Anda di halaman 1dari 2

PAS.

com - Perang Banjar atau Perang Banjar-Barito adalah sebuah peristiwa sejarah di mana rakyat
Kalimantan khususnya Kesultanan Banjar berperang melawan para penjajah Belanda. Perang Banjar
terjadi di wilayah Kesultanan Banjar, Kalimantan Selatan pada tahun 1859 hingga 1905. Perang Banjar
melibatkan keturunan Kesultanan Banjar yang didukung kekuatan dari rakyat yang berasal dari
berbagai daerah di batang banyu di sepanjang aliran Sungai Barito.

Dahsyatnya Perang Banjar pada saat itu terlihat dari jumlah korban tewas baik di pihak Belanda
maupun rakyat Banjar Barito. Baca juga: Raja-Raja Kesultanan Banjar Tokoh yang terlibat dalam
Perang Banjar ini antara lain Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah II. Penyebab Perang
Banjar Kedatangan Belanda yang ikut campur dalam urusan Kesultanan Banjar menimbulkan banyak
permasalahan. Kondisi ini kemudian memuncak dengan adanya perlawanan dari Pangeran Antasari
dan Pangeran Hidayatullah II dalam Perang Banjar. Apabila dirangkum, maka penyebab terjadinya
Perang Banjar antara lain: Rakyat menjadi sasaran eksploitasi dari Belanda dan Kesultanan Banjar
Munculnya konflik perebutan tahta Kesultanan Banjar akibat intervensi Belanda Sikap sewenang-
wenang dari Tamjidillah yang ditunjuk Belanda sebagai Sultan Banjar Kronologi Perang Banjar
Sebagai penerus kerajaan Daha yang sebelumnya bercorak Hindu, pengaruh Islam masuk ke
Kesultanan Banjar pada sekitar akhir abad 15 berkat peran dari Kerajaan Demak. Kesultanan Banjar
memiliki wilayah kekuasaan di sekitar Kalimantan Selatan dan sebagian Kalimantan Tengah. Dalam
buku Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia (2012) karya Daliman, disebutkan
bahwa pelabuhan-pelabuhan dagang Kesultanan Banjar pada abad 15 M selalu ramai dengan kapal-
kapal dagang internasional. Kesultanan Banjar juga memiliki hasil sumber daya alam seperti emas,
intan, lada, rotan dan damar yang melimpah. Hal inilah yang kemudian mendorong Belanda untuk
mulai merencanakan strategi agar dapat menguasai Kesultanan Banjar. Dilansir dari buku Sejarah
Indonesia Modern: 1200-2004 (1981) karya M.C Ricklefs, Belanda dan Kesultanan Banjar mulai
melakukan interaksi pada sekitar tahun 1840-an. Setelah itu, Belanda mulai dengan strategi
melakukan campur tangan di beberapa wilayah Kesultanan Banjar dan memadamkan sengketa-
sengketa yang ada. Sebagai imbalan, Belanda mendapatkan hak khusus untuk mencampuri urusan
dalam negeri Kesultanan Banjar. Kondisi tersebut berlangsung lama hingga akhirnya perlawanan
rakyat Banjar dimulai saat Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah II sebagai Sultan Banjar pada
tahun 1859. Padahal, waktu itu sosok yang seharusnya naik tahta menjadi Sultan Banjar adalah
Pangeran Hidayatullah II. Namanya juga tertulis dalam surat wasiat yang ditulis oleh Sultan Adam
agar menjadi penerus takhta. Pada tanggal 28 April 1859, Pangeran Antasari dan Pangeran
Hidayatullah II kemudian memimpin perlawanan terhadap Belanda. Pangeran Antasari memimpin
penyerangan terhadap benteng Belanda dan tambang batu bara di wilayah Pengaron. Dalam
serangan tersebut tentara Belanda dapat dilumpuhkan dan pasukan Pangeran Antasari dapat
menguasai tambang batu bara di Pengaron. Setelah itu, muncul beberapa pertempuran di tempat
lain seperti Pertempuran Benteng Tabanio di Agustus 1859, Pertempuran Benteng Gunung Lawak
pada September 1859, Pertempuran Munggu Tayur pada Desember 1859, dan Pertempuran
Amawang pada Maret 1860. Dalam buku Pegustian dan Temanggung : Akar Sosial, Politik, Etnis dan
Dinasti, Perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah 1859-1906 (2014) karya Helius
Sjamsudin, disebutkan bahwa Belanda membalas serangan Pangeran Antasari dengan menawan
keluarga Pangeran Hidayatullah II. Belanda kemudian meminta Pangeran Hidayatullah II untuk keluar
dari persembunyiannya. Pangeran Hidayatullah II yang keluar dari persembunyiannya untuk
menyelamatkan keluarganya justru ditangkap Belanda dan diasingkan menuju ke Cianjur. Hal itu tak
membuat menghentikan Pangeran Antasari perlawanan. Ia terus melakukan perlawanan di daerah-
daerah di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Pangeran Antasari juga mendirikan tujuh unit
benteng di Teweh untuk memperkuat pertahanan rakyat. Perang Banjar mulai meredup ketika
Pangeran Antasari mulai melemah karena terserang penyakit paru-paru dan cacar. Perjuangannya
terus dilakukan hingga Pangeran Antasari wafat pada 11 Oktober 1862. Gusti Mat Seman, Gusti Acil,
Gusti Muhammad Arsyad, dan Antung Durrahman melanjutkan perjuangan di Perang Banjar hingga
titik darah penghabisan.

Perang Banjar berakhir pada tahun 1905 dengan kemenangan berada di pihak Belanda yang berhasil
menghapus Kesultanan Banjar. Dampak Perang Banjar Dampak Perang Banjar adalah terjadi
penyatuan gerakan rakyat di bawah pimpinan Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah II. Meski
sudah melakukan perlawanan denga gigih dan pantang menyerah, pada akhirnya Belanda bisa
mengatasi keadaan.

Akibat kemenangan Belanda pada perang tersebut, Kesultanan Banjar kemudian dihapuskan.
Keputusan ini diambil Belanda demi menghindari konflik lebih lanjut dan menghindari meletusnya
perlawanan rakyat Kalimantan Selatan. Belanda juga menghapuskan pemerintahan-pemerintahan
bawahan dari Kesultanan Banjar sehingga tidak ada penerus kerajaan. Pihak belanda kemudian
menerapkan aturan-aturan baru di bawah Residentie Zuider en Ooster Afdeelingvan Borneo
(Keresidenan Bagian Selatan dan Timur Pulau Borneo). Berbagai sumber daya di Kalimantan
kemudian dikuasai dan dimonopoli oleh Belanda yang mengakibatkan rakyat menderita. Eksploitasi
besar-besaran kemudian terjadi karena Belanda mengambil sumber daya alam secara paksa berupa
rempah-rempah, perkebunan, dan tambang batu bara.

Anda mungkin juga menyukai