Anda di halaman 1dari 39

Sejarah Perang Padri

Perang Padri terjadi di tanah Minangkabau, Sumatera Barat pada tahun 1821 – 1837. Perang ini
digerakkan oleh para pembaru Islam yang sedang konflik dengan kaum Adat. Mengapa dan
bagaimana Perang Padri itu terjadi? Perang Padri sebenarnya merupakan perlawanan kaum Padri
terhadap dominasi pemerintahan Hindia Belanda di Sumatera Barat. Perang ini bermula adanya
pertentangan antara kaum Padri dengan kaum Adat. Adanya pertentangan antara kaum Padri
dengan kaum Adat telah menjadi pintu masuk bagi campur tangan Belanda. Perlu dipahami
sekalipun masyarakat Sumatera Barat sudah memeluk agama Islam, tetapi sebagian masyarakat
masih memegang teguh adat dan kebiasaan yang kadang-kadang tidak sesuai dengan ajaran
Islam.

Sejak akhir abad ke-18 telah datang seorang ulama dari kampung Kota Tua di daratan Agam.
Karena berasal dari kampung Kota Tua maka ulama itu terkenal dengan nama Tuanku Kota Tua.
Tuanku Kota Tua ini mulai mengajarkan pembaruan-pembaruan dan praktik agama Islam.
Dengan melihat realitas kebiasaan masyarakat, Tuanku Kota Tua menyatakan bahwa masyarakat
Minangkabau sudah begitu jauh menyimpang dari ajaran Islam. Ia menunjukkan bagaimana
seharusnya masyarakat itu hidup sesuai dengan Al Quran dan Sunah Nabi. Di antara murid dari
Tuanku Kota Tua ini adalah Tuanku Nan Renceh. Kemudian pada tahun 1803 datanglah tiga
orang ulama yang baru saja pulang haji dari tanah suci Mekah, yakni: Haji Miskin, Haji Sumanik
dan Haji Piabang. Mereka melanjutkan gerakan pembaruan atau pemurnian pelaksanaan ajaran
Islam seperti yang pernah dilakukan oleh Tuanku Kota Tua. Orang-orang yang melakukan
gerakan pemurnian pelaksanaan ajaran Islam di Minangkabau itu sering dikenal dengan kaum
Padri. Mengenai sebutan padri ini sesuai dengan sebutan orang Padir di Aceh. Padir itu tempat
persinggahan para jamaah haji. Orang Belanda menyebutnya dengan padri yang dapat dikaitkan
dengan kata padre dari bahasa Portugis untuk menunjuk orang-orang Islam yang berpakaian
putih. Sementara kaum Adat di Sumatera Barat memakai pakaian hitam.
Ada beberapa pendapat mengenai istilah padri. Ada yang mengatakan, padre berasal dari kata
Portugis, padre yang artinya “bapak”, sebuah gelar yang biasa diberikan untuk golongan pendeta.
Ada pula yang mengatakan berasal dari kata Pedir, sebuah kota Bandar di pesisir utara Aceh,
tempat transit dan pemberangkatan kaum muslimin yang akan melaksanakan ibadah haji ke
Mekah. Di Minangkabau pada awal abad XIX istilah padri belum dikenal. Waktu itu hanya
popular sebutan golongan hitam dan golongan putih. Penamaan ini didasarkan pada pakaian
yang mereka kenakan. Golongan putih yang pakaiannya serba putih adalah para pembaru,
kemudian oleh penulis-penulis sejarah disebut sebagai kaum Padri/Padri. Belum diketahui
mengapa golongan putih ini mereka sebut sebagai kaum Padri, sedangkan untuk golongan hitam
merupakan kelompok yang memakai pakaian serba hitam. Kelompok ini merupakan kelompok
yang mempertahankan paham yang terlebih dahulu sudah berkembang lama di Minangkabau,
sehingga juga dikenal sebagai golongan adat (Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ed), 2012: 415).
Dalam melaksanakan pemurnian praktik ajaran Islam, kaum Padri menentang praktik berbagai
adat dan kebiasaan kaum Adat yang memang dilarang dalam ajaran Islam seperti berjudi,
menyabung ayam, minum-minuman keras. Kaum Adat yang mendapat dukungan dari beberapa
pejabat penting kerajaan menolak gerakan kaum Padri. Terjadilah pertentangan antara kedua
belah pihak. Timbullah bentrokan antara keduanya. Tahun 1821 pemerintah Hindia Belanda
mengangkat James Du Puy sebagai residen di Minangkabau. Pada tanggal 10 Februari 1821, Du
Puy mengadakan perjanjian persahabatan dengan tokoh Adat, Tuanku Suruaso dan 14 Penghulu
Minangkabau. Berdasarkan perjanjian ini maka beberapa daerah kemudian diduduki oleh
Belanda. Pada tanggal 18 Februari 1821, Belanda yang telah diberi kemudahan oleh kaum Adat
berhasil menduduki Simawang. Di daerah ini telah ditempatkan dua meriam dan 100 orang
serdadu Belanda. Tindakan Belanda ini ditentang keras oleh kaum Padri, maka tahun 1821 itu
meletuslah Perang Padri.
Perang Padri di Sumatera Barat ini dapat dibagi dalam tiga fase.
Fase pertama (1821-1825)
Pada fase pertama, dimulai gerakan kaum Padri menyerang pos-pos dan pencegatan terhadap
patroli-patroli Belanda. Bulan September 1821 pos-pos Simawang menjadi sasaran serbuan
kaum padri. Juga pos-pos lain seperti Soli Air, Sipinang dan lain-lain. Kemudian Tuanku
Pasaman menggerakkan sekitar 20.000 sampai 25.000 pasukan untuk mengadakan serangan di
sekitar hutan di sebelah timur gunung. Pasukan Padri menggunakan senjata-senjata tradisional,
seperti tombak, dan parang. Sedangkan Belanda dengan kekuatan 200 orang serdadu Eropa
ditambah sekitar 10.000 pasukan orang pribumi termasuk juga kaum Adat, menggunakan
senjata-senjata lebih lengkap, modern seperti meriam dan senjata api lainnya. Pertempuran ini
memakan banyak korban. Di pihak Tuanku Pasaman kehilangan 350 orang prajurit, termasuk
putra Tuanku Pasaman. Begitu juga Belanda tidak sedikit kehilangan pasukannya. Tuanku
Pasaman dengan sisa pasukannya kemudian mengundurkan diri ke Lintau. Sementara itu
pasukan Belanda setelah berhasil menguasai seluruh lembah Tanah Datar, kemudian mendirikan
benteng di Batusangkar yang kelak terkenal dengan sebutan Front Van der Capellen. Perlawanan
kaum Padri muncul di berbagai tempat. Tuanku Pasaman memusatkan perjuangannya di Lintau
dan Tuanku Nan Renceh memimpin pasukannya di sekitar Baso. Pasukan Tuanku Nan Renceh
harus menghadapi pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Goffinet. Periode tahun 1821 -
1825, serangan-serangan kaum Padri memang meluas di seluruh tanah Minangkabau. Bulan
September 1822 kaum Padri berhasil mengusir Belanda dari Sungai Puar, Guguk Sigandang dan
Tajong Alam. Menyusul kemudian di Bonio kaum Padri harus menghadapi menghadapi pasukan
PH. Marinus. Pada tahun 1823 pasukan Padri berhasil mengalahkan tentara Belanda di Kapau.
Kemudian kesatuan kaum Padri yang terkenal adalah yang berpusat di Bonjol. Pemimpin mereka
adalah Peto Syarif. Peto Syarif inilah yang dalam sejarah Perang Padri dikenal sebagai Tuanku
Imam Bonjol. Ia sangat gigih memimpin kaum Padri untuk melawan kekejaman dan keserakahan
Belanda di tanah Minangkabau.
Karena merasa kewalahan dalam melawan kaum Padri, maka Belanda mengambil strategi damai.
Oleh karena itu, pada tanggal 26 Januari 1824 tercapailah perundingan damai antara Belanda
dengan kaum Padri di wilayah Alahan Panjang. Perundingan ini dikenal dengan Perjanjian
Masang. Tuanku Imam Bonjol juga tidak keberatan dengan adanya perjanjian damai tersebut.
Akan tetapi Belanda justru dimanfaatkan perdamaian tersebut untuk menduduki daerah-daerah
lain. Kemudian Belanda juga memaksa Tuanku Mensiangan dari Kota Lawas untuk berunding,
tetapi ditolak. Tuanku Mensiangan justru melakukan perlawanan. Tetapi Belanda lebih kuat
bahkan pusat pertahannya kemudian dibakar dan Tuanku Mensiangan ditangkap. Tindakan
Belanda itu telah menimbulkan amarah kaum Padri Alahan Panjang dan menyatakan pembatalan
kesepatakan dalam Perjanjian Masang. Tuanku Imam Bonjol menggelorakan kembali semangat
untuk melawan Belanda. Dengan demikian perlawanan kaum Padri masih terus berlangsung di
berbagai tempat.
Fase kedua (1825-1830)
Coba ingat-ingat angka tahun 1825-1830 itu. Kira-kira terkait dengan peristiwa apa angka tahun
tersebut. Peristiwa itu jelas di luar Sumatera Barat. Tahun itu merupakan tahun yang sangat
penting, sehingga bagi Belanda digunakan sebagai bagian strategi dalam menghadapi
perlawanan kaum Padri di Sumatera Barat. Bagi Belanda tahun itu digunakan untuk sedikit
mengendorkan ofensifnya dalam Perang Padri. Upaya damai diusahakan sekuat tenaga. Oleh
karena itu, Kolonel De Stuers yang merupakan penguasa sipil dan militer di Sumatera Barat
berusaha mengadakan kontak dengan tokoh-tokoh kaum Padri untuk menghentikan perang dan
sebaliknya perlu mengadakan perjanjian damai. Kaum Padri tidak begitu menghiraukan ajakan
damai dari Belanda, karena Belanda sudah biasa bersikap licik. Belanda kemudian minta bantuan
kepada seorang saudagar keturunan Arab yang bernama Sulaiman Aljufri untuk mendekati dan
membujuk para pemuka kaum padri agar dapat diajak berdamai. Sulaiman Aljufri menemui
Tuanku Imam Bonjol agar bersedia berdamai dengan Belanda. Tuanku Imam Bonjol menolak.
Kemudian menemui Tuanku Lintau ternyata merespon ajakan damai itu. Hal ini juga didukung
Tuanku Nan Renceh. Itulah sebabnya pada tanggal 15 November 1825 ditandatangani Perjanjian
Padang. Isi Perjanjian Padang itu antara lain :

 Belanda mengakui kekuasaan pemimpin Padri di Batusangkar, Saruaso, Padang Guguk


Sigandang, Agam, Bukittinggi dan menjamin pelaksanaan sistem agama di daerahnya.
 Kedua belah pihak tidak akan saling menyerang
 Kedua pihak akan melindungi para pedagang dan orang-orang yang sedang melakukan
perjalanan
 Secara bertahap Belanda akan melarang praktik adu ayam.

