Anda di halaman 1dari 12

Perlawanan terhadap Penjajahan Pemerintah Hindia Belanda

Materi IPS SMP kelas 8 : Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda

Masjid Raya Baiturrahman


Coba kalian perhatikan gambar Masjid Agung Aceh di atas! Bagi masyarakat Aceh masjid
tersebut merupakan masjid bersejarah yang terkait erat dengan spirit perjuangan
masyarakat Aceh. Selain sebagai tempat ibadah kebanggaan masyarakat, masjid
tersebut menjadi simbol perjuangan rakyat Aceh dalam menentang imperialisme Barat.
Masjid tersebut menjadi salah satu benteng perjuangan rakyat melawan Belanda. Karena
kegigihan rakyat Aceh tersebut, Belanda benar-benar kesulitan memadamkan
perlawanan rakyat.
Perlawanan terhadap penjajahan pemerintah Hindia Belanda terjadi di berbagai daerah di
Indonesia. Abad 19 merupakan puncak perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah
dalam menentang Pemerintah Hindia Belanda. Kegigihan perlawanan rakyat Indonesia
menyebabkan Belanda mengalami krisis keuangan untuk biaya perang. Perlawanan di
berbagai daerah tersebut belum berhasil membuahkan kemerdekaan. Semua
perlawanan dapat dipadamkan dan kerajaan-kerajaan di Indonesia semakin mengalami
keruntuhan.
Kalian dapat menelusuri jejak-jejak perlawanan tersebut dari berbagai peninggalan yang
masih ada hingga sekarang. Bahkan di berbagai daerah didirikan berbagai museum
untuk menjadi media pembelajaran masyarakat sekarang. Dengan mengunjungi
berbagai museum dan berbagai tempat peninggalan perlawanan rakyat Indonesia
melawan Belanda, akan menggugah semangat kebangsaan. kalian dapat menemukan
berbagai peninggalan atau museum perjuangan pada masa lalu di setiap daerah di
Indonesia.
Apabila kalian tinggal di Maluku, kalian dapat mencari jejak peninggalan perjuangan
Pattimura, apabila kalian tinggal di Sulawesi kalian dapat mengunjungi Benteng
Rotterdam. Demikian juga dengan daerah-daerah lain, pasti kalian dapat menemukan
berbagai peninggalan pada masa perjuangan melawan kolonialisme Belanda.

Peninggalan di Yogyakarta adalah Goa Selarong, di Sumatra Barat terdapat Benteng Fort
de Kock, di Kalimantan kalian menemukan peninggalan pada masa perang Banjar.
Peninggalan-peninggalan yang ada membuktikan keberanian rakyat Indonesia. Apakah
kalian pernah mengunjungi berbagai peninggalan pada masa perlawanan terhadap
Pemerintah Hindia Belanda di atas? Bagaimana sikap kalian terhadap peninggalan
tersebut? Generasi sekarang harus merawat peninggalan tersebut agar dapat belajar
bagaimana perjuangan para pahlawan pada masa lalu. Dengan demikian kalian akan
semakin giat belajar dan membangun bangsa Indonesia agar terus berjaya.
Saat masa penjajahan HIndia Belanda, perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda
terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Lokasi Indonesia pada masa lalu sulit
dijangkau, sehingga perlawanan rakyat tidak dapat dilakukan secara serentak. Inilah
salah satu faktor penyebab Hindia Belanda dapat melumpuhkan perlawanan Bangsa
Indonesia.
Beberapa contoh perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda yang dilakukan oleh
rakyat Indonesia adalah sebagai berikut.
1) Perang Saparua di Ambon

Pattimura

Merupakan perlawanan rakyat Ambon dipimpin Thomas Matulesi (Pattimura). Dalam


perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda tersebut, seorang pahlawan wanita
bernama Christina Martha Tiahahu melakukan perlawanan dengan berani. Perlawanan
Pattimura dapat dikalahkan setelah bantuan pasukan Hindia Belanda dari Jakarta datang.
Pattimura bersama tiga pengikutnya ditangkap dan dihukum gantung.
2) Perang Paderi di Sumatra Barat
Merupakan perlawanan yang sangat menyita tenaga dan biaya sangat besar bagi rakyat
Minang dan Pemerintah Hindia Belanda. Bersatunya Kaum Paderi (ulama) dan kaum adat
melawan Pemerintah Hindia Belanda, menyebabkan Belanda kesulitan
memadamkannya. Bantuan dari Aceh juga datang untuk mendukung pejuang Paderi.
Pemerintah Hindia Belanda benar-benar menghadapi musuh yang tangguh. Belanda
menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel. Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi dan
Benteng Fort van der Cappelen merupakan dua benteng pertahanannya. Dengan siasat
tersebut akhirnya Belanda menang ditandai jatuhnya benteng pertahanan terakhir Paderi
di Bonjol tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol ditangkap, kemudian diasingkan ke Priangan,
kemudian ke Ambon, dan terakhir di Menado hingga wafat tahun 1864.

