Anda di halaman 1dari 7

PERANG BANJAR

Perang Banjar (1859-1906) yaitu perang perlawanan terhadap penjajahan kolonial Belanda yang
terjadi di Kesultanan Banjar yang meliputi wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Perang Banjar berjalan selang 1859 -1905.

Konflik ini dimulai ketika Belanda memonopoli perdagangan di Kesultanan Banjar. Kala itu,
Kesultanan Banjar memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah berupa emas, intan, lada, rotan
dan damar. Tidak hanya menguasai sumber daya alam wilayah Kalimantan, ternyata Belanda
menginginkan lebih dari itu. Belanda juga ikut mencampuri urusan Kesultanan Banjar yang membuat
situasi kerajaan bertambah kacau. Intensitas gesekan yang semakin meningkat antara Belanda dan
Kesultanan Banjar menimbulkan banyak permasalahan hingga akhirnya memuncak ke dalam bentuk
perlawanan lewat Perang Banjar. Perang Banjar dipimpin oleh Pangeran Antasari dan dibantu oleh
Pangeran Hidayatullah II sebagai Mangkubumi. Penyerangan diawali ketika Pangeran Antasari memasuki
benteng dan tambang batubara di wilayah Pengaron.

Dalam serangan tersebut, tentara Belanda dapat dilumpuhkan dan pasukan Pangeran Antasari dapat
menguasai tambang batubara di Pengaron. Dikutip dari buku Pegustian dan Temanggung: Akar Sosial,
Politik, Etnis dan Dinasti, Perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah 1859-1905 (2014)
karya Helius Sjamsudin, pihak Belanda membalas serangan Pangeran Antasari dengan menyekap
keluarga Pangeran Hidayatullah II. Mereka juga meminta Pangeran Hidayatullah II untuk keluar dari
persembunyiannya. Dengan terpaksa, Pangeran Hidayatullah II harus keluar dari persembunyiannya
untuk menyelamatkan keluarganya. Namun sesampainya di Istana, Pangeran Hidayatullah II ditangkap
Belanda dan diasingkan menuju ke Cianjur. Pasca ditinggal Pangeran Hidayatullah II, Pangeran Antasari
tetap melanjutkan perlawanan. Untuk memperkuat kedudukan sebagai pemimpin tertinggi, Pangeran
Antasari meneriakkan slogan: “Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah". Rakyat, alim ulama, dan
pejuang pun mengakui Pangeran Antasari sebagai Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.

Sedikit demi sedikit Perang Banjar semakin mendekati kekalahan. Pasukan Belanda dipasok berbagai
persediaan dan pasukan bantuan dari Batavia. Karena terus terdesak, Pangeran Antasari memindahkan
markas komando di Sungai Teweh. Pangeran Antasari juga dibantu oleh dua putranya, Gusti Muhammad
Said dan Gusti Muhammad Seman. Selain itu, ia juga dibantu oleh keluarga kerajaan yaitu Kiai Demang
Lehman dan Tumenggung Surapati. Tapi beberapa hari kemudian, Pangeran Antasari jatuh sakit.

Perang Banjar mulai meredup ketika Pangeran Antasari mengidap penyakit keras yang menyerang
paru-paru hingga cacar. Meskipun dalam keadaan sakit keras, keinginan Pangeran Antasari untuk
menjadikan Kesultanan Banjar sebagai wilayah berdaulat tidak padam. Pangeran Antasari meninggal
padBelandaa Oktober 1862 dan menitipkan pesan kepada para pengikutnya untuk terus berjuang hingga
titik darah penghabisan.

Perang Banjar berakhir pada tahun 1906 yang ditandai dengan kekalahan Pangeran Antasari dan
Kesultanan Banjar. Korban di pihak Banjar lebih dari enam ribu jiwa. Sementara pihak Belanda,
kehilangan hingga lima ribu orang dan dua kapal uap yang tenggelam.
Penyebab terjadinya perang banjar antara lain sebagai berikut:

1. Rakyat Banjar tidak suka dan tidak setuju dengan merajalelanya dalam menguasai perkebunan
dan pertambangan yang ada di Kalimantan Selatan.