Inilah strategi Belanda dalam memenangkan perang di berbagai daerah. Dan Perang Padri fase
ke-2 ini dapat dikatakan sebagai fase peredaan.
Fase ketiga (1830 – 1837/1838)
Nah, tentu kamu sudah menemukan jawaban peristiwa tahun 1825-1830 di Jawa. Peristiwa itu
adalah Perang Diponegoro. Setelah Perang Diponegoro berakhir pada tahun 1830, semua
kekuatan Belanda dikonsentrasikan ke Sumatera Barat untuk menghadapi perlawanan kaum
Padri. Dimulailah Perang Padri fase ketiga . Pada pertempuran fase ketiga ini kaum Padri mulai
mendapatkan simpati dari kaum Adat. Dengan demikian kekuatan para pejuang di Sumatera
Barat akan meningkat. Orang-orang Padri yang mendapatkan dukungan kaum Adat itu bergerak
ke pos-pos tentara Belanda. Kaum Padri dari Bukit Kamang berhasil memutuskan sarana
komunikasi antara benteng Belanda di Tanjung Alam dan Bukittinggi. Tindakan kaum Padri itu
dijadikan Belanda di bawah Gillavry untuk menyerang Koto Tuo di Ampek Angkek, serta
membangun benteng pertahanan dari Ampang Gadang sampai ke Biaro. Batang Gadis, sebuah
nagari yang memiliki posisi sangat strategis terletak antara Tanjung Alam dan Batu Sangkar juga
diduduki. Tahun 1831 Gillavary digantikan oleh Jacob Elout. Elout ini telah mendapatkan pesan
dari Gubernur Jenderal Van den Bosch agar melaksanakan serangan besar-besaran terhadap
kaum Padri. Elout segera mengerahkan pasukannya untuk menguasai beberapa nagari,seperti
Manggung dan Naras. Termasuk daerah Batipuh. Setelah menguasai Batipuh, serangan Belanda
ditujukan ke Benteng Marapalam. Benteng ini merupakan kunci untuk dapat menguasai Lintau.
Karena bantuan dua orang Padri yang berkhianat dengan menunjukkan jalan menuju benteng
kepada Belanda, maka pada Agustus 1831 Belanda dapat menguasai Benteng Marapalam
tersebut. Dengan jatuhnya benteng ini maka beberapa nagari di sekitarnya ikut menyerah.
Seiring dengan datangnya bantuan pasukan dari Jawa pada tahun 1832 maka Belanda semakin
meningkatkan ofensif terhadap kekuatan kaum Padri di berbagai daerah. Pasukan yang datang
dari Jawa itu antara lain pasukan legium Sentot Ali Basah Prawirodirjo dengan 300 prajurit
bersenjata. Tahun 1833 kekuatan Belanda sudah begitu besar. Dengan kekuatan yang berlipat
ganda Belanda melakukan penyerangan terhadap pos-pos pertahanan kaum Padri. Banuhampu,
Kamang, Guguk Sigandang, Tanjung Alam, Sungai Puar, Candung dan beberapa nagari di
Agam. Dalam catatan sejarah kolonial penyerangan di berbagai tempat itu, penyerangan terhadap
Guguk Sigandang merupakan cacatan hitam karena disertai dengan penyembelihan dan
penyincangan terhadap tokoh-tokoh dan pasukan kaum Padri bahkan terhadap mereka yang
dicurigai sebagai pendukung Padri. Pada waktu penyerbuan Kamang, pasukan Belanda dapat
mendapat perlawanan sengit, bahkan 100 orang pasukan Belanda termasuk perwira terbunuh.
Baru hari berikutnya dengan mengerahkan kekuatannya, Belanda dapat menguasai Kamang.
Dalam serangkaian pertempuran itu banyak kaum Padri telah menjadi korban, termasuk tokoh
Tuanku Nan Cerdik dapat ditangkap.Di samping strategi militer, setelah Van den Bosch
berkunjung ke Sumatera Barat, diterapkan strategi winning the heart kepada masyarakat. Pajak
pasar dan berbagai jenis pajak mulai dihapuskan. Penghulu yang kehilangan penghasilan akibat
penghapusan pajak, kemudian diberi gaji 25-30 golden. Para kuli yang bekerja untuk pemerintah
Belanda juga diberi gaji 50 sen sehari. Elout digantikan oleh E. Francis yang tidak akan
mencampuri urusan pemerintahan tradisional di Minangkabau. Kemudian dikeluarkan Plakat
Panjang. Plakat Panjang adalah pernyataan atau janji khidmat yang isinya tidak akan ada lagi
peperangan antara Belanda dan kaum Padri. Setelah pengumuman Plakat Panjang ini kemudian
Belanda mulai menawarkan perdamaian kepada para pemimpin Padri.

Dengan kebijakan baru itu beberapa tokoh Padri dikontak oleh Belanda dalam rangka mencapai
perdamaian. Setelah kekuatan pasukan Tuanku Nan Cerdik dapat dihancurkan, pertahanan
terakhir perjuangan kaum Padri berada di tangan Tuanku Imam Bonjol. Tahun 1834 Belanda
dapat memusatkan kekuatannya untuk menyerang pasukan Imam Bonjol di Bonjol. Jalan-jalan
yang menghubungkan Bonjol dengan daerah pantai sudah diblokade oleh tentara Belanda.
Tanggal 16 Juni 1835 benteng Bonjol dihujani meriam oleh serdadu Belanda. Agustus 1835
benteng di perbukitan dekat Bonjol jatuh ke tangan Belanda. Belanda juga mencoba mengontak
Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai. Imam Bonjol mau berdamai tetapi dengan beberapa
persyaratan antara lain kalau tercapai perdamaian Imam Bonjol minta agar Bonjol dibebaskan
dari bentuk kerja paksa dan nagari itu tidak diduduki Belanda. Tetapi Belanda tidak memberi
jawaban. Justru Belanda semakin ketat mengepung pertahanan di Bonjol. Sampai tahun 1836
benteng Bonjol tetap dapat dipertahankan oleh pasukan Padri. Akan tetapi satu per satu
pemimpin Padri dapat ditangkap. Hal ini jelas dapat memperlemah pertahanan pasukan Padri.
Namun di bawah komando Imam Bonjol mereka terus berjuang untuk mempertahankan setiap
jengkal tanah Minangkabau. Bulan Oktober 1837, secara ketat Belanda mengepung dan
menyerang benteng Bonjol. Akhirnya Tuanku Imam Bonjol dan pasukannya terdesak. Pada
tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol ditangkap. Pasukan yang dapat meloloskan diri
melanjutkan perang gerilya di hutan-hutan Sumatera Barat. Imam Bonjol sendiri kemudian
dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Tanggal 19 Januari 1839 ia dibuang ke Ambon dan tahun 1841
dipindahkan ke Manado sampai meninggalnya pada tanggal 6 November 1864.[cm]

01. Presiden Soekarno pernah menjabat sebagai PM, sedangkan Djuanda menjabat sebagai menteri
pertama ini terjadi pada saat kabinet.....
A. Kerja
B. Djuanda
C. Karya
D. Gotong Royong
E. Zaken Kabinet

02. Malaysia oleh Indonesia dianggap akan memunculkan kolonialisme baru sehingga Indonesia
konfrontasi dengan Malaysia, adapun latar belakangnya adalah....
A. Malaysia tidak ingin bekerjasama dengan filipina
B. Malaysia ingin melakukan tindakan politik mercusuar
C. Malaysia bersedia menjadi negara federal bentukan Inggris
D. Filipina menuntut Sulu dari Inggris
E. Malaysia melakukan persetujuan MAFILINDO

03. Perdana Menteri Tiongkok Zhou Enlai pernah menawari Indonesia untuk ....
A. bekerja sama dibidang kereta cepat
B. mempersenjatai milisi rakyat sebagai kekuatan militer baru
C. mengirimi bantuan beras dengan harga ringan
D. megurangi kekuatan militer dari pihak TNI
E. meningkatkan kerjasama sosial budaya dengan Tiongkok

04. SP sebelas Maret adalah surat yang diperuntukkan bagi Letjen Soeharto dalam rangka...
A. Melakukan kerjasama ekonomi dengan negara tirai bambu
B. menjadikan Letjen Sopeharto jadi presiden RI
C. melakukan kerja sama dengan Malaysia dengan baik
D. mengendalikan keamanan dan ketertiban negara pada akhir jabatan Ir. Soekarno
E. menangkapi tokoh –tokoh PKI

05. Pemberhentian Ir.Soekarno sebagai presiden RI melalui sidang istimewa tgl 7 – 12 Maret 1967 ,
karena.....
A. menikah dengan warga negara Jepang
B. selalu bekerja secara inkonstitusional
C. menurunnya kondisi fisik Ir. Soekarno
D. Melakukan perundingan sendiri dengan Malaysia
E. Ir.Soekarno tidak bersedia membubarkan PKI

06. Masa Orde Baru Indonesia kembali menjadi anggota PBB, dengan tujuan.....
A. agar tidak merasa sangat kuat didunia internasional
B. didesak oleh negara-negara yang pernah menjajah Indonesia
C. agar bisa masuk menjadi anggota ASEAN
D. agar tidak menjadi negara terkucil di dunia internasional
E. untuk menciptakan keseimbangan politik luar negeri

07. Orde Baru melakukan pembaharuan perekonomian yang starnya dilakukan pada tgl 1 April 1969,
dengan nama.....
A. IGGI
B. MEA
C. IBRD
D. PMA
E. Repelita

08. Pemerintahan ORBA melaksanakan program stabilisasi dan rehabiltasi ekonomi dalam rangka
menyelamatkan perekonomian nasional,adapun langkah yang ditempuh adalah bekerja sama dengan
negara-negara kreditor yang memberikan persyaratan utang lunak yang dikenal dengan istilah.....
A. Paris Club
B. Grace period
C. Oldefo
D. IGGI
E. Ganefo

09. Orde Baru dalam menjalankan sistem pemerintahannya diatur oleh pusat di Jakarta. Sehingga
pemerintah daerah hampir tidak diberikan peran yang signifikan tindakan ini disebut dengan
politik.....
A. terpusat
B. reformasi
C. kemapanan
D. utama
E. terpinggirkan

10. Pemerintah ORBA memiliki sistem yang dalam bidang pertahanan keamanan yang disebut
dengan Dwifungsi ABRI yang berakibat ABRI selain sebagai kekuatan politik, juga berperan
sebagai anggota DPR maupun MPR hal ini sangatlah nampak bahwa ABRI memasung hak politik
rakyat sebab.....
A. rakyat jadi tidak dekat dengan pemerintah
B. pemerintah memiliki kekuasaan yang kuat
C. hak rakyat menjadi milik oleh ABRI
D. DPR maupun MPR tidak mewakili suara rakyat
E. Birokrat merasa diwakili oleh DPR dan MPR
11. Berakhirnya ORBA disebabkan karena berbagai kasus, pada tahun 1980-1982 harga minyak
dunia jatuh hal ini merupakan pukulan berat bagi pemerintah RI , sehingga pemerintah
menempuh cara yaitu perdagangan yang bersifat....
A. pertanian
B. kuliner
C. sandang
D. non-migas
E. perkebunan