3) Perang Diponegoro 1825-1830


Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar perlawana terhadap Pemerintah
Hindia Belanda. Latar belakang perlawanan Pangeran Diponegoro diawali dari campur
tangan Belanda dalam urusan politik Kerajaan Yogyakarta. Beberapa tindakan Belanda
yang dianggap melecehkan harga diri dan nilai-nilai budaya masyarakat menjadi
penyebab lain kebencian rakyat kepada Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda membangun jalan baru


pada bulan Mei 1825. Mereka memasang patok-patok pada tanah leluhur Diponegoro.
Terjadi perselisihan saat pengikut Diponegoro Patih Danureja IV mencabuti patok- patok
tersebut. Belanda segera mengutus serdadu untuk menangkap Pangeran Diponegoro.
Perang tidak dapat dihindarkan, pada tanggal 20 Juli Tegalrejo sebagai basis pengikut
Diponegoro direbut dan dibakar Belanda.
Pada bulan Maret 1830 Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda
di Magelang, Jawa Tengah. Perundingan tersebut hanya sebagai jalan tipu muslihat
karena ternyata Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian ke Makasar
hingga wafat tahun 1855. Setelah berakhirnya Perang Jawa (Diponegoro), tidak lagi
muncul perlawanan yang lebih berat di Jawa.
4) Perang Aceh
Semangat jihad (perang membela agama Islam) merupakan spirit perlawanan rakyat
Aceh terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Jendral Kohler terbunuh saat pertempuran di
depan masjid Baiturrahman Banda Aceh. Kohler meninggal dekat dengan pohon yang
sekarang diberi nama Pohon Kohler. Siasat konsentrasi stelsel dengan sistem bertahan
dalam benteng besar oleh Belanda tidak berhasil. Belanda semakin terdesak, korban
semakin besar, dan keuangan terus terkuras.

Snouck Hurgroje

Pemerintah Hindia Belanda sama sekali tidak mampu menghadapi secara fisik
perlawanan rakyat Aceh. Menyadari hal tersebut, Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgroje

yang memakai nama samaran Abdul Gafar seorang ahli bahasa, sejarah ,dan sosial Islam
untuk mencari kelemahan rakyat Aceh. Setelah lama belajar di Arab, Snouck Hugronje
memberikan saran-saran kepada Belanda mengenai cara mengalahkan orang Aceh.
Menurut Hurgronje, Aceh tidak mungkin dilawan dengan kekerasan, sebab karakter orang
Aceh tidak akan pernah menyerah, jiwa jihad orang Aceh sangat tinggi.
Taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang
(bangsawan) dengan ulama. Pemerintah Hindia Belanda menjanjikan kedudukan pada
Uleebalang yang bersedia damai. Taktik ini berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik
pada tawaran Belanda. Belanda memberikan tawaran kedudukan kepada para
Uleebalang apabila kaum ulama dapat dikalahkan. Sejak tahun 1898 kedudukan Aceh
semakin terdesak. Belanda mengumumkan perang Aceh selesai tahun 1904. Namun
demikian perlawanan sporadis rakyat Aceh masih berlangsung hingga tahun 1930-an.
5) Perlawanan Sisingamangaraja di Sumatra Utara
Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda di Sumatra Utara dilakukan
Sisingamangaraja XII, perlawanan di Sumatra Utara berlangsung selama 24 tahun.
Pertempuran diawali dari Bahal Batu sebagai pusat pertahanan Belanda tahun 1877.
Untuk menghadapi Perang Batak (sebutan perang di Sumatra Utara), Pemerintah Hindia
Belanda menarik pasukan dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah
Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak.
Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur, sehingga seluruh Tapanuli
dapat dikuasai Belanda.
6) Perang Banjar

Pangeran Antasari

Perang Banjar berawal ketika Pemerintah Hindia Belanda campur tangan dalam urusan
pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin. Belanda memberi dukungan kepada Pangeran
Tamjid Ullah yang tidak disukai rakyat. Pangeran Antasari dengan kekuatan 300 prajurit
menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron pada tanggal 25 April 1859.
Selanjutnya peperangan demi peperangan dilakukan oleh Pangeran antasari di seluruh
wilayah Kerajaan Banjar. Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura,
Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke
Puruk Cahu dengan dibantu para panglima dan prajuritnya yang setia.

Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun 1859,
Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom tertangkap Belanda,

dengan bantuan pasukan dari Belanda, pasukan Pangeran Antasari dapat didesak. Tahun
1862 Pangeran Hidayat menyerah dan berakhirlah perlawanan Banjar di pulau
Kalilmantan. Perlawanan benar- benar dapat dipadamkan pada tahun 1866.
7) Perang Jagaraga di Bali

Perang Jagaraga berawal ketika Pemerintah Hindia Belanda


dan kerajaan di Bali bersengketa tentang hak tawan karang. Hak tawan karang berisi
bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali merupakan hak penguasa di daerah
tersebut. Pemerintah Belanda memprotes Raja Buleleng yang menyita dua kapal milik
Belanda. Raja Buleleng tidak menerima tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua
kapalnya, persengketaan ini menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap
kerajaan Buleleng tahun 1846. Belanda berhasil menguasai kerajaan Buleleng,
sementara Raja Buleleng menyingkir ke Jagaraga dibantu oleh Kerajaan Karangasem.
Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Pemerintah Hindia Belanda melanjutkan
ekspedisi militer tahun 1849. Dua kerajaan Bali, Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran
Belanda. Tahun 1906, seluruh kerajaan di Bali jatuh ke pihak Pemerintah Hindia Belanda
setelah rakyat melakukan perang habis-habisan sampai mati, yang dikenal dengan
Perang Puputan.
8) Perang Tondano di Sulawesi Utara
Perang Tondano terjadi pada masa penjajahan HIndia Belanda, baik pada masa VOC
maupun pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Orang-orang Spanyol sudah sampai di
tanah Minahasa (Tondano) Sulaewsi Utara sebelum kedatangan bangsa Belanda.
Hubungan dagang orang Minahasa dengan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai abad
XVII hubungan dagang antara mereka mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang
dari Belanda. Waktu itu VOC telah berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate.
VOC berusaha memaksakan kehendak mereka agar orang-orang Minahasa menjual hasil
berasnya kepada VOC. Orang-orang Minahasa menentang usaha monopoli dari VOC
tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi VOC, mereka memilih upaya memerangi orangorang Minahasa. Untuk melemahkan orang-orang Minahasa, VOC membendung Sungai
Temberan. Akibatnya aliran sungai tersebut meluap dan menggenangi tempat tinggal
rakyat dan para pejuang Minahasa. Orang-orang Minahasa kemudian pindah ke Danau
Tondano dengan rumah-rumah apung.
Perang Tondano terjadi lagi pada abad ke-19. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan
Gubernur Jenderal Daendels, dimana Minahasa dijatah untuk mengumpulkan calon
pasukan sejumlah 2000 orang yang akan dikirim ke Jawa. Orang-orang Minahasa
umumnya tidak setuju dengan program Belanda untuk merekrut pemuda-pemuda

Minahasa sebagai pasukan kolonial. Banyak di antara para ukung mulai meninggalkan
rumah. Mereka justru ingin mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Gubernur Prediger mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-orang
Minahasa di Tondano-Minawanua. Belanda kembali menerapkan strategi dengan
membendung Sungai Temberan. Prediger juga membentuk dua pasukan tangguh.
Pasukan pertama dipersiapkan untuk menyerang dari Danau Tondano dan pasukan yang
lain menyerang Minawanua dari darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai
berkobar. Pasukan Hindia Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan
serangan dan merusak pagar bamu berduri yang membatasi danau dengan
perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di
Minawanua. Karena waktu sudah malam maka para pejuang dengan semangat yang
tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah.
Pasukan Belanda merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan
Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus
dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi kehidupan. Pasukan
Prediger mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari perkampungan itu orangorang Tondano muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga korbanpun berjatuhan
dari pihak Belanda. Pasukan Pemerintah Hindia Belanda terpaksa ditarik mundur. Seiring
dengan itu Sungai Temberan yang dibendung mulai meluap sehingga mempersulit
pasukan Belanda sendiri. Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung
Minawanua, tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau tidak
mampu mematahkan semangat juang orang-orang Tondano-Minawanua. Bahkan
terpetikik berita kapal yang paling besar yang di danau tenggelam.
Perang Tondano II ini berlangsung cukup lama, sampai bulan Agustus 1809. Dalam
suasana kepenatan dan kekurangan makanan mulai ada kelompok dari pejuang yang
mulai memihak kepada Hindia Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuang
Tondano terus memberikan perlawanan atas gempuran pasukan Belanda yang terus
menerus. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik
para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankan. Para pejuang itu
memilih mati dari pada menyerah. Mayat-mayat mereka telah lenyap di dasar danau
bersama lenyapnya kemerdekaan dan kedaulatan tanah Minahasa.

