Peninggalan di Yogyakarta adalah Goa Selarong, di Sumatra Barat terdapat Benteng Fort
de Kock, di Kalimantan kalian menemukan peninggalan pada masa perang Banjar.
Peninggalan-peninggalan yang ada membuktikan keberanian rakyat Indonesia. Apakah
kalian pernah mengunjungi berbagai peninggalan pada masa perlawanan terhadap
Pemerintah Hindia Belanda di atas? Bagaimana sikap kalian terhadap peninggalan
tersebut? Generasi sekarang harus merawat peninggalan tersebut agar dapat belajar
bagaimana perjuangan para pahlawan pada masa lalu. Dengan demikian kalian akan
semakin giat belajar dan membangun bangsa Indonesia agar terus berjaya.
Saat masa penjajahan HIndia Belanda, perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda
terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Lokasi Indonesia pada masa lalu sulit
dijangkau, sehingga perlawanan rakyat tidak dapat dilakukan secara serentak. Inilah
salah satu faktor penyebab Hindia Belanda dapat melumpuhkan perlawanan Bangsa
Indonesia.
Beberapa contoh perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda yang dilakukan oleh
rakyat Indonesia adalah sebagai berikut.
1) Perang Saparua di Ambon
Pattimura
Snouck Hurgroje
Pemerintah Hindia Belanda sama sekali tidak mampu menghadapi secara fisik
perlawanan rakyat Aceh. Menyadari hal tersebut, Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgroje
yang memakai nama samaran Abdul Gafar seorang ahli bahasa, sejarah ,dan sosial Islam
untuk mencari kelemahan rakyat Aceh. Setelah lama belajar di Arab, Snouck Hugronje
memberikan saran-saran kepada Belanda mengenai cara mengalahkan orang Aceh.
Menurut Hurgronje, Aceh tidak mungkin dilawan dengan kekerasan, sebab karakter orang
Aceh tidak akan pernah menyerah, jiwa jihad orang Aceh sangat tinggi.
Taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang
(bangsawan) dengan ulama. Pemerintah Hindia Belanda menjanjikan kedudukan pada
Uleebalang yang bersedia damai. Taktik ini berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik
pada tawaran Belanda. Belanda memberikan tawaran kedudukan kepada para
Uleebalang apabila kaum ulama dapat dikalahkan. Sejak tahun 1898 kedudukan Aceh
semakin terdesak. Belanda mengumumkan perang Aceh selesai tahun 1904. Namun
demikian perlawanan sporadis rakyat Aceh masih berlangsung hingga tahun 1930-an.
5) Perlawanan Sisingamangaraja di Sumatra Utara
Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda di Sumatra Utara dilakukan
Sisingamangaraja XII, perlawanan di Sumatra Utara berlangsung selama 24 tahun.
Pertempuran diawali dari Bahal Batu sebagai pusat pertahanan Belanda tahun 1877.
Untuk menghadapi Perang Batak (sebutan perang di Sumatra Utara), Pemerintah Hindia
Belanda menarik pasukan dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah
Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak.
Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur, sehingga seluruh Tapanuli
dapat dikuasai Belanda.
6) Perang Banjar
Pangeran Antasari
Perang Banjar berawal ketika Pemerintah Hindia Belanda campur tangan dalam urusan
pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin. Belanda memberi dukungan kepada Pangeran
Tamjid Ullah yang tidak disukai rakyat. Pangeran Antasari dengan kekuatan 300 prajurit
menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron pada tanggal 25 April 1859.
Selanjutnya peperangan demi peperangan dilakukan oleh Pangeran antasari di seluruh
wilayah Kerajaan Banjar. Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura,
Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke
Puruk Cahu dengan dibantu para panglima dan prajuritnya yang setia.
Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun 1859,
Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom tertangkap Belanda,
dengan bantuan pasukan dari Belanda, pasukan Pangeran Antasari dapat didesak. Tahun
1862 Pangeran Hidayat menyerah dan berakhirlah perlawanan Banjar di pulau
Kalilmantan. Perlawanan benar- benar dapat dipadamkan pada tahun 1866.
7) Perang Jagaraga di Bali
Minahasa sebagai pasukan kolonial. Banyak di antara para ukung mulai meninggalkan
rumah. Mereka justru ingin mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Gubernur Prediger mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-orang
Minahasa di Tondano-Minawanua. Belanda kembali menerapkan strategi dengan
membendung Sungai Temberan. Prediger juga membentuk dua pasukan tangguh.
