Anda di halaman 1dari 3

Bentuk Perlawanan Rakyat dalam Menentang

Kolonialisme Barat di Berbagai Daerah 

Perlawanan Rakyat Maluku ( Patimura) tahun 1817


Tindakan sewenang-wenang yang dilakukan VOC di Maluku kembali dilanjutkan oleh
pemerintah Kolonial Hindia Belanda setelah berkuasa kembali pada tahun 1816 dengan
berakhirnya pemerintah Inggris di Indonesia tahun 1811-1816. Berbagai tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda di bawah ini menyebabkan timbulnya
perlawanan rakyat Maluku.

 Penduduk wajib kerja paksa untuk kepentingan Belanda misalnya di perkebunan-


perkebunan dan membuat garam.
 Penyerahan wajib berupa ikan asin, dendeng dan kopi.
 Banyak guru dan pegawai pemerintah diberhentikan dan sekolah hanya dibuka di
kota-kota besar saja.
 Jumlah pendeta dikurangi sehingga kegaitan menjalankan ibadah menjadi
terhalang.
 Secara khusus yang menyebabkan kemarahan rakyat adalah penolakan Residen
Van den Berg terhadap tuntutan rakyat untuk membayar harga perahu yang
dipisah sesuai dengan harga sebenarnya.

Tahun 1817 rakyat Saparua mengadakan pertemuan dan menyepakati untuk memilih
Thomas Matulessy (Kapitan Pattimura) untuk memimpin perlawanan. Keesokan harinya
mereka berhasil merebut benteng Duurstede di Saparua sehingga residen Van den Berg
tewas. Selain Pattimura tokoh lainnya adalah Paulus Tiahahu dan puterinya Christina
Martha Tiahahu. Anthoni Reoak, Phillip Lattumahina, Said Perintah dan lain-lain.
Perlawanan juga berkobar di pulau-pulau lain yaitu Hitu, Nusalaut dan Haruku penduduk
berusaha merebut benteng Zeeeland.

Untuk merebut kembali benteng Duurstede, pasukan Belanda didatangkan dari Ambon
dibawah pimpinan Mayor Beetjes namun pendaratannya digagalkan oleh penduduk dan
mayor Beetjes tewas. Pada bulan Nopember 1817 Belanda mengerahkan tentara besar-
besaran dan melakukan sergapan pada malam hari Pattimura dan kawan-kawannya
tertangkap. Mereka menjalani hukuman gantung pada bulan Desember 1817 di Ambon.
Paulus Tiahahu tertangkap dan menjalani hukuman gantung di Nusalaut. Christina
Martha Tiahahu dibuang ke pulau Jawa. Selama perjalanan ia tutup mulut dan mogok
makan yang menyebabkan sakit dan meninggal dunia dalam pelayaran pada awal
Januari tahun 1818.

Perang Padri ( Tuanku Imam Bonjol) tahun 1821-


1837
Pernahkah Anda berselisih dengan Saudara Anda, kemudian ada orang lain yang
memusuhi Anda dan orang tersebut bersekutu dengan Saudara Anda tadi untuk
mengalahkan Anda? Bagaimana usaha Anda untuk menghadapi mereka? Pertanyaan di
atas mirip dengan perjuangan kaum Padri di Sumatra Barat yang berpusat di daerah
Bonjol.

Mengapa perlawanan di Sumatra Barat disebut Perang Padri? Istilah Padri berasal dari
kata Padre yang berarti Ulama. Pada mulanya perang Padri merupakan Perang
Saudara antara para Ulama berhadapan denegan Kaum Adat. Setelah Belanda ikut
campur yang semula membantu kaum adat berubahlah perang itu menjadi perang
Kolonial.

Pertentangan antara Kaum Padri dan Kaum Adat itu dapat dikemukankan sebab-
sebabnya sebagai berikut :

 Kaum Adat adalah kelompok masyarakat yang walaupun telah memeluk agama
islam namun masih teguh memegang adat dan kebiasaan-kebiasaan lama yang
bertentangan dengan ajaran Islam.

