Pangeran Nata yang merupakan wali putra mahkota, menyatakan diri sebagai raja
dengan gelar Sultan Tahmidullah II pada tahun 1785 dan melenyapkan semua putra alm.
Sultan Muhammad. Akan tetapi, ada satu pewaris tahta yang berhasil menyelamatkan diri yaitu
Pangeran Amir. Dengan bantuan sang paman yang bernama Arung Turawe, Pengeran Amir
menyerang kerajaan namun tidak berhasil dan ia ditangkap lalu diasingkan ke Srilanka.
Pertama, karena adanya penyempitan daerah kekuasaan Kerajaan Banjar. Hal inilah
yang merupakan akibat dari adanya perjanjian dengan Belanda di tahun 1817 berisikan bahwa
Sultan Sulaiman harus menyerahkan sebagian wilayah Banjar kepada Belanda.Daerah
tersebut mencakup Dayak, Sintang, Bakumpai, Tanah Laut, Mundawai, Kotawaringin, Lawai,
Jalai, Pigatan, Pasir Kutai, dan Beran. Selanjutnya berdasarkan perjanjian lain pada 1826,
daerah kekuasaannya mencakup Hulu Sungai, Martapura, dan Banjarmasin.
Kedua, kesengsaraan rakyat Banjar karena dibebani oleh pajak yang tinggi dan kerja
wajib. Di sisi lain daerah kekuasaan pun mulai menyempit dan membawa dampak negatif pada
kehidupan sosial dan ekonomi di masyarakat. Salah satunya seperti penghasilan para
penguasa kerajaan yang mulai berkurang dan hal-hal lainnya. Rakyat pada masa itu juga
diperintahkan untuk melakukan kerja wajib yang menyebabkan kesengsaraan meningkat.
Dengan masuknya pola hidup Barat, penguasa pun memiliki kebutuhan yang makin tinggi. Hal
inilah yang melatarbelakangi kenaikan pajak sehingga menyebabkan keresahan sosial dalam
masyarakat.
Ketiga, adanya campur tangan atau intervensi Belanda. Dalam hal ini Belanda mulai ikut
campur dalam pengangkatan pejabat-pejabat penting di kerajaan. Kemudian pada 1852, putra
mahkota Abdurrakhman meninggal secara mendadak. Sultan Adam pun akhirnya
merekomendasikan ketiga putranya sebagai calon kandidat pengganti, yaitu Pangeran
Tamjidillah, Pangeran Hidayatullah, dan Prabu Anom.
Pada kompetisi sengit tersebut, terpilihlah Pangeran Tamjidillah sebagai sultan muda.
Tak berselang lama, Sultan Adam meninggal. Pangeran Tamjidillah pun langsung naik menjadi
mangkubumi. Ternyata hal ini bukan ide yang bagus bagi rakyat. Diangkatnya Tamjidilah justru
menimbulkan kecaman dari rakyat karena perangainya yang kurang baik, Pangeran diduga
suka bermabuk-mabukan dan dinilai tidak akan bisa mengurus kerajaan dengan sebagaimana
mestinya.
2
Konflik semakin menajam karena Pangeran Tamjidillah terus menerus disisihkan dalam
urusan kerajaan, hal ini pun membuat ia akhirnya murka. Akibat adanya gesekan di kerajaan
inilah peperangan antara rakyat Banjar dan Pemerintah Belanda dimulai yaitu, pada 1859.
Padahal, waktu itu sosok yang seharusnya naik tahta menjadi Sultan Banjar adalah
Pangeran Hidayatullah II. Namanya juga tertulis dalam surat wasiat yang ditulis oleh Sultan
Adam agar menjadi penerus takhta. Pada tanggal 28 April 1859, Pangeran Antasari dan
Pangeran Hidayatullah II kemudian memimpin perlawanan terhadap Belanda.
Proses Perlawanan
Pada tanggal 28 April 1859 orang-orang Muning yang dipimpin oleh Panembahan Aling
dan puteranya, Sultan Kuning menyerbu kawasan Tambang batu bara di Pengaron. Sekalipun
gagal menduduki benteng di Pengaron tetapi para pejuang Muning berhasil membakar
kawasan tambang Batu bara dan pemukiman orang-orang Belanda di sekitar Pengaron.
Banyak Orang-orang Belanda yang terbunuh oleh gerakan orang-orang Muning ini. Mereka
juga melakukan penyerangan ke perkebunan milik gubernemen Di Gunung Jabok, Kalangan,
dan Bangkal. Dengan demikian berkobarlah Perang Banjar.
Mulai saat itu Kesultanan Banjar Berada di bawah kendali Belanda. Belanda sebenarnya
berusaha Membujuk Pangeran Hidayatullah Untuk bergabung dengan Belanda dan akan
dijadikan Sultan Banjar.Tetapi melihat kelicikan Belanda, Pangeran Hidayatullah menilai
bujukan Itu merupakan tipu daya Belanda. Oleh karena itu, Pangeran Hidayatullah Memilih
bersama rakyat untuk melancarkan perlawanan terhadap Belanda.
Perang dipimpin oleh Pangeran Antasari dan terjadi perlawanan di berbagai daerah.
Pada 28 April 1859, pos-pos Belanda di Martapura dan Pengaron diserang oleh pasukan
Antasari.
3
mempertahankan Benteng Tabanio yang ketika itu diserbu oleh pasukan Belanda.
Pertempuran sengit pun terjadi sampai menghabiskan banyak korban.
Pada September 1859, Kiai Deman Leman, Tumenggung Jalil, dan Pangeran
Muhammad Aminullah menuju Kandangan untuk mengadakan perundingan dengan tokoh
pejuang lain. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan tentang penolakan perundingan
pasukan dengan Belanda. Setelah pertemuan tersebut, perlawanan terus menerus dilakukan
dan bahkan semakin luas. Pada Maret 1860, Belanda tiba-tiba mengirim surat kepada
Pangeran Hidayatullah yang berisikan pernyataan untuk segera menyerahkan diri. Namun hal
tersebut sudah jelas ditolak oleh Pangeran mengingat semua perjuangan pasukan yang telah
dikerahkan.
Pada peperangan selanjutnya, perlu diakui bahwa mereka kekurangan senjata. Hal
inilah yang kemudian membuat Pangeran Hidayatullah mundur. Pada akhirnya, Belanda
melakukan penangkapan pada Pangeran Hidayatullah dan berhasil menangkapnya pada
Februari 1862. Beliau dibawa dan diasingkan di Cianjur, Jawa Barat.
Berita ini pun lantas membuat Pangeran Antasari marah dan melakukan genjatan
kepada Belanda melalui serangan-serangan ke benteng-benteng di Tundakan. Pada
penyerangan ini Pangeran Antasari sempat menang dan memenangkan gelar Panembahan
Amiruddin Khalifatul Mukminin atau pemimpin tertinggi agama. Namun itu tak berselang lama,
Pangeran Antasari wafat pada 11 Oktober 1862. Akhirnya perlawanan pun dilanjutkan pada
teman seperjuangan dan putra beliau. Belanda perlahan akhirnya menyadari kekuatan rakyat
bergantung pada pemimpin mereka, oleh karena itu Belanda berusaha menangkap semua
pemimpin yang ada di masa itu. Sampai akhirnya semua pemimpin gugur, dan perlawanan
rakyat Banjar dan Belanda pun berakhir.
4
5