Pasukan pertama dipersiapkan untuk menyerang dari Danau Tondano dan pasukan yang
lain menyerang Minawanua dari darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai
berkobar. Pasukan Hindia Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan
serangan dan merusak pagar bamu berduri yang membatasi danau dengan
perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di
Minawanua. Karena waktu sudah malam maka para pejuang dengan semangat yang
tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah.
Pasukan Belanda merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan
Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus
dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi kehidupan. Pasukan
Prediger mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari perkampungan itu orangorang Tondano muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga korbanpun berjatuhan
dari pihak Belanda. Pasukan Pemerintah Hindia Belanda terpaksa ditarik mundur. Seiring
dengan itu Sungai Temberan yang dibendung mulai meluap sehingga mempersulit
pasukan Belanda sendiri. Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung
Minawanua, tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau tidak
mampu mematahkan semangat juang orang-orang Tondano-Minawanua. Bahkan
terpetikik berita kapal yang paling besar yang di danau tenggelam.
Perang Tondano II ini berlangsung cukup lama, sampai bulan Agustus 1809. Dalam
suasana kepenatan dan kekurangan makanan mulai ada kelompok dari pejuang yang
mulai memihak kepada Hindia Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuang
Tondano terus memberikan perlawanan atas gempuran pasukan Belanda yang terus
menerus. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik
para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankan. Para pejuang itu
memilih mati dari pada menyerah. Mayat-mayat mereka telah lenyap di dasar danau
bersama lenyapnya kemerdekaan dan kedaulatan tanah Minahasa.
I. Latar Belakang
Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858. Dimana
Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang
kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda
ada dibawah kekuasaan Aceh.
Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858. Dimana
Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang
kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda
ada dibawah kekuasaan Aceh.
Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan Turki
di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang
Pada Perang Aceh Kedua (1874-1880), di bawah Jend. Jan van Swieten,
Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan, 26 Januari 1874, dan
dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda. 31 Januari 1874 Jenderal Van
Swieten mengumumkan bahwa seluruh Aceh jadi bagian dari Kerajaan
Belanda. Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874, digantikan
Dalam perang gerilya ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama
Panglima Polim dan Sultan. Pada tahun 1899 ketika terjadi serangan
mendadak dari pihak Van der Dussen di Meulaboh, Teuku Umar gugur.
Tetapi Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar kemudian tampil menjadi
komandan perang gerilya.
Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858. Dimana
Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang
kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda
ada dibawah kekuasaan Aceh.
Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan Turki
di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang
Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas dengan 2 kapal
perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud
Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan
Machmud menolak untuk memberikan keterangan.
Latar Belakang
1) Aceh adalah negara merdeka dan kedaulatannya masih diakui penuh oleh
negara-negara Barat. Dalam Traktat London 17 Maret 1824, Inggris dan
Belanda menandatangani perjanjian mengenai pembagian wilayah jajahan
di Indonesia dan Semenanjung Malaya. Dalam hal tersebut Belanda tidak
dibenarkan mengganggu kemerdekaan negara Aceh. Namun Belanda selalu
mencari alasan untuk menyerang Aceh dan menguasainya.
2) Berdasarkan Traktat Sumatera, 2 November 1871, pihak Belanda oleh
Inggris diberi kebebasan memperluas daerah kekuasaannya di Aceh.
Sedangkan Inggris mendapat kebebasan berdagang di Siak. Hal ini
mengganggu ketenangan Aceh, untuk itu Aceh mempersiapkan diri
mengadakan perlawanan.
3) Semakin pentingnya posisi Aceh dengan dibukanya Terusan Suez pada
tahun 1869. Lalu lintas pelayaran di Selat Malaka semakin ramai semenjak
Suez dibuka dan Aceh merupakan pintu gerbang ke Selat tersebut.
4) Aceh menolak mengakui kedaulatan Hindia Belanda atas kesultanan Aceh.
