Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SEJARAH

PERANG BANJAR

Nama Kelompok

Anastaia Salsabila Zahra / 04

Dio Benfica Hartono / 08

Kafka Fayyaz Ghazanfar / 12

SMK Putra Indonesia Malang, Tahun 2023/2024


Daftar Isi
Daftar Isi ………………………………………………………………….

Bab I ……………………………………………………………………..

1.1. Latar Belakang


1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan

Bab II ……………………………………………………………………..

2.1 Kronologi Perang Banjar


2.2 Keadaan Perang Banjar
2.3 Dampak Perang Banjar

Bab III ……………………………………………………………………

Kesimpulan
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perang Banjar adalah sebuah perang yang legendaris dilihat dari beberapa

tokoh besar yang terlibat dalam perang tersebut. Kalimantan Selatan, yang

merupakan tempat kejadian perang tersebut pada dasarnya merupakan salah

satu wilayah strategis untuk berdagang. Apalagi ditambah dengan kehadiran

Sungai Barito yang besar dan memanjang ke sudut-sudut areanya. Tentu kondisi

geografis ini menjadi daya tarik Belanda untuk memonopoli perdagangan yang

ada. Hal tersebut menjadi salah satu dari sekian banyaknya hal yang diinginkan

oleh para penjajah poada saat itu. Bukan hanya bagaimana mereka

menginginkan hal tersebut, juga dengan kelancangannya mencampuri urusan

pemerintahan Kalimantan Selatan membuat para penduduk menjadi geram dan

terjadilah sebuah perang yang tidak terhindarkan itu.

1.2 Rumusan Masalah

Makalah ini ditulisakan dengan keinginan untuk menjawab rumusan masalah

sebagai berikut ;

1. Bagaimana Latar Belakang terjadinya Perang Banjar

2. Siapa saja yang berperan dalam Perang Banjar

3. Bagaimana berakhirnya Perang Banjar


1.3 Tujuan Penulisan

1. Siswa/I dapat mengetahui latar belakang daari sebuah perang

yang terjadi

2. Siswa/I dapat mengetahui tokoh nasional yang terlibat

langsung dapat perang yang terjadi

3. Siswa/I dapat mengetahui penyebab terjadinya serta alkhir

dari perang yang terjadi


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kronologi Perang Banjar

Kalimantan Selatan, pada dasarnya merupakan salah satu wilayah

strategis untuk berdagang. Apalagi ditambah dengan kehadiran Sungai Barito

yang besar dan memanjang ke sudut-sudut areanya. Tentu kondisi geografis ini

menjadi daya tarik Belanda untuk memonopoli perdagangan yang ada. Niat

untuk memonopoli tempat tersebut semakin bertanmbah tinggi seiring semakin

lamanya pihak Belanda menetap pada salah satu daerah Kalimantan tersebut.

Awalnya baik-baik saja, mereka menjalin hubungan dagang lada legal yang

disahkan dengan sebuah kontrak yang ditandatangani bersama. East United

India Company, nama kompeni Belanda pun mulai bertransaksi pada 1606.

Hubungan legal tersebut menjadi salah satu inti kepercayaan rakyat

Kalimantan terhadap pihak Belanda yang sayangnya hanya sebagai pemanis

dalam sebuah hubungan dagang. Pada beberapa waktu setelahnya, muncul

pergulatan dengan gencatan senjata api akibat pengingkaran kontrak lada

mereka. Insiden ini tidak luput dari korban jiwa, 21 orang Jepang dan 64 orang

Belanda di Kota Waring. Pemerintahan daerah Kalimantan Selatan yang pada

saat itu dipimpin oleh Kesultanan menjadi sangat kacau. Keadaan tersebut juga

ditambah dengan kabar duka yang sangat menggemparkan. Kematian Sultah


Tahmidillah II yang membbuat seluruh rakyat kesultanan menjadi sangat

terpukul. Keadaan kacau tersebut semakin lama bukannya semakin reda, tetapi

semakinn menjadi dikarenakan pergantian kepemimpinan yang semakin

menyusahkan rakyat. Sultan Adam atau Pangeran Nata menjadi penerus dari

pemimpin sebelumnya ternyata tidak sepenuhnya membela rakyatnya. Kondisi

dimana ternyata Sultan Adam memiliki hubungan dengan colonial Belanda.

