Anda di halaman 1dari 6

Adverbia dan Konjungsi

I.Adverbia adalah kata keterangan yang menjelaskan verba, adjektiva, atau adverbia lain.
Pada umumnya, adverbia digunakan sebagai pewatas. Perhatikan contoh di bawah ini.
 Paman baru tiba di Jakarta.
 Saya belum mengerjakan tugas.
 Mama ingin sekali memiliki rumah gedongan.
Menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2017: 239), adverbia berdasarkan perilaku
semantisnya dapat digolongkan menjadi delapan macam, yakni adverbia kualitatif,
kuantitatif, limitatif, frekuentif, kewaktuan, kecaraan, kontrastif, dan keniscayaan.
 
Adverbia Kualitatif
Adverbia ini digunakan untuk menyatakan makna yang berhubungan dengan derajat, tingkat,
atau mutu. 
1.Udin paling suka minum kopi.
2.Nilai ujian matematika anak saya sangat bagus.
3.Ucapanmu lebih besar daripada nyalimu.
4.Akhir-akhir ini, kamu kurang perhatian.
5.Sejujurnya, aku agak tersinggung.
 
Adverbia Kuantitatif
Berbeda dengan adverbia kualitatif, jenis ini menyatakan makna yang berhubungan dengan
jumlah.
1.Jangan banyak minta!
2.Biaya yang ia keluarkan untuk perjalanan ini tidaklah sedikit.
3.Untuk menyelesaikan tugas ini, saya membutuhkan waktu kira-kira dua sampai tiga hari. 
4.Uang ini hanya cukup untuk kita makan selama dua pekan ke depan.
 
Adverbia Limitatif
Adverbia ini bertujuan untuk menyatakan makna yang berhubungan dengan pembatasan.
1.Vaksin hanya untuk orang kaya.
2.Kami di rumah saja sewaktu tahun baru nanti.
3.Maaf, saya sekadar mengingatkan.
 
Adverbia Frekuentatif
Adverbia frekuentatif menyatakan makna yang berhubungan dengan kekerapan.
1.Kami selalu menyempatkan diri untuk sarapan bersama-sama.
2.Indah sering lupa akan hari ulang tahunku.
3.Mereka sudah jarang berbicara.
4.Kadang-kadang, saya kagum dengan semangatmu itu.
 
Adverbia Kewaktuan
Adverbia kewaktuan menyatakan makna yang berhubungan dengan terjadinya suatu
peristiwa.
1.Aku baru mengerti maksudmu selama ini.
2.Kita harus segera berangkat.
3.Mama langsung menangis setelah mendengar berita itu.
4.Semoga pandemi lekas berakhir.
 
Adverbia Kecaraan
Adverbia ini menyatakan makna yang berhubungan dengan proses terjadinya suatu peristiwa.
1.Aku diam-diam mengamatinya dari jauh.
2.Badrun akan menyusul secepatnya.
3.Pelan-pelan, dia membuka pintu kamar.
 
Adverbia Kontrastif
Adverbia kontrastif adalah adverbia yang menyatakan pertentangan dengan hal atau makna
kata yang disampaikan sebelumnya.
1.Sungguh saya tidak tahu apa-apa. Bahkan kalau kamu tidak minta, saya tidak akan datang
ke sini.
2.Bukannya minta maaf, dia malah marah-marah sama saya!
3.Siapa bilang dia murah hati? Justru dialah koruptornya!
 
Adverbia Keniscayaan
Adverbia ini adalah adverbia yang menyatakan hubungan makna dengan kepastian akan
terjadinya hal atau peristiwa.
1.Kita pasti bisa melewati masa-masa sulit ini.
2.Kita tentu tidak setuju dengan kebijakan-kebijakan Pemerintah yang merugikan rakyat.