12. Berakhirnya masa pemerintahan ORBA diawali dengan adanya krisis ekonomi,krisi s politik, dan
hukum yang kemudian mendorong lahirnya...... yang tumbuh di kalangan masyarakat luas.
A. krisis idiologi dan sikap anti pemerintah
B. ketidak puasan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah
C. LSM anti pemerintah
D. Ide reformasi menghendaki perubahan yang mendasar
E. Krisis kepercayaan terhadap pemerintah Orba

13. Krisis ekonomi membuka tabir penyimpangan bisnis perbankan , untuk mengatasi masalah
perbankan tersebut pemerintah mendirikan badan yang dinamakan BPPN (Badan Penyehatan
Perbankan Nasional ) kondisi ini jika kita simpulkan merupakan upaya pemerintah agar
tercipta....
A. Kesadaran pengusah non pribumi membayar hutangnya
B. Kesadaran keluarga kerajaan yang menyelesaikan masalah
C. Keinginan rakyat kecil yang memiliki modal untuk membantu pemerintah
D. Kesinambungan antara pihak perbankan dengan kreditor
E. keseimbangan antara jaminan dan pinjaman

14. gerakan cinta rupiah adalah usaha dari pemerintah Indonesia sekitar tahun 1997/1998 untuk
mengatasi terkurasnya persediaan mata uang dollar milik Indonesia yang dibeli oleh spekulan dan
berhasil, jika dianalisa tindakan bangsa Indonesia tetap berupaya untuk.....
A. menyelesaikan masalah keuangan negara yang dicintainya
B. mempelajari sampai sejauh mana tingkat inflasi yang dideritanya
C. menambah pendapatan negara agar tidak inflasi
D. memperdalam pengetahuan tentang perbankan
E. memperkecil jumlah negara yang menjadi kreditor

15. Jika kita analisa peristiwa 27 Juli 1996 di Jakarta yaitu peristiwa penyerangan terhadap kantor
PDIP oleh masa PDI adalah imbas negatif dari ....
A. maraknya KKN dalam segala lini
B. ketidak percayaan rakyat terhadap PDIP
C. adanya 5 paket UU politik
D. PDIP berdiri tanpa prosedur
E. PDI tidak memiliki kewibawaan lagi

16. Jika kita bandingkan kerusuhan bulan Mei 1998 di ibukota negara Indonesia dengan peristiwa
Revolusi Perancis 1789 sangat tipis perbedaanya sebab kedua peristiwa itu telah memicu
munculnya situasi yang membahayakan negara disebut....
A. Chaos
B. Stagnan
C. Revolusi
D. Evolusi
E. Labil
17. Penggantian pimpinan negara Indonesia dari Soeharto kepada B.J Habibie jika ditinjau dari pasal 8
UUD 1945 sudah sesuai, sedangkan jika ditinjau dari pasal 9 UUD 1945 legalisasi B.J Habibie
menjadi presiden RI tidak konstitusional, kondisi ini dapat dimengerti sebab ada tujuan penting
dari perilaku dan tindakan Soeharto saat itu yaitu.....
A. supaya keadaan negara menjadi aman terkendali karena sosok Habibie adalah idola
B. dalam jangka pendek semua kebijakannya dapat terlindungi oleh pemerintahan baru
C. Habibie adalah tokoh tehnokrat yang mengerti benar cara mengatasi negara kritis
D. pihak kawan maupun pihak lawan tidaka akan ada yang berani memprotes tindakannya
E. beliau merasa yakin rakyat tidak akan bersikap kritis terhadap keadaan saati itu

18. Setiap ada kelemahan dari suatu pemeritahan di negara Indonesia selalu ada isu daerah-daerah
berusaha melepaskan diri dari NKRI, jika kita analisa nampak bahwa semangat sumpah pemuda
untuk daerah- daerah di Indonesia sangat perlu diperkuat kembali karena mereka harusnya
menyadari bahwa.....
A. daerah-daerah tidak perlu arogan sebab mereka adalah bagian dari pusat
B. pusat harus banyak sering temu wicara dengan daerah agar seimbang
C. antara daerah dan pusat sebenarnya memiliki hubungan yang bersifat mutual benefit
D. birokrat pusat dan birokrat daerah sebearnya memiliki persamaan yaitu abdi negara
E. kekuatan asing sangat menunggu situasi yang paling jelek dibidang ekonomi Indonesia

19. Sikap rasa percaya Soeharto kepada B.J Habibie sangat nampak sekali pada saat Habibie menjabat
sebagai presiden RI ke 3 dengan melakukan tindakan yang tidak pernah terjadi dikepemimpinan-
kepeminpinan yang lain yaitu.....
A. Soeharto menyumpah sendiri dalam pelantikan B.J Habibie sebagai presiden RI
B. Soeharto bersikap menyerah tanpa syarat kepada B.J Habibie
C. Habibie sangat menghormati kepada Soeharto sebagai mantan presiden RI
D. Semua menteri dari kabinet Soeharto bersedia menjadi kabinetnya Habibie
E. Soeharto menyerahkan sendiri semua aset yayasan yang dipimpinnya masa Orba

20. Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid sebagai presidenke-4 Rimemiliki beberapa kebijakan
salah satu kebijakan politik dalam negerinya bersifat kontroversial yaitu....
A. Memberi kesempatan WNI keturunan Cina untuk merayakan IMLEK
B. jarang mengadakan rapat dengan para menterinya
C. sering melakukan lawatan keluar negeri meskipun keuangan negara menipis
D. menghapus departemen penerangan dan departemen sosial
E. mengajak penduduk Indonesia menguasaihutan-hutan milik negara

21. Gagasan Gus Dur untuk membentuk poros Jakarta-Beijing- New Delhi adalah sebuah gagasan
poltik luar negeri Indonesia yang oleh para pengamat poltik luar negeri diharapkan menjadi politik
prestisius sebab....
A. negara Indonesia akan makin terkenal dengan poltik bebas aktifnya
B. kemapanan suatu negara tergantung keberanian konsep politik luar negerinya
C. Indoesia tidak akan dilupakan oleh bangsa-bangsa di dunia
D. Indoesia tidak lagi dengan mudah dikendalikan oleh Amerika
E. Gus Dur adalah tokoh yang sangat ditakuti dunia

22. Salah satu kebijakan politik luar negeri Gus Dur yang tidak populis adalah membuka hubungan
diplomatik dengan Israel, adapun harapan dari Gus Dur dengan tindkannya itu adalah....
A. Israel akan segera insyaf dengan politik luarnegerinya terhadap penduduk Palestina
B. mampu menguasai orang-orang Yahudi yang dipandang sebagaii pemilik saham internas
C. akan tercipta perdamaian duniayang abadi dan mengangkat derajat bangsa
D. suatu pemiiran yang feodalistis tanpa didasari pemikiran politik modern
E. untuk mewujudkan sistem perekonomian yang baru dan modern
23. Megawati Soekarnoputri merupakan presiden wanita pertma di Indonesia, namun untuk tingkat Asia
adalah presiden wanita yang ke.....
A. 2
B. 3
C. 4
D. 6
E. 7

24. Pada Jaman Soeharto Indonesia mengadakan perjanjian untuk meminta bantuan ekonomi dengan
IMF, di Jaman Megawati IMF pun bermain strategi dengan melakukan penekanan ekonmi , hal ini
berakibat yang sangat mengecewakan rakyat yaitu...
A. keuntungan diambil sepenuhnya oleh IMF
B. IMF tidak percaya dan tidak menghargai bangsa Indonesia
C. Kekuatan politik menjadi tidak menentu didunia internasional
D. Indonesia belajara banyak sistem ekonomi IMF
E. lepasnya aset-aset penting milik negara ketangan konsorsium asing

25. Suatu langkah politik dalam negeri Megawati yang merupakan usaha yang berprestasi yaitu
dibidang PEMILU dengan merubah sistem yaitu.....
A. sistem perwakilan menjadi sistem pemilihan langsung
B. sistem sentralisasi menjadi desentralisasi
C. sistem pengkhususan jabatan rakayat
D. sistem perwakilan menjadi sistem berputar
E. sistem berputar menjadi sistem menetap
26. Lepasnya Timor-Timur dari wilayah NKRI pada masa pemeri tahan presiden.....
A. B.J Habibie
B. Soeharto
C. Abdurrahman Wahid
D. Megawari Soekarnoputri
E. Susilo Bambang Yudouono

27. Pada masa pemerintahan Megawati terdapat masalah yang krusial berkaitan dengan
kegiatan”Pahlawan Devisa “ di negeri jiran,adapun masalahnya berkaitan dengan.....
A. lepasnya aset negara RI
B. tenaga kerja Indonesia
C. pemilu
D. konflik etnis
E. Timor-Timur

28. Susilo Bambang Yudoyono adalah presiden RI masa reformasi yang mencantumkan visi dan misi
dalam pemerintahannya,adapun salah satu misinya adalah mewujudkan Indonesia yang aman damai
, adil,demokratis dan sejahtera. Hasil dari misinya ialah.....
A. dijalankannya konsep trias politika
B. selalu melakukan kunjungan luar negeri
C. mengakhiri konflik dengan GAM melalui MOU Helsinki
D. tidak kompromi dengan koruptor
E. memperhtikan masalah kenakalan remaja

29. Susilo Bambang Yudoyono mampu mengangkat perekonomian Indonesia pada tataran level yang
pantas disejajarkan dengan empat kekuatan baru dunia , kekuatan baru tersebut adalah negara.....
A. Jepang,Cina ,Meksiko dan Arab
B. Amerika, Meksiko,Brasil dan Jepang
C. Indonesia,Brasil.Cina , Amerika
D. Brasil,India,Rusia dan Cina
E. Cina,Jepang,Brasil , Filipina
30. Susilo Bambang Yudoyono dalam melaksanakan politik luar negeri Indonesia memakia beberapa
pendekatan, ada 7 pendekatan, salah satunya adalah pendekatan soft power dalam hal ini cara
yang dilakukan adalah...
A. mengandalkan dan mempelajari cara-cara halus dalam diplomasi
B. melakukan napak tilas cara diplomasi dari tokoh –tokoh pendahulu
C. mencoba melakukan pendekatan manusiawi
D. meminjam cara salah satu negara yang good government
E. menambah teman dalam menyelesaikan masalah

31. Dampak positif dari perkembangan IPTEK salah satunya ialah.....


A. mengikis kemiskinan
B. menambah pertemanan
C. mengurangi pengangguran
D. bertambahnya pengetahuan dan wawasan
E. menciptakan kebersamaan

32. Pada abad 20 ada banyak inovasi baru bermunculan yang berkontribusi besar dalam mengubah
perdaban manusia salah satunya adalah serat optik yang fungsinya adalah....
A. untuk meningkatkan tingkat baca masyarakat
B. kaca yang fleksibel untuk memancarkan cahaya
C. meingkatkan kesejahteraan rakyat
D. menambah kemajuan belajar siswa
E. kabel yang dapat digunakan untuk menambaha kekuatan listrik

33. Kemajuan tehnologi telah mampu membawa manusia untuk mengarungi dunia , untuk Indonesia
telah diselenggarakaknya angkutan laut milik BUMN yaitu...
A. DAMRI
B. PT PAL
C. PT Djakarta Lloyd
D. Garuda Indonesia
E. PT PELNI

