Anda di halaman 1dari 3

Istilah Padri berasal dari kata Padre yang berarti Ulama.

Pada mulanya perang Padri merupakan Perang


Saudara antara para Ulama berhadapan denegan Kaum Adat. Setelah Belanda ikut campur yang semula
membantu kaum adat berubahlah perang itu menjadi perang Kolonial.

a. Pertentangan antara Kaum Padri dan Kaum Adat itu dapat dikemukankan sebab-sebabnya sebagai
berikut :

- Kaum Adat adalah kelompok masyarakat yang walaupun telah memeluk agama islam namun
masih teguh memegang adat dan kebiasaankebiasaan lama yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Contoh :

menurut adat Minangkabau, warisan diberikan menurut aturan Matrilineal (menurut garis Ibu).
Tahukan Anda mengapa garis Matrilineal dikatakan bertentangan dengan ajaran Islam? Tuliskan
perdapatmu pada baris titik-titik ini .

......................................................................................................

......................................................................................................

Menurut hukum Islam maka pembagian warisan itu berdasarkan garis patrilineal (garis keturunan ayah).
Sedangkan kebiasaan lama yang buruk dan bertentangan dengan agama adalah berjudi, menyabung
ayam serta meminum minuman keras. Salah seorang pemimpin kaum Adat ialah Datuk Sati.

- Kaum Padri adalah kelompok masyarakat Islam di Sumatra Barat yang telah menunaikan ibadah haji
di Mekkah serta membawa pandangan baru. Terpengaruh oleh gerakan Wahabi mereka berusaha hidup
sesuai dengan ajaran Al’quran dan Hadist, berusaha melakukan pembersihan terhadap tindakan-
tindakan masyarakat yang menyimpang dari ajaran tersebut. Beberapa tokoh kaum Padri adalah Haji
Miaskin, Haji Sumanik, Haji Piobang. Tokoh lainnya adalah Malin Basa ( terkenal dengan nama Imam
Bonjol), Tuanku Mesiangan, tuanku Nan Renceh dan Datok Bandaharo.

Dengan perbedaan yang cukup mendasar tersebut terjadilah perebutan pengaruh antara kaum adat dan
kaum Padri di tengah-tengah masyarakat. Pernah diadakan pertemuan untuk mengakhiri perbedaan tadi
di Koto Tengah namun tidak berhasil dan bahkan memicu pertikaian. Untuk menghadapi kaum Padri
maka kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda pada tahun 1821 yang dapat Anda perlajari pada
uraiannya berikut ini.
b. Jalannya Perang Padri

I. Tahun 1821-1825

Pada bulan April tahun 1821 terjadi pertempuran antara kaum Padri melawan Belanda dan kaum Adat di
Sulit Air dekat danau Singkarak.

Belanda mengirimkan tertaranya dari Batavia di bawah pimpinan Letkol Raaf dan berhasil menduduki
Batusangkar dekat Pagaruyung lalu mendirikan benteng yang bernama Fort Van der Capellen.

Pada tahun 1824 dan 1825 terjadi perjanjian perdamaian antara Belanda dengan kaum Padri di Padang
yang pada pokoknya tidak akan saling menyerang.

II. Tahun 1825-1830

Pada periode ini Belanda juga sedang menghadapi perang Diponegoro sehingga perjanjian perdamaian
di atas sangat menguntungkan Belanda. Untuk menghadapi Kaum Padri, Belanda membangun benteng
disebut Fort de Kock ( nama panglima Belanda) di Bukittinggi.

III. Tahun 1831-1837

Belanda bertekad mengakhiri perang Padri setelah dapat memadamkan Perang Diponegoro. Tindakan
yang dilakukan Belanda adalah mendatangkan pasukan dipimpin oleh Letnan Kolonel Elout kemudian
Mayor Michaels dengan tugas pokok menundukkan Kaum Padri yang berpusat di Ketiangan dekat Tiku.
Selain itu Belanda juga mengirim Sentot Ali Basa Prawirodirdjo (bekas panglima Diponegoro) serta
sejumlah pasukan dari pulau Jawa walaupun kemudian berpihak kepada kaum Padri.

Sejak tahun 1831 kaum Adat bersatu dengan kaum Padri untuk menghadapi Belanda.

Pada tanggal 25 Oktober 1833 Belanda menawarkan siasat perdamaian dengan mengeluarkan
Plakat Panjang yang isinya sebagai berikut:

1. Belanda ingin menghentikan perang

2. Tidak akan mencampuri urusan dalam negeri Minangkabau

3. Tidak akan menarik cukai dan iuran-iuran.

4. Masalah kopi, lada dan garam akan ditertibkan.


Imam Bonjol tetap waspada dengan siasat Belanda itu. Setelah tahun 1834 terjadi lagi serangan
sasaran utama serangan Belanda adalah benteng Bonjol yang dapat direbutnya pada tanggal 16 Agustus
1837. Belanda mengajak Imam Bonjol berunding namun kemudian ditangkap. Ia dibawa ke Batavia lalu
dipindahkan ke Miinahasa sampai wafatnya tahun 1864 dalam usia 92 tahun. Perlawanan dilanjutkan
oleh Tuanku Tambusai yang dapat dikalahkan Belanda tahun 1838.

Anda mungkin juga menyukai