Anda di halaman 1dari 10

Perlawanan

Kesultanan Banjar
ANGGOTA KELOMPOK
Adline Shabrina
Indah Lestari
Rhodiyah Mufidah Gusmianti
Perang Banjar
Perang Banjar (1859-1905) ialah perang
perlawanan terhadap penjajahan kolonial
Belanda yang terjadi di Kesultanan Banjar yang
meliputi wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah. Perang Banjar berlangsung
antara 1859-1905
ALASAN PERLAWANAN
Alasan terjadinya perlawanan rakyat banjar antara lain sebagai berikut:

Belanda terlalu
1 mencampuri urusan Belanda memonopoli
internal kesultanan. 2 perdagangan lada, rotan,
damar, serta emas dan intan.

rakyat hidup menderita


3 karena beban pajak serta
kewajiban kerja rodi. Belanda bermaksud
4 menguasai kalimantan selatan
belanda semakin memperluas
karena ditemukan batu bara.
5 wilayah kalimantan selatan untuk
perkebunan dan
pertambanngan
Konflik Internal
Sekitar tahun 1857, Kesultanan banjar mengalami konflik internal
terkait ahli waris tahta setelah meninggalnya sultan adam (1827-
1857). Belanda menunjuk Tamjidillah (1857-1859), cucu sultan Adam,
menjadi sultan.
Tamjidillah adalah anak hasil perkawinan Abdul Rakhman dengan
seorang biasa. Adapun dari istrinya yang lain yang keturunan
bangsawan, ia juga memiliki anak, yakni Pangeran Hidayatullah.
Sultan Adam sendiri sebelum mangkat menginginkan Pangeran
Hidayatullah sebagai penggantinya. Menurut kalangan istana dan
rakyat Banjar, Pangeran Hidayatullah lebih layak menduduki takhta.
Tamjidillah juga gemar minum - minuman keras, sehingga tidak
disukai golongan agama.
PERANG BANJAR
Sebenarnya, rakyat dan para petinggi istana lebih menyukai
Pangeran Hidayatullah yang naik takhta. Penunjukan oleh Belanda
membuat murka kalangan istana dan rakyat. Tindakan Belanda
semakin meresahkan rakyat Banjar ketika Pangeran Prabu Anom
salah satu putra Sultan Adam, ditangkap dan kekuasaan Kesultanan
Banjar diambil alih oleh pemerintah kolonial. Tamjidillah lebih disukai
Belanda karena menjanjikan konsesi yang lebih besar. Maka,
meletuslah Perang Banjar. Pada bulan April, pecah sebuah
pemberontakan besar di Banjarmasin, dipimpin oleh Pangeran
Antasari, sepupu Pangeran Hidayatullah. Bagi Pangeran Antasari
yang lebih layak menduduki takhta kesultanan adalah Pangeran
Hidayatullah. Kemudian Pangeran Antasari mengangkat Pangeran
Hidayatullah menjadi Sultan dengan gelar Sultan Hidayatullah.
Pada 25 April 1859, Antasari dan rakyat Banjar menyerang
perusahaan tambang batu bara Belanda di Pengaron, pos-pos
misionaris, serta membunuh orang-orang Eropa yang mereka
jumpai di sana. Pangeran Antasari juga menyerang pos-pos
Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut,
Tabalong, sepanjang Sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.
Perang ini menelan biaya dan korban jiwa yang besar di pihak
Belanda, terutama karena dukungan yang gigih dari para
pemimpin Islam perdesaan. Dalam rangka meredakan
ketegangan dan militansi rakyat Banjar, Belanda memaksa
Tamjidillah turun takhta pada tahun 1859 dan
mengasingkannya ke Bogor, Jawa Barat. Selanjutnya, pada
tahun 1860, Belanda menyatakan Kesultanan Banjarmasin
dihapuskan dan mengumumkan kekuasaan kolonial yang
bersifat langsung.
Pada Maret 1860, Belanda tiba-tiba mengirim surat kepada
Pangeran Hidayatullah yang berisikan pernyataan untuk
segera menyerahkan diri. Namun hal tersebut sudah jelas
ditolak oleh Pangeran mengingat semua perjuangan
pasukan yang telah dikerahkan. Dengan tipu muslihat
penjajah Belanda, dia ditangkap dan kemudian diasingkan
bersama dengan anggota keluarga dan pengiringnya ke
Cianjur. Belanda akhirnya berhasil menangkap Pangeran
Hidayatullah dan mengasingkannya ke Cianjur, Jawa Barat.
Sepeninggal Hidayatullah, Antasari menjadi pusat kesetiaan
kerajaan bagi orang-orang yang anti-Belanda hingga
wafatnya akibat cacar pada tahun 1862
AKHIR PERANG
BANJAR
Pertempuran-pertempuran besar terus berlanjut sampai tahun
1865. Perjuangan Pangeran Antasari kemudian dilanjutkan oleh
anaknya, yaitu Sultan Muhammad Seman dan Pangeran
Muhammad Said. Di bawah kepemimpinan Sultan Muhammad
Seman, rakyat Banjar terus melakukan perlawanan kepada
Belanda. Perang Banjar secara resmi berakhir dengan gugurnya
putra Pangeran Antasari, Sultan Muhammad Seman saat
mempertahankan Benteng Baras Kuning dari serangan Belanda,
pada 24 Januari 1905. Perang Banjar berakhir pada tahun 1905
dengan kemenangan berada di pihak Belanda yang berhasil
menghapus Kesultanan Banjar.
"sekian presentasi yang kami
sampaikan, malu bertanya sesat
dijalan, tetapi ini tidak sedang
dijalanan jadi jangan bertanya”
sekian terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai