mukaan Jakarta. Seperti juga warna masa depan yang tak bisa
kuraba.
dari muka bumi. Tanpa bekas. Kini sang kutu mencari nafkah
kar Pak Heri di pojok Jalan Sabang dan Asem Lama. Aku
Rivai Apin.
aroma sate kambing Pak Heri, suara siulan itulah yang bisa
menembus memasuki kamar gelap. Biasanya kamar gelap
mematikan. Tetapi bunyi dan aroma kue putu itu selalu ber-
yang mengambil hasil cetak foto atau memotret pas foto. Yang
tertinggi sejak dua tahun lalu. Hampir setiap hari, paling tidak,
Bunyi siulan dari gerobak kue putu itu masih memanggilmanggil. Aku masih
juga belum bergerak. Aku merasa bunyi
siulan itu bercampur dengan siul seorang lelaki. Perlahan-
kami. Kini aku tak tahu mana yang lebih ribut: siulan gerobak
Adi terdiam.
pintu, dan itu berarti secepat apa pun langkahku mereka akan
mengepungku dari segala arah. Tetapi aku memang sudah takberminat hidup
dalam perburuan. Bukan karena kehidupan
yang tak nikmat dan melarat. Bukan pula karena aku sudah
dan Budi Kemuliaan. Pada satu titik aku harus berhenti. Bukan
karena aku tak percaya lagi pada perjuangan. Tetapi aku
ingin Surti dan ketiga anakku bisa hidup aman. Paling tidak,
perburuan.
jika aku menyelinap dan lari. Salah satu dari mereka, mungkin
pemimpinnya, menghampiriku.
Dialah yang bersuara sopan dan penuh tata krama tadi. Kini
yang menyeruak melalui bibirnya. Aku tahu, dia puas karenaaku adalah butir
terakhir rangkaian yang mereka buru. Ratusan
terakhir kalinya.
MENUJU KONFLIK
“Perjuangan diteruskan....”
lengkap dengan bola mata berwarna hijau dan bibir yang selalu
itu menyentuh lidahku. Lagi-lagi aku tersedak. Ada apa dengankopi wangsa
Eropa ini?
dan tidak ingin menertawakan aku. Dia tak percaya. Aku bisa
membaca dari sepasang mata hijau yang mempertanyakan
tertawa terpingkal-pingkal.
“Porak-poranda?”
pada peta letaknya tak jauh dari Vietnam (bagi orang Prancis,
letak Indonesia.
Aku tak tahan. Aku tahu betul, jika Vivienne mengetahui apa
yang terjadi di Indonesia, dia akan menghentikan ceracaunya.
celoteh ini?
hentinya.
hari.
A Moveable Feast.
tang secara tak terduga. Jika Paris sebagai Terre d’Asile adalah
sebelah kiri Sungai Seine yang terdiri dari deretan warung buku
otakku hanya terdiri dari kata oui atau non atau ça va. Karena
Dan bibir Vivienne adalah sepotong puisi yang belum selesai.Aku yakin, hanya
bibirku yang bisa menyelesaikannya menjadi