Hubungan ini sangat menyulitkan rakyat, dilihat dari segala pertimbangan untuk

kawasan yang dipengaruhi oleh pihak belanda.

Hal ini semakin jauh dengan mulainya campur tangan Belanda dalam

pemerintahan pada Kawasan Kalimantan Selatan yang semakin menjadi-jadi.

Belanda membuat perjanjian lagi dengan Kesultanan Banjar pada 1826. Pada

nyatanya perjanjian manis hanya berlangsung pada awal. Semakin lama dan

semakin diberlakukannya isi dari perjanjian tersebut, semakin menderita dan

juga semakin terjadi kerugian pada pihak pemerintahan daerah Banjar.

Pasalnya, isi perjanjian tersebut adalah larangan berhubungan diplomatik

dengan negara lain kecuali Belanda. Poin pertama dalam perjanjian tersebut

sudah dapat dipastikan merugikan daerah Banjar, potensi ekspor bahan yang

bisa dilakukan menjadi terhalang dan hanya bisa di berikan kepada para

pedagang dari Belanda. Isi perjanjian selanjutnya ialah wilayah kekuasaannya

juga dipersempit hingga yang tersisa hanya Banjarmasin, Martapura, dan sekitar

hulu Sungai Barito. Persempitan daerah ini sangat merugikan daerah Banjar,
banyak penduduk dari luar daerah tersebut harus meninggalkan tempatnya

bahkan tidak memiliki pemimpin secara pasti.

Banyak isi perjanjian yang sangat tidak masuk akal bagi rakyat Banjar.

Mulai dari penentuan pejabat Banjar yang harus disetujui oleh Pemerintahan

Belanda, Ajab Berburu, Pajat perdagangan Intan atau hasil tambang yang

terbilang sangat besar yakni 10% dari harga jual harus diserahkan kepada pihak

pemerintahan Belanda. Serta harga jual pun ditentukan oleh pihak Belanda

sengan harga yang terbilang sangat tinggi. Memang tidak dipungkiri bahwa

pihak pemerintahan Belanda memberikan keuntungan bagi rakyat Banjar, salah

satunya adalah adanya perlindungan bagi rakyat Banjar dari serangan atau

genjatan senjata negara maupun daerah lain. Tetapi sangat disayangkan, hal itu

malah menjadi umpan balik dimana para rakyat Banjar harus menjadi musuh

Belanda sendiri. Perjanjian ini sangat mempengaruhi kondisi Kesultanan Banjar

pada saat itu, dan yang sangat dirasakan oleh rakyat adalah hancurnya kondisi

ekonomi rakyat. Aksi protes terhadap kesultanan Banjar pun dilakukan terus

menerus oleh rakyat sebagai bentuk desakan kepada Kesultanan agar bisa

mengembalikan kondisi mereka.

Sultan Adam sebagai pemimpin Kesultanan pada saat itu sudah berusaha

keras dalam proses menenang kan massa yang terus menerus melakukan aksi

protesnya. Tetapi tidak semudah yang seharusnya berlangsung, disinilah

Belanda melancarkan aksi permainannya dimana segala keputusan yang akan


diambil oleh Sultan Adam harus melalui persetujuan pihak Belanda. Hal

tersebut pun menjadi sebuah petaka bagi Sultan Adam, Tahtanya diambil dan

dicabut paksa oleh pihak Belanda tanpa pemberitahuan serta persetujuan

darinya. Piahk Belanda pun dengan semena mena mengangkat Pangeran baru

tanpa segala persetujuan dari rakyat maupun pihak kesultanan mengakibatkan

protes besar-besaran oleh rakyatnya. Sultan Adam berusaha menenangkan

massa. Namun, ini adalah jebakan dari Belanda.

