Anda di halaman 1dari 10

BIOGRAFI PANGERAN ANTASARI

Pangeran Antasari – Tahukah kalian Biografi Pangeran Antasari yang


merupakan salah seorang Pahlawan Nasional yang memperjuangkan tanah dari
penjajahan Belanda di daerah Banjar, Kalimantan Selatan pada abad ke-19 M. Dia
dikenal baik oleh pribumi setempat sebagai salah seorang pemuka agama dan
pemimpin umat Islam tertinggi di daerah Banjar bagian utara (Muara Taweh, dll).

Sebagai seorang tokoh yang sangat berpengaruh, biografi Pangeran Antasari


menarik untuk dipelajari bersama. Selama kehidupannya, Pangeran Antasari tidak
lepas dari sepak terjang Belanda yang menguasai daerah-daerah di sekitar
wilayahnya.

Belanda melakukan politik devide et impera atau politik adu domba, yakni upaya
untuk memecah-belah kelompok-kelompok pribumi sehingga dapat dengan
mudah dikuasainya. Sehingga perlawanan pribumi pada masa itu cukup sulit
karena harus menghindari terjebak dalam sistem adu domba yang diterapkan
Belanda.

Membahas mengenai Kehidupan Pangeran Antasari akan lebih lengkap bila


mengulas biografi Pangeran Antasari secara singkat beserta bagaimana dinamika
kehidupan yang dilaluinya. Selain itu, peran-perannya sebagai tokoh masyarakat
menjadi kajian penting yang tidak dapat dipisahkan pada pembahasan ini.
Pangeran Antasari lahir pada tahun 1797 M di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar,
Kalimantan Selatan dan meninggal pada tahun 11 Oktober 1862 di Bayan Begok,
Kabupaten Barito, Kalimantan Tengah. Dia merupakan putra dari Pangeran
Mas’ud bin Pangeran Amir dengan ibunya Khadijah binti Sultan Sulaiman.

Pangeran Antasari adalah cucu dari Pangeran Amir yang terkenal dalam Dinasti
Banjarmasin. Ketika masih muda, Pangeran Antasari memiliki nama Gusti Inu
Kertapati. Adik perempuannya dikenal dengan nama Ratu Sultan Abdul Rahman
setelah menikah dengan Sultan Muda bin Abdurahman bin Sultan Adam.

Setelah menikah dengan Ratu Antasari, dia dikaruniai 3 anak laki-laki dan 8 anak
perempuan. Pangeran Antasari dikenal juga sebagai pemimpin beberapa suku,
yakni Suku Bakumpai, Murung, Kutai, Ngaju, Siang, dan suku-suku lain di daerah
pedalaman.

Dia kemudian diakui oleh masyarakat sebagai “Panembahan Amiruddin


Khalifatul Mukminin” yang bermakna Pemimpin Tertinggi Umat Islam di
wilayah Banjar pada masa-masa akhir kehidupannya. Setelah dia meninggal, dia
digantikan oleh anaknya yang bernama Muhammad Seman.

Itulah sekilas biografi Pangeran Antasari yang penting untuk dipelajari. Selain
biografi tokoh, akan lebih informatif jika mempelajari bagaimana perjalanan
hidupnya. Berikut perjalanan hidup Pangeran Antasari yang sarat akan spirit
perjuangan.

Perjalanan Hidup Pangeran Antasari

Pada waktu kecil, Pangeran Antasari dididik untuk terbiasa hidup di luar wilayah
kerajaan atau berbaur dengan masyarakat kecil. Sehingga tidak heran jika
Pangeran Antasari memiliki jiwa sosial yang tinggi. Selain itu, oleh ayahnya,
Pangeran Antasari dididik untuk anti pada penjajahan Belanda, sehingga dia
memiliki tekad kuat untuk tidak gentar melawan penindasan yang dilakukan oleh
Belanda.
Sebagai seseorang keturunan bangsawan yang sering hidup dilingkungan rakyat
kecil, dia begitu paham mengenai perasaan dan penderitaan rakyatnya yang
merasa tertindas oleh Belanda.

