Sistem saraf yg mengkoordinir sistem2 lainnya di dlm tubuh di bagi menjadi 2 kelompok,
yaitu :
a) SSP yg terdiri dr otak dan sum-sum tulang belakang
b) Sistem saraf perifer, yg dpt dibagi dlm 2 bagian yi: saraf motoris/saraf eferen
(menghantarkan impuls/ isyarat listrik dr SSP ke jaringan perifer melalui neuron
eferen) dan saraf sensoris (menghantarkan impuls dari periferi ke SSP melalui neuron
aferen
c) Sistem saraf otonom mengendalikan organ2 dalam secara tdk sadar
d) Sistem saraf motoris mengendalikan fungsi tubuh secara sadar
ANALGETIKA
Minimal ada 4 macam reseptor opioid, yaitu reseptor µ, k, δ, ε, dan σ, sbg tempat
pengikatan analgetik narkotik untuk menghasilkan efek analgesia yg menyerupai endorfin.
1. Agonis Opiat
Menyerupai morfin, bekerja sebagai agonis terutama pd reseptor μ dan mungkin pd
reseptor k.
alkaloid candu : morfin, codein, heroin, nicomorfin.
Zat sintetis : metadon & derivatnya (dextromoramida, propoksifen, bezitramid), petidin
& derivatnya (fentanil, sufentanil), tramadol.
2. Antagonis Opiat
Tidak memiliki aktivitas agonis pd semua reseptor.
Ex : nalokson, naltrekson, nalorfin, pentazosin, buprenorfin, nalbufin.
3. Kombinasi
Zat ini mengikat pd reseptor opiat tapi tidak mengaktivasi kerjanya dg sempurna.
a). Agonis-antagonis opiat
Bekerja sebagai agonis pd beberapa reseptor & sebagai antagonis (agonis lemah) pd
reseptor lain. Ex : nalorfin, pentazosin, nalbufin, dezosin, butorfanol, buprenorfin.
b). Agonis parsial (buprenorfin, pentazosin).
Indikasi analgetik opioid (umum)
1. Depresi SSP, mis : sedatif, depresi pernafasan & batuk, miosis, hipothermia, mual & muntah
(karena rangsangan pd CTZ / chemo triggrer zone), penurunan aktivitas mental & motorik,
euforia, perasaan termangu, halusinasi .
2. Bronchokonstriksi saluran nafas, shg pernafasan menjadi dangkal & frekuensinya menurun.
3. Sistem sirkulasi darah : vasodilatasi perifer (jika pd kulit, keluar keringat berlebihan), hipotensi
& bradikardi (dosis tinggi).
4. Saluran GI : obstipasi karena peristaltik berkurang, kolik batu empedu karena kontraksi
sfingter kandung empedu.
5. Saluran urogenital : retensi urin (karena tonus sfingter kandung kemih naik), kontraksi uterus
berkurang (memperpanjang waktu persalinan).
6. Pelepasan histamin : pruritus, urticaria.
7. Kebiasaan & ketagihan
Kebiasaan (habituasi) & ketagihan (adiksi)
Mekanisme kerja Kebiasaan & ketagihan:
bila analgetik opioid dipakai terus-menerus, pembentukan reseptor opioid yg
baru terus distimulasi & produksi endorfin di ujung saraf otak dirintangi.
Penyebab :
Penggunaan jangka lama
Toleransi, yaitu efektifitas opioid berkurang karena dipercepatnya absorpsi /
eliminasinya / menurunnya sensitifitas jaringan sehingga diperlukan dosis yg
lebih besar untuk mencapai efek yg sama seperti semula.
penggunaan dosis besar lebih baik bagi si pengguna & tidak menimbulkan
gejala intoksikasi.
Ada 2 jenis ketergantungan / ketagihan, yaitu fisik & psikis (efek psikotrop /
euforia).
Lanj…Kebiasaan (habituasi) & ketagihan (adiksi)
Kontraindikasi :
1. Hipersensitifitas
2. Kehamilan / laktasi (penggunaan kronis)
3. Penggunaan dg MAOI (Monoamin oksidase inhibitor) yg baru berjalan (14 –
21 hari).
4. Peningkatan tekanan intrakranial / konsentrasi CO2 (penyakit pernafasan yg
berat).
Interaksi
1. Analgetik opioid vs obat gol. Depresan SSP lain (alkohol; antihistamin;
sedatif-hipnotik = barbiturat & benzodiazepin; obat anestesi =
nitrogen oksida; metoklopramida; fenotiazin / proklorperazin;
antidepresan trisiklik) → depresi SSP >>>.