PENDAHULUAN
Nama asli dari Imam bonjol ini ialah Imam Shahab. Semasa remaja, ia
biasa di panggil dengan sebutan Peto Syarif. Imam bonjol ini mendapat gelar
Malim basa setelah menuntut ilmu tentang keagamaannya di Aceh dari tahun
1800 hingga tahun 1802. Setelah gelar yang ia dapat tersebut ia kemudian
tersebut. Semasa berguru pada Tuanku Nan Renceh ini ia banyak mendapatkan
pengajaran tentang ilmu perang dari gurunya tersebut. Pada tahun 1807 beliau
mendirikan benteng yang terletak di kaki bukit Tajadi yang ia beri nama Imam
Dengan nama barunya ini, yaitu Tuanku Imam Bonjol ia disebut sebagai
sebagai pahlawan dari perang Padri, ia merupakan seorang alim ulama yang
perang padri tersebut kemudian ia menjadi sosok pahlawan yang tidak bisa di
yang dikenal dengan nama Perang Padri pada tahun 1803-1838. Tuanku Imam
di Bonjol pada tahun 1772. Dia merupakan putra dari pasangan Bayanuddin (ayah)
dan Hamatun (ibu). Ayahnya, Khatib Bayanuddin, merupakan seorang alim ulama
yang berasal dari Sungai Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota.1 Sebagai ulama dan
yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari Kamang,
Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan adalah yang
BAB II
1
Muhammad Syamsu As, Ulama pembawa Islam di Indonesia dan sekitarnya, Lentera, (1996) Hal
17
PEMBAHASAN
sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Beliau merupakan salah satu dari
Bonjol merupakan seorang ulama. Namun karena pada saat itu terjadi tindakan
kepada pihak Belanda hingga terjadi perang antara rakyat minang yang
dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol melawan Belanda. Pepeperangan ini kita
kenal dengan nama Perang Padri yang terjadi pada tahun 1803-1838.
November 1864), adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang
Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab, yang
lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat pada tahun 1772. Sebagai ulama dan
Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari Kamang
sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan adalah yang
1. Perang Padri
syariat Islam sesuai dengan Mazhab Wahabi yang waktu itu berkembang di
tanah Arab (Arab Saudi sekarang). Kemudian pemimpin ulama yang tergabung
dalam Harimau nan Salapan meminta Tuanku Lintau untuk mengajak Raja
Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara Kaum Padri
(penamaan bagi kaum ulama) dengan Kaum Adat. Seiring itu dibeberapa nagari
dan pecah pertempuran di Koto Tangah dekat Batu Sangkar. Sultan Muning
melawan kaum Padri. Perjanjian itu dihadiri juga oleh sisa keluarga Dinasti
Simawang dan Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema
awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang. Dalam hal ini
Kompeni melibatkan diri dalam perang karena "diundang" oleh kaum Adat.
melalui Gubernur Jendral Johannes van den Bosch mengajak pemimpin Kaum
Padri yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai
dengan maklumat "Perjanjian Masang" pada tahun 1824. Hal ini dimaklumi
Namun, sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum
sendiri. Bersatunya kaum Adat dan kaum Paderi ini dimulai dengan adanya
kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Puncak Pato di Tabek Patah yang
Rasa penyesalan Tuanku Imam Bonjol atas tindakan kaum Padri atas
kalian?" (Adapun banyak hukum Kitabullah yang sudah terlangkahi oleh kita.
selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus 1837) juga dapat menjadi
oleh jenderal dan para perwira Belanda, tetapi dengan tentara yang sebagian
besar adalah bangsa pribumi yang terdiri dari berbagai suku, seperti Jawa,
Madura, Bugis, dan Ambon. Dalam daftar nama para perwira pasukan Belanda,
terdapat Mayor Jendral Cochius, Letnan Kolonel Bauer, Mayor Sous, Kapten
MacLean, Letnan Satu Van der Tak, Pembantu Letnan Satu Steinmetz. dan
Padri.