2. Terlalu ikut campurnya pihak Belanda terhadap urusan kesultanan.

3. Belanda ingin menguasai daerah Kalimantan Selatan karena di daerah tersebut ditemukan
pertambangan batubara.

4. Belanda telah merencanakan menghapus jabatan sultan di kerajaan Banjar.

5. Belanda tidak menyetujui pangeran Hidayatullah menjadi sultan Banjar.

6. Setelah mencopot jabatan sultan dari Tamjidullah, Belanda kemudian membubarkan kerajaan
Banjar

Perang di Kerajaan Banjar ini menimbulkan beberapa dampak buruk pada Kerajaan Banjar sendiri,
antara lain :

1.Kesultanan Banjar Dibubarkan

Hal yang pertama kali bisa kita lihat adalah pembubaran Kerajaan Banjar. Perlawanan yang dilakukan
Kerajaan Banjar dan mendapat bantuan dari suku Dayak yang terkenal di wilayah Kalimantan ternyata
belum cukup kuat untuk menandingi kekuatan Belanda yang kala itu juga adalah negara yang memiliki
angkatan bersenjata terbaik di dunia. Perlawanan Kerajaan Banjar kala itu kebanyakan menggunakan
senjata tradisional yang menggunakan senjata melee atau senjata tajam yang mana kalah bersaing
dengan penggunaan teknologi seperti senapan dan meriam. Belanda juga terbilang sebuah negara yang
memiliki personel militer terbaik di dunia, mak dari itu perlawanan kedaerahan yang dilakukan oleh
Kerajaan Banjar dan sekitarnya bisa begitu mudah diredam oleh pasukan Belanda yang kala itu memang
mendapat pendidikan dan memiliki berbagai sumber daya yang mencukupi untuk melakukan
pertahanan. Berbeda dari Indonesia yang kala itu masih termasuk dalam negara-negara dengan militer
terlemah. Cukup disayangkan juga, pada akhirnya Kerajaan Banjar akhirnya dihapuskan untuk
menghindari konflik lebih lanjut dan untuk menghindari resiko adanya perlawanan dari rakyat
Kalimantan Selatan yang mana berpusat pada Kerajaan tersebut. Selain menghapus Kerajaan Banjar,
Belanda juga ikut menghapuskan pemerintahan-pemerintahan bawahan dari kerajaan tersebut. Dengan
begitu, bisa dipastikan bahwa penerus dari kerajaan tersebut sudah tidak ada lagi. Pemerintahan dalam
wilayah Kalimantan Selatan pun sempat mengalami kekosongan kekuasaan, karena pusat dari daerah itu
sendiri telah musnah. Kekosongan kekuasaan tadi tidak berlangsung sangat lama, dalam waktu sekejap
Belanda membuat aturan-aturan baru yang dibuat oleh pemerintahan Belanda bernama Residentie
Zuider en Ooster Afdeelingvan Borneo untuk mengatur birokrasi dan segala sistem pemerintahan yang
berada di wilayah Kalimantan Selatan.

2. Belanda Berhasil Menguasai Wilayah Kalimantan Selatan Seluruhnya

Dengan dikuasainya pemerintahan pusat dari wilayah Kalimantan Selatan, bisa dibilang bahwa seluruh
wilayah yang awalnya berada pada kendali Kerajaan Banjar tenggelam ke dalam tangan Belanda setelah
memenangkan peperangan atas perlawanan yang sempat dilakukan oleh Kerajaan Banjar sendiri yang
dibantu oleh warga sekitar. Belanda sendiri akhirnya dapat dengan mudah mengurus segala sesuatu
yang berada pada Kalimantan Selatan, termasuk di dalamnya pemanfaatan sumber daya alam dan juga
monopoli perdagangan. Rakyat juga sempat mengalami kebingungan dan penderitaan akibat dari
pemerintahan Belanda kala itu. Banyak rakyat yang mengalami tindakan-tindakan sebagai penyebab
pelanggaran HAM vertikal yang mana membuat mereka harus merasakan kesusahan tiap waktu karena
pemerintahan Belanda kala itu dianggap mencari untung sendiri atas wilayah Kalimantan Selatan.
Tentunya hal itu sangat wajar bagi penjajah, karena tujuan awal mereka datang ke Indonesia memang
untuk menguasai seluruh sumber daya alam berupa rempah-rempah yang juga banyak tersebar pada
wilayah Kalimantan Selatan. Jadi dengan mereka menguasai wilayah tersebut, bisa dipastikan mereka
bisa mendapat keuntungan yang luar biasa bila mereka menjual rempah-rempah tadi ke pasar global.