Contoh :
Menurut adat Minangkabau, warisan diberikan menurut aturan Matrilineal (menurut garis
Ibu).
Menurut hukum Islam maka pembagian warisan itu berdasarkan garis patrilineal (garis
keturunan ayah). Sedangkan kebiasaan lama yang buruk dan bertentangan dengan
agama adalah berjudi, menyabung ayam serta meminum minuman keras. Salah
seorang pemimpin kaum Adat ialah Datuk Sati.

 Kaum Padri adalah kelompok masyarakat Islam di Sumatra Barat yang telah
menunaikan ibadah haji di Mekkah serta membawa pandangan baru.
Terpengaruh oleh gerakan Wahabi mereka berusaha hidup sesuai dengan ajaran
Al’quran dan Hadist, berusaha melakukan pembersihan terhadap tindakan-
tindakan masyarakat yang menyimpang dari ajaran tersebut. Beberapa tokoh
kaum Padri adalah Haji Miaskin, Haji Sumanik, Haji Piobang. Tokoh lainnya
adalah Malin Basa ( terkenal dengan nama Imam Bonjol), Tuanku Mesiangan,
tuanku Nan Renceh dan Datok Bandaharo.

Dengan perbedaan yang cukup mendasar tersebut terjadilah perebutan pengaruh


antara kaum adat dan kaum Padri di tengah-tengah masyarakat. Pernah diadakan
pertemuan untuk mengakhiri perbedaan tadi di Koto Tengah namun tidak berhasil dan
bahkan memicu pertikaian. Untuk menghadapi kaum Padri maka kaum Adat meminta
bantuan kepada Belanda pada tahun 1821 yang dapat Anda perlajari pada uraiannya
berikut ini.

Jalannya Perang Padri Tahun 1821-1825

 Pada bulan April tahun 1821 terjadi pertempuran antara kaum Padri melawan
Belanda dan kaum Adat di Sulit Air dekat danau Singkarak.
 Belanda mengirimkan tertaranya dari Batavia di bawah pimpinan Letkol Raaf dan
berhasil menduduki Batusangkar dekat Pagaruyung lalu mendirikan benteng
yang bernama Fort Van der Capellen.
 Pada tahun 1824 dan 1825 terjadi perjanjian perdamaian antara Belanda dengan
kaum Padri di Padang yang pada pokoknya tidak akan saling menyerang.

Tahun 1825-1830

 Pada periode ini Belanda juga sedang menghadapi perang Diponegoro sehingga
perjanjian perdamaian di atas sangat menguntungkan Belanda. Untuk
menghadapi Kaum Padri, Belanda membangun benteng disebut Fort de Kock
(nama panglima Belanda) di Bukittinggi.

Tahun 1831-1837

 Belanda bertekad mengakhiri perang Padri setelah dapat memadamkan Perang


Diponegoro. Tindakan yang dilakukan Belanda adalah mendatangkan pasukan
dipimpin oleh Letnan Kolonel Elout kemudian Mayor Michaels dengan tugas
pokok menundukkan Kaum Padri yang berpusat di Ketiangan dekat Tiku. Selain
itu Belanda juga mengirim Sentot Ali Basa Prawirodirdjo ( bekas panglima
Diponegoro ) serta sejumlah pasukan dari pulau Jawa walaupun kemudian
berpihak kepada kaum Padri.

Sejak tahun 1831 kaum Adat bersatu dengan kaum Padri untuk menghadapi Belanda.
Pada tanggal 25 Oktober 1833 Belanda menawarkan siasat perdamaian dengan
mengeluarkan Plakat Panjang yang isinya sebagai berikut :

 Belanda ingin menghentikan perang


 Tidak akan mencampuri urusan dalam negeri Minangkabau
 Tidak akan menarik cukai dan iuran-iuran.
 Masalah kopi, lada dan garam akan ditertibkan.

Imam Bonjol tetap waspada dengan siasat Belanda itu. Setelah tahun 1834 terjadi lagi
serangan sasaran utama serangan Belanda adalah benteng Bonjol yang dapat
direbutnya pada tanggal 16 Agustus 1837. Belanda mengajak Imam Bonjol berunding
namun kemudian ditangkap. Ia dibawa ke Batavia lalu dipindahkan ke Miinahasa sampai
wafatnya tahun 1864 dalam usia 92 tahun. Perlawanan dilanjutkan oleh Tuanku
Tambusai yang dapat dikalahkan Belanda tahun 1838.
1

Anda mungkin juga menyukai