KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan kita Yesus Kristus, karena atas limpahan
rahmat dan karunia – Nya lah sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Sejarah ini sesuai
waktunya.
Saya mencoba berusaha menyusun makalah ini sedemikian rupa dengan harapan dapat
membantu pembaca dalam memahami pelajaran Sejarah yang merupakan judul dari Makalah
kami, yaitu “Perlawanan Tuanku Imam Bonjol” Disamping itu, kami berharap bahwa Makalah
Sejarah ini dapat dijadikan bekal pengetahuan untuk adik kelas kami nanti dan teman – teman
sekalian.
Saya menyadari bahwa didalam pembuatan Makalah Sejarah ini masih ada kekurangan
sehingga saya berharap saran dan kritik dari teman – teman sekalian khususnya dari Pak Rudy
selaku guru mata pelajaran Sejarah agar dapat meningkatkan mutu dalam penyajian berikutnya.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
Kata pengantar 1
Daftar isi 2
Bab I (PEMBUKAAN) 3
Latar belakang3
Rumusan Masalah 4
Tujuan Penulisan 4
Bab II ( PEMBAHASAN ) 5
Sebab perang 5
Tahap perang padri 5
Jalannya perang padri 7
Akhir perang padri 8
Tokoh 10
Daerah 12
Tahun 12
Kesimpulan 13
Daftar pustaka 14
Lampiran 15
3
BAB I
(PEMBUKAAN)
Perang Padri
Kaum Adat di Minangkabau mempunyai kebiasaan yang kurang baik yaitu minum-
minuman keras, berjudi, dan menyabung ayam. Kebiasaan itu dipandang oleh kaum Padri
sangat bertentangan dengan agama Islam. Kaum Padri berusaha menghentikan kebiasaan
itu, tetapi Kaum Adat menolaknya maka kemudian terjadilah pertentangan antara kedua
golongan tersebut. Gerakan Padri di Sumatera Barat, bermula dengan kedatangan tiga
orang haji asal Minangkabau dari Mekkah tahun 1803. Ketiga haji tersebut adalah Haji
Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang. Ketiga haji itu membawa perubahan baru dalam
masyarakat Minangkabau dan sekaligus ingin menghentikan kebiasaan yang dianggapnya
menyimpang dari ajaran agama Islam.
Dalam masyarakat Minangkabau ada dua golongan yaitu kaum padri dan kaum Adat.
Kaum Adat mempunyai kebiasaan buruk yaitu menyabung ayam, berjudi, minum-
minuman keras, dan lain lain. Oleh karena itu kaum padri (Islam) berusaha mengadakan
gerakangerakan pembaruan untuk memurnikan ajaran Islam. Namun ditentang kaum
Adat, sehingga pecah Perang padri.
Tujuan gerakan Padri adalah untuk membersihkan kehidupan agama Islam dari
pengaruh-pengaruh kebudayaan dan adat istiadat setempat yang dianggap menyalahi
4
ajaran agama Islam. Diberantasnya perjudian, adu ayam, pesta-pesta dengan hiburan yang
dianggap merusak kehidupan beragama. Gerakan ini kemudian terkenal dengan nama
“Gerakan Wahabi”. Kaum adat tidak tinggal diam, tetapi mengadakan perlawanan yang
dipimpin oleh Datuk Sati, maka terjadilah perang saudara. Perang saudara mulai meletus
di Kota Lawas, kemudian menjalar ke kota-kota lain, seperti Bonjol, Tanah Datar, dan
Alahan Panjang.
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui maksud dari perang Padri.
2. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya perang Padri.
3. Untuk mengetahui strategi yan dilakukan untuk melawan Belanda.
4. Untuk mengetahui periodesasi waktu terjadinya perang Padri.
5. Untuk mengetahui akhir dari peristiwa perang Padri.
5
BAB II
(PEMBAHASAN)
Sebab perang
Perang pertama antara kaum Padri dan kaum adat terjadi di Kota Lawas, kemudian
meluas ke kota lain. Pemimpin kaum Padri antara lain Dato’ Bandaro, Tuanku Nan
Cerdik, Tuanku Nan Renceh, Dato’ Malim Basa (Imam Bonjol). Adapun kaum adat
dipimpin oleh Dato’ Sati. Pada perang tersebut kaum adat terdesak, kemudian minta
bantuan Belanda.
Jalannya Perang Padri yang terjadi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
Tahap ini ditandai dengan meredanya pertempuran karena Belanda berhasil
mengadakan perjanjian dengan kaum padri yang makin melemah. Pada tahun 1825,
berhubung dengan adanya perlawanan Diponegoro di Jawa, pemerintah Hindia Belanda
dihadapkan pada kesulitan baru. Kekuatan militer Belanda terbatas, dan harus
menghadapi dua perlawanan besar yaitu perlawanan kaum padri dan perlawanan
Diponegoro. Oleh karena itu, Belanda mengadakan perjanjian perdamaian dengan Kaum
padri. Perjanjian tersebut adalah Perjanjian Masang (1825) yang berisi masalah gencatan
senjata di antara kedua belah pihak. Setelah Perang Diponegoro selesai, Belanda
kembali menggempur
kaum padri di bawah pimpinan Letnan Kolonel Ellout tahun 1831. Kemudian, disusul
juga oleh pasukan yang dipimpin Mayor Michiels.