Suatu saat Belanda mengintervensi pemerintahan Kesultanan Banjar dengan


mengangkat Sultan Tajmid sebagai Sultan Kerajaan Banjar, padahal yang layak
naik tahta adalah Sultan Hidayat. Sultan Tajmid adalah seseorang yang tidak
disukai oleh rakyat karena kedekatan dan keberpihakannya kepada Belanda.

Setelah interverensi kekuasaan, Belanda juga melakukan pelemahan terhadap


Kesultanan Banjar dengan melakukan adu domba, sehingga banyak dari keluarga
kesultanan yang bercerai-berai dan bermusuhan. Melihat hal tersebut, Pangeran
Antasari membela hak-hak Sultan Hidayat dan bersekutu dengan kepala-kepala
suku di daerah hulu sungai. Pangeran Antasari dan rakyat Banjar bertekad untuk
mengusir Belanda tanpa kompromi.

Kegigihan Pangeran Antasari Sebagai Pemimpin Rakyat

Perlawanan pertamanya yang dilakukan untuk menyerang Belanda adalah


menyerbu tambang batu bara di wilayah Pengaron yang selanjutnya dikenang
dengan nama Perang Banjar. Pangeran Antasari telah mampu mengorbankan
semangat dan perlawanan yang kuat dari rakyat Banjar sehingga membuat pihak
Belanda kewalahan. Sampai pada akhirnya Belanda berniat untuk membujuk
Pangeran Antasari, namun dia tetap melakukan perlawanan.

Pangeran Antasari diangkat oleh rakyat sebagai Pemimpin pemerintahan,


Panglima Perang, dan Pemimpin Agama tertinggi oleh rakyat ketika
mengucapkan seruan : “Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah!”. Ketika itu,
Pangeran Antasari menjadi tokoh utama perjuangan rakyat di daerah Banjar.
Pada akhir hayatnya, wabah cacar menyerang dirinya beserta pasukannya,
sehingga kemudian Pangeran Antasari meninggal pada tanggal 11 Oktober 1962
di Tanah Kampung Bayan Begok, Kalimantan Tengah.

Perjalanan hidup Pangeran Antasari sarat akan nilai-nilai perjuangan melawan


penindasan Belanda. Selain itu, peran-perannya sebagai tokoh masyarakat juga
dikenang oleh masyarakat-masyarakat di sekitarnya. Peran-peran yang dilakukan
sangat berpengaruh bagi kehidupan dan perkembangan sosial masyarakat Banjar.

Jasa Perjuangan Pangeran Antasari Sebagai Tokoh Masyarakat

Sebagai tokoh panutan masyarakat, Pangeran Antasari memiliki andil yang


sangat besar. Peran-perannya mencakup dalam beberapa hal yang sangat
berpengaruh, yakni :

1. Seorang Pemuka Agama

Pangeran Antasari dikenal sebagai ulama yang begitu faham akan nilai-nilai Islam
dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini membuat
banyak masyarakat di sekitarnya meneladaninya dan belajar Agama Islam lebih
dalam kepadanya.

Selain itu, Pangeran Antasari juga memiliki spirit perjuangan yang dilandasi
nilai-nilai Islam terbukti dengan ucapannya yang menginspirasi lainnya, yakni :
“Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah”.

2. Penghubung Aspirasi Rakyat

Karena terbiasa hidup dengan rakyat kecil, Pangeran Antasari begitu paham
mengenai keinginan rakyatnya. Sebagian rakyat merasa bahwa komunikasi antara
rakyat dan pihak kerajaan ada sedikit batasan-batasan tertentu. Sehingga untuk
menyampaikan pesan atau keluhan harus ada perantara yang menghubungkan
dengan pihak kerajaan.
Pangeran Antasari menjadi penyampai pesan aspirasi rakyat kepada istana
kesultanan. Dengan ini, apa yang menjadi keluhan atau keinginan masyarakat
dapat tersampaikan dengan baik, sehingga ada kedekatan antara penguasa dengan
rakyat.

