Anda di halaman 1dari 3

Ulasan Novel Sabuk Kiai

Identitas : Novel Sabuk Kiai


Judul : Sabuk Kiai
Penulis : Dandang A Dahlan
Penerbit : PT Era Adicitra Intermedia
Kota Tempat Terbit : Jl. Slamet Riyadi 485 H Ngendroprasto, Pajang, Laweyan
Tahun terbit : Cetakan pertama, Maret 2008
Tebal Halaman : 136 halaman termasuk juga tentang penulis

Sabuk Kiai
Ranu Sadewa seorang anak Jenderal. Ia iri melihat teman sekelasnya bisa menikmati
masa remajanya. Mereka bebas berbuat apa saja, bercanda, dan berbicara dengan santai
seakan tanpa beban. Setiap melihat kebebasan dan kegembiraan mereka, perasaan ingin pergi
pun selalu membayangi benaknya.
Cerita terjadi di daerah Jakarta. Cerita dimulai ketika Ranu Sadewa ingin pindah
sekolah jauh di luar Jakarta. Namun, berkali-kali ia berbicara kepada orang tuanya minta
dipindahkan sekolah di luar Jakarta, tetapi bapaknya menolak dengan tegas. Ranu Sadewa
mengakui dirinya bukan anak yang idealis atau agamis. Ranu Sadewa hanya ingin orang
melihat dirinya secara utuh apa adanya.
Dari sanalah dimulai cerita, selama ini, prestasi apa pun yang dicapainya yang tampak
di mata orang hanya bayangan orang tuanya. Kata-kata pantes anaknya anu, bapaknya bisa
anu, lama kelamaan akhirnya sangat menyakitkan. Itulah sebabnya sejak SMP, Ranu tidak
mau mencantumkan nama bapaknya di belakang namanya. Ia sadar penghapusan itu
risikonya tidak ringan, namun, hal itu menjadi suatu kebahagiaaan tersendiri pada diri Ranu.
Bapaknya langsung menampar wajahnya hingga terjerembab, ketika ijazahnya tidak
tercantum nama Letjen. Abdul Syukur.
Ranu merasa gerah, hatinya geram dan marah melihat tidak ada keadilan sama sekali.
Satu-satunya cara untuk melepaskan semua itu ia harus pindah sekolah, di luar kota atau ke
mana saja yang penting ia diakui keberadaannya. Ranu Sadewa hanya tersenyum. Cowok
tanggung ganteng yang dingin itu agak kikuk dan malu, ditebak terang-terangan cewek cantik
adik kelasnya itu. Ranu Sadewa iba juga melihat Sekar Indah ketakutan. Dia menatap gadis
cantik itu, ada getaran halus yang mengalir dari hati dan menjalar ke seluruh tubuh. Tak di
sadari Ranu pun jatuh cinta dengan cewek cantik itu.
Novel ini sanagat bermanfaat bagi para remaja, khususnya siswa-siswi, karena pada
cerita tersebut dikisahkan perjuangan yang begitu berat yang dialami oleh tokoh-tokoh Sabuk
Kiai untuk bersekolah dan menuntut ilmu agar menjadi orang besar nantinya tanpa embel-
embel nama orang tuanya atau jabatan orang tuanya.
Kelebihan novel ini, antara lain, berisi motivasi bagi para pembacanya. Isinya begitu
menarik dan mengesankan, banyak amanat yang dapat diambil kisah tersebut. Selain, ada
kelebihan dalam novel ini juga terdapat kekurangan.
Kekurangan novel ini adalah adanya bahasa yang baku dan adanya bahasa yang tidak
di mengerti maknanya atau arti katanya.
Ranu pun pindah sekolah atas izin bapaknya. Setelah ia berpikir panjang, Ranu pun
memutuskan untuk masuk pesantren. Ia mempunyai tiga pilihan pesantren, pilihan pertama di
daerah Padang Panjang, Sumatra Barat. Pilihan kedua, di Pondok Pesantren Gontor, Jawa
Timur dan pilihan ketiga jatuh pada sebuah pesantren di Desa Soko, Kabupaten Pati.
Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke pondok pesantren di Desa Soko, Kabupaten Pati. Ia
berangkat dengan hasil uang penjualan motornya. Ia membagi di empat bagian, sebagian
disimpan di dalam tas, saku celana, saku baju, dan saku jaket.
Setelah ia lulus dari pesantren tersebut, ia melamar untuk bisa masuk akabri. Setelah
ia lulus tes, ia diterima untuk menjadi akabri. Salah satu kolonel akabri tersebut mengetahui
bahwa Ranu adalah putra dari Jendral Abdul Syukur tetapi Ranu selalu mengelak hal itu.
Kolonel akabri tersebut mengetahui walaupun Ranu berbohong, Ranu pun akhirnya
menceritakan semua pada kolonel Mashur. Kolonel Mashur membujuk Ranu untuk pulang
kerumahnya karena ibunya sedang sakit karena rindu dengan Ranu.
Ranu pun ikut ke Jakarta bersama dengan kolonel Mashur, Kiai Misbah, dan Haji
Mujid. Mereka mengantarkan Ranu dengan menggunakan mobil dinas. Setelah sampai di
rumah Jenderal Abdul syukur langsung memeluk Ranu dan menyuruhnya untuk segera
menemui ibunya. Jenderal Abdul Syukur tidak mengetahui bahwa Kiai Misbah dan Haji
mujib adalah pamannya sendiri. Haji Mujib hendak mampir di rumah anaknya, tetapi tuan
rumah menahannya. Kemudian ia menelpon Ir. Jabrohim anak dari Haji Mujid sekaligus ia
adalah pengusaha yang akrab dengannya, ia datang bersama istri dan anaknya. Tak di sangka
Sekar Indah anak dari Ir. Jabrohim menarik perhatian Jenderal dan Bu Syukur. Keduanya
berharap Ranu dan Indah bisa
berjodoh.
Dengan mengesampingkan beberapa kekurangan tadi, novel ini benar-benar buku
yang sangat dibutuhkan oleh remaja. Buku ini memberi motivasi, semangat, dan mimpi pada
anak-anak yang patah semangat supaya sekolah dan melanjutkan ke pendidikan yang lebih
tinggi dengan usahanya sendiri. Buku ini juga mengajarkan ketidakmungkinan bisa
diwujudkan dengan kerja keras.

Anda mungkin juga menyukai