Anda di halaman 1dari 5

PERANG BANJAR

Latar Belakang Perang Banjar


Perang Banjar adalah peperangan yang terjadi di Banjarmasin pada masa kerajaan
Islam dan penjajahan Belanda. Pada masa itu, tengah terjadi pemilihan pewaris tahta Kerajaan
Banjar. Latar belakang perang Banjar adalah keikutandilan Belanda dalam proses pemilihan
pewaris tahta itu menjadikan suasana keruh. Belanda mendukung Pangeran Tamjidillah II
untuk menjadi raja Kerajaan Banjar berikutnya, sedangkan Pangeran Anom didukung untuk
menjadi seorang Mangkubumi atau Perdana Menteri. Tamjidillah II adalah seorang anak selir
tertua Sultan Adam dan sangat dekat dengan Belanda. Itulah salah satu alasan Belanda
mendukungnya untuk menjadi sultan, karena bisa dimanfaatkan demi melancarkan izin daerah
penghasil batu bara.

Perang Banjar dimulai pada


tahun 1859 dan berakhir pada
tahun 1905 namun sumber
Belanda menyebutkan bahwa
perang ini berlangsung sekitar
tahun 1859-1863. Sebenarnya,
pertikaian dengan pihak Belanda
mulai terjadi sejak Belanda
memperoleh hak monopoli dagang di
Kesultanan Banjar. Konflik semakin
memanas setelah Belanda ikut
campur dalam Dengan ikut campurnya Belanda dalam urusan kerajaan Banjar.

Pangeran Nata yang merupakan wali putra mahkota, menyatakan diri sebagai raja
dengan gelar Sultan Tahmidullah II pada tahun 1785 dan melenyapkan semua putra alm.
Sultan Muhammad. Akan tetapi, ada satu pewaris tahta yang berhasil menyelamatkan diri yaitu
Pangeran Amir. Dengan bantuan sang paman yang bernama Arung Turawe, Pengeran Amir
menyerang kerajaan namun tidak berhasil dan ia ditangkap lalu diasingkan ke Srilanka.

Penyebab Terjadinya Perang


Strategi awal yang dilakukan Belanda demi menguasai Kerajaan Banjar ialah dengan
menjalin perjanjian dengan Sultan Sulaiman pada 1817. Masuknya pengaruh Belanda ini tentu
memengaruhi kondisi politik, sosial, dan ekonomi di Kerajaan Banjar pada masa itu.

Pertama, karena adanya penyempitan daerah kekuasaan Kerajaan Banjar. Hal inilah
yang merupakan akibat dari adanya perjanjian dengan Belanda di tahun 1817 berisikan bahwa
Sultan Sulaiman harus menyerahkan sebagian wilayah Banjar kepada Belanda.Daerah
tersebut mencakup Dayak, Sintang, Bakumpai, Tanah Laut, Mundawai, Kotawaringin, Lawai,
Jalai, Pigatan, Pasir Kutai, dan Beran. Selanjutnya berdasarkan perjanjian lain pada 1826,
daerah kekuasaannya mencakup Hulu Sungai, Martapura, dan Banjarmasin.

Kedua, kesengsaraan rakyat Banjar karena dibebani oleh pajak yang tinggi dan kerja
wajib. Di sisi lain daerah kekuasaan pun mulai menyempit dan membawa dampak negatif pada
kehidupan sosial dan ekonomi di masyarakat. Salah satunya seperti penghasilan para
penguasa kerajaan yang mulai berkurang dan hal-hal lainnya. Rakyat pada masa itu juga
diperintahkan untuk melakukan kerja wajib yang menyebabkan kesengsaraan meningkat.
Dengan masuknya pola hidup Barat, penguasa pun memiliki kebutuhan yang makin tinggi. Hal
inilah yang melatarbelakangi kenaikan pajak sehingga menyebabkan keresahan sosial dalam
masyarakat.

Ketiga, adanya campur tangan atau intervensi Belanda. Dalam hal ini Belanda mulai ikut
campur dalam pengangkatan pejabat-pejabat penting di kerajaan. Kemudian pada 1852, putra
mahkota Abdurrakhman meninggal secara mendadak. Sultan Adam pun akhirnya
merekomendasikan ketiga putranya sebagai calon kandidat pengganti, yaitu Pangeran
Tamjidillah, Pangeran Hidayatullah, dan Prabu Anom.

Pada kompetisi sengit tersebut, terpilihlah Pangeran Tamjidillah sebagai sultan muda.
Tak berselang lama, Sultan Adam meninggal. Pangeran Tamjidillah pun langsung naik menjadi
mangkubumi. Ternyata hal ini bukan ide yang bagus bagi rakyat. Diangkatnya Tamjidilah justru
menimbulkan kecaman dari rakyat karena perangainya yang kurang baik, Pangeran diduga
suka bermabuk-mabukan dan dinilai tidak akan bisa mengurus kerajaan dengan sebagaimana
mestinya.

2
Konflik semakin menajam karena Pangeran Tamjidillah terus menerus disisihkan dalam
urusan kerajaan, hal ini pun membuat ia akhirnya murka. Akibat adanya gesekan di kerajaan
inilah peperangan antara rakyat Banjar dan Pemerintah Belanda dimulai yaitu, pada 1859.

Padahal, waktu itu sosok yang seharusnya naik tahta menjadi Sultan Banjar adalah
Pangeran Hidayatullah II. Namanya juga tertulis dalam surat wasiat yang ditulis oleh Sultan
Adam agar menjadi penerus takhta. Pada tanggal 28 April 1859, Pangeran Antasari dan
Pangeran Hidayatullah II kemudian memimpin perlawanan terhadap Belanda.