3. Pemersatu Rakyat

Pangeran Antasari tidak hanya dekat dengan suku-suku tertentu saja, tetapi semua
suku di daerah Banjar, sehingga beliau tahu bagaimana karakteristik suku satu
dengan suku lainnya. Dia telah berhasil mempersatukan suku satu dengan suku
lainnya, terutama ketika menghadapi penindasan oleh pasukan-pasukan Belanda.
Semua rakyat bersatu karena semakin sadar akan mudah diadu domba oleh
Belanda jika berpecah-belah.

4. Membela Hak-Hak Rakyat

Pangeran Antasari juga dikenal sebagai tokoh pembela hak-hak rakyat yang
tertindas. Seringkali Pangeran Antasari mengecam dan menentang tindakan
Belanda yang semena-mena. Hal ini juga mendorong rakyat untuk melakukan
perlawanan atas tindakan Belanda yang semena-mena.

Pangeran Antasari juga membela hak Pangeran Hidayat ketika Pangeran Hidayat
disingkirkan secara politis oleh Belanda atas kedudukannya sebagai pewaris tahta
yang oleh Belanda digantikan dengan Sultan Tajmid yang lebih pro kepada
Belanda. Pembelaan ini mampu mengobarkan semangat Pangeran Hidayat dan
rakyat Banjar untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.

5. Panglima Perang Yang Gigih

Kegigihan Pangeran Antasari sebagai Panglima Perang tidak diragukan lagi. Dia
berusaha keras untuk menerobos pertahanan Belanda dengan tekad yang kuat.
Bahkan ketika dibujuk oleh Belanda untuk menyerah, dia tidak goyoh dan terus
melakukan perlawanan.
Hal inilah yang menjadi inspirasi bagi rakyat-rakyatnya. Kegigihan Pangeran
Antasari pun juga ditiru oleh rakyat-rakyat Banjar di generasi berikutnya

Itulah sekilas pengetahuan mengenai biografi Pangeran Antasari beserta


perjalanan hidupnya. Pangeran Antasari dikenal masyarakat sebagai Pemimpin
umat Islam tertinggi di wilayah Banjar, Kalimantan Selatan. Dia terkenal dalam
membela hak-hak rakyat dan kegigihannya dalam melawan penindasan Belanda.

Selain biografi Pangeran Antasari, ada hal-hal lain yang menarik untuk dipelajari,
yakni peran-perannya. Pangeran Antasari memiliki peran yang besar bagi
masyarakat Banjar. Peran-peran yang dilakukannya menjadikan dirinya sebagai
tokoh panutan yang tetap menginspirasi generasi-generasi di masa selanjutnya.
PANGERAN DIPONEGORO

Siapakah Pangeran Diponegoro? Mengapa namanya begitu dikenang


sebagai pahlawan bangsa Indonesia? Sampai-sampai, Pangdip mendapatkan
julukan sebagai Satria Piningit di masanya. Memang julukan ini bukan tanpa
sebab karena di masa lalu, beliau berhasil menggerakkan rakyat untuk melawan
penjajah dan kolonialisasi. Sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro tidak akan
terlupakan hingga kelak, namanya pun dipakai sebagai nama-nama jalan, bahkan
salah satu universitas negeri di kota Semarang.

Biografi

Nama Bendara Raden Mas Antawirya

Lahir Yogyakarta, 17-November-1785

Meninggal Makassar, 8-Januari-1855 (Usia 69)

Orang Tua Sultan Hamengkubuwono III & R.A Mangkarawati

Pahlawan Perang Jawa, 1825-1830


Pangeran Diponegoro memiliki nama asli B.R.M Antawirya, lahir di lingkungan
keraton Ngayogyakarta pada tanggal 17 November 1785. Kontribusinya dalam
pegerakan melawan penjajah di era Hindia-Belanda, membuatnya dianugerahi
gelar pahlawan nasional Indonesia. Banyak orang yang tidak tahu bahwa ternyata
ia adalah anak tertua dari raja Jogja, Sultan Hamengkubuwono ke-3. Mungkin ini
terjadi karena Pangdip adalah anak dari selir, bukan sang ratu. Ibunya bernama
R.A Mangkarawati yang berdarah Pacitan, Jawa Timur.