Maka tanggal 26 Maret 1873 pemerintah Kolonial Belanda mengumumkan
perang terhadap Aceh.
b. Jalannya Perlawanan
Setelah mendarat pada tanggal 5 April 1873 dengan kekuatan kurang lebih 3000
orang bala tentara,serangan terhadap mesjid dilakukan dan berhasildirebut,
tetapi kemudian diduduki kembali oleh pasukan Aceh. Karena ternyata bertahan
sangat kuat,serangan ditunda kembali sambil menunggu bala bantuan dari
Batavia. Akhirnya penyerbuan tak diteruskan, malahan ekspedisi ditarik kembali.
Pada bulan November 1873 Belanda mengirimkan ekspedisi kedua ke Aceh yang
berkekuatan 8.000pasukan dan dipimpin oleh Jenderal Van Swieten. Pada
tanggal 9 Desember 1873 ekspedisi telah mendarat di Aceh, kemudian langsung
terlibat pertempuran sengit. Belanda menggunakan meriam besar, sehingga
laskar Aceh pimpinan Panglima Polim terus terdesak.
Akibatnya, mesjid raya kembali diduduki Belanda. Belanda terus bergerak dan
menyerang istana Sultan Mahmud Syah.Pasukan Aceh terdesak dan Sultan
Mahmud Syah menyingkir ke Luengbata. Daerah ini dijadikan pertahanan baru.
Namun,tiba-tiba Sultan diserang penyakit kolera dan wafat pada tanggal 28
Januari 1874. Ia digantikan putranya yang masih kecil, Muhammad Daudsyah
yang didampingi oleh Dewan Mangkubumi pimpinan Tuanku Hasyim. Perlawanan
masih terus dilanjutkan di mana-mana sehingga Belanda tetap tidak mampu
menguasai daerah di luar istana. Belanda hanya menguasai sekitar kota
Sukaraja saja. Sementara itu, di seluruh Aceh dikobarkan suatu perlawanan
bernapaskan Perang Sabilillah. Ulama-ulama terkenal, antara lain Tengku Cik Di
Tiro dengan penuh semangat memimpin barisan menghadapi serbuan tentara
Belanda. Rakyat di daerah Aceh Barat juga bangkit melawan Belanda dipimpin
oleh Teuku Umar bersama istrinya Cut Nyak Dien.Ia memimpin seranganserangan terhadap pos-pos Belanda sehingga menguasai daerah sekitar
Meulaboh pada tahun 1882. Daerah-daerah lainnya di luar Kutaraja juga masih
dikuasai pejuang-pejuang Aceh. Mayor Jenderal Van Swieten diganti Jenderal Pel
yang kemudian tewas dalam pertempuran di Tonga. Tewasnya 2 perwira tinggi,
yaitu Mayor Jenderal Kohler dan Jenderal Pel merupakan pukulan berat bagi
Belanda. Oleh karena sulitnya usaha untuk mematahkan perlawanan laskar Aceh
maka pihak Belanda berusaha mengetahui rahasia kehidupan sosial budaya
rakyat Aceh dengan cara mengirim Dr. Snouck Hurgronye, seorang misionaris
yang ahli mengenai Islam untuk mempelajari adat-istiadat rakyat Aceh. Dengan
memakai nama samaran Abdul Gafar, ia meneliti kehidupan sosial budaya rakyat
Aceh dari bergaul dengan masyarakat setempat. Hasil penelitiannya
menyimpulkan sebagai berikut:
1) Sultan Aceh tidak mempunyai kekuasaan apa-apa tanpa persetujuan dari
kepala-kepala yang menjadi bawahannya.
2) Kaum ulama sangat berpengaruh pada rakyat Aceh.
c. Akhir Perlawanan
Perlawanan rakyat Aceh yang merupakan perlawanan paling lama dan terbesar
di Sumatera akhirnya mendapat tekanan keras dari Belanda. Pada tanggal 26
November 1902, Belanda berhasil menemukan persembunyian rombongan
Sultan dan menawan Sultan Muhammad Daud Syah pada tahun 1903. Disusul
menyerahnya Panglima Polim dan raja Keumala. Sedangkan Teuku Umar gugur
karena terkena peluru musuh tahun 1899. Pada tahun 1891 Tengku Cik Di Tiro
meninggal dan digantikan putranya, yaitu Teuku Mak Amin Di Tiro. Dengan
hilangnya pemimpin yang tangguh itu perlawanan rakyat Aceh mulai kendor,
Belanda dapat memperkuat kekuasaannya.