34. Garuda Indonesia pernah mengalami masa sulit karena tidak bisa operasional ke Amerika dan
Eropa kondisi ini terjadi pada tahun....
A. 2013
B. 2005
C. 1990
D. 1998
E. 1987

35. Indonesia juga tidak mau ketinggalan dalam pembaharuan era informasi modern yaitu dengan
beroperasinya SKSD Palap I yang diluncurkan pada tahun....
A. 1988
B. 1976
C. 1987
D. 1990
E. 2011

36. Latar belakang terjadinya revolusi hijau adalah.....


A. Dampak dari Pdi dan PD II
B. industri lebih utama dari pertanian
C. munculnya sarjana pertanian yang berlebihan
D. lahan pertanian makin sempit
E. masyarakat desa enggan jadi petani

37. Tidak selalu kemajuan tehnologi pertanian membahgiakan manusia, hal ini dapat kita buktikan saat
ini manusia cenderung mencari sayur-mayur yang.....
A. bersih dan segar
B. murah dan segar
C. lengkap dan murah
D. tidak kena peptisida
E. segar dan lengkap

38. Tidak semua dampak positif dari revolusi hijau dapat dirasakan oleh seluruh masyarakt kecil hal ini
terbukti masyarakt kecil tetap mengalami kesulitan makan nasi secara rutin tiap hari hal ini
disebabkan karena.....
A. maraknya makanan franchese
B. masyarakat miskin ingin makan siap saji
C. pemerintah tidak ingin ada masyarakat miskin
D. hubungan tidak baik antara masyarakat miskin itu sendiri
E. harga beras tetap mahal sehingga tidk terjangkau

39. Berikut ini yang dapat mempengaruhi turunnya hasil pertanian di Indonesia adalah...
A. globalisasi
B. sapta usaha tani
C. lahan pertanian mulai menyempit
D. beras impor
E. revolusi hijau

40. Masalah pokok yang mendorong perlunya revolusi hijau adalah....


A. meningkatnya produksi pertanian
B. meningkatnya laju pertumbuhan penduduk
C. ditemukannya jenis-jenis tanaman baru
D. lahan pertanian makin luas
E. ditemukannya obat pembasmi hama
Apa itu Ganefo dan Conefo?

Ganefo dan Conefo didirikan oleh Indonesia pada masa pemerintahan Bung Karno dalam rangka

menyatukan kekuatan negara-negara senasib diseluruh Asia, Afrika dan Amerika Latin untuk

bersama-sama menentang sistem nekolim. Nah, apa itu Nekolim?

sebelum membahas Ganefo dan Conefo mari kita membahas nekolim terlebih dahulu..

Oke mari kita langsung saja cekidot :

Quote:

Quote:NEKOLIM, FIKSI ATAU NYATA?

Nekolim adalah istilah yang dibuat oleh Presiden sekaligus Panglima Besar Revolusi kita, Ir.

Soekarno. Singkatan dari Neo-Kolonialisme dan Neo-Imperialisme yang sudah lama tercium oleh

Bung Karno namun tidak pernah kita sadari sejak dulu.

Penjajahan yang sering ditemui di buku Sejarah kita adalah penjajahan dalam bentuk perluasan

kekuasaan, sarat dengan kekerasan, dan penderitaan dari negara yang dijajah. Kalau Nekolim ini

berbeda. Penjajahannya sudah dalam bentuk modern, terutama di bidang Ekonomi.

Awal mulanya dari Revolusi Industri Inggris. Industri yang bersifat handicraft mereka tinggalkan

karena ketidak-mampuannya dalam berinovasi, menciptakan produk-produk yang sesuai dengan


keinginan pemilik faktor produksi. Maka didirikanlah Industri Manufaktur. Industri ini sangat inovatif

dan berhasil mencetak berbagai macam Sumber Daya Manusia yang sekarang berperan penting

dengan kehidupan kita, contoh: bola lampu, pesawat terbang, kereta api, mesin jahit, mobil, dll.

Tentu saja, untuk menciptakan produk-produk baru, mereka membutuhkan bahan mentah yang

hanya bisa didapatkan dari negara-negara berkembang, atau negara-negara bekas jajahan.

Kebetulan, negara bekas jajahan ini masih tertidur lelap saat terjadinya Revolusi Industri di

Inggris. Mereka tidak mengerti ada sebuah lampu ajaib di balik revolusi ini.

Alih-alih, negara barat mengatakan bahwa mereka akan barter, yang berarti, negara berkembang

memberikan bahan mentah, sedangkan negara maju memberikan ilmu untuk mendirikan industri

manufaktur yang akan membantu perekonomian negara berkembang yang tidak stabil. Banyak

negara commonwealth didirikan.

Sayangnya, ‘ramuan rahasia’ itu hanya diketahui oleh pemimpin Industri Manufaktur, sehingga

negara berkembang akan senantiasa bergelayutan dengan negara maju untuk menstabilkan

perekonomiannya. Mereka tidak merasakan adanya unsur Nekolim disini dan malah terkesan jinak

dalam menerimanya. Cendekiawan miskin disekolahkan ke luar negeri untuk menjadi doktor. Otak

mereka dijejali dengan Ekonomi Liberal. Kemudian para Cendekiawan ini diatur sedemikian rupa

untuk menjadi pemimpin di negeri berkembang, sehingga jalan negara barat untuk menjajah

semakin mulus.

Perlu diketahui, Industri Manufaktur versi negara barat ini motifnya adalah perburuan materi,

sehingga sifatnya berupa penjajahan. Lain dengan Industri Manufaktur yang dianut oleh Jepang.

Tahun 1945 misalnya, saat itu Jepang kalah dalam Perang Dunia II. Dia berusaha untuk

membalas kekalahannya dengan mendirikan Industri raksasa. Kekurangan Industri dari negara

barat ini ia ubah. Misalnya, bila negara barat mengedepankan perburuan materi, maka industri

Jepang mengedepankan kesejahteraan rakyat. Bila negara barat terkesan tidak berkeadilan,

maka negara Jepang akan lebih berkeadilan.

Mungkin bagi beberapa orang, masalah Nekolim ini cenderung sepele. Nyatanya dia tidak

melakukan pelanggaran HAM dengan jalan penyiksaan-penyiksaan seperti yang dilakukan

penjajah dulu. Apa yang dia lakukan adalah bentuk barter dan kalau kita mau berpikir positif,
mungkin maksudnya supaya pembangunan suatu negara menjadi lebih merata. Tidak ada negara

yang menjadi miskin karena ditolong oleh negara barat.

Tetapi, pengeksploitasian Sumber Daya Alam oleh negara maju ini selalu berlebihan. Produk yang

mereka ciptakan senantiasa tidak ramah lingkungan, hingga kemudian mereka membuat produk

baru yang lebih ramah lingkungan, namun pada akhirnya kita juga harus membeli produk baru

tersebut dari mereka lagi. Bahan mentah berkualitas yang kita miliki malah diekspor, bukan

digunakan untuk negara sendiri dalam rangka memajukan produk buatan sendiri.

Quote:

Quote:MENGENANG GANEFO

Sebelum mengulas jauh soal Ganefo ini, kita sebaiknya mengupas sedikit mengenai konteks

historis yang melingkupinya, dan hubungannya dengan perjuangan nasional bangsa Indonesia itu

sendiri. Pada tahun 1961, Bung Karno menelorkan konsepsinya dalam memandang dunia, yaitu

soal Nefo dan Oldefo, dan mempertentangkannya sebagai kontradiksi yang tak-terhindarkan

(terdamaikan). Nefo-The new emerging Forces mewakili negara-negara berkembang yang sedang
tumbuh, yaitu Negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin yang berusaha bebas dari neo-

kolonialisme dan imperialisme serta berusaha membangun tatanan dunia baru tanpa exploitation

l,homme par I’homme, sementara Oldefo—The Old Esthablished Forces mewakili negara-negara

maju yang imperialis dan kekuatan lama yang semakin dekaden.

Setelah era perjuangan fisik untuk pembebasan nasional, Soekarno pada tahun 1957, disebut

juga tahun penentuan, telah menandaskan bahwa nation building memerlukan revolusi mental.

Segera setelah itu, Bung Karno telah berkeyakinan bahwa, selain olahraga sebagai alat

pembentuk jasmani, olahraga adalah alat pembangun mental dan rohani yang efektif. Dan,

karenanya, olahraga dapat dijadikan salah satu alat untuk membangun bangsa dan karakternya

(nation and character building).

Selain dimaterialkan dalam bentuk kurikulum di sekolah-sekolah dan menggencarkan kegiatan

olahraga di kalangan rakyat, Bung Karno juga berusaha menjadikan ajang kejuaraan olahraga

untuk menunjukkan nama bangsa Indonesia di dunia internasional. “Buat apa toh sebetulnya kita

ikut-ikutan Asian Games? Kita harus mengangkat kita punya nama. Nama kita yang tiga setengah

abad tenggelam dalam kegelapan,” demikian dikatakan Bung Karno.

Untuk itu, setelah mengalahkan Pakistan dalam pemungutan suara, Indonesia menjadi tuan

rumah penyelenggaraan Asian Games ke-IV. Segera setelah mendapat kepastian menjadi tuan

rumah Asian Games, Bung Karno berupaya melobby Soviet untuk memperoleh bantuan dalam

pembangunan sejumlah proyek olahraga. Meski Soviet kurang nyaman dengan kedekatan politik

internasional Indonesia dengan Tiongkok, namun negeri sosialis paling pertama di dunia ini tetap

bersedia memberi bantuan sebesar 10.5 juta dollar AS, yang menurut Maulwi Saelan, salah satu

ajudan Presiden Bung Karno pada saat itu, dibayar oleh Indonesia dengan karet alam dalam

tempo dua tahun.

Usaha Bung Karno tidak sia-sia. Indonesia berhasil membangun kompleks olahraga, dimana di

dalamnya terdapat stadion utama yang memiliki kapasitas 100.000 penonton (sebelum diciutkan

menjadi 80.000 pada tahun 2007), dan menggunakan arsitektur temu gelang. Istana Olahraga

(Istora) selesai dibangun pada 21 Mei 1961, Stadion Renang, Stadion Madya, dan dan Stadion

Tenis (Desember 1961), Gedung Basket (Juni 1962), serta Stadion Utama (21 Juli 1962).
Kompleks stadion olahraga dibangun selama 2,5 tahun, siang dan malam oleh 14 insinyur

Indonesia, 12.000 pekerja sipil dan militer bergantian dalam 3 shift.

Selain berhasil membangun kompleks olahraga, Indonesia juga berhasil membangun Hotel

Indonesia (HI), memperluas ruas jalan Thamrin, Jalan jend.Sudirman, jalan Grogol (sekarang,

Jalan S. Parman), dan pembangunan jembatan Semanggi yang didesain oleh Ir. Sutami.

Saat itu, untuk mendapatkan simpati dari Republik Persatuan Arab dan Republik Rakyat China,

Indonesia menentang kepesertaan Israel dan Taiwan di Asian Games, maka komite Olympiade

Internasional (IOC) mencabut sementara keanggotaan Indonesia dalam organisasi tersebut.