Bendara Raden Mas Antawirya atau Pangeran Diponegoro juga dikenal dengan
nama Bendara Raden Mas Antawirya, ketika ia masih kecil hingga remaja. Masa
kecilnya dihabiskan di Yogyakarta, hingga sebelum akhirnya memulai ikut
perjuangan melawan penjajah. Kemuliaan dan ketinggian akhlak Pangeran
Diponegoro membuat ayahnya sang raja jadi kagum dan berniat menyerahkan
takhtanya padanya. Namun pangeran menolak karena ia menyadari bahwa
keputusan raja ini tidak tepat, sebab ia hanyalah anak selir, bukan permaisuri ratu.
Jika ia naik takhta, tentu akan menciptakan iklim kontestasi politik yang panas di
lingkungan keraton, di antara anak-anak dan keluarga besar.

Pangeran Diponegoro setidaknya pernah menikah hingga 9 kali disemasa


hidupnya. Dari sembilan istri ini, ia memperoleh 12 putra dan 10 putri. Sejarah
menyatakan bahwa meskipun ia adalah pangeran, namun selalu menolak tinggal
di dalam kompleks keraton maupun perumahan bangsawan. Ia malah memilih
tinggal di kampung halaman eyang buyut putrinya, sang permaisuri dari Sultan
Hamengkubuwono ke-1. Kampung halaman ini dinamakan Tegalrejo, namun
konsepsi mengenai Tegalrejo sangat filosofis, bahwa yang dimaksud dengan
Tegalrejo adalah kawasan pedesaan. Jadi tidak spesifik menyebutkan lokasinya di
mana. Namun di masa lalu, desa Tegalrejo lokasinya di Jawa Tengah.

Sepanjang gerilyanya sebagai pahlawan perang, Diponegoro dianggap telah


membangkitkan semangat kebangkitan perlawanan orang-orang di desa. Karena ia
memang tinggalnya selalu di desa. Perang Diponegoro tercetus pada tahun 1825-
1830. Penyebab tercetusnya Perang Diponegoro adalah karena ia menolak
Belanda melakukan kaplingisasi alias pematokan tanah di desa Tegalrejo secara
paksa. Selain itu juga diberlakukannya pajak yang sangat besar, padahal tanah
yang dipijak adalah tanah nenek moyangnya sendiri.

Tidak hanya berjuang sendirian, sejarah Pangeran Diponegoro juga menyebutkan


bahwa langkahnya didukung di tingkat grassroot (akar rumput) serta elite politik
(lingkungan kerajaan). Setidaknya ia mendapatkan dukungan besar dari
Mangkubumi, pamannya. Tapi tragedi Perang Diponegoro yang berdara-darah ini
seakan-akan menjadi tragedi genosida, sebab perang ini menimbulkan korban jiwa
lebih dari 200.000 orang Jawa mati, beberapa ribu pasukan di pihak lawan yaitu
tentara Belanda berdarah Eropa.

Bisa dibilang memang pihak dari Kasunanan Surakarta yang mendukung


langkahnya, sedangkan pihak monarki Jogja sebagai keluarga intinya sendiri
malah terkesan mengecap pangdip sebagai pemberontak. Labelling pemberontak
ini melekat tidak hanya pada diri Pangeran Diponegoro, tapi juga seluruh trah
keturunannya. Pangdip dan keturunannya, semenjak perang ini tercetus, dilarang
masuk lagi ke lingkungan keraton. Bahkan perang usai pun, seluruh trahnya tidak
diperkenankan masuk ke keraton, tidak dianggap lagi. Baru pada era Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, status pemberontak ini dicabut, sehingga seluruh cucu-
cicitnya kembali dianggap sebagai bagian dari keraton Yogyakarta. Mereka bisa
mengurus berkas-berkas silsilah keluarga yang mungkin saja akan memberikan
kebanggaan dan kedamaian tersendiri di hati mereka.

Anda mungkin juga menyukai