Anda di halaman 1dari 6

PROBLEMATIKA KEBIJAKAN LUAR NEGERI QATAR MENGAKIBATKAN

TERJADINYA KRISIS DIPLOMATIK NEGERA QATAR DENGAN NEGERA


TETANGGA

Ovi Susilawati1, Salsabila Ariqah Putri2 , Candle Haposan Mulatua3


Program Studi Pendidikan Sejarah – Universitas Negeri Jakarta
Osusil170@gmail.com1, ariqahsalsabila17@gmail.com2 , candle.malau@gmail.com3

Abstract : Qatar as a country that has a small area, but gets the title of the richest country.
Qatar has an inward-looking foreign policy in the sense that it is subject to the influence of
major powers in the Middle East region. Qatar's foreign policy changed in 1990 with Qatar's
role as a mediator of the MENA conflict. In this case, the author writes about foreign policy
and the forms of conflict that occur, resulting in changes in the international structure,
interaction and dynamics of the political role that occurs in Qatar and the surrounding
countries.

Keywords : Qatar, Diplomatic, Middle East, Conflict

Abstrak :Qatar sebagai negara yang memiliki luas wilayah kecil, namun mendapatkan
predikat negara terkaya. Qatar memiliki kebijakan luar negeri yang bersifat in-ward looking
dalam artian tunduk kepada pengaruh negara besar di kawasan Timur Tengah. Kebijakan luar
negeri Qatar terjadi perubahan pada tahun 1990 dengan peran Qatar sebagai mediator konflik
MENA. Ada hal ini penulis menuliskan mengenai kebijakan luar negeri dan bentuk perseteruan
yang terjadi sehingga mengakibatkan perubahan pada struktur internasioanl, interaksi dan
dinamika pada peran politik yang terjadi di Qatar dengan negara-negara sekitar.

Kata Kunci : Qatar, Diplomatik, Timur Tengah, Konflik

PENDAHULUAN

Qatar adalah negara Arab yang terletak di semenanjung Persia di Teluk Arab. Sejak
kemerdekaan Qaatar pada tahun 1971 hinga 1995, Qatar dibawah kepemimpinan Sheikh
Khalifah bin Hamad Al Thani yang memiliki sifat cenderung inward-looking, dengan
menunjukkan upaya-upaya Qatar yang menimalkan dalam keterlibatan konflik yang berada di
wilayah MENA. Qatar memiliki ketergantungan dengan negara Arab Saudi dalam keperluan
untuk melindungi terhadap berbagai bentuk ancaman dari peristiwa-peristiwa revolusi di Iran
dan Irak.

Ditahun 1995, pada era kepemimpinan hamad Al-Thani, Qatar berupaya melespaskan
diri dari pengaruh negara-negara sekitarnya dan memilih langkah strategi terbuka untuk
menekankan penggunaan diplomasi, kekuatan internal, media, pendidikan, budaya, olahraga,
wisata, ekonomi dan bantuan kemanusiaan.

Untuk menjalin hubungannya dengn banyak negara. Qatar membangun aliansi baru,
terutama pada Amerika Serikat. Hamad Al-Thani menyadari bahwa Amerika Serikat adalah
negara hegemoni yang dapat melindungi Qatar dari Arab Saudi, Iran dan negara sekitar yang
memiliki kekuatan dalam hal kecaman keamanan. Alisansi yang di gerakan ditandai dengan
pindahnya markas besar militer dari Arab saudi pasca peristiwa 9/11 di Pangkalan Udara Al
Udeid di Qatar.

Kebijakan luar negeri yang memiliki prinsip dasar mempertahankan perdamaian dan keamanan
nasional dan internasional dengan mendukung penyelesaian konflik melalui cara perdamaian
dan mendukung hak warga negara dalam determinasi internal dan tanpa intervensi dalam
urusan dalam negara, dan upaya kerjasama dengan negara yang mencari perdamaian yang
sama.

Dibalik hal itu, ada beberapa halangan yang membuat rencana perdamaian kerap tidak
berjalan dengan semestinya. Pada tahun 2017, saudi Arabia bersama Mesir, Bahrain, Uni
Emirat Arab, Yaman, Libya, dan Maladewa memutuskan untuk putus hubungan diplomatik
dengan Qatar. Pemutusan hubungan diplomatik ini dilatarbelakangi bahwa Qatar menjadi
pendukung operasi kelompok-kelompok teror kawasan Timur Tengah. Perseteruan yang terjadi
antara Arab Saudi dengan Qaatar ditelusir dari periode pertengahan abad ke-20. Periode ini
menjadi sentral dari perseteruan pada sengketa perbatasan yang melibatu beberapa negara
Teluk. Dari hal ini terjadi dampak-dampak yang mengakibatkan konflik perbatasan dengan
masalah batas wilayah. Dengan faktor yang telah diungkapkan (Peterson dalam Kamrava,
2011). Faktor pertama adalah ketidakselarasan cara pandang penentuan batas wilayah. Faktor
kedua banyaknya pengaruh kontribusi konflik perbatasan dikawasan ini adlah kebijakan
penentuan batas negara modern di kawasan Teluk atas arahan Inggris dan Perancis. Faktor
ketiga, yaitu keberadaan sumber daya. Dan yang keempat, mengenai sengketa perbatasan
dengan ketidakharmonisan hubungan rezim yang berkuasa.
METODE