Menanggapi keputusan sepihak IOC tersebut, Bung Karno menegaskan bahwa Indonesia keluar

dari IOC, dan menganggap organisasi tersebut sebagai perpanjangan tangan dari kepentingan

neo-kolonialisme dan imperialism dalam hal ini, Negara-negara Oldefo.

Sambil menegaskan perlunya kelanjutan semangat Asia-Afrika di Bandung tahun 1955 dan terus

memperkuat konsepsinya mengenai Nefo, maka Bung Karno telah menegaskan pentingnya

menciptakan asosiasi olahraga yang dibasiskan kepada Nefo. Untuk itu, melalui menteri Olahraga,

Maladi, 12 negara telah diundang untuk menghadiri konferensi persiapan pelaksanaan Ganefo di

Jakarta, diantarnya RRT, USSR, Pakistan, Kamboja, Irak, Vietnam utara, dan Mali.

Di dalam forum itu, Indonesia telah menggaris-bawahi arti penting melawan olimpiade

internasional, yang sejatinya adalah alat imperialisme. “Mereka mengatakan bahwa olahraga

harus terpisah dari politik. Tapi, pada kenyataannya, mereka hanya beranggotakan Negara non-

komunis, yaitu negara-negara yang tidak mau melawan neo-kolonialisme dan imperialisme, maka

Indonesia pun mengajukan secara jujur, bahwa olahraga adalah sesuatu yang selalu

berhubungan dengan politik. Indonesia mengajukan usulan untuk menggabungkan olahraga dan

politik, dan melaksanakan sekarang Games of New Emerging Forces –Ganefor untuk melawan

Oldefo,” demikian disampaikan delegasi Indonesia.

Demikianlah, setelah melalui persiapan dan perjuangan berat, Ganefo berhasil dilaksanakan di

Jakarta, dari 10 sampai 22 Nopember 1963, yang menghadirkan 51 bendera nasional (mewakili

Negara atau kekuatan progressif di Negara-negara tertentu). Prestasi Indonesia pun cukup

membanggakan di ajang Ganefo ini, yaitu menempati urutan ketiga, setelah RRT dan USSR,
dengan perolehan 21 emas, 25 perak, dan 35 perunggu.

Namun, berbeda dengan Olimpiade internasional yang didasarkan pada kompetisi murni untuk

mencari juara, ganefo justru dibasiskan pada olahraga untuk memperkuat persaudaraan dan

solidaritas. Sebelum Ganefo dibuka, Bung Karno mengundang kontingen Indonesia ke istana

Negara, dimana ia menegaskan bahwa, tugas atlet Indonesia bukan hanya menunjukkan

kemampuan mereka di bidang olahraga, tetapi juga membina persahabatan dengan atlet/peserta

dari Negara lain.

Sayang sekali, Genefo kedua, yang dijadwalkan di Mesir pada tahun 1967, mengalami kegagalan

karena persoalan politik, dan di Indonesia telah terjadi perubahan politik. Dengan demikian, ketika

anda membuka lembaran sejarah dunia mengenai olahraga, maka keberhasilan Indonesia

melaksanakan Ganefo pada tahun 1963 merupakan prestasi besar dan mengagungkan, dan sulit

rasanya terulang kembali saat ini.

Quote:

Quote:MENGENANG CONEFO PROJECT

Conference of The New Emerging Forces (CONEFO) merupakan gagasan Presiden Soekarno

untuk membentuk suatu kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang

untuk menyaingi 2 kekuatan blok sebelumnya (Blok Uni Soviet dan Blok Amerikat Serikat). Untuk

keperluan tersebut dibangun suatu kompleks gedung dekat Gelora Senayan yang mendapat
bantuan antara lain dari Cina (RRC). Konferensi tersebut belum sempat diselenggarakan dan

bangunannya sekarang dipergunakan sebagai Gedung DPR/MPR.

CONEFO dimaksudkan sebagai tandingan terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mungkin saja

apa yang dipikirkan soekarno waktu itu adalah bagaimana dunia bisa tertib apabila PBB yang

seharusnya berdiri di tengah justru dikuasai oleh negara adidaya. Bagaimana bisa dalam

organisasi dunia yang mengusung nilai-nilai demokrasi tetapi kekuatan satu dua negara bersifat

mutlak, contohnya adalah hak veto.

Proyek Conefo sama sekali bukan mercu suar dalam pengertian negatif. Dia benar-benar proyek

yang dilandaskan pada filosofi tinggi tentang hakikat non-blok yang dicanangkan Bung Karno

sejak awal. Indonesia tidak mau menghamba ke Barat, tidak juga menyembah ke Timur.

Indonesia adalah negara besar, dengan penduduk yang besar, dan presiden yang besar, yang

bisa menyatukan kekuatan negara-negara yang baru merdeka untuk bersatu menjadi satu

kekuatan yang harus diperhitungkan.

Dalam pidatonya di markas besar PBB 30 September 1960, Soekarno meminta markas PBB

pindah ke tempat yang bebas suasana Perang Dingin. Selain itu ia juga meminta Piagam PBB

ditinjau kembali. Tapi suara Soekarno bak mengukir di atas air. Tak berarti apa-apa.

Empat tahun kemudian, 1964, Soekarno mulai mengontak konco-konconya di RRC dan RPA

untuk membangun Conefo sebagai kekuatan tandingan. RRC setuju dan RPA pun tiada ragu.

Akhir tahun itu juga kedua konco besar Soekarno itu mengirimkan bantuan beberapa kapal berisi

bahan bangunan bakal gedung Conefo ke Jakarta. Tepatnya di Senayan sebelah barat Gelora

Bung Karno.

Konflik Soekarno dengan Tunku Abdul Rahman dari negara jiran Malaysia menambah semangat

Soekarno untuk hengkang dari PBB secepatnya. 31 Desember 1964 Soekarno memberi

ultimatum pada PBB. “Jikalau PBB menerima Malaysia sebagai anggota dewan keamanan, kita,

Indonesia, akan meninggalkan PBB. Sekarang!”

Seminggu setelah itu, Malaysia diterima PBB dan Seokarno membuktikan janjinya. “Sekarang

Indonesia keluar dari PBB. Bagi kita, mahkota kemerdekaan adalah kemampuan untuk terbang
dengan sayap sendiri,” tegas Soekarno. Tanggal 20 Januari 1965, surat dilayangkan. Pemerintah

Indonesia resmi keluar sebagai anggota PBB per tanggal 1 Januari 1960. Pembangunan gedung

Conefo pun dipacu.

Tantangan pun dikeluarkan oleh Soekarno untuk membangun gedung Conefo dengan beberapa

syarat yang boleh disebut dahsyat. Bak kisah Roro Jongrang dan Bandung Bondowoso, Seokarno

ingin membangun gedung Conefo lebih megah dari markas besar PBB di New York sebagai

syarat pertama. Syarat kedua ia harus lebih bagus dari People Palace di Beijing. Ketiga,

pembangunan ini harus selesai dalam waktu satu tahun karena Conefo akan diselenggarakan

akhir tahun 1966.

“Biaya tak ada masalah,” begitu kira-kira sumbar Soekarno tentang pendanaan gedung ini.

Kabarnya semua pengeluaran akan ditanggung bersama oleh anggota The New Emerging Force.

Maka dibukalah tender terbatas proyek ini. Tampil sebagai calon palaksana, PN Virama Karya, PN

Bina Karya dan tim khusus pimpinan rancangan Menteri PUTL yang dipimpin Sujudi Wijoatmodjo.

Akhirnya kelompok terakhir inilah yang memenangkan tender.

Setelah itu dibentuklah Komando Proyek New Emerging Force yang disingkat Kopronef, dipimpin

langsung oleh menteri PUTL Mayjen D. Suprayogi. Komando ini membawahi empat tim di

bawahnya.Tim I diketuai oleh Dipl Ing, Sujudi, menangani perencanaan. Tim II untuk pendanaan

dipimpin Jusuf Muda Dalam. Tim III menangani logistik dan perbekalan dibawah Ir. S. Danugoro,

yang agak luar biasa adalah tim IV. Tim terakhir ini menangani masalah pelaksanaan teknis

pembangunan dipimpin Ir. Sutami yang menyanggupi tantangan Soekarno untuk menyelesaikan

pembangunan ini dalam waktu satu tahun.

Bangunan yang akan dibangun menggunakan filosofi bentuk pesawat, sebuah cita rasa yang

sangat kental dengan selera sokarno waktu itu. Sayap pesawat yang terbelah itu ingin

menunjukkan pada rakyat dan bangsa kita bahwa saat ini bangsa kita sedang terbang menuju

tatanan dunia baru. Bukan menjadi penonton peradaban, tetapi menjadi pelaku peradaban.

Menurut hitung-hitungan normal seharusnya bangunan itu paling cepat bisa diselesaikan dalam

waktu lima tahun.

Tiang pertama dipancangkan tanggal 19 April 1965 bersamaan dengan peringatan sepuluh tahun

Konferensi Asia Afrika. Berikutnya, karena suasana politik dalam negeri yang panas dan tegang
membuat mega proyek ini tersendat-sendat, bahkan nyaris gagal. Beberapa bulan setelah

pemancangan tiang pertama meletus tragedi pemberontakan PKI dan proyek itu pun kandas.

Terjadinya pemberontakan G 30 S PKI menjadikan konsentrasi bangsa ini terpecah. Kestabilan

politik yang tidak menentu dan secara berangsur perpindahan kekuasaan dari Soekarno ke

Soeharto yang penuh dengan misteri, menjadikan proyek itu sengsara. Tanpa ruh dan tanpa spirit.

Akhirnya Soeharto sebagai pimpinan tertinggi saat itu memutuskan bahwa pembangunan akan

tetap terus dilanjutkan, tetapi peruntukannya diubah menjadi Gedung MPR/DPR RI. Sampai saat

ini kita bisa melihat gedung itu masih berdiri sebagai saksi sejarah sebuah ambisi besar bangsa

kita.

Alangkah tergerusnya hati kita, jika kita mengetahui sejarah tersebut kemudian

membandingkannya dengan perilaku para penghuni gedung tersebut. Alangkah sedihnya, gedung

yang semula akan ditempati para utusan dunia untuk mengatur tatanan dunia sekarang ditempati
para politikus. Para tikus pengerat yang tidak sedikitpun memberikan contoh yang baik. Perilaku

yang amoral sering dipertontonkan di depan mata kita.

Alangkah sedihnya, saat kita sebangsa setanah air menunggu keputusan genting yang penting

menyangkut hajat hidup kita, malah kita ditunjukkan dengan aksi baku hantam yang kekanank-

kanakan mereka para anggota dewan.

Alangkah nelangsanya, saat konflik di sana sini, masyarakat miskin di mana-mana tetapi justru

mereka asyik-asyik menggerogoti dana dengan proyek-proyek amoral. Toliet yang dibangun

bermilyar-milyar, ruang rapat sampai 20 Milyar dan semua itu tidak ada substansinya mereka

sebagai anggota dewan.

Alangkah sedihnya perilaku mereka, yang menempati gedung yang menyimpan asa, harapan

besar. Bukan hanya kepentingan perut dan mulut. Tapi sebuah harapan untuk mengatur seluruh

bangsa di dunia.