Perang pada tahap ini adalah perang semesta rakyat Minangkabau mengusir Belanda.
Sejak tahun 1831 kaum Adat dan kaum padri bersatu melawan Belanda yang dipimpin
oleh Tuanku Imam Bonjol.
Pada tanggal 16 Agustus 1837 jam 8 pagi, Bonjol secara keseluruhan diduduki Belanda.
Tuanku Imam mengungsi ke Marapak. Pertempuran itu berakhir dengan penangkapan
Tuanku Imam, yang langsung dibawa ke Padang. Selanjutnya atas perintah Letkol
Michiels, Tuanku Imam diasingkan ke
Cianjur, Jawa Barat pada tahun 1838. Kemudian pada tahun 1839 dipindah ke Ambon.
Tiga tahun kemudian dipindah ke Manado sampai meninggal pada tanggal 6 November
1964 pada usia 92 tahun.
7
Musuh kaum Padri selain kaum adat adalah Belanda. Perlawanan dimulai tahun 1821
dengan serbuan ke berbagai pos Belanda dan pencegatan terhadap patroli Belanda.
Pasukan Padri bersenjatakan senjata tradisional, sedangkan pihak musuh menggunakan
meriam dan jenis senjata lainnya. Pertempuran berlangsung seru sehingga banyak
menimbulkan korban kedua belah pihak. Pasukan Belanda mendirikan benteng
pertahanan di Batusangkar diberi nama Fort Van Der Capellen.
Benteng pertahanan kaum Padri dibangun di berbagai tempat, antara lain Agam dan
Bonjol yang diperkuat dengan pasukan yang banyak jumlahnya.
Tanggal 22 Januari 1824 diadakan perjanjian Mosang dengan kaum Padri, namun
kemudian dilanggar oleh Belanda. Pada April 1824 Raaf meninggal digantikan oleh
Kolonel De Stuers. Dia membangun Benteng Fort De Kock, di Bukit Tinggi. Tanggal 15
8
November 1825 diadakan perjanjian Padang. Kaum Padri diwakili oleh Tuanku Nan
Renceh dan Tuanku Pasaman. Seorang Arab, Said Salimuljafrid bertindak sebagai
perantara. Pada hakikatnya berulang-ulang Belanda mengadakan perjanjian itu
dilatarbelakangi kekuatannya yang tidak mampu menghadapi serangan kaum Padri, di
samping itu bantuan dari Jawa tidak dapat diharapkan, karena di Jawa sedang pecah
Perang Diponegoro.
Tahun 1829 daerah kekuasaan kaum Padri telah meluas sampai ke Batak
Mandailing, Tapanuli. Di Natal, Tapanuli Baginda Marah Husein minta bantuan kepada
kaum Padri mengusir Gubernur Belanda di sana. Maka setelah selesai perang
Diponegoro, Natal di bawah pimpinan Tuanku Nan Cerdik dapat mempertahankan
serangan Belanda di sana. Tahun 1829 De Stuers digantikan oleh Letnan Kolonel Elout,
yang datang di Padang Maret 1931. Dengan bantuan Mayor Michiels, Natal dapat
direbut, sehingga Tuanku Nan Cerdik menyingkir ke Bonjol. Sejak itu kampung demi
kampung dapat direbut Belanda. Tahun 1932 datang bantuan dari Jawa, di bawah Sentot
Prawirodirjo. Dengan cepat Lintau, Bukit, Komang, Bonjol, dan hampir seluruh daerah
Agam dapat dikuasai oleh Belanda. Melihat kenyataan ini baik kaum Adat maupun kaum
Padri menyadari arti pentingnya pertahanan. Maka bersatulah mereka bersama-sama
menghadapi penjajah Belanda.
Benteng Bonjol
Setelah daerah-daerah sekitar Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda, serangan ditujukan
langsung ke benteng Bonjol. Membaca situasi yang gawat ini, Tuanku Imam Bonjol
menyatakan bersedia untuk berdamai. Belanda mengharapkan, bahwa perdamaian ini
disertai dengan penyerahan. Tetapi Imam Bonjol berpendirian lain. Perundingan
perdamaian ini adalah siasat mengulur waktu, agar dapat mengatur pertahanan lebih baik,
yaitu membuat lubang yang menghubungkan pertahanan dalam benteng dengan luar
benteng, di samping untuk mengetahui kekuatan musuh di luar benteng. Kegagalan
perundingan ini menyebabkan berkobarnya kembali pertempuran pada tanggal 12
Agustus 1837.