Proses Perlawanan
Pada tanggal 28 April 1859 orang-orang Muning yang dipimpin oleh Panembahan Aling
dan puteranya, Sultan Kuning menyerbu kawasan Tambang batu bara di Pengaron. Sekalipun
gagal menduduki benteng di Pengaron tetapi para pejuang Muning berhasil membakar
kawasan tambang Batu bara dan pemukiman orang-orang Belanda di sekitar Pengaron.
Banyak Orang-orang Belanda yang terbunuh oleh gerakan orang-orang Muning ini. Mereka
juga melakukan penyerangan ke perkebunan milik gubernemen Di Gunung Jabok, Kalangan,
dan Bangkal. Dengan demikian berkobarlah Perang Banjar.

Dengan peristiwa tersebut, keadaan Pemerintahan Kesultanan Banjar Semakin kacau.


Sultan Tamjidillah Yang memang tidak disenangi Oleh rakyat itu juga tidak bisa Berbuat
banyak. Oleh karena itu, Tamjidillah dinilai oleh Belanda Tidak mampu memerintah yang
Diminta untuk turun tahta. Akhirnya Pada tanggal 25 Juni 1859 secara Resmi Tamjidillah
mengundurkan Diri dan mengembalikan legaliaBanjar kepada Belanda. Tamjidillah Kemudian
diasingkan ke Bogor.

Mulai saat itu Kesultanan Banjar Berada di bawah kendali Belanda. Belanda sebenarnya
berusaha Membujuk Pangeran Hidayatullah Untuk bergabung dengan Belanda dan akan
dijadikan Sultan Banjar.Tetapi melihat kelicikan Belanda, Pangeran Hidayatullah menilai
bujukan Itu merupakan tipu daya Belanda. Oleh karena itu, Pangeran Hidayatullah Memilih
bersama rakyat untuk melancarkan perlawanan terhadap Belanda.

Perang dipimpin oleh Pangeran Antasari dan terjadi perlawanan di berbagai daerah.
Pada 28 April 1859, pos-pos Belanda di Martapura dan Pengaron diserang oleh pasukan
Antasari.

Beberapa bulan setelahnya, Pangeran


Antasari bersama pasukan Haji Buyasin, Kiai
Lang Lang, dan Kiai Demang Leman berhasil
merebut benteng milik Belanda di Tabanio.
Setelah itu, peperangan pun terjadi di daerah
banua Lima, Martapura dan Tanah Laut.
Dipimpin oleh beberapa pimpinan yang
berbeda mereka pun berusaha

3
mempertahankan Benteng Tabanio yang ketika itu diserbu oleh pasukan Belanda.
Pertempuran sengit pun terjadi sampai menghabiskan banyak korban.

Pada September 1859, Kiai Deman Leman, Tumenggung Jalil, dan Pangeran
Muhammad Aminullah menuju Kandangan untuk mengadakan perundingan dengan tokoh
pejuang lain. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan tentang penolakan perundingan
pasukan dengan Belanda. Setelah pertemuan tersebut, perlawanan terus menerus dilakukan
dan bahkan semakin luas. Pada Maret 1860, Belanda tiba-tiba mengirim surat kepada
Pangeran Hidayatullah yang berisikan pernyataan untuk segera menyerahkan diri. Namun hal
tersebut sudah jelas ditolak oleh Pangeran mengingat semua perjuangan pasukan yang telah
dikerahkan.

Pada peperangan selanjutnya, perlu diakui bahwa mereka kekurangan senjata. Hal
inilah yang kemudian membuat Pangeran Hidayatullah mundur. Pada akhirnya, Belanda
melakukan penangkapan pada Pangeran Hidayatullah dan berhasil menangkapnya pada
Februari 1862. Beliau dibawa dan diasingkan di Cianjur, Jawa Barat.

Berita ini pun lantas membuat Pangeran Antasari marah dan melakukan genjatan
kepada Belanda melalui serangan-serangan ke benteng-benteng di Tundakan. Pada
penyerangan ini Pangeran Antasari sempat menang dan memenangkan gelar Panembahan
Amiruddin Khalifatul Mukminin atau pemimpin tertinggi agama. Namun itu tak berselang lama,
Pangeran Antasari wafat pada 11 Oktober 1862. Akhirnya perlawanan pun dilanjutkan pada
teman seperjuangan dan putra beliau. Belanda perlahan akhirnya menyadari kekuatan rakyat
bergantung pada pemimpin mereka, oleh karena itu Belanda berusaha menangkap semua
pemimpin yang ada di masa itu. Sampai akhirnya semua pemimpin gugur, dan perlawanan
rakyat Banjar dan Belanda pun berakhir.

Tokoh - Tokoh Perang Banjar


 Pangeran Antasari adalah seorang pemimpin dan tokoh
penting dalam Perang Banjar. Sebagai Sultan Banjar,
pada 14 Maret 1862, dia dinobatkan sebagai pimpinan
pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar

 Sultan Hidayatullah II, terlahir dengan nama Gusti


Andarun, dengan gelar mangkubumi Pangeran
Hidayatullah kemudian bergelar Sultan Hidayatullah Halil
Illah, adalah pemimpin Kesultanan Banjar yang
memerintah antara tahun 1859 sampai 1862.

4
5

Anda mungkin juga menyukai