. Makna dan Arti Penting Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Setelah berabad-abad bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaan dan dilandasi oleh


semangat kebangsaan, dan telah mengorbankan nyawa maupun harta yang tidak terhitung
jumlahnya, maka peristiwa Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 merupakan titik
puncak perjuangan tersebut. Proklamasi kemerdekaan merupakan peristiwa yang sangat penting
dan memiliki makna yang sangat mendalam bagi bangsa Indonesia.

Berikut ini makna dan arti penting proklamasi kemerdekaan Indonesia


1) Apabila dilihat dari sudut hukum, proklamasi merupakan pernyataan yang berisi keputusan
bangsa Indonesia untuk menetapkan tatanan hukum nasional (Indonesia) dan menghapuskan
tatanan hukum kolonial.
2) Apabila dilihat dari sudut politik ideologis, proklamasi merupakan pernyataan bangsa Indonesia
yang lepas dari penjajahan dan membentuk Negara Republik Indonesia yang bebas, merdeka, dan
berdaulat penuh.
3) Proklamasi merupakan puncak perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.
4) Proklamasi menjadi alat hukum internasional untuk menyatakan kepada rakyat dan seluruh
dunia, bahwa bangsa Indonesia mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri untuk menggenggam
seluruh hak kemerdekaan.
5) Proklamasi merupakan mercusuar yang menunjukkan jalannya sejarah, pemberi inspirasi, dan
motivasi dalam perjalanan bangsa Indonesia di semua lapangan di setiap keadaan.
Dengan proklamasi kemerdekaan tersebut, maka bangsa Indonesia telah lahir sebagai bangsa dan
negara yang merdeka, baik secara de facto maupun secara de jure.
B. Penyebaran Berita Proklamasi dan Sikap Rakyat di Berbagai Daerah

Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi


sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan
berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan
berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Namun dengan
penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap rakyat
Indonesia. Lebih jelasnya ikuti pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada
hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei, Waidan B.
Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin.
Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali
berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio
sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.

Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi
Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan
diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran
tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan
sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para
pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda
bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar
baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar.
Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah
selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.

Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan
melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya
tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat
berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M.
Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat
Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong
kereta api, misalnya dengan slogan ”Respect our Constitution, August 17!” Hormatilah Konstitusi
kami tanggal 17 Agustus! Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Di samping
melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah
yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita
proklamasi.
1. Teuku Mohammad Hassan dari Aceh.
2. Sam Ratulangi dari Sulawesi.
3. Ktut Pudja dari Sunda Kecil (Bali).
4. A. A. Hamidan dari Kalimantan.
Arti makna Nefo dan Oldefo
Federasi Malaysia nantinya beranggotakan semua bekas jajahan Inggris di wilayah Asia
Tenggara. Usaha pembentukan Federasi Malaysia juga mendapat dukungan dari pemerintah
Inggris, khususnya dan negara-negara Barat pada umumnya. Pemerintah Indonesia yang ketika
itu dipimpin oleh Presiden Soekarno melihat pembentukan Federasi Malaysia menyatakan bahwa
itu merupakan bentuk kolonialisme baru.

Apalagi, pada saat itu berkembang wacana The New Emerging Forces (Nefo) melawan The Old
Established Forces (Oldefo). Nefo adalah lambang kelompok negara-negara yang baru merdeka
atau yang menentang imperialisme dan kolonialisme, sosialisme, serta komunis.
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt, Font
color: Blue

Oldefo adalah lambang negara-negara yang telah mapan dan melaksanakan imperialisme dan
kolonialisme/kapitalisme dan negara sedang berkembang yang cenderung pada
imperialisme/kolonialisme. Dengan demikian apapun bentuknya imperialisme dan kolonialisme
harus dihapuskan.

Pada umumnya hubungan antara negara-negara yang baru merdeka dan negara penjajahnya
berkaitan dengan masalah ekonomi. Sangat wajar apabila negara yang baru merdeka keadaan
ekonominya masih kacau. Sementara itu, negara penjajahnya karena telah mengeksploitasi
kekayaan wilayah jajahannya memiliki kemakmuran.

Keadaan seperti itu tentu saja akan saling menguntungkan jika antara penjajah dan yang dijajah
saling berhubungan dan saling membantu. Bangsa Indonesia meskipun hampir 3,5 abad dikuasai
Belanda dan 3,5 tahun dijajah Jepang masih bersedia menjalin hubungan dengan dua negara
bekas penjajahnya tersebut.
Jalinan hubungan bangsa Indonesia dengan Belanda dan Jepang dapat membantu memperbaiki
keadaan ekonomi Indonesia. Pada awalnya Belanda membantu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia melalui lembaga IGGI (Inter Governmental Group on Indonesia).

Lembaga IGGI berdiri pada tahun 1967. Keadaan ini menunjukkan bahwa perubahan sosial,
ekonomi, dan politik dari negara terjajah menjadi negara merdeka tidak selalu lancar. Tidak ada
satu pun negara di dunia ini yang mampu mengatasi permasalahannya secara sendirian. Mereka
tetap membutuhkan negara lain. Faktor moral menjadi benang merah penghubung antara bekas
penjajah dan bekas jajahannya.

Kemampuan teknologi, ekonomi, dan pengetahuan negara yang baru saja merdeka masih rendah.
Mereka masih membutuhkan bantuan dari negara bekas penjajahnya. Mereka pun membantu
dengan membentuk beberapa lembaga dunia. Dana Moneter Internasional (International
Monetary Fund/IMF), Bank Dunia (World Bank), dan Bank Pembangunan Asia (Asian
Development Bank/ADB) merupakan lembaga ekonomi dunia yang dibentuk negara-negara
Barat untuk membantu negara-negara yang baru merdeka.

Ini menunjukkan bahwa ketergantungan negara-negara baru terhadap negara-negara Barat masih
kuat. Negara-negara yang baru merdeka tidak selamanya harus merasa bergantung pada negara-
negara bekas penjajahnya. Negara-negara yang baru merdeka juga berusaha menunjukkan
keberadaan dan mengambil peranan dalam kehidupan dunia.

Situasi dunia yang seolah-olah terbagi antara Blok Barat dan Blok Timur tidak menyebabkan
negara-negara yang baru merdeka harus ikut tersesat dan memihak pada salah datu blok dunia
dan menghapuskan kolonialisme menjadi agenda penting bagi negara-negara yang baru merdeka.

Bangsa Indonesia setelah merdeka berusaha tampil dalam percaturan dunia untuk ikut
menciptakan perdamaian. Bangsa Indonesia dengan segenap kemampuannya berhasil
menyelenggarakan kegiatan berikut ini.

Sebelum mengulas jauh soal Ganefo ini, kita sebaiknya mengupas sedikit mengenai konteks

historis yang melingkupinya, dan hubungannya dengan perjuangan nasional bangsa Indonesia itu

sendiri. Pada tahun 1961, Bung Karno menelorkan konsepsinya dalam memandang dunia, yaitu

soal Nefo dan Oldefo, dan mempertentangkannya sebagai kontradiksi yang tak-terhindarkan

(terdamaikan). Nefo-The new emerging Forces mewakili negara-negara berkembang yang sedang

tumbuh, yaitu Negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin yang berusaha bebas dari neo-

kolonialisme dan imperialisme serta berusaha membangun tatanan dunia baru tanpa exploitation
l,homme par I’homme, sementara Oldefo—The Old Esthablished Forces mewakili negara-negara

maju yang imperialis dan kekuatan lama yang semakin dekaden.

Setelah era perjuangan fisik untuk pembebasan nasional, Soekarno pada tahun 1957, disebut

juga tahun penentuan, telah menandaskan bahwa nation building memerlukan revolusi mental.

Segera setelah itu, Bung Karno telah berkeyakinan bahwa, selain olahraga sebagai alat

pembentuk jasmani, olahraga adalah alat pembangun mental dan rohani yang efektif. Dan,

karenanya, olahraga dapat dijadikan salah satu alat untuk membangun bangsa dan karakternya

(nation and character building).

Selain dimaterialkan dalam bentuk kurikulum di sekolah-sekolah dan menggencarkan kegiatan

olahraga di kalangan rakyat, Bung Karno juga berusaha menjadikan ajang kejuaraan olahraga

untuk menunjukkan nama bangsa Indonesia di dunia internasional. “Buat apa toh sebetulnya kita

ikut-ikutan Asian Games? Kita harus mengangkat kita punya nama. Nama kita yang tiga setengah

abad tenggelam dalam kegelapan,” demikian dikatakan Bung Karno.

Untuk itu, setelah mengalahkan Pakistan dalam pemungutan suara, Indonesia menjadi tuan

rumah penyelenggaraan Asian Games ke-IV. Segera setelah mendapat kepastian menjadi tuan

rumah Asian Games, Bung Karno berupaya melobby Soviet untuk memperoleh bantuan dalam

pembangunan sejumlah proyek olahraga. Meski Soviet kurang nyaman dengan kedekatan politik

internasional Indonesia dengan Tiongkok, namun negeri sosialis paling pertama di dunia ini tetap

bersedia memberi bantuan sebesar 10.5 juta dollar AS, yang menurut Maulwi Saelan, salah satu

ajudan Presiden Bung Karno pada saat itu, dibayar oleh Indonesia dengan karet alam dalam

tempo dua tahun.

Usaha Bung Karno tidak sia-sia. Indonesia berhasil membangun kompleks olahraga, dimana di

dalamnya terdapat stadion utama yang memiliki kapasitas 100.000 penonton (sebelum diciutkan

menjadi 80.000 pada tahun 2007), dan menggunakan arsitektur temu gelang. Istana Olahraga
(Istora) selesai dibangun pada 21 Mei 1961, Stadion Renang, Stadion Madya, dan dan Stadion

Tenis (Desember 1961), Gedung Basket (Juni 1962), serta Stadion Utama (21 Juli 1962).

Kompleks stadion olahraga dibangun selama 2,5 tahun, siang dan malam oleh 14 insinyur

Indonesia, 12.000 pekerja sipil dan militer bergantian dalam 3 shift.

Selain berhasil membangun kompleks olahraga, Indonesia juga berhasil membangun Hotel

Indonesia (HI), memperluas ruas jalan Thamrin, Jalan jend.Sudirman, jalan Grogol (sekarang,

Jalan S. Parman), dan pembangunan jembatan Semanggi yang didesain oleh Ir. Sutami.

Saat itu, untuk mendapatkan simpati dari Republik Persatuan Arab dan Republik Rakyat China,

Indonesia menentang kepesertaan Israel dan Taiwan di Asian Games, maka komite Olympiade

Internasional (IOC) mencabut sementara keanggotaan Indonesia dalam organisasi tersebut.

Menanggapi keputusan sepihak IOC tersebut, Bung Karno menegaskan bahwa Indonesia keluar

dari IOC, dan menganggap organisasi tersebut sebagai perpanjangan tangan dari kepentingan

neo-kolonialisme dan imperialism dalam hal ini, Negara-negara Oldefo.