Tahtanya dirampas oleh Belanda dan tanpa persetujuannya dan para

rakyat, Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah menjadi Sultan Banjar.

Sangat tridak masuk akal bagaimana pihak Belanda mengangkat seorang

pangeran yang bahkan tidak memiliki hubungan darah dengan Sultan

sebelumnya. Keinginan rakyat pun dihiraukan, Pangeran Hidayatullah yang

seharusnya menggantikan posisi sultan sebelumnya dengan latar biologis dan

struktur hierarki sosial, dia adalah anak Sultan Adam yang membuatnya sah

sebagai ahli waris tahta sultan atau raja. Hal ini diputuskan karena hanya Sultan

Tamjidillahl ah yang mau beekerja sama dengan pihak Belanda. Dengan kata

lain bahwa ia mau menjadi bawahan dari pemerintahan Belanda selama masa

jabatannya.
2.2 Keadaan Perang Banjar

Penderitaan yang tiada henti bagi rakyat Bnjar pun didengar oleh Tuhan,

dari keadaan terpuruk mereka, akhirnya munculah salah satu tokoh yang akan

mengubah kondisi mereka. Pangeran antasari atau yang sering kita lihat pada

uang pecahan 2000 (dua ribu) keluaran lama. Ia merupakan seorang anak

kandung dari Pangeran Amir yang menghabiskan masa kecilnya dalam

kehidupan di istana. Walaupun memiliki kehidupan yang serba tercukupi dalam

istana, ia sangat tidak menyukai kehidupannya. Terlalu penuh dengan

permainan politik serta pengaruh kekuasaan dari Kolonial Belanda yang

semakin hari semakin menjadi-jadi. Berbandi terbalik dengan anak anak yang

menyandang gelar pangeran, Pangeran Antasari lebih menyukai kehidupan

sebagai kalangan Masyarakat biasa, hidup sederhana, bekerja sebagai petani,

dan juga mempelajari tentang Agama Islam dari para Ulama yang ada di

daerahnya. Kehidupan bebas sebagai rakyat biasa sangat diimpikannya,

dibandingkan dengan kehidupan sebagai pangeran yang penuh kekangan

Kesultanan dan hiruk pikuk dominasi colonial Belanda di tanahnya.

Karena senangnya ia mempelajari agama dari para ulama, Agama Islam

menjadi salah satu pondasi yang kuat dalam kehidupan Pangeran Antasari.

Dengan pondasai lainnya adalah rakyatnya sendiri. Kedua pondasi itu

menjadikan pangeran Antasari memiliki keinginan kuat untuk memperjuangkan

hak rakyat Banjar yang seharusnya didapatkan selama ini. Keinginan pangeran
Anatasari sangat didukung penuh oleh rakyat Banjar, dengan ini segala usaha

pun langsung mendapat dukungan dan juga bantuan dari rakyat. Rakyat Banjar

pun langsung mulai melawan tanpa ada rasa takut dan segan, dengan

bersenjatakan semangat perang dan membawa nama Agama didalam kepangan

tangan. Rakyat Bersatu dalam nama daerah Banjar dan nama Agama pun

menjadi suatu pondasi yang kuat dalam perlawanan mereka. Semakin lama

perlawanan dari rakyat banjar pun berbuahkan hasil, kelemahan Sultan

Tamjidillah mulai tercium dan mengakibatkan kekacauan yang luar biasanya.

Kondisi yang semakin panas pun tidak terhindarkan. Pangeran Antasari

pun akhirnya tampil sebagai pemimpin dari Rakyat Banjar. Awalnya, Pangeran

Antasari berdiskusi dengan para pejuangnya apakah kekuatan rakyat yang sudah

muak pada Belanda itu banyak. Akhirnya, perlawanan mereka pu berbuahkan

hadil, Pangeran Hidayatullah yang kini dipanggil Mangkubumi juga turut

berjuang Bersama dengan rakyat Banjar dalam memeprjuangkan hak mereka.