II.Konjungsi adalah kata penghubung antar kata, antarfrasa, antarklausa, dan antarkalimat.
Konjungsi juga dikenal dengan sebutan kata sambung.
Berikut ini adalah macam- macam konjungsi berdasarkan fungsinya dan contoh kalimatnya:
1. Konjungsi aditif
Konjungsi ini berfungsi untuk menggabungkan dua kata, frasa, klausa atau kalimat dalam
kedudukan yang sederajat.
Misalnya: dan, lagi, lagi pula, serta.
Contoh kalimat: Ayah memangkas rumput dan menyiram tanaman
2. Konjungsi pertentangan
Konjungsi yang berfungsi menghubungkan dua bagian kalimat yang sederajat dengan
mempertentangkan kedua bagian tersebut.
Misalnya: tetapi, melainkan, sebaliknya, sedangkan, namun.
Contoh kalimat: Raina memiliki kemampuan berhitung yang hebat, tetapi ia tidak pandai
menggunakan bahasa asing.
3. Konjungsi disjungtif
Konjungsi disjungtif berfungsi menghubungkan dua unsur yang sederajat dengan memilih
salah satu dari dua hal atau lebih.
Misalnya: atau, maupun, entah.
Contoh kalimat: Saat telat ke sekolah, Brian bingung untuk sarapan lebih
dahulu atau langsung berangkat ke sekolah.
4. Konjungsi waktu
Konjungsi ini berfungsi menjelaskan hubungan waktu antara dua hal atau peristiwa baik yang
sederajat atau tidak sederajat.
Misalnya: apabila, bila, hingga, ketika, sambil, sebelum, sampai, sejak, selama, sementara,
setelah, sesudah.
Contoh kalimat: Nisa masih makan ketika bel masuk berbunyi.
5. Konjungsi final
Konjungsi final berfungsi menjelaskan maksud dan tujuan suatu peristiwa atau tindakan.
Misalnya: supaya, guna, untuk, agar.
Contoh kalimat:Kita harus mencuci tangan sebelum makan supaya tidak ada kuman masuk
ke dalam tubuh.
6. Konjungsi kausal
Fungsinya menjelaskan penyebab suatu peristiwa atau kejadian tertentu.
Misalnya: sebab, sebab itu, karena, karena itu.
Contoh kalimat: Rani kakinya terluka karena terjatuh dari sepeda.
7. Konjungsi konsekutif
Konjungsi ini berfungsi menjelaskan akibat suatu peristiwa atau kejadian tertentu.
Misalnya: sehingga, sampai, akibatnya.
Contoh kalimat: Kawa tidak belajar sebelum ujian akibatnya nilai rapornya menurun.
8. Konjungsi kondisional
Fungsi konjungsi kondisional adalah menjelaskan syarat-syarat pada suatu hal yang bisa
terjadi.
Misalnya: jika, bila, jikalau, apabila, asalkan, kalau, bilamana.
Contoh kalimat: Kamu bisa meraih juara kelas asalkan mau rajin belajar setiap hari.
9. Konjungsi tak bersyarat
Fungsinya menjelaskan bahwa suatu hal bisa terjadi tanpa perlu ada syarat-syarat yang
dipenuhi.
Misalnya: walaupun, meskipun, biarpun.
Contoh kalimat: Kakak membersihkan rumah meskipun ibu tidak menyuruhnya.
10. Konjungsi perbandingan
Konjungsi perbandingan fungsinya membandingkan dua hal tertentu.
Misalnya: sebagaimana, seperti, bagai, bagaikan, seakan-akan, ibarat, daripada.
Contoh kalimat: Kereta di Jepang bergerak sangat cepat bagaikan seekor citah.
11. Konjungsi korelatif
Fungsinya adalah menghubungkan dua bagian kalimat yang mempunyai hubungan
sedemikian rupa sehingga saling mempengaruhi.
Misalnya: tidak hanya…tetapi juga, sedemikian rupa sehingga, semakin…semakin, baik…
maupun
Contoh kalimat: Jika ingin kesehatan mulut terjaga, tidak hanya harus rajin menggosok
gigi tetapi juga harus menjaga asupan makanan.
12. Konjungsi penegas
Konjungsi ini berfungsi menegaskan atau meringkas suatu bagian kalimat yang telah disebut
sebelumnya.
Misalnya: bahkan, apalagi, yaitu, umpama, misalnya, yakni.
Contoh kalimat: Minggu depan akan ada ujian Bahasa Indonesia, bahkan Tara sudah mulai
belajar dari sekarang.
13. Konjungsi penjelas
Fungsinya menghubungkan bagian kalimat terdahulu dengan perinciannya.
Misalnya: bahwa.
Contoh: Bu guru mengingatkan kembali bahwa minggu depan akan ada pentas seni.
14. Konjungsi konsesif
Konjungsi konsesif berfungsi menghubungkan dua hal dengan cara membenarkan suatu hal
serta menolak hal yang lain.
Misalnya: meskipun, walaupun, biarpun, sekalipun.
Contoh kalimat: Aku tetap mengumpulkan tugas meskipun sudah lewat waktunya.
15. Konjungsi urutan
Konjungsi ini fungsinya adalah untuk menyatakan urutan sesuatu hal dalam kalimat.
Misalnya: mula-mula, lalu, kemudian.
Contoh kalimat: Shinta akan pergi ke Bandung, lalu melanjutkan perjalanan ke Garut.
16. Konjungsi pembatasan
Berfungsi menyatakan pembatasan terhadap sesuatu hal atau dalam batas-batas mana
perbuatan dapat dikerjakan.
Misalnya: kecuali, selain, asal.
Contoh kalimat: Fira bisa mahir dalam olahraga bola kecuali kasti.
17. Konjungsi penanda
Konjungsi ini fungsinya untuk menyatakan penandaan terhadap sesuatu hal.
Misalnya: umpama, contoh, terutama, misalnya, antara lain.
Contoh kalimat: Raka sangat suka makan es krim terutama es krim rasa cokelat.
18. Konjungsi situasi
Seperti namanya, konjungsi situasi berfungsi menjelaskan situasi atau suatu perbuatan terjadi
atau berlangsung dalam keadaan tertentu.
Misalnya: sedang, sedangkan, padahal, sambil.
Contoh kalimat: Cella tetap pergi ke sekolah padahal kakinya masih sakit.
19. Konjungsi cara termasuk salah satu jenis konjungsi. Konjungsi ini digunakan untuk
menjelaskan cara/metode pelaksanaan dari hal yang disebutkan dalam kalimat.
Misalnya : dengan
Contoh kalimat
Aku bermain dengan adik di teras
Tika mengerjakan tugas dengan senang hati
1. Bacalah artikel berikut ini dengan saksama !