Sambil menegaskan perlunya kelanjutan semangat Asia-Afrika di Bandung tahun 1955 dan terus

memperkuat konsepsinya mengenai Nefo, maka Bung Karno telah menegaskan pentingnya

menciptakan asosiasi olahraga yang dibasiskan kepada Nefo. Untuk itu, melalui menteri Olahraga,

Maladi, 12 negara telah diundang untuk menghadiri konferensi persiapan pelaksanaan Ganefo di

Jakarta, diantarnya RRT, USSR, Pakistan, Kamboja, Irak, Vietnam utara, dan Mali.

Di dalam forum itu, Indonesia telah menggaris-bawahi arti penting melawan olimpiade

internasional, yang sejatinya adalah alat imperialisme. “Mereka mengatakan bahwa olahraga

harus terpisah dari politik. Tapi, pada kenyataannya, mereka hanya beranggotakan Negara non-

komunis, yaitu negara-negara yang tidak mau melawan neo-kolonialisme dan imperialisme, maka

Indonesia pun mengajukan secara jujur, bahwa olahraga adalah sesuatu yang selalu

berhubungan dengan politik. Indonesia mengajukan usulan untuk menggabungkan olahraga dan

politik, dan melaksanakan sekarang Games of New Emerging Forces –Ganefor untuk melawan
Oldefo,” demikian disampaikan delegasi Indonesia.

Demikianlah, setelah melalui persiapan dan perjuangan berat, Ganefo berhasil dilaksanakan di

Jakarta, dari 10 sampai 22 Nopember 1963, yang menghadirkan 51 bendera nasional (mewakili

Negara atau kekuatan progressif di Negara-negara tertentu). Prestasi Indonesia pun cukup

membanggakan di ajang Ganefo ini, yaitu menempati urutan ketiga, setelah RRT dan USSR,

dengan perolehan 21 emas, 25 perak, dan 35 perunggu.

Namun, berbeda dengan Olimpiade internasional yang didasarkan pada kompetisi murni untuk

mencari juara, ganefo justru dibasiskan pada olahraga untuk memperkuat persaudaraan dan

solidaritas. Sebelum Ganefo dibuka, Bung Karno mengundang kontingen Indonesia ke istana

Negara, dimana ia menegaskan bahwa, tugas atlet Indonesia bukan hanya menunjukkan

kemampuan mereka di bidang olahraga, tetapi juga membina persahabatan dengan atlet/peserta

dari Negara lain.

Sayang sekali, Genefo kedua, yang dijadwalkan di Mesir pada tahun 1967, mengalami kegagalan

karena persoalan politik, dan di Indonesia telah terjadi perubahan politik. Dengan demikian, ketika

anda membuka lembaran sejarah dunia mengenai olahraga, maka keberhasilan Indonesia

melaksanakan Ganefo pada tahun 1963 merupakan prestasi besar dan mengagungkan, dan sulit

rasanya terulang kembali saat ini.

Conference of The New Emerging Forces (CONEFO) merupakan gagasan Presiden Soekarno

untuk membentuk suatu kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang

untuk menyaingi 2 kekuatan blok sebelumnya (Blok Uni Soviet dan Blok Amerikat Serikat). Untuk
keperluan tersebut dibangun suatu kompleks gedung dekat Gelora Senayan yang mendapat

bantuan antara lain dari Cina (RRC). Konferensi tersebut belum sempat diselenggarakan dan

bangunannya sekarang dipergunakan sebagai Gedung DPR/MPR.

CONEFO dimaksudkan sebagai tandingan terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mungkin saja

apa yang dipikirkan soekarno waktu itu adalah bagaimana dunia bisa tertib apabila PBB yang

seharusnya berdiri di tengah justru dikuasai oleh negara adidaya. Bagaimana bisa dalam

organisasi dunia yang mengusung nilai-nilai demokrasi tetapi kekuatan satu dua negara bersifat

mutlak, contohnya adalah hak veto.

Proyek Conefo sama sekali bukan mercu suar dalam pengertian negatif. Dia benar-benar proyek

yang dilandaskan pada filosofi tinggi tentang hakikat non-blok yang dicanangkan Bung Karno

sejak awal. Indonesia tidak mau menghamba ke Barat, tidak juga menyembah ke Timur.

Indonesia adalah negara besar, dengan penduduk yang besar, dan presiden yang besar, yang

bisa menyatukan kekuatan negara-negara yang baru merdeka untuk bersatu menjadi satu

kekuatan yang harus diperhitungkan.

Dalam pidatonya di markas besar PBB 30 September 1960, Soekarno meminta markas PBB

pindah ke tempat yang bebas suasana Perang Dingin. Selain itu ia juga meminta Piagam PBB

ditinjau kembali. Tapi suara Soekarno bak mengukir di atas air. Tak berarti apa-apa.

Empat tahun kemudian, 1964, Soekarno mulai mengontak konco-konconya di RRC dan RPA

untuk membangun Conefo sebagai kekuatan tandingan. RRC setuju dan RPA pun tiada ragu.

Akhir tahun itu juga kedua konco besar Soekarno itu mengirimkan bantuan beberapa kapal berisi

bahan bangunan bakal gedung Conefo ke Jakarta. Tepatnya di Senayan sebelah barat Gelora

Bung Karno.

Konflik Soekarno dengan Tunku Abdul Rahman dari negara jiran Malaysia menambah semangat
Soekarno untuk hengkang dari PBB secepatnya. 31 Desember 1964 Soekarno memberi

ultimatum pada PBB. “Jikalau PBB menerima Malaysia sebagai anggota dewan keamanan, kita,

Indonesia, akan meninggalkan PBB. Sekarang!”

Seminggu setelah itu, Malaysia diterima PBB dan Seokarno membuktikan janjinya. “Sekarang

Indonesia keluar dari PBB. Bagi kita, mahkota kemerdekaan adalah kemampuan untuk terbang

dengan sayap sendiri,” tegas Soekarno. Tanggal 20 Januari 1965, surat dilayangkan. Pemerintah

Indonesia resmi keluar sebagai anggota PBB per tanggal 1 Januari 1960. Pembangunan gedung

Conefo pun dipacu.

Tantangan pun dikeluarkan oleh Soekarno untuk membangun gedung Conefo dengan beberapa

syarat yang boleh disebut dahsyat. Bak kisah Roro Jongrang dan Bandung Bondowoso, Seokarno

ingin membangun gedung Conefo lebih megah dari markas besar PBB di New York sebagai

syarat pertama. Syarat kedua ia harus lebih bagus dari People Palace di Beijing. Ketiga,

pembangunan ini harus selesai dalam waktu satu tahun karena Conefo akan diselenggarakan

akhir tahun 1966.

“Biaya tak ada masalah,” begitu kira-kira sumbar Soekarno tentang pendanaan gedung ini.

Kabarnya semua pengeluaran akan ditanggung bersama oleh anggota The New Emerging Force.

Maka dibukalah tender terbatas proyek ini. Tampil sebagai calon palaksana, PN Virama Karya, PN

Bina Karya dan tim khusus pimpinan rancangan Menteri PUTL yang dipimpin Sujudi Wijoatmodjo.

Akhirnya kelompok terakhir inilah yang memenangkan tender.

Setelah itu dibentuklah Komando Proyek New Emerging Force yang disingkat Kopronef, dipimpin

langsung oleh menteri PUTL Mayjen D. Suprayogi. Komando ini membawahi empat tim di

bawahnya.Tim I diketuai oleh Dipl Ing, Sujudi, menangani perencanaan. Tim II untuk pendanaan

dipimpin Jusuf Muda Dalam. Tim III menangani logistik dan perbekalan dibawah Ir. S. Danugoro,

yang agak luar biasa adalah tim IV. Tim terakhir ini menangani masalah pelaksanaan teknis

pembangunan dipimpin Ir. Sutami yang menyanggupi tantangan Soekarno untuk menyelesaikan
pembangunan ini dalam waktu satu tahun.

Bangunan yang akan dibangun menggunakan filosofi bentuk pesawat, sebuah cita rasa yang

sangat kental dengan selera sokarno waktu itu. Sayap pesawat yang terbelah itu ingin

menunjukkan pada rakyat dan bangsa kita bahwa saat ini bangsa kita sedang terbang menuju

tatanan dunia baru. Bukan menjadi penonton peradaban, tetapi menjadi pelaku peradaban.

Menurut hitung-hitungan normal seharusnya bangunan itu paling cepat bisa diselesaikan dalam

waktu lima tahun.

Tiang pertama dipancangkan tanggal 19 April 1965 bersamaan dengan peringatan sepuluh tahun

Konferensi Asia Afrika. Berikutnya, karena suasana politik dalam negeri yang panas dan tegang

membuat mega proyek ini tersendat-sendat, bahkan nyaris gagal. Beberapa bulan setelah

pemancangan tiang pertama meletus tragedi pemberontakan PKI dan proyek itu pun kandas.

Terjadinya pemberontakan G 30 S PKI menjadikan konsentrasi bangsa ini terpecah. Kestabilan

politik yang tidak menentu dan secara berangsur perpindahan kekuasaan dari Soekarno ke

Soeharto yang penuh dengan misteri, menjadikan proyek itu sengsara. Tanpa ruh dan tanpa spirit.

Akhirnya Soeharto sebagai pimpinan tertinggi saat itu memutuskan bahwa pembangunan akan

tetap terus dilanjutkan, tetapi peruntukannya diubah menjadi Gedung MPR/DPR RI. Sampai saat

ini kita bisa melihat gedung itu masih berdiri sebagai saksi sejarah sebuah ambisi besar bangsa

kita.
Pada masa demokarasi terpimpin kebijaksanaan politik luar negeri banyak terpusat di tangan
Presiden SOekarno sendiri. Politik bebas aktif dibelokkan menjadi politik konfrontasi terhadap
apa yang disebut Old Established Forces (Oldefo) bersama-sama dengan New Emerging Forces
(Nefo). Nampak bahwa konsepsi ini adalah sejajar dengan doktrin "dua buku" kaum komunis.
Dan memang negara-negara maupun golongan Nefo adalah kurang lebih sama dengan yang oleh
blok komunis dimasukkan ke dalam kelompok komunis dan "progresif", sedangkan yang masuk
blok kapitalis imperalis "reaksioner" barat bersama pihak-pihak yang bersimpati kepada mereka.
Hubungan dengan pihak barat merenggang, karena mereka bersikap pasif terhadap perjuangan
pembebasan Irian. Sebaliknya hubungan dengan blok timur semakin erat, karena Uni Sofyet
bersedia memberi kredit dalam pembelian peralatan militer sehingga indonesia dapat
memperlengkapi Angkatan Perangnya secara modern. Sekalipun Wilayah Irian akhirnya berhasil
kita kuasai , politik konfrontasi berjalan terus. Sasarannya adalah pembentukan Federasi
Malaysia yaitu penggabungan antara negara bekas jajahan inggris di Asia Tenggara yang terdiri
atas persatuan Tanah Melayu, Singapura, Sabah dan Serawak, yang oleh Presiden Soekarno
dianggap membahayakan Indonesia dan Nefo pada umumnya. Dalam kenyataannya Malaysia
sebagai negara yang rakyatnya pada umumnya serumpun dan seagama dengan Indonesia , tidak
mempunyai rasa permusuhan terhadap kita. Lagi pula mereka juga tidak ingin mencoba boneka
Neo-kolonialisme/Imperealisme (Nekolim) seperti yang dikatakan oleh Presiden Soekarno.
Sebaliknya yang untung karena konfrontasi itu adalah Republik Rakyat Cina (RRC) yang
memang tidak menyukai pemimpin-pemimpin Malaysia dan sebalikya mendukung pemberontak
Cina komunis di negara tetangga itu.