Perlawanan mereka pun berlanjut dengan perang gerilya. Perang tersebut

memhasilkan sebuah peta sebagai berikut.

Peta perang Gerilya Perang Banjar.


Akhirnya pada tanggal 28 April 1859 terjadilah Perang Banjar. Di mana

kerusuhan dan bersuaranya teriakan semangat pantang menyerah dari para

pahlawan terdengar sangat lantang. Pasukan Kesultanan Banjar dipimpin oleh

Pangeran Antasari dan dibantu oleh Pangeran Hidayatullah, Pangeran Amrullah,

Tumenggung Antaluddin, Haji Buyasin, Demang Lehman, dan para pejuang

lainnya, didampingi oleh rakyat Banjar yang memiliki semangat berapi api.

Serangan pertama dari pasukan Banjar dilancarkan ke Benteng Pengaron dan

tambang Nassau Oranje yang dikuasai Belanda. Kepanikan pun tidak bisa

dihindari oleh Pihak Belanda, rakyat yang selama ini berada dalam genggaman

mulkai menunjukkan perlawanannya. Tetapi sesuai denga napa yang diharapkan

dan dibayangkan, Pihak Belanda pun tidak tinggal diam Kolonel Augustus

Johannes Andersen pun ditugaskan untuk memimpin pasukan militer yang

berdaa pada daerah tersebut untuk melawan para rakyat. Perlawanan Belanda

juga dibantu oleh Letnan Kolonel G. M. Verspyck. Pertumpahan darah semakin

tidak terhindarkan. Pangeran Hidayatullah yang sangat mendengar suara rakyat

semakin jelas dan sangat menjadi tim anti Belanda. Beliau menolak keharusan

untuk menyerah kepada Belanda. Perang semakin meluas dan para pejuang juga

gugur sedikit demi sedikit. Namun, setelah itu para ulama dan juga kepala

daerah setuju untuk bergabung dengan pemberontakan kepada Pihak Belanda.

Mereka menambah kekuatan dan jumlah pasukan Banjar.


Sayangnya, segala bentuk perlawanan tersebut sempat terhenti

dikarenakan ditangkapnya Pangeran Hidayatullah oleh pihak Belanda. Pasukan

pemberontak harus menerima kekalahan karena persenjataan Belanda yang saat

itu canggih sementara para pejuang saat itu hanya mempunyai alat sederhana.

Setelah terus berperang tanpa lelah hingga tiga tahun lamanya, Pangeran

Hidayatullah menyerah dan mengakui kalah kepada pihak Belanda. Hingga

pada tahun 1861 Pangeran Hidayatullah dibuang ke daerah Cianjur oleh

Belanda sebagai bayaran. Dengan kehilangan Pangeran Hidayatullah di medan

tempur, Pangeran Antasari lah yang menggantikannya. Secara tidak langsung, ia

juga menggantikan posisi Pangeran Hidayatullah sebagai sultan baru, meski

belum disetujui oleh Belanda. Rakyat yang ikut berjuang, para ulama dan para

pejuang lainnya memutuskan untuk mengakui Pangeran Antasari sebagai

Khalifah Perang Kesultanan Banjar. Lalu Pangeran Antasari juga meneriakkan

Agama Islam sebagai tanda semangat perlawanan rakyat Banjar.

Namun, tragisnya hari dimana Kesultanan Banjar harus bersedih lagi

pada tanggal 11 Oktober 1862, Pangeran Antasari justru menghembuskan nafas

terakhir. Alasan beliau meninggal bukan karena hasil dari gencatan senapan

pihak Belanda melainkan akibat wabah cacar yang merajalela di wilayah

tersebut. Fakta dari buku Merle Calvin Ricklefs yang berjudul A History of

Modern Indonesia since c-1300 (1993), ia menjelaskan terbunuhnya Pangeran

Antasari karena wabah Cacar juga diungkapkan dalam catatan sejarawan.