Belanda memerlukan waktu dua bulan untuk dapat menduduki benteng Bonjol, yang
didahului dengan pertempuran yang sengit. Meriam-meriam Benteng Bonjol tidak banyak
menolong, karena musuh berada dalam jarak dekat. Perkelahian satu lawan satu tidak
dapat dihindarkan lagi. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Pasukan Padri terdesak
dan benteng Bonjol dapat dimasuki oleh pasukan Belanda menyebabkan Tuanku Imam
Bonjol beserta sisa pasukannya menyerah pada tanggal
25 Oktober 1937. Walaupun Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tidak berarti
perlawanan kaum Padri telah dapat dipadamkan. Perlawanan masih terus berlangsung
dipimpin oleh Tuanku Tambusi pada tahun 1838. Setelah itu berakhirlah perang Padri
dan daerah Minangkabau dikuasai oleh Belanda.
10
15. Tuanku Tangsir Alam (Utusan dari Tuanku Rajo Muning Alamsyah dalam
menemui Jenderal Rafless)
16. Tuanku Saruaso
17. Muhammad Syabab
18. Datuk Bandaro
19. Tuanku Lintau
20. Tuanku Nan Gelek
21. Tuanku Mansiangan (Pemimpin Paderi)
22. Tuanku Keramat
23. Tuanku Tambusai
BAB III
(PENUTUP)
KESIMPULAN
Dari awal masyarakat Sumatra Barat memang sudah mempunyai kecenderungan yang
berbeda antara adat dan agama. Kaum Padri yang dengan gerakan pemurniannya ingin
menjadikan Sumatra Barat menjadi wilayah yang masyarakatnya bebas dari perilaku yang
negatif dan berbau maksiat. Sedangakan Kaum Adat yang berada di Sumatra Barat lebih
menginginkan adanya keselarasan antara agama dan adat.
Karena perbedaan itulah kemudian timbul perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh
Kaum Padri dan Kaum Adat. Dari perlawanan tersebut masuklah Belanda dalam perlawanan
tersebut setelah Inggris keluar dari wilayah Sumatra Barat untuk membantu Kaum Adat melawan
Kaum Padri. Maksud Belanda tidak hanya untuk membantu melawan Kaum Padri namun juga
ingin menguasai wilayah Sumatra Barat tersebut.
Berbagai perlawanan pun dilakukan antara Kaum Pardi yang dipimpin oleh para Tuanku-
tuanku dengan Belanda. Semua pasukan dikerahkan, alat-alat perang digunakan. Bahkan tidak
sedikit yang gugur dalam perlawanan tersebut. Kemenangan dan kekalahan dialami oleh Belanda
dan Kaum Padri. Sampai pada akhirnya Kaum Padri harus takluk kepada kekuatan Belanda yang
memang lebih kuat. Pemimpin pasukan Padri yang kuat yaitu Tuanku Imam Bonjol akhirnya
ditangkap oleh Belanda dan diasingkan di Priangan, kemudian ke Ambon dan terakhir di
Manado. Setelah itu beliau wafat tahun 1864. Kekuasaan di Sumatra Barat akhirnya jatuh ke
tangan Belanda.
14
DAFTAR PUSTAKA:
https://thegorbalsla.com/contoh-kata-pengantar-makalah/
http://www.guruips.com/2016/09/perang-padri-pemimpin-perang-sebab.html
https://guruppkn.com/perang-padri
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Padri
https://brainly.co.id/tugas/4045393
https://www.google.co.id/search?
q=daerah+perang+padri&oq=daerah+perang+padri&aqs=chrome..69i57.9094j0j7&sourcei
d=chrome&ie=UTF-8
https://hukamnas.com/akibat-perang-padri
http://www.sumbersejarah.com/2018/05/latar-belakang-jalannya-dan-dampak-perang-
padri.html#
http://muhammadurrockygap.blogspot.com/2010/12/tugas-perang-padri.html
www.google.co.id
http://euismubarokah5.blogspot.com/2015/11/perlawanan-perang-padri.html
http://goresanpenaricky.blogspot.com/2015/02/syarat-syarat-membuat-makalah-yang-
baik.html
http://ruang-coretan.blogspot.com/2017/12/makalah-perang-padri.html
http://goresanpenaricky.blogspot.com/2015/02/syarat-syarat-membuat-makalah-yang-
baik.html
15
Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab, yang lahir
di Bonjol pada 1 Januari 1772. Dia merupakan putra dari pasangan Bayanuddin Shahab (ayah)
dan Hamatun (ibu). Ayahnya, Khatib Bayanuddin Shahab, merupakan seorang alim ulama yang
berasal dari Sungai Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota. Sebagai ulama dan pemimpin
masyarakat setempat, Muhammad Shahab memperoleh beberapa gelar, yaitu Peto Syarif, Malin
Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agamsebagai salah seorang
pemimpin dari Harimau nan Salapan adalah yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi
kaum Padri di Bonjol. Ia akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol. Salah satu
Naskah aslinya ada di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Sumatera Barat Jalan
Diponegoro No.4 Padang Sumatera Barat. Naskah tersebut dapat dibaca dan dipelajari di Dinas
Kearsipan dan Perpustakàan Provinsi Sumatera Barat.