Dalam rangka konfrontasi itu pada tanggal 31 mei 1964 di Jakarta Presiden Soekarno
mengucapkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yakni :

1. Perhebat ketahanan Revolusi Indonesia

2. Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaysia, Singapura, Sabah, Serawak, Bruei , untuk
membubarkan negara boneka Malaysia.

Untuk melaksanakan politik konfrontasi terhadap Malaysia itu dibentuk Komando Mandala
Siaga (Kolaga) di bawah pimpinan Marsekal Madya Omar Dani, Menteri/Panglima Angkatan
Udara (yang kemudian terlibat di dalam pemberontakan Gestapu/PKI). Komando ini
mengirimkan pasukan sukarelawan memasuki daerah Malaysia, baik di Malaysia Barat maupun
Timur.

Aspek lain dari pelaksanaan politik Nefo-Oldefo ini kita kenal dengan politik "Mercusuar".
Presiden Soekarno berpendapat bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi
jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Karena itu Indonesia harus menyelenggarakan proyek-proyek
politis yang kolosal dan spektakuler, yang diharapkan dapat menempatkan kita pada kedudukan
terkemuka dikalangan Nefo. Misalnya dengan menelan biaya beberapa milyar rupiah
diselenggarakan Games of the New Emerging Forces (Ganefo) yang dimulai dengan
pembangunan kompleks olah raga senayan dan meliputi pula biaya perjalanan bagi delegasi
asing. Ekonomi Indonesia yang sudah berantakan itu sama sekali tidak mampu mebiayai proyek-
proyek itu dan kegiatan pemerintah mencetak uang kertas tanpa batas dan tanpa dukungan apa-
apa, menyebabkan inflasi sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Akibatnya ialah bahwa rakyat keil
tertimpa bencana karena uang di kantongya nilainya merosot dengan pesat.

Pengiriman delegasi-delegasi besar ke berbagai negara maupun mendatangkan delegasi asing


atas biaya kita, juga tambah merusak keuangan negara. Demikian pula pembangunan pabrik-
pabrik dilakukan tanpa perencanaan yang matang baik mengenai letak maupun pembiayaan ,
sehingga usaha itu macet di tengah jalan dan banyak perlengkapan menjadi besi tua. Jelas bahwa
politik luar negeri mercusuar mengorbankan kepentingan nasional padahal politik luar negeri
seharusnya mendukung kepentingan rakyat, mendukung pembangunan nasional untuk masa
depan kita semuanya.

Ganefo, Lembaran Sejarah Yang Terlupakan


share on:FacebookTwitter Google +
10 November 1963, tidak seperti hari-hari biasanya, situasi di Ibukota Jakarta
terlihat sangat berbeda; semarak dan penuh kemeriahan.

Di sana-sini, terutama di sekitar kawasan Gelora Bung Karno, dekorasi warna merah-putih
membawa pesan “patriotik” acara ini. Rakyat pun tidak tinggal diam. Mereka begitu antusiasnya
membanjiri sekitar lokasi. Inilah sedikit suasana menjelang pembukaan perhelatan Games of
New Emerging Forces (Ganefo).

Ganefo, yang mengambil semboyan Onward! No Retreat (Maju Terus! Pantang Mundur),
berlangsung pada tanggal 10 sampai 22 November 1963. Kejuaraan olahraga ala negara-negara
anti imperialis ini diikuti 2.200 atlit dari 48 (versi lain menyebutkan ada 51 negara) negara Asia,
Afrika, Amerika Latin, dan Eropa (Timur). Karena besarnya jumlah kepesertaan dan cabang
olahraga yang dipertandingkan, maka “Ganefo” pantas disebut Olympiade tandingan.

Namun, sebelum mengulas jauh soal Ganefo ini, kita sebaiknya mengupas sedikit mengenai
konteks historis yang melingkupinya dan hubungannya dengan perjuangan nasional bangsa
Indonesia itu sendiri.

Pada tahun 1961, Bung Karno menelorkan konsepsinya dalam memandang dunia, yaitu soal
Nefo dan Oldefo. Nefo-The new emerging Forces—mewakili kekuatan baru yang sedang
tumbuh, yaitu Negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin yang berusaha bebas dari neo-
kolonialisme dan imperialisme serta berusaha membangun tatanan dunia baru tanpa exploitation
l,homme par I’homme, sedangkan Oldefo—The Old Esthablished Forces—mewakili negeri-
negeri imperialis dan kekuatan lama yang semakin dekaden.
Setelah era perjuangan fisik untuk pembebasan nasional usai, Soekarno pada tahun 1957 telah
menandaskan bahwa nation building memerlukan revolusi mental. Bung Karno telah
berkeyakinan bahwa, selain olahraga sebagai alat pembentuk jasmani, olahraga adalah alat
pembangun mental dan rohani yang efektif. Dan, karenanya, olahraga dapat dijadikan salah satu
alat untuk membangun bangsa dan karakternya (nation and character building).

Selain dimaterialkan dalam bentuk kurikulum di sekolah-sekolah dan menggencarkan kegiatan


olahraga di kalangan rakyat, Bung Karno juga berusaha menjadikan ajang kejuaraan olahraga
untuk menunjukkan nama bangsa Indonesia di dunia internasional. “Buat apa toh sebetulnya kita
ikut-ikutan Asian Games? Kita harus mengangkat kita punya nama. Nama kita yang tiga
setengah abad tenggelam dalam kegelapan,” kata Bung Karno.

Untuk itu, setelah mengalahkan Pakistan dalam pemungutan suara, Indonesia menjadi tuan
rumah penyelenggaraan Asian Games ke-IV. Dan sebagai tuan rumah Asian Games ke-IV, Bung
Karno berupaya melobby Soviet untuk memperoleh bantuan dalam pembangunan sejumlah
proyek olahraga. Meski Soviet kurang nyaman dengan kedekatan politik internasional Indonesia
dengan Tiongkok, namun negeri sosialis paling pertama di dunia ini tetap bersedia memberi
bantuan sebesar 10,5 juta dollar AS. Menurut Maulwi Saelan, salah satu ajudan Presiden Bung
Karno pada saat itu, pinjaman Soviet itu akan dibayar oleh pihak Indonesia dengan karet alam
dalam tempo dua tahun.

Usaha Bung Karno tidak sia-sia. Indonesia berhasil membangun kompleks olahraga terbesar di
Asia Tenggara kala itu. Kompleks olahraga itu punya stadion utama yang memiliki kapasitas
100.000 penonton (sebelum diciutkan menjadi 80.000 pada tahun 2007), dan menggunakan
arsitektur temu gelang. Istana Olahraga (Istora) selesai dibangun pada 21 Mei 1961, Stadion
Renang, Stadion Madya, dan dan Stadion Tenis (Desember 1961), Gedung Basket (Juni 1962),
serta Stadion Utama (21 Juli 1962). Kompleks stadion olahraga ini dibangun selama 2 1/2 tahun,
sepanjang siang dan malam, oleh 14 insinyur Indonesia dan 12.000 pekerja sipil dan militer yang
bekerja secara bergantian dalam 3 shift.

Selain berhasil membangun kompleks olahraga, Indonesia juga berhasil membangun Hotel
Indonesia (HI), memperluas ruas jalan Thamrin, Jalan jendederal Sudirman, jalan Grogol
(sekarang: Jalan S. Parman), dan pembangunan jembatan Semanggi yang didesain oleh Ir.
Sutami.

Di ajang Asian Games itu, Indonesia berhasil menunjukkan prestasi yang membanggakan, yakni
menempati urutan kedua perolehan medali setelah Jepang. Sarengat, pelari terbaik Indonesia saat
itu, berhasil menjadi pelari tercepat dan memecahkan rekor Asia.

Sementara itu, karena sikap keras Indonesia menentang kepesertaan Israel dan Taiwan di Asian
Games, maka komite Olympiade Internasional (IOC) mencabut sementara keanggotaan
Indonesia dalam organisasi tersebut. Menanggapi keputusan sepihak IOC tersebut, Bung Karno
menegaskan bahwa Indonesia menyatakan keluar dari IOC. Indonesia menganggap organisasi
tersebut sebagai perpanjangan tangan dari kepentingan neo-kolonialisme dan imperialisme.
Sambil menegaskan perlunya kelanjutan semangat Asia-Afrika di Bandung tahun 1955 dan terus
memperkuat konsepsinya mengenai Nefo, maka Bung Karno telah menegaskan pentingnya
menciptakan asosiasi olahraga yang dibasiskan kepada Nefo. Untuk itu, melalui menteri
Olahraga saat itu, Maladi, sebanyak 12 negara telah diundang untuk menghadiri konferensi
persiapan pelaksanaan Ganefo di Jakarta, diantarnya: RRT, USSR, Pakistan, Kamboja, Irak,
Vietnam utara, dan Mali.

Di dalam forum itu, Indonesia telah menggaris-bawahi arti penting melawan olimpiade
internasional yang sejatinya adalah alat imperialisme. “Mereka mengatakan bahwa olahraga
harus terpisah dari politik. Tapi, pada kenyataannya, mereka hanya beranggotakan Negara non-
komunis, yaitu Negara-negara yang tidak mau melawan neo-kolonialisme dan
imperialism…Indonesia mengajukan secara jujur, bahwa olahraga adalah sesuatu yang selalu
berhubungan dengan politik. Indonesia mengajukan usulan untuk menggabungkan olahraga dan
politik, dan melaksanakan sekarang Games of New Emerging Forces –Ganefor…melawan
Oldefo,” demikian disampaikan delegasi Indonesia.

Demikianlah, setelah melalui persiapan dan perjuangan berat, Ganefo berhasil dilaksanakan di
Jakarta. Prestasi Indonesia pun cukup membanggakan di ajang Ganefo ini, yakni menempati
urutan ketiga, setelah RRT dan USSR, dengan perolehan 21 emas, 25 perak, dan 35 perunggu.

Namun, berbeda dengan Olimpiade internasional yang didasarkan pada kompetisi murni untuk
mencari juara, Ganefo justru dibasiskan pada olahraga untuk memperkuat persaudaraan dan
solidaritas. Sebelum Ganefo dibuka, Bung Karno mengundang kontingen Indonesia ke istana
Negara. Di situ ia menegaskan, tugas atlet Indonesia bukan hanya menunjukkan kemampuan
mereka di bidang olahraga, tetapi juga membina persahabatan dengan atlet/peserta dari Negara
lain.

Sayang sekali, Genefo kedua yang dijadwalkan di Mesir pada tahun 1967 mengalami kegagalan
karena persoalan politik. Sementara di Indonesia sendiri telah terjadi perubahan politik. Dengan
demikian, ketika anda membuka lembaran sejarah dunia mengenai olahraga, maka keberhasilan
Indonesia melaksanakan Ganefo pada tahun 1963 merupakan prestasi besar dan mengagungkan.

RUDI HARTONO

Anda mungkin juga menyukai