Anda di halaman 1dari 3

TUANGKU IMAM BONJOL

Tuanku Imam Bonjol memiliki nama asli Muhammad Shahab, yang lahir pada
tahun 1772. Ia lahir dari pasangan Bayanuddin (ayah) dan Hamatun (ibu).
Ayahnya merupakan seorang alim ulama yang berasal dari sungai Rimbang,
Suliki. Imam Bonjol belajar agam di Aceh pada tahun 1800-1802, dan dia
mendapatkan gelar Malin Basa.

Asal nama Tuanku Imam Bonjol


Setelah dewasa, Tuanku Imam Bonjol menjadi seorang ulama dan pemimpin
setempat. Tuanku Imam Bonjol memiliki beberapa gelar, yang diantaranya
Peto Syarif, Malin Basa dan Tuanku Imam. Hingga akhirnya Tuanku nan
Renceh dari Kamang, Agam yaitu seorang pemimpin dari Harimau nan
Salapan menunjuknya sebagai Imam bagi kaum Padri di Bonjol. Akhirnya
masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.

Perjuangan Tuanku Imam Bonjol


Tuanku Imam Bonjol terkenal ketika ia melakukan perlawanan terhadap
penjajah Belanda dalam perang Padri. Perang Padri merupakan perang
terlama yang berlangsung dari tahun 1803 hinggan 1838 yang melibatkan
sesama orang Minang dan Mandailing atau Batak.

Pada awalnya perang tersebut dikenal sebagai perang saudra di Sumatera,


Perang tersebut terjadi karena adanya pertentangan antara kaum Padri
dengan kaum dari kerajaan padaruyung. Dalam perang ini kaum Padri
menginginkan agar hukum di daerahnya dijalankan sesuai dengan syariat
Islam yang berpegang teguh pada Al-1uran dan Sunnah nabi MUhammmad
SAW. Terjadinya perang Padri karena masyarakat disana masih memiliki
kebiasaan buruk seperti melakukan perjudian, sabung ayam, penggunaan
madat, minuman keras serta hukum yang terlalu longgar, padahal masyarakat
disana sudah banyak yang beragama Islam. Karena tidak adanya kesepakatan
antara kedua pihak, sehinggan meletuslah perang Padri yang terkenal.

Awalnya perang Padri dipimpin oleh Tuanku Pasaman. Tuanku Pasaman


kemudian menyerang kaum adat yang dipimpin oleh Sultan Arifin
Muningsyah. Serangan pertama di Padaruyuh terjadi pada tahun 1815 dan
pertemuran selanjutnya terjadi di kota tengah dekat Batu Sangkar.
Pertem[uran ini kemudian membuat Sultan Arifin Muningsyah menjdai
terdesak dan terpaksa melarikan diri dari kerajaanya ke Lubuk Jambi.

Tuanku Imam Bonjol Memimpin Perang


Padri
Akibat merasa terdesak, akhirnya kaum adat meminta bantuan Belanda, dan
secara resmi Belanda membantu kaum adat untuk berperang melawan kaum
Padri melalui sebuah perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1821 di
Padang. Dalm perjanjian tersebut menyatakan bahwa Belanda akan mendapat
penguasaan wilayah di pedalaman Minangkabau. Perjanjian tersebut dihadiri
oleh Sultan Tangkal Alam Bagagr. Adanya campur tangan Belanda yang
membantu kaum adat untuk melawan kaum Padri membuat situasi menjadi
semakin sulit.

Meskipun Belanda turut campur dalam perang tersebut, Belanda cukup


kesulitan dalam melawan Kaum Padri yang ketika itu sudah dipimpin oleh
Tuanku Imam Bonjol. Akibatnya Belanda yang merasa kesulitan kemudian
mengajak Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai. Perdamaian tersebut
kemudian dituangkan dalam perjanjian Masang tahun 1824.

Perjanjian tersebut dilakukan oleh Belanda karena mengingat saat itu Belanda
sudah kehabisan dana untuk melakukan perang, sebab Belanda juga harus
memadamkan perang yang terjadi di daerah lain seperti perang Diponegoro.
Tetapi perjanjian tersebut tidak berlangsung lama sebab Belanda kemudian
kembali menyerang Nagari Pandai Sikek.

Hingga pada tahun 1833, perang Padri memasuki babak baru, yaitu pada
akhirnya kaum adat dan kaum Padri bersatu untuk melawan Belanda. Mereka
menyadari ternyata perang tersebut hanya menyengsarakan rakyat
Minangkabau. Bersatunya Kaum Adat dan Kaum Padri ditandai dengan Plakt
Puncak Pati di Tabek Patah.

Belanda kemudian melakukan pengepungan dan penyerangan ke Benteng


Kaum Padri. Pengepungan dan Penyerangan tersebut berlangsung selama
enam bulan. Agar pengepungan dan penyerangan tersebut berhasil, Belanda
terus menerus meminta bantuan pasukan dari Batavia. Hal ini membuat posisi
Tuanku Imam Bonjoil menjadi semakin terjepit. Namun Tuanku Imam Bonjol
tetap melakukan perlawanan dan tidak mau menyerah.
Penangkapan Tuanku Imam Bonjol menjadi
Akhir Perang Padri
Setelah sekian lamanya dikepung hingga akhirnya pada tanggal 16 Agustus
1837 benteng Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda. Untuk menangkap Tuanku
Imam Bonjol, Belanda mengajak Tuanku Imam Bonjol untuk berunding di
Palupuh pada bulan Oktober 1837. Di tempat itu kemudian ia ditangkap dan
oleh Belanda kemudian di asingkan di Cianjur, Jawa Barat. Dari Cianjur, ia
kemudian dibawa ke Ambon hingga kemudian dipindahkan di Lotak,
Minahasa, dekat Manado. Hingga pada tanggal 8 November 1864, ia
kemudian meninggal dunia dan dimakamkan di tempat tersebut.

Penghargaan Tuanku Imam Bonjol

Berkat perjuangannya melawan penjajah Belanda, pemerintah Belanda


kemudian mengangkay Tuanku Imam Bonjol sebagai pahlawan nasional. Ia
diberi gelar sebagai pahlawan nasional pada tanggal 3 November 1973. Untuk
mengenang jasa beliau, nama Tuanku Imam Bonjol banyak diabadika sebagai
nama jalan, dan digambarkan dalam uang pecahan 5.000 rupiah.

Anda mungkin juga menyukai