I. Latar Belakang

Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, banyak pedagang


islam yang menyingkir dari Malaka menuju Aceh. Dengan demikian, Aceh
berkembang menjadi bandar dan pusat perdagangan. Perkembangan Aceh
ini dipandang Portugis sebagai ancaman. Oleh karena itu, Portugis
berkehendak untuk menghancurkan Aceh.

Tahun 1873 pecah perang Aceh melawan Belanda. Perang Aceh


disebabkan karena:

Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858. Dimana
Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang
kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda
ada dibawah kekuasaan Aceh.

Belanda melanggar Siak, maka berakhirlah perjanjian London (1824).


Dimana isi perjanjian London adalah Belanda dan Inggris membuat
ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara
yaitu dengan garis lintang Sinagpura. Keduanya mengakui kedaulatan
Aceh.

Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal


Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan Aceh. Perbuatan Aceh
ini disetujui Inggris, karena memang Belanda bersalah.

Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan


perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalulintas perdagangan.

Tahun 1873 pecah perang Aceh melawan Belanda. Perang Aceh


disebabkan karena:

Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858. Dimana
Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang
kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda
ada dibawah kekuasaan Aceh.

Belanda melanggar Siak, maka berakhirlah perjanjian London (1824).


Dimana isi perjanjian London adalah Belanda dan Inggris membuat
ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara
yaitu dengan garis lintang Sinagpura. Keduanya mengakui kedaulatan
Aceh.

Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal


Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan Aceh. Perbuatan Aceh
ini disetujui Inggris, karena memang Belanda bersalah.

Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan


perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalulintas perdagangan.

Dibuatnya Perjanjian Sumatera 1871 antara Inggris dan Belanda, yang


isinya, Inggris memberika keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil
tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat
Sumatera. Belanda mengizinkan Inggris bebas berdagang di Siak dan
menyerahkan daerahnya di Guinea Barat kepada Inggris.

Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik


dengan Konsul Amerika, italia, Turki di Singapura. Dan mengirimkan
utusan ke Turki 1871.

Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan Turki
di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang

Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas dengan 2 kapal


perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud
Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan
Machmud menolak untuk memberikan keterangan.
II. Jalannya Peperangan
ACEH MELAWAN PORTUGIS

Pada tahun 1523 Portugis melancarkan serangan ke Aceh dibawah


pimpinan Henrigues, dan menyesul tahun 1524 dimpimpin de Sauza.
Beberapa Serangan Portugis ini mengalami kegagalan. Portugis terus
mencari cara untuk melemahkan posisi Aceh sebagai pusat perdagangan.
Kapal-kapal dagang Aceh yang sedang berlayar di Laut Merah tahun
1524/1525 diburu kapal Portugis untuk ditangkap.

Tindakan kapal-kapal Portugis mendorong munculnya perlawanan


rakyat Aceh. Langkah-langkah rakyat Aceh yaitu:

Kapal-kapal dagangnya yang berlayar dilengkapi prajurit beserta


perlengkapan meriam.

Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli


Turki tahun 1567

Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.

Sultan Iskandar Muda (1607-1639) bercita-cita untuk mengenyahkan


penjajahan asing, dengan berusaha untuk melipatgandakan kekuatan
pasukannya. Sementara itu untuk mengamankan wilayahnya yang
semakin luas meliputi Sumatera Timur dan Sumatera Barat, ditempatkan
para pengawas di jalur-jalur perdagangan. Mereka ditempatkan di
pelabuhan-pelabuhan penting seperti di Pariaman.

Periode-Periode Perang Aceh

Perang Aceh Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan


Sultan Mahmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Khler. Khler
dengan 3000 serdadunya dapat dipatahkan, dimana Khler sendiri tewas
pada tanggal 14 April 1873.

Sepuluh hari kemudian, perang berkecamuk di mana-mana. Yang


paling besar saat merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman, yang
dibantu oleh beberapa kelompok pasukan.

