebenarnya sudah mulai sejak Belanda memperoleh hak monopoli dagang di
Kesultanan Banjar. Dengan ikut campurnya Belanda dalam urusan kerajaan, kekalutan makin
bertambah.
Pada tahun 1785, Pangeran Nata yang menjadi wali putra makota, mengangkat dirinya
menjadi raja dengan gelar Sultan Tahmidullah II (1785-1808) dan membunuh semua putra
almarhum Sultan Muhammad. Pangeran Amir, satu-satunya pewaris tahta yang selamat,
berhasil melarikan diri lalu mengadakan perlawanan dengan dukungan pamannya Arung
Turawe, tetapi gagal. Pangeran Amir (kakek Pangeran Antasari) akhirnya tertangkap dan
dibuang ke Srilangka.
B. Sejarah Terjadinya Perang Banjar
1. Rakyat tidak puas terhadap campur tangan Belanda dalam penggantian tahta di Banjar.

Sultan Adam memerintah tahun 1825-1857. Sebelum


wafat beliau mengangkat puteranya yang bernama
Prabu Anom sebagai penggantinya. Pemerintah Belanda
tidak menyetujuinya, karena Belanda mengetahui
bahwa Prabu anom memusuhi Belanda. Belanda
menunjuk putera Sultan Adam yang lain yang bernama
Bagusnya, tetapi meninggal dunia pada tahun 1852.
Selanjutnya terjadilah kericuhan-kericuhan dalam soal pemilihan calon pengganti
sultan. Akhirnya Sultan Adam menunjuk cucunya yang bernama Pangeran Hidayatullah,
tetapi Belanda mencalonkan cucunya yang lain yang bernama Pangeran Tamjidillah. Setelah
Sultan Adam wafat (tahun 1857), Belanda memaksakan Pangeran Tamjidillah untuk menjadi
sultan Banjar yang ke-21, dan Pangeran Hidayatullah sebagai mangkubumi dengan maksud
untuk menghapuskan Kesultanan Banjar.
Pangeran Tamjidillah setelah menjadi sultan, memfitnah Pangeran Hidayatullah
dengan cara menyuruh orangnya untuk merusak bangunan-bangunan tambang batu bara di
Pengaron yang menjadi milik Belanda dengan maksud agar kesalahannya ditimpakan kepada
Pangeran Hidayatullah. Tetapi setelah diadakan pengusutan, tipu muslihat Pangeran
Tamjidillah itu diketahui oleh Belanda. Pangeran Tamjidillah terpaksa diturunkan dari tahta
dan daerah Kesultanan Banjarmasin dihapuskan oleh Belanda (Juni 1860).
2. Belanda menangkap Prabu Anom (1857) seorang bangsawan yang terkenal memusuhi
Belanda.
Dengan adanya penangkapan Prabu Anom yang terus diasingkan ke Bandung,
menimbulkan kemarahan rakyat. Akibatnya rakyat Banjar mengadakan perlawanan di bawah
pimpinan Pangeran Antasari yang mendapat dukungan dari: Kyai Demang Leman,
Tumenggung Surapati,dan lain-lain.

