Setelah terjadinya peperangan di tahun 1803 hingga 1838, perang Padri memiliki dampak
diantaranya ialah :
Sebab pertama ini adalah konflik yang didasari oleh penyebab konflik horizontal
ataupun yang dikarenakan oleh penyebab pelanggaran HAM vertikal. Salah satu tokoh
yang penting dan terkenal dari peperangan ini adalah Tuanku Nan Renceh atau yang
biasa disebut dengan panggilan Tuanku imam Bonjol. Beliau merupakan tokoh yang
tidak asing bagi kita, selain kita dapat mengilhami beluai dari buku bacaan dikala sekolah
dulu, kita juga dapat menemui sosok beliau dalam uang yang kita pakai sehari-hari. Imam
Bonjol adalah seseorang yang sangat merepotkan bagi Belanda, karena beliau merupakan
orang yang cerdas dan strategik, sehingga dapat berhasil menghalau serangan Belanda.
Sampai-sampai Belanda harus memutar otak kembali untuk bisa menangkap dan
menjatuhkan pemimpin Kamu Padri ini sendiri dengan berbagai tipu daya. Mirip dengan
kejadian pada Banjar, yang mana kita perlu belajar dari sejarahnya. Banyak sekali
perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut tanah air demi masa depan bangsa, salah
satunya adalah perang yang disebabkan oleh latar belakang Perang Banjar.
Beliau yang kala itu sudah bisa berhasil mempersatukan kedua kamu yang
bertentangan yaitu kaum adat dan kaum padri mengiyakan ajakan berdamai dari Belanda,
karena juga mengingat kdua pasukan dari Padri maupun Belanda masih dalam masa
pemulihan. Perjanjian itupun disetujui pada 15 November 1825 dengan nama Perjanjian
Masang.
Pada tahun 1835, Belanda kembali melakukan serangan yang memecah kamu padri
menjadi dua bagian. Pasukan padri pun tercerai berai, dan Tuanku Imam Bonjol tidak
hanya tinggal diam saja melihat keadaan yang terpuruk itu. Beliau kembali berusaha
untuk mempersatukan pasukan yang tersisa, namun apadaya, jumlah anggota yang
tertinggal, yang siap untuk berperang hanya segelintir orang saja. Tanpa diduga, pesan
dari Belanda kembali datang, mengajak Tuanku Imam Bonjol untuk melakukan
perundingan. Melihat kondisi pasukan yang tidak stabil, Tuanku Imam Bonjol pun
menyanggupinya.
Ternyata itu hanya tipuan Belanda untuk akhirnya bisa menangkap beliau. Beliau
kemudian menjalani masa yang lama dalam pengasingan, dengan kondisi beliau yang saat
itu sedang sakit. Ahirnya beliaupun diasingkan ke beberapa wilayah, satu demi satu.
Mulai dari, Bukittinggi, kemudian dibawa ke Padang, lalu diasingkak kembali ke Cianjur,
setelah itu ke Ambon, dan terakhir dipindahkan kembali ke Manado. Di sana lah beliau
beristirahat dengan tenang akibat penyakit jantung.
Sebab kedua ini bukan sebab konflik yang masih terjadi karena perbedaan amat sepele,
yaitu penyebab konflik antar etnis. Setelah Tuanku Imam Bonjol meninggal, Belanda
tetap terus berusaha untuk mendesak agara kaum Padri bisa menyerahkan wilayahnya
untuk bisa menjadi wilayah yang diawasi oleh Belanda. Namun tentunya kaum Padri
tidak menyetujuinya, dan mengerahkan kekuatan mereka pada pertempuran di Benteng
Bonjol. Dengan semangat besar dan kemarahan yang tidak terhingga karena Belanda
telah menghabisi pemimpin mereka, pasukan Padri terus bertempur dengans sengit
melawan Belanda. Meski begitu, akhirnya Benteng Bonjol berhasil ditaklukan oleh
Belanda dan menjadi satu aste kepemilikan Hindia-Belanda.
Ternyata, walaupun perbedaan pendapat antara Kaum Padri dengan Kaum Adat yang
masih belum mau menjalankan ajaran Islam dengan baik walapun sudah memeluk islam
melahirkan dampak konflik agama, yaitu pecahnya peperangan ini pada 1803, hal ini
diamanfaatkan dengan baik oleh Belanda. Di kala itu, Indonesia belum mandapat
predikat militer terkuat di Asia Tenggara, karena perlawanan rakyatnya pun masih
bersifat kedaerahan. Kamu Padri yang kala itu dalam kondisi lemah hanya bisa menerima
kenyataan bahwa siasat Belanda untuk menangkap pemimpin mereka ternyata berhasil.
Hasilnya, Belanda kembali menjalankan kebijakannya yang menguntungkan pihak
mereka sendiri. Rakyat yang kala itu kebingungan hanya bisa pasrah mematuhi perintah
Belanda yang kejam. Banyak dari mereka yang kembali terjun ke kerja rodi untuk
Belanda.
Walaupun kaum padri berusahan kembali untuk mempertahankan wilayah dan harga
diri mereka dengan pertempuran di Dalu-dalu yang mana dipimpin oleh Tuanku
Tambusai, ternyata mereka masih kalah dengan kekuatan Belanda yang amatlah kuat.
Jatuhnya benteng Dalu-dalu tadi membuat pasukan Padri mundur ke Semenanjung
Malaya, dan akhirnya wilayah tersebut masuk ke dalam pengawasan pemerintahan
Hindia-Belanda.
Selain untuk mengingatkan kita akan perang antara kaum padri dan kaum adat dulu,
namun juga sebagai pengingat untuk kita tentang momen luar biasa saat kaum adat dan
kaum padri yang notabene berbeda pendapat, bersatu padu dan mengkombinasikan
kekuatan untuk melawan Belanda. Perang Padri pun akhirnya bisa menginspirasi banyak
orang tentang persatuan, entah itu orang pribumi atau pasukan Belanda sekalipun.