Pada Perang Aceh Kedua (1874-1880), di bawah Jend. Jan van Swieten,
Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan, 26 Januari 1874, dan
dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda. 31 Januari 1874 Jenderal Van
Swieten mengumumkan bahwa seluruh Aceh jadi bagian dari Kerajaan
Belanda. Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874, digantikan

oleh Tuanku Muhammad Dawood yang dinobatkan sebagai Sultan di


masjid Indragiri.

Perang ketiga (1881-1896), perang dilanjutkan secara gerilya dan


dikobarkan perang fi sabilillah. Dimana sistem perang gerilya ini
dilangsungkan sampai tahun 1904.

Dalam perang gerilya ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama
Panglima Polim dan Sultan. Pada tahun 1899 ketika terjadi serangan
mendadak dari pihak Van der Dussen di Meulaboh, Teuku Umar gugur.
Tetapi Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar kemudian tampil menjadi
komandan perang gerilya.

Perang keempat (1896-1910) adalah perang gerilya kelompok dan


perorangan dengan perlawanan, penyerbuan, penghadangan dan
pembunuhan tanpa komando dari pusat pemerintahan Kesultanan.

IV. Akhir Peperangan


MELAWAN PORTUGIS

Setelah mempersiapkan pasukannya, pada tahun 1629 Iskandar Muda


melancarkan serangan ke Malaka. Menghadapi serangan kali ini Portugis
sempat kewalahan. Portugis harus mengerahkan semua kekuatan tentara
untuk menghadapi pasukan Iskandar Muda. Namun, serangan Aceh kali ini
juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Hubungan Aceh dan
Portugis semakin memburuk. Bentrokan-bentrokan antara kedua belah
pihak mash sering terjadi, tetapi Portugis tetap tidak berhasil menguasai
Aceh dan begitu juga Aceh tidak berhasil mengusir Portugis dan Malaka.
Yang berhasil mengusir Portugis dari Malaka adalah VOC pada tahun 1641.

Tahun 1873 pecah perang Aceh melawan Belanda. Perang Aceh


disebabkan karena:

Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858. Dimana
Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang
kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda
ada dibawah kekuasaan Aceh.

Belanda melanggar Siak, maka berakhirlah perjanjian London (1824).


Dimana isi perjanjian London adalah Belanda dan Inggris membuat
ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara
yaitu dengan garis lintang Sinagpura. Keduanya mengakui kedaulatan
Aceh.

Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal


Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan Aceh. Perbuatan Aceh
ini disetujui Inggris, karena memang Belanda bersalah.

Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan


perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalulintas perdagangan.

Dibuatnya Perjanjian Sumatera 1871 antara Inggris dan Belanda, yang


isinya, Inggris memberika keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil
tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat
Sumatera. Belanda mengizinkan Inggris bebas berdagang di Siak dan
menyerahkan daerahnya di Guinea Barat kepada Inggris.

Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik


dengan Konsul Amerika, italia, Turki di Singapura. Dan mengirimkan
utusan ke Turki 1871.

Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan Turki
di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang
Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas dengan 2 kapal
perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud
Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan
Machmud menolak untuk memberikan keterangan.

Latar Belakang
1) Aceh adalah negara merdeka dan kedaulatannya masih diakui penuh oleh
negara-negara Barat. Dalam Traktat London 17 Maret 1824, Inggris dan
Belanda menandatangani perjanjian mengenai pembagian wilayah jajahan
di Indonesia dan Semenanjung Malaya. Dalam hal tersebut Belanda tidak
dibenarkan mengganggu kemerdekaan negara Aceh. Namun Belanda selalu
mencari alasan untuk menyerang Aceh dan menguasainya.
2) Berdasarkan Traktat Sumatera, 2 November 1871, pihak Belanda oleh
Inggris diberi kebebasan memperluas daerah kekuasaannya di Aceh.
Sedangkan Inggris mendapat kebebasan berdagang di Siak. Hal ini
mengganggu ketenangan Aceh, untuk itu Aceh mempersiapkan diri
mengadakan perlawanan.
3) Semakin pentingnya posisi Aceh dengan dibukanya Terusan Suez pada
tahun 1869. Lalu lintas pelayaran di Selat Malaka semakin ramai semenjak
Suez dibuka dan Aceh merupakan pintu gerbang ke Selat tersebut.
4) Aceh menolak mengakui kedaulatan Hindia Belanda atas kesultanan Aceh.
Maka tanggal 26 Maret 1873 pemerintah Kolonial Belanda mengumumkan
perang terhadap Aceh.
b. Jalannya Perlawanan

