Anda di halaman 1dari 8

PERANG PADRI 1803 - 1838

Perang Padri adalah peperangan yang berlangsung di


daerah Minangkabau (Sumatra Barat) dan sekitarnya terutama di
kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803 hingga 1838.
Adapun tujuan dari gerakan Padri adalah memperbaiki
masyarakat Minangkabau dan mengembalikan mereka agar
sesuai dengan ajaran Islam yang murni yang berdasarkan Al-
Quran dan Hadist. Gerakan ini mendapat sambutan baik di
kalangan ulama, tetapi mendapat pertentangan dari kaum adat
Sebab Awal Terjadinya Perang Padri
Pada awalnya perang Padri disebabkan pertentangan antara golongan Adat
dengan golongan Padri. Masing-masing berusaha untuk merebut pengaruh
di masyarakat.
Kaum adat adalah orang-orang yang masih teguh dalam mempertahankan
adat didaerahnya sehingga mereka tidak berkenan dengan pembaharuan
yang dibawa oleh kaum Padri. Agama Islam yang dijalankan kaum adat
sudah tidak murni, tetapi terkontaminasi dengan budaya setempat.
Kaum Padri adalah golongan yang berusaha menjalankan Agama Islam
secara murni sesuai dengan Al-Quran dan Hadist.
Periodesasi Gerakan Padri
A. Periode 1803 1821 (Perang antara Kaum Padri Melawan kaum Adat)

1. Sebab terjadinya Perang


Perang Padri dimulai dengan munculnya pertentangan sekelompok ulama
yang dijuluki kaum Padri terhadap kaum Adat karena kebiasaan-kebiasaan
buruk yang marak dilakukan oleh kalangan masyarakat di kawasan Kerajaan
Pagaruyung dan sekitarnya. Pertentangan antara kedua belah pihak itu
mula-mula akan diselesaikan secara damai, tetapi tidak terdapat
persesuaian pendapat. Akhirnya Tuanku Nan Renceh menganjurkan
penyelesaian secara kekerasan sehingga terjadilah perang saudara yang
bercorak keagamaan dengan nama Perang Padri (1803 1821).
2. Jalanya Perang
Perang saudara ini mula-mula berlangsung di Kotalawas. Selanjutnya
menjalar ke daerah-daerah lain.
Dalam perang itu, kaum Padri mendapat kemenangan di mana-mana.
Sejak tahun 1815 kedudukan kaum Adat makin terdesak, Sehingga
kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda, dengan janji kaum Adat
akan menyerahkan kedaulatan seluruh Minangkabau (10 Februari
1821). Permintaan itu sangat menggembirakan Belanda yang memang
sudah lama mencari kesempatan untuk meluaskan kekuasaannya ke
daerah tersebut.
3. Pemimipin yang terlibat
Kaum Pidari dipimpin oleh
Datuk Bandaro, Datuk Malim
Basa,Tuanku Imam Bonjol
Tuanku Pasaman, Tuanku Nan
Renceh, dan Tuanku Nan
Cerdik.
Kaum Adat dipimpin oleh
Datuk Sati.
B. Periode 1821 1838 (Perang antara Kaum Padri Melawan
Belanda)

Sejak disetujuinya perjanjian antar kaum adat dengan Belanda


mengenai penyerahan kerajaan Minangkabau kepada Belanda pada
tanggal 10 Februari 1821, hal ini menjadi tanda dimulainya
keikutsertaan Belanda dalam melawan kaum Padri.
Dalam perang antara kaum Padri melawan Belanda, jalanya perang
dibagi menjadi tiga periode:
1. Periode I (Tahun 1821 1825)
Periode pertama ini ditandai dengan meletusnya perlawanan di seluruh
daerah Minangkabau.
2. Periode II (Tahun 1825 1850)
Pada periode ini ditandai dengan meredanya pertempuran.
Belanda berhasil mengadakan perdamaian dengan kaum Padri tanggal 15
November 1825 di Padang, yang isinya:
Kedua belah pihak tidak akan saling serang menyerang.
Kedua belah pihak saling melindungi orang-orang yang sedang pulang
kembali dari pengungsian.
Kedua belah pihak akan saling orang-orang yang sedang dalam perjalanan
dan berdagang.
Belanda akan mengakui kekuasaan Tuanku-Tuanku di Lintau, Lima
puluhkota, Telawas dan Agam.
3. Periode III (Tahun 1830-1838)
Periode ketiga ini ditandai dengan perlawanan di kedua belah pihak makin
menghebat.
Akhir Perang Padri
Di tahun 1835 kaum Padri di Bonjol mulai mengalami kemunduran Setelah
daerah-daerah sekitar Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda,Pada tanggal 25
Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol beserta sisa pasukannya menyerah
kepada Belanda. Tuanku Imam Bonjol kemudian dibuang ke Cianjur, Jawa
Barat. Pada tanggal 19 Januari 1839 dibuang ke Ambon, lalu pada tahun
1841 dipindahkan ke Manado hingga meninggal dunia pada tanggal 6
November 1864.
Walaupun Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tidak berarti perlawanan
kaum Padri telah dapat dipadamkan. Perlawanan masih terus berlangsung
dipimpin oleh Tuanku Tambusi, namun Tuanku Tambusi berhasil dikalahkan
oleh Belanda pada tanggal 28 Oktober 1838.
Dengan demikian, secara umum perlawanan kaum Padri dapat dipatahkan
pada akhir tahun 1838. Maka kekuasaan Belanda mulai sejak itu ternanam
di Sumatra Barat dikuasai oleh Belanda.

Anda mungkin juga menyukai