“Beberapa waktu lalu saya diminta berbicara mengenai kritik film di Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kritik film dijanjikan akan menjasi agenda kerja
departemen ini. Pemerintah selalu punya tujuan besar dan mulia; kritik film untuk
mengembangkan film Indonesia. Saya katakan kepada mereka kritik film tidak perlu dicita-
citakan untuk mengembangkan film Indonesia atau film negara mana saja. Kritik ya kritik;
film ya film. Departemennya beda, kata saya. Remy Sylado menambahi, banyak salah kaprah
Tulisan seseorang yang membahas akting pemain, kerja kamera, editing gambar, dan lain-lain
bukan dengan sendirinya kritik film. Itu resensi film. Ia membenarkan pendapat saya bahwa
kritik film merupakan entitas tersebdiri, berkemungkinan memiliki perkembangan sendiri.
Merasa dapat dukungan, apa lagi yang mendudkung penulis Oxeras, saya tambah
bersemangat. Kritik film sebagai produk critical writing harus mampu memberikan inspirasi
tersendiri, sebagaimana film itu sendiri ataupun karya-karya estetik yang lain. Saya tak perlu
berkutat dengan urusan teknis film, untuk misalnya melihat suatu gejala yang mungkin
menganggu. Dalam Film Indonesia berbau mistik tokoh antagonis selalu digambarkan
berpakaian hitam-hitam ala dukun Jawa. Protagonis atau pemenangnya bersorban putih dari
ranah kebudayaan entah mana. ―Busyet, dulu mbah saya dukun, kerjanya menolong orang”,
kata saya mencairkan suasana. Semua yang ada dirumah tertawa. Banyak orang mengira
tulisan, teks, harus berhubungan dengan sesuatu. Saya sering diatangi orang yang mengaku
memiliki pengalaman hidup menarik dan pasti menarik pula kalau pengalaman hidupnya
ditulis. Beberapa diantaranya ingin belajar menulis. Bagaimana caranya, tanya mereka
Caranya memulai menulis, jawab saya. Mau pengalaman hidup dirasa menarik atau tidak, itu
soal lain. Departemennya beda, begitu lagi-lagi istilahnya. Menulis adalah disiplin hidup,
berhubungan dengan tradisi literer. Melalui proses evolusi yang panjang selama ratusan ribu
tahun, melalui menulis yang sebelumnya diawali dengan membikin tanda dan simbol di
dinding-dinding goamanusia mengembangkan memorinya. Proses evolusi memori membawa
manusia pada apa yang diistilahkan sebagai kesadaran. Begitu sampai titik itu, langsung
dengan evolusi ini manusia meninggalkan spesies-spesies lain. monyet membangun
peradaban, membangun kebudayaan. Kita bukan kecebong Tradisi literer berhubungan
dengan pengondisian otak melalui kegiatan baca tulis. Tak heran seorang doktor di bidang
ilmu sastra berucap, semakin banyak membaca buku sastra, semakin kreatif, semakin sensitif,
ba bahkan juga semakin toleran. Mereka yang dari kuil Shaolin berkeyakinan lain lagi. Bukan
hanya otak yang perlu dikondisikan, melainkan juga tubuh atau raga. Pengertiannya kurang
lebih sama dengan keyakinan di Jawa, yang memiliki istilah “oleh kanuragan”. Tubuh juga
memiliki kesadaran; kesadaran tubuh. Descartes keliru kalau menganggap kesadaran hanya
ada pada pikiran, seperti maksimya yang terkenal “aku berpikir maka aku ada”. Tubuh
sejatinya juga sebuah state of mind. Banyak film yang berhubungan dengan tradisi Shaolin
menggambarkan, biasanya ahli pedang juga ahli kaligrafi. Ilmu silat dianggap tak beda
dengan ilmu surat, ilmu menulis kaligrafi. Karena kebiasaan dan kebiasaan cuma menulis,
saya ditanya istri apakah bekerja di surat kabar selama sekitar 35 tahun sampai menjelang
pensiun sekarang tidak ada yang bisa ditulis. Menulis apa, tanya saya. Apa saja, jawabnya.
Seketika saya ingat penulis Salman Rushdie ketika anaknya berkata: aku tidak pernah paham
buku-bukumu. Bikinlah cerita untukku. Rushdie kemudian menulis buku untuk anaknya,
dengan judul yang muncul seketika: Haroen and the Sea of Stories. Saya pun kemudian
menulis buku untuknya, dengan judul yang muncul seketika: Koran Kami With Lucy In The
Sky.

2. Tentukan kalimat dalam artikel yang menggunakan Adverbia Kuantitatif dan


Adverbia Frekuentatif !

3. Tentukan pula kalimat yang menggunakan konjungsi aditif, Final, penegasan dan cara
dalam artikel tersebut !

Anda mungkin juga menyukai