Dalam buku itu, Ricklefs memaparkan, setelah Pangeran Antasari menjadi

pemeran utama pemberontakan kepada Belanda. Beliau yang sangat menentang

pemerintahan Belanda yang sangat kejam itu sampai kematiannya sendiri akibat

cacar pada bulan Oktober 1862. Wabah tersebut mengakibatkan kejatuhan

Kerajaan Banjar ketangan Belanda pada Tahun 1906. Hal tersebut sebagai

penandan selesainyta perjuangan Pangeran Antasari pada perang banjar dengan

korban jiwa mencapai lebih dari 6.000 jiwa. Perang tersebut melibatkan banyak

tokoh yakni :

1. Pangeran Hidayatullah;

2. Pangeran Antasari;

3. Tumenggung Antaludin;

4. Tumenggung Surapati;

5. Sultan Adam atau Pangeran Nata;

6. Sultan Tahmidillah II;

7. Sultan Tamjidillah;

8. Demang Lehman;

9. Panembahan Muhammad Said;

10.Tumenggung Singapati;

11.Panglima Bukhari;

12.Augustus Johannes Andresen;

13.George Frederik Willem Borel;


14.F.P. Cavaljé;

15.Letnan Kolonel G. M. Verspyck;

16.Pangeran Amir;

17.Karel Cornelis Bunnik;

18.Pasukan Hindia Belanda;

19.Masyarakat Banjar dan sekitarnya; dan

20.Masyarakat Kalimantan Tengah.

2.3 Dampak Perang Banjar

1. Politik dan Pemerintahan, Dampak Perang Banjar terhadap politik dan

pemerintahan Kalimantan Selatan antara lain:

a. Kerajaan Banjar dan seluruh bekas daerahnya dihapus dan diganti

menjadi Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo,

dengan ibu kota Martapura;

b. Perang Banjar dianggap konflik sekuler agama dan justru

mengganggu kestabilan residen;

c. Golongan bangsawan dan keturunan raja hilang kedudukannya;

dan

d. Pemilik tanah harus menyerahkan tanahnya ke Belanda. Ia akan

diberi uang ganti namun apabila sang pemilik turut serta dalam

Perang Banjar maka tidak diberi uang sama sekali.


2. Ekonomi,

a. Pertambangan batu bara dikuasai oleh Belanda seutuhnya;

b. Perdagangan di Sungai Barito diperketat dan juga dikuasai oleh

Belanda;

c. Rakyat hanya diperbolehkan bekerja di golongan menengah ke

bawah. Tidak boleh memiliki usaha besar atau jadi pemimpin

perusahaan di Banjar.

3. Sosial dan Budaya

a. Kesenjangan sosial terjadi antara Belanda dengan orang Banjar;

b. Orang Banjar direndahkan oleh Belanda dan memiliki kedudukan

sosial yang rendah di mata mereka;

c. Berkurangnya jumlah laki-laki akibat perang;

d. Tidak semua orang bisa mengakses pendidikan di Banjar;

e. Golongan ulama atau pemuka Agama Islam, kini dihiraukan oleh

Belanda;

f. Penyakit menular sering terjadi di Banjar seperti cacar dan pes; dan

g. Pembuatan jalan-jalan di atas sungai dan pembangunan kampung-

kampung sehingga berkurangnya kelestarian alam Kalimantan

Selatan.
BAB III

KESIMPULAN

Perang Banjar merupakan sebuah perang yang besar dan tidak

terhindarkan, sebuah perang yang memperlihatkan perlawanan Masyarakat

terhadap penjajahan kolonial Belanda. Diawali dengan bagaimana Belanda

memonopoli wilayah Banjar dan dilanjutkan dengan Belanda yang mencampuri

urusan pemerintahan Kesultanan Banjar. Banyaknya tokoh besar yang ikut serta

dalam perang tersebut, seperti Pangeran NAtasari, Pangeran Hidayatullah, dan

juga lainnya. Walaupun tidak memperoleh kemenangan, perang ini berakhir

dengan kekalahan Kesultanan banjar dan jatuh kedalam tangan Belanda.

Anda mungkin juga menyukai