Setelah mendarat pada tanggal 5 April 1873 dengan kekuatan kurang lebih 3000
orang bala tentara,serangan terhadap mesjid dilakukan dan berhasildirebut,
tetapi kemudian diduduki kembali oleh pasukan Aceh. Karena ternyata bertahan
sangat kuat,serangan ditunda kembali sambil menunggu bala bantuan dari
Batavia. Akhirnya penyerbuan tak diteruskan, malahan ekspedisi ditarik kembali.
Pada bulan November 1873 Belanda mengirimkan ekspedisi kedua ke Aceh yang
berkekuatan 8.000pasukan dan dipimpin oleh Jenderal Van Swieten. Pada
tanggal 9 Desember 1873 ekspedisi telah mendarat di Aceh, kemudian langsung
terlibat pertempuran sengit. Belanda menggunakan meriam besar, sehingga
laskar Aceh pimpinan Panglima Polim terus terdesak.
Akibatnya, mesjid raya kembali diduduki Belanda. Belanda terus bergerak dan
menyerang istana Sultan Mahmud Syah.Pasukan Aceh terdesak dan Sultan
Mahmud Syah menyingkir ke Luengbata. Daerah ini dijadikan pertahanan baru.
Namun,tiba-tiba Sultan diserang penyakit kolera dan wafat pada tanggal 28
Januari 1874. Ia digantikan putranya yang masih kecil, Muhammad Daudsyah
yang didampingi oleh Dewan Mangkubumi pimpinan Tuanku Hasyim. Perlawanan
masih terus dilanjutkan di mana-mana sehingga Belanda tetap tidak mampu
menguasai daerah di luar istana. Belanda hanya menguasai sekitar kota
Sukaraja saja. Sementara itu, di seluruh Aceh dikobarkan suatu perlawanan
bernapaskan Perang Sabilillah. Ulama-ulama terkenal, antara lain Tengku Cik Di
Tiro dengan penuh semangat memimpin barisan menghadapi serbuan tentara
Belanda. Rakyat di daerah Aceh Barat juga bangkit melawan Belanda dipimpin
oleh Teuku Umar bersama istrinya Cut Nyak Dien.Ia memimpin seranganserangan terhadap pos-pos Belanda sehingga menguasai daerah sekitar
Meulaboh pada tahun 1882. Daerah-daerah lainnya di luar Kutaraja juga masih
dikuasai pejuang-pejuang Aceh. Mayor Jenderal Van Swieten diganti Jenderal Pel
yang kemudian tewas dalam pertempuran di Tonga. Tewasnya 2 perwira tinggi,
yaitu Mayor Jenderal Kohler dan Jenderal Pel merupakan pukulan berat bagi
Belanda. Oleh karena sulitnya usaha untuk mematahkan perlawanan laskar Aceh
maka pihak Belanda berusaha mengetahui rahasia kehidupan sosial budaya
rakyat Aceh dengan cara mengirim Dr. Snouck Hurgronye, seorang misionaris
yang ahli mengenai Islam untuk mempelajari adat-istiadat rakyat Aceh. Dengan
memakai nama samaran Abdul Gafar, ia meneliti kehidupan sosial budaya rakyat
Aceh dari bergaul dengan masyarakat setempat. Hasil penelitiannya
menyimpulkan sebagai berikut:
1) Sultan Aceh tidak mempunyai kekuasaan apa-apa tanpa persetujuan dari
kepala-kepala yang menjadi bawahannya.
2) Kaum ulama sangat berpengaruh pada rakyat Aceh.
c. Akhir Perlawanan
Perlawanan rakyat Aceh yang merupakan perlawanan paling lama dan terbesar
di Sumatera akhirnya mendapat tekanan keras dari Belanda. Pada tanggal 26
November 1902, Belanda berhasil menemukan persembunyian rombongan
Sultan dan menawan Sultan Muhammad Daud Syah pada tahun 1903. Disusul
menyerahnya Panglima Polim dan raja Keumala. Sedangkan Teuku Umar gugur

karena terkena peluru musuh tahun 1899. Pada tahun 1891 Tengku Cik Di Tiro
meninggal dan digantikan putranya, yaitu Teuku Mak Amin Di Tiro. Dengan
hilangnya pemimpin yang tangguh itu perlawanan rakyat Aceh mulai kendor,
Belanda dapat memperkuat kekuasaannya.

Anda mungkin juga menyukai