1403620076
Jawaban
1. Kebijakan yang cukup berperan dalam politik kolonialisme belanda ialah membagi
wilayah-wilayah menjadi beberapa prefektur, sehingga dalam pemerintahannya
dapat berjalan secara efektif. Selain itu juga, Kerajaan-kerajaan Pribumi
dilemahkan dan bersatu di hindia belanda dan dijadikan pegawai pemerintahan.
2. Latar belakang Perang Tondano 2 masih berhubungan dengan hasil akhir Perang
Tondano 1. Pada akhir Perang Tondano 1, pihak VOC dan rakyat Minahasa
membuat perjanjian pada 1679 yang mengatur berbagai hal di sekitar hubungan dan
kepentingan kedua belah pihak. Salah satu isi perjanjian tersebut adalah bahwa
Minahasa akan membantu Belanda, terutama dalam menyalurkan sejumlah
kebutuhannya. Dalam perkembangannya, Belanda mulai melakukan tindakan-
tindakan licik. Tindakan Belanda yang tidak sesuai perjanjian itu membuat walak-
walak berselisih. Tidak lama kemudian, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, H.W.
Daendels, membutuhkan pasukan dalam jumlah besar yang akan dipersiapkan
untuk menghadapi kemungkinan serangan Inggris. Salah satu upaya yang ditempuh
adalah dengan mengerahkan penduduk dari sejumlah daerah, termasuk Minahasa.
Pada Mei 1808, Prediger segera mengumpulkan para ukung (pemimpin dalam suatu
wilayah walak atau daerah setingkat distrik) dan menyampaikan bahwa pemerintah
membutuhkan sekitar 2.000 pemuda Minahasa yang akan dikirim ke Jawa.
Ternyata, para ukung tidak mau menuruti permintaan Prediger, bahkan beberapa di
antaranya mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda dan terjadi lah
perang Tondani.
3. Konflik kebangkitan Islam dilatar belakangi oleh pemurnian Tuanku NanTuo, dan
dilanjutkan di bawah komando “Harimau Nan Salapan” dengan berbagai pihak.
Pada awalnya konflik terjadi sesama saudara (konflik bersaudara), sesama
masyarakat di Alam Minangkabau . Namun, semakin lama semakin meluas, dan
selanjutnya berubah secara signifikan dengan campur tangan kekuasaan asing.
Campur tangan asing pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari permintaan kaum
adat. Karena, dengan makin meningkatnya gerakan Paderi, banyak para penghulu
adat yang tersingkirkan, kemudian terusir atau malah melarikan diri, karena tidak
ingin menjadi korban “radikaslisme” Paderi. Antara mereka yang melarikan diri,
ada yang mencari hubungan dengan bangsa asing, mula-mula dengan Raffles di
Bengkulu, kemudian juga ketika Inggris yang sudah bercokol di Padang.
Selanjutnya, dengan Du Puy di Padang sewaktu Belanda kembali lagi di Sumatera
Barat. Karena itulah perang Paderi berlangsung lama kurang lebih 17 tahun karena
pengaruhnya peran asing dalam perang. Lalu, Perang Paderi disebut
Protonasionalisme oleh Christine Dobbin Karena Kaum Paderi memiliki Rasa
dalam jiwa Nasionalisnya dalam mempertahankan daerah mereka dan mengusir
Penjajah Kolonial Belanda.