3. Dikuasainya Berbagai Sumber Daya Alam di Kalimantan

Seperti yang telah disampaikan di atas, dengan berakhirnya Kerajaan Banjar ala itu, seluruh sistem
termasuk pembagian sumber daya alam kepada rakyat telah dihapuskan. Rakyat kembali mengalami
berbagai penderitaan akibat kekurangan segala faktor untuk hidup. Bahkan sering kali dapat ditemukan
penyebab konflik horizontal yang hanya dikarenakan karena kekurangan sumber daya untuk hidup.
Belanda bisa semakin bebas mengambil sumber daya karena tidak ada aturan mengikat lagi yang
dikeluarkan oleh Kerajaan Banjar. Selain itu, musuh mereka yang terbesar di wilayah Kalimantan Selatan
juga bisa berhasil ditumpas, seolah-olah tidak ada hal lain lagi yang bisa menghalangi mereka.

Eksploitasi besar-besaran terjadi pada pengambilan sumber daya alam secara paksa berupa rempah-
rempah, perkebunan, dan tambang batu bara yang dilakukan langsung oleh pemerintahan Belanda
sendiri. Rakyat pun menjadi miskin kembali karena kebijakan ini.

4. Tidak Adanya Penerus yang Ideal

Penyerangan Belanda yang dilakukan kepada kerajaan Banjar memang bisa dibilang sebagai penyebab
konflik antar ras yang kejam. Kekalahan Kerajaan Banjar di tangan Belanda kala tu menimbulkan rasa
putus asa dari rakyat Kalimantan sendiri, mengingat tokoh yang berpotensial untuk mengembalikan
keadaan menjadi baik kembali yaitu Pangeran Hidayat sudah tidak bisa ditemukan lagi. Pangeran
Hidayat diduga hilang saat peperangan terjadi. Kehilangan penerus yang menurut rakyat Kalimantan
Selatan sangat ideal untuk memimpin kembali mereka membuat banyak rakyat berduka atas hal itu.

Banyak dari mereka yang bahkan tidak tahu akan melakukan hal apa lagi, dan pasrah menalani hidup
mereka di bawah genggaman Belanda. Banyak dari mereka yang bahkan memutuskan untuk lari dari
kampung halaman mereka sendiri. Syukur bila mereka berhasil untuk kabur dari tempat itu, namun jika
tidak, mereka bisa dibunuh di tempat bila tentara Belanda menyadari bahwa mereka kabur dari wilayah
mereka.

5. Sistem Bimokrasi Lama Dihapuskan

Sistem yang dijalankan oleh Kerajaan Banjar pun memang diilai sudah cukup baik, rakyat pun dibuat
bahagia akan hal itu. Namun semuanya sirna ketika Belanda akhirnya bisa menghancurkan Kerajaan
tersebut. Sistem birokrasi yang awalnya dibuat sendiri oleh pemerintahan Kerajaan Banjar diganti oleh
sistem birokrasi dari pemerintahan Belanda sendiri, yang mana kebanyakan hanya menguntungkan
pihak Belanda saja untuk mengakses dan mengeksploitasi wilayah tersebut dengan mudahnya.
Daftar Tokoh Perang Banjar, diantaranya :

1.Pangeran Hidayatullah ll

2.Pangeran Antasari

3. Panembahan Muning/Aling
4.Tumenggung Surapati
5.Demang Lehman

6.Sultan Muhammad Seman

7.Gusti Matseman

8.Gusti Muhammad Arsyad

9.Antung Durrahman

Anda mungkin juga menyukai