Metode penelitian adalah langkah ilmiah yang dilakukan untuk mendapatkan data
dengan tujuan tertentu. Adapun metode dalam penelitian historisdengan analisis studi
kepustakaan. Metode sejarah adalah menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan
peninggalan masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh historiografi.
Terdapat empat langkah penelitian sejarah, yaitu: 1) heuristik; 2) kritik; 3) interpretasi; dan 4)
historiografi.

Pada tahap heuristik atau pengumpulan data, peneliti melakukan pencarian sumber
yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Penelurusan sumber dilakukan dengan studi literatur
yang diperoleh melalui studi pustaka dari buku, jurnal penelitian, disertasi, skripsi dan internet.
Tahap selanjutnya yaitu tahap kritik intern dan ekstern dilakukan dengan membuat
perbandingan dari beberapa sumber dan membandingkannya dengan fakta-fakta yang ada
sebelumnya. Selepas itu terdapat tahap interpretasi atau penafsiran atas sumber yang didapat.
Peneliti berupaya membandingkan atau komparasi antar berbagai sumber agar tidak terjadi
kesalahan interpretasi. Tahap terakhir ialah historiografi, yakni penulisan yang disusun secara
kronologis

PEMBAHASAN DAN HASIL

A. Dinamika Diplomatik Luar Negeri Negara Qatar

Qatar adalah salah satu negara di Jazirah Arab yang berbatasan dengan Bahrain di
sebelah barat, Uni Emirat Arab di sebelah timur dan Arab Saudi di sebelah Selatan. Qatar
menjadi perhatian dunia karena politik dan pengaruhnya di kawasan Timur Tengah. Negara
lain merasa terancam dengan pengaruh Qatar yang semakin luas. Eksistensi Qatar memiliki
pengaruh besar bagi negara Arab saudi karena adanya kecemburuan politik dan jalinan
diplomatik, terlebih Arab Saudi adalah tetangga dekat Qatar. Hubungan Qatar dengan Arab
Saudi tidak berjalan mulus di tahun 1990 karena adanya upaya kudeta yang dilakukan. Kudeta
ini dinggap menyalahi norma dari kekuasaan di negara Teluk. Arab Saudi menambah
kegelisahan dengan membangun aliansi dari keluarga kerajaan Al-Thani untuk mengkudeta
Emir Hamad di tahun 1996 dan mengembalikan kekuasaan pada Emir Khalifah bin Hamad Al-
Thani. Politik yang dilakukan Arab Saudi merupakan diplomatik Qatar karena dalam
keberadaan dari tindakan Arab Saudi yang didukung oleh kebanyakan pemimpinin di Timur
Tengah yang tidak mengakui pemerintahan Emir Hamad.
Qatar mendapati posisi terisolasi yang dikarenakan adanya pendanaan terhadap
Ikhawanul Muslimin di Mesir. Qatar dianggap telah memberi dukungan kepada kelompok teror
yang mengancam keamanan negara Teluk. Karena ditemukankannya pendaan kelompok teror,
pada hal ini terjadi penentangan prinsip kepemimpinan di negara-negara Teluk. Pada tahun
2014, Arab saudi, Uni Emirat Arab dan Bahrain menarik Duta Besarnya ke Qatar. Setelah
adanya keputusan untuk berhubungan pada tahun 2014, ketiga negara tersebut kembali
menjalin hubungan dengan Qatar sampai tahun 2017.

Namun, timbulnya pernyataan palsu membuat politik yang terjadi semakin memanas.
Emir Qatar Tamim bin Hamad Khalifah Al-Thani pada saat menjalankan apel militer di retas
oleh pihak tidak bertanggung jawab. Tamim menyinggung isu senstif di tengah potensi dari
runtuhnya pemerintahan di Timur Tengah.