Imam Bonjol bertambah sulit, namun ia masih tak sudi untuk menyerah kepada
Belanda.
perangnya untuk merebut Bonjol, yaitu sebuah negeri kecil dengan benteng
dari tanah liat yang di sekitarnya dikelilingi oleh parit-parit. Barulah pada
tanggal 16 Agustus 1837, Bonjol dapat dikuasai setelah sekian lama dikepung.
pengasingannya tersebut.
Dalam peristiwa peristiwa yang melibatkan kaum adat dan kaum yang
secara langsung di pimpin oleh Imam Bonjol itu sendiri. kaum adat disini ialah
masyarakat Minang yang telah menyimpang dari ajaran ajaran agama Islam.
Perbuatan yang umumnya terjadi di sekitaran masyarakat kaum adat ini ialah
merupakan kaum atau golongan yang mentaati ajara-ajaran agama Islam dan
berusaha memperbaiki akhlak dari kaum adat yaitu masyarakat Minang yang
menyimpang dengan ajaran agama Islam tersebut. Dengan kesadaran dari
kedua belah pihak yang telah di manfaatkan oleh pihak Belanda ini, maka
timbullah perdamaiana dari kaum adat dan kaum Padri ini untuk memperbaiki
Kedua kaum antara kaum adat dan kaum Padri pun bersatu untuk
Simawang dan Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema
awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang. Kompeni
Namun, sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum
Adat dan kaum Agama melawan Belanda. Memorie Tuanku Imam Bonjol
transliterasinya oleh Sjafnir Aboe Nain, se-buah sumber pribumi yang penting
Tuanku Imam Bonjol atas tindakan kaum Paderi atas sesama orang Minang dan
ajaran agama. “Adapun hukum Kitabullah banyaklah yang terlampau dek oleh
kita. Bagaimana pikiran kita?” (Adapun banyak hukum Kitabullah yang sudah
selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus 1837) — seperti rinci
memberi maaf bagi kesalahan dan kekhilafan yang telah diperbuat Tuanku
Imam Bonjol.
2
Sjafnir Aboe Nain, Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB), transl., Padang: PPIM. (2004) Hal 39
Pada hari-hari terakhirnya di Minangkabau, Tuanku Imam Bonjol
diusung di atas tandu oleh rakyat dalam perjalanan dari Bukittinggi ke Padang
agama Tuanku Imam Bonjol tak goyah: “Jikalau tidak boleh berhenti
sembahyang, apa gunanya hidup, lebih baik mati,” katanya kepada tentara
nasional” yang telah “diarak” oleh generasi terdahulu bangsa ini dalam kolektif
memori mereka.
3
Sjafnir Aboe Nain, Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB), transl., Padang: PPIM. (2004) Hal
176-178
4
Sjafnir Aboe Nain, Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB), transl., Padang: PPIM. (2004) Hal 176
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
November 1864. Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad
beberapa gelar, yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku nan
Renceh dari Kamang sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan
Salapan adalah yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri
Perang Padri ini muncul dengan adanya gerakan Kaum Padri atau bisa
yang marak terjadi di kalangan masyarakat pada saat itu yang sangat tidak
peperangan antar saudara ini. Namun dengan bantuan yang di kirim Belanda
ini, kaum adat dan kerajaan pun harus menelan kenyataan bahwa imbas dari
Dengan kekuatan dan trik-trik yang di lancarkan oleh Kaum Padri yang
di pimpin oleh Imam Bonjol ini, maka pihak Belanda yang di pimpin oleh
perjanjian Masang pada tahun 1824 yang di langgar sendiri oleh pihak Belanda
tersebut.
Akhirnya Kedua kaum antara kaum adat dan kaum Padri pun bersatu
Radjab, M., (1964). Perang Paderi di Sumatera Barat, 1803-1838. Balai Pustaka.
Aboe Nain Sjafnir, , (2004), Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB), transl.,
Padang: PPIM.
Lentera, 1996
2017)
Lentera, 1996
G. Teitler, 2004, Het einde Padri Oorlog: Het beleg en de vermeestering van
59-183.
Kompas 10/11/2007 Oleh Suryadi, Dosen dan Peneliti pada Opleiding Talen en