C. Berjalannya Perang
Sultan Tahmidillah I mempunyai 3 orang anak yang berhak
menggantikannya sebagai sultan yaitu Pangeran Rahmat, Pangeran
Abdullah dan Pangeran Nata. Pangeran Nata berhasil membunuh
kedua saudaranya dengan bantuan Belanda, kemudian Pangeran
Nata menjadi sultan dengan gelar Sultan Tahmidillah II.
Dengan diangkatnya pangeran Nata, mendapat tantangan
dari pangeran Amir, salah satu putra Sultan Tahmidillah I yang tidak
dibunuh. Karena dianggap menentang, maka Pangeran Amir
ditangkap Belanda dan di buang ke Ceylon. Karena dibantu Belanda
pangeran Nata harus menyerahkan sebagian daerahnya ke Belanda.
Sultan Tahmidillah II memiliki seorang anak bernama Pangeran
Antasari. Sejak kecil ia tidak suka hidup di tengah tengah dominasi
Belanda. Dengan pengetahuan Islam yang dalam, jujur, ikhlas,
pemurah dan ketabahannya dalam menghadapi tantangan
menjadikan ia pemimpin ideal bagi rakyat Banjarmasin.
Dalam usaha menentang belanda, ia menghimpun semua
rakyat termasuk Pangeran Hidayatullah dan pecahlah perang banjar
pada 28 April 1859. Rakyat menggunakan strategi Perang gerilya
dengan membuat kerajaan baru dan benteng-benteng ppertahanan
di hutan hutan. Perlawanan makin kuat, kepala daerah dan ulama
ulama ikut memperkuat barisa pasukan Pangeran Antasari dan
Pangeran Hidayatullah. Karena semakin terdesak dan ondisi
kesehatan yang kurang baik Pangeran Hidayatullah menyerah pada
tahun 1861 dan dibuang ke Cianjur Jawa Barat, dan pertempuran
Banjar dipimpin sepenuhnya oleh Pangeran Antasari.
Pada 11 Oktober 1862 Pangeran Antasari wafat dan
perjuangan diteruskan oleh anaknya yaitu Gusti Muhammad Seman
dan Gusti Muahammad Said serta panglima panglima perang lain.
Dalam pertempuran dekat kalimantan timur Pangeran
Perbatasari tertangkap oleh belanda. Kemudian panglima batur juga
tertangkap belanda pada tahun 1905. Terakhir Gusti Muhammad
Seman wafat pada tahun 1905 di pertempuran di baras kuning.