C. Penyebab Terjadinya Perang Banjar


Sebab Umum :
 Rakyat tidak senang dengan merajalelanya Belanda yang mengusahakan perkebunan dan
pertambangan di Kalimantan Selatan.
 Belanda terlalu banyak campur tangan dalam urusan intern kesultanan.
 Belanda bermaksud menguasai daerah Kalimantan Selatan karena daerah ini ditemukan
pertambangan batubara. (Karena ditemukan Batubara di kota Martapura Belanda telah
merencanakan untuk memindah ibukota kesultanan ke kota Negara - bekas ibukota pada
zaman Hindu).
Sebab Khusus :
 Karena Pangeran Hidayatullah yang seharusnya menjadi Sultan Banjar tidak disetujui
oleh Belanda yang kemudian menganggap Tamjidullah sebagai sultan yang sebenarnya
tidak berhak menjadi sultan. Setelah Belanda mencopot Tamjidullah dari kursi sultan,
Belanda membubarkan Kesultanan Banjar.
 Faktor ekonomi :
Belanda melakukan monopoli perdagangan lada, rotan, damar, serta hasil tambang yaitu
emas dan intan. Monopoli tersebut sangat merugikan rakyat maupun pedagang di daerah
tersebut sejak abad 17. Pada abad 19 Belanda bermaksud menguasai Kalimantan Selatan
untuk melaksanakan Pax Netherlandica. Apalagi di daerah itu diketemukan tambang batu
bara di Pangaronan dan Kalangan.
 Faktor politik :
Belanda ikut campur urusan tahta kerajaan yang menimbulkan berbagai ketidak
senangan. Pada saat menentukan pengganti Sultan Adam maka yang diangkat adalah
Pangeran Tamjidillah yang disenangi Belanda. Sedangkan Pangeran Hidayatullah yang
lebih berhak atas tahta hanya dijadikan Mangkubumi karena tidak menyukai Belanda.
D. Jalannya Perang
Pangeran Hidayat tidak menjadi Sultan Kerajaan Banjar, tetapi ia telah mempunyai
kedudukan sebagai Mangkubumi. Pengaruhnya cukup besar di kalangan rakyatnya.
Campur tangan Belanda di kraton makin besar dan kedudukan Pangeran Hidayat sebagai
Mangkubumi makin terdesak. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mengadakan
perlawanan bersama sepupunya Pangeran Antasari. Di mana-mana timbul suara
ketidakpuasan masyarakat terhadap Sultan Tamjidillah II (gelar Sultan Tamjid setelah
naik tahta) dan kebencian rakyat terhadap Belanda. Kebencian rakyat lama-lama berubah
menjadi bentuk perlawanan yang terjadi di mana-mana. Perlawanan tersebut dipimpin
oleh seorang figur yang didambakan rakyat, yaitu Pangeran Antasari.
Pangeran Antasari, seorang bangsawan yang
sudah lama hidup di kalangan rakyat yang
berusaha
mempersatukan kaum pemberontak. Pada April
1859, pasukan Pangeran Antasari menyerang pos
Belanda di Martapura dan Pengaron. Pada Maret
1860, bertepatan dengan bulan suci Ramadhan
1278 Hijriah, para alim ulama dan para pemimpin
rakyat menobatkan Pangeran Antasari menjadi
Panembahan Amirudin Kalifatul Mukminin, atau
pemimpin tertinggi agama. Pangeran Antasari seorang pemimpin perlawanan yang amat
anti Belanda. Ia bersama pengikutnya, Kyai Demang Leman, Haji Nasrun, Haji Buyasin
dan Haji Langlang, berhasil menghimpun kekuatan sebanyak 3000 orang. Ia bersama
pasukannya menyerang pos-pos Belanda di Martapura dan Pengaron pada tanggal 28
April 1859. Pertempuran heat terjadi di salah satu pusat kekuatan Pangeran Antasari,
yaitu Benteng Gunung Lawak. Belanda berhasil menduduki Benteng Gunung Lawak (27
September 1859).
Niat Belanda yang sebenarnya adalah menghapuskan Kerajaan Banjar. Hal ini baru
terlaksana setelah Kolonel Andresen dapat menurunkan Sultan Tamjidillah, yang
dianggapnya sebagai penyebab kericuhan, sedangkan Pangeran Hidayat sebagai
Mangkubumi telah meninggalkan kraton. Belanda menghapuskan kerajaan Banjar pada
tanggal 11 Juni 1860 dan dimasukkan ke dalam kekuasaan Belanda. Pangeran Hidayat
terlibat dalam pertempuran yang hebat melawan Belanda pada tanggal 16 Juni 1860 di
Anbawang. Adanya ketidakseimbangan dalam persenjataan dan pasukan yang kurang
terlatih, menyebabkan Pangeran Hidayat harus mengundurkan diri. Belanda
menggunakan siasat memberikan kedudukan dan jaminan hidup kepada setiap orang yang
bersedia menghentikan perlawanan dengan menyerahkan diri kepada Belanda. Ternyata
siasat ini berhasil, yaitu dengan menyerahkan Kyai Demang Leman pada tanggal 2
Oktober 1861.
E. Strategi Perang

Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari menggunakan strategi perang gerilya


dengan membuat kerajaan baru di pedalaman dan membangun benteng-benteng
pertahanan di hutan-hutan. Semangat perlawanan dari persatuan rakyat Banjar dan
Dayak diikat dengan relasi kekeluargaan dan kekerabatan melalui ikatan pernikahan.
Ikatan tersebut melahirkan status pegustian dan temenggung yang menjadi sarana
pemersatu dan solidaritas Banjar-Dayak menghadapi Belanda.

Pangeran Antasari juga menggalang kerja sama dengan Kesultanan Kutai


Kertanegara melalui kerabatnya di Tenggarong.Pangeran Antasari menyurati pangeran-
pangeran lainnya dari Kutai seperti Pangeran Nata Kusuma, Pangeran Anom, dan Kerta.
Mereka semua adalah mata rantai penyelundupan senjata api dari Kutai ke Tanah
Dusun (Banjar). Namun, ketika Perang Banjar dilanjutkan oleh keturunan Pangeran
Antasari, Sultan Kutai Aji Muhammad Sulaiman tidak merespons positif permintaan
bantuan dari Pangeran Perbatasari. Bahkan, Pangeran Perbatasari diserahkan kepada
Belanda pada 1885.

Benteng-benteng pertahanan yang terkenal di hulu dan hilir Teweh:

1. Benteng Gunung Sulit


2. Benteng Guyu

3. Benteng Bayan Begok

4. Benteng Laing Umbung

5. Benteng Pangin

6. Benteng Takko, dekat perbatasan Kutai

7. Benteng Bamunan

8. Benteng Terumbang
F. Akhir Perang
Setelah Pangeran Hidayatullah tertangkap dan Pangeran antasari wafat, perjuangan
tetap berlanjut yang di pimpin oleh Gusti Matseman, Gusti Matsaid, Pangeran Mas
Natawijaya, Tumenggung Surapati, Tumenggung Naro dan Penghulu Rasyid. Pemimpin-
pemimpin tersebut bersama rakyat masih bergerilya dengan sesekali melakukan serangan
kepada Belanda sampai awal abad ke-20. Perlawanan melawan pemerintah Hindia
Belanda tersebut dilakukan di perbatasan antara Amuntai, Kulua, dan Rantau.
Meskipun perlawanan yang dilakukan tidak sekuat perlawanan-perlawanan pada masa
Pangeran Antasari, tetapi perlawanan mereka cukup menghambat kemajuan Belanda
dalam memperluas wilayahnya.
• Pada tanggal 25 Septeber 1864, Tumenggung Surapati bersama pengikutnya
melakukan penyerangan di Muara Teweh dan berhasil membunuh 2 penjaga benteng.
• Akibatnya, pada Maret 1865 Belanda memperkuat pertahanannya. Pada akhir tahun
1865, pasukan Tumenggung Surapati menyerang kembali Muara Teweh. Akan tetapi
mereka mengalami kekalahan.
• Pasukan Surapati kemudian bergerak menuju Sungai Kawatan. Pada 1 September
1865, satu pasukan Belanda bergerak memasuki Kuala Baru untuk memutuskan jalan-
jalan yang menuju tempat pihak pejuang di Kawatan. Sedangkan satu pasukan lainnya
berhasil memasuki wilayah Kawatan.
• Pasukan Surapati menembaki kapal-kapal Belanda yang mendekati benteng dengan
meriam. Dalam pertempuran ini, mereka menderita kekalahan sehingga
mengundurkan diri.
• Perlawanan juga terjadi di daerah lain, tokoh yang berpengaruh yaitu Demang
Wangkang. Di Marabahan ia sepakat dengan Surapati untuk menyerang Banjarmasin.
• Pada 25 November 1870 ia bersama pengikutnya yang berjumlah 500 berangkat ke
Banjarmasin untuk melawan Belanda, akan tetapi mereka kalah karena kekuatan
Belanda cukup besar.
• Demang Wangkang kemudian menetap di Sungai Durrakhman. Tidak lama disitu,
pada Desember 1870 pasukan Belanda kembali melakukan penyerangan dan dalam
pertempuran ini Demang Wangkang menemui ajalnya.
• Gusti Matseman pada akhir Agustus 1883 beroperasi di daerah Dusun Hulu, ia
bersama pasukannya berkali-kali menyerang pos Belanda di Muara Teweh.
• Sedangkan menantunya, Pangeran Perbatasari mengadakan perlawanan terhadap
Belanda di Pahu tetapi mengalami kekalahan. Begitu pula dengan Tumenggung
Gamar di Lok Tunggul. Tumenggung Gamar gugur dalam satu pertempuran tahun
1886.
• Gusti Matseman berusaha untuk mendirikan benteng di daerah hilir Sungai Teweh.
Hal ini membuat pasukan Belanda memperkuat posnya di daerah Kahayan dan
mendirikan pos darurat di Tuyun. Pasukan Gusti Matseman kemudian berusaha
memutuskan hubungan antara kedua pos Belanda tersebut.
• Benteng pejuang di Teweh semakin diperkuat dengan pasukan bantuan dan bahan
makanan. Akan tetapi, Belanda berusaha menghalangi masuknya pasokan makanan ke
dalam Benteng. Keadaan mereka semakin kritis hingga datang serangan dari
Belanda.Dalam serangan tersebut, pasuka Gusti Matseman terdesak sehingga
melarikan diri dan benteng jatuh ke tangan Belanda yang kemudian di bakar.
• Gusti Matseman masih terus melakukan perlawanan walaupun teman
seperjuangannya yaitu Gusti Acil, Gusti Arsat, dan Antung Durrakhman menyerah
pada pemerintah Hindia Belanda.
• Perlawanan Gusti Matseman baru berhenti setelah ia gugur pada tahun 1905.

Daftar Rujukan
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Banjar, diakses pada 22 September 2018

http://myblogsosialone2013.blogspot.com/2014/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html, diakses pada 22 September 2018

http://www.guruips.com/2016/09/perlawanan-rakyat-banjar-pangeran.html, diakses pada 22


September 2018

Anda mungkin juga menyukai