Kebijakan luar negeri yang fleksibel menjadi faktor atas keberlangsungan Qatar dalam
kawasan Timur Tengah yang penuh dengan ketidakstabilan. Keberlangsungan ini didalangi
langsung oleh Amerika Serikat. Semenjak terjadinya pergolakan revolusi, negara-negara Arab
merasakan kegelisahan atas ancaman dari reim yang berniat untuk menggulingkan. Sistem
monarki yang masih dianut menyertai legitimasi yang sangat mengancam yang diberikan oleh
Arab Spring.

B. Krisis Diplomatik yang terjadi pada Qatar


Awal terjadinya krisis diplomatik disebabkan adanya hubungan Qatar terhadap
Ikhwanul Musilim (gerakan yang dianggap sebagai organisasi terorisme oleh koalisi Arab
Saudi). Namun keterlibatan media utama Qatar, Aljazeera dalam peristiwa-peristiwa Arab
Spring, Emir Hamad menurunkan tahta kepada putranya Emir Tamim. Sejak saat itu Emir
Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani kemudian berusaha mendinginkan suasana melalui
penandatanganan Perjanjian Riyadh (2014). Hal tersebut tidak berjalan sesuai dengan
semestinya Riyadh beranggapan bahwa Qatar melanggar perjanjian yang dimana Qatar masih
memberi dukungan terhadap kelompok islam radikal seperti Ikhwanul Musilimin, Al-Qaeda,
ISIL dll. Tidak hanya perjanjian Riyadh saja yang mendorong krisis diplomatik namun ada
sebab lain seperti hubungan yang sangat dekat antara Qatar dan Iran terutama karena kerjasama
mereka dalam pembagian ladang gas terbesar di dunia yaitu North Dome dan South Pars.
Krisis diplomatik Qatar tentunya sangat diupayakan untuk mencari titik tengah dengan
berbagai cara termasuk mediasi dari pemimpin GCC saat itu Kuwait. Namun aliansi tersebut
gagal yang tidak mencapai tahap revolusi yang tersisa hanya 13 tuntutan dari kuartet sebagai
syarat bagi Qatar untuk memulihkan hubungannya dengan mereka. Tiga tuntutan yang paling
menarik perhatian adalah Qatar dituntut untuk menutup Al-Jazeera, memutuskan hubungan
dengan Ikhwanul Muslimin, memutus hubungan dengan Iran, serta Qatar diwajibkan
membayar kompensasi dana yang terpakai saat krisis terjadi dan bersedia di kontrol dan
diawasi oleh kuartet. Hal tersebut ditolak oleh Qatar karena dianggap melanggar kemerdekaan
dan kedaulatan Qatar.

KESIMPULAN

Qatar sebagai negara dengan letak yang strategis dan memiliki politik dan pengaruh
yang kuat terhadap Kawasan Timur Tengah menimbulkan keresahan pada negara-negara lain.
Karena hal itu banyak negara yang cemburu dengan Qatar, seperti yang dilakukan Arab Saudi
dalam usahanya mengkudeta Qatar. Selain itu, karena Qatar merupakan negara yang terisolasi,
mereka melakukaan pendanaan kepada kelompok teroris yang dimana terjadi penentangan
prinsip kepemimpinan di negara-negara teluk. Karena kebijkan luar negeri yang fleksibel,
Qatar dalam Kawasan Timur Tengah penuh dengan ketidakstabilan. Sistem monarki yang
masih dianut menyertai legitimasi yang mengancam yang diberikan oleh Arab Spring.

Beberapa tahun setelah Arab Spring terjadi, terjadilah peristiwa Krisis Diplomatik.
Krisis diplomatik diawali karena adanya hubungan Qatar terhadap Ikhwanul Musilim (Gerakan
yang dianggap sebagai Organisasi terorisme oleh koalisi Arab Saudi, hal tersebut merupakan
pelanggaran Qatar pada perjanjian Riyadh. Selain itu, terjadi permasalahan hubungan Qatar
dan Iran pada Kerjasama dalam pembagian ladang gas. Krisis diplomatic Qatar sangat
mengupayakan untuk mencari titik tengah. Namun aliansi tersebut gagal untuk mencapai tahap
revolusi yang tersisa hanya 13 tuntutan daru kuartet sebagai syarat bagi Qatar untuk
memulihkan hubungannya dengan mereka. Tetapi, hal tersebut ditolak oleh Qatar karena alasan
dianggap melanggar dan kedaulatan Qatar.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyani, S. B., & Utomo, T. C. (2019). Faktor-Faktor Manuver Politik Qatar dalam Penguatan
Aliansi dengan Iran Pasca Kasus Krisis Diplomatik Qatar tahun 2017. Journal of
International Relations, 5(3), 501-516.

Gustiari, C. T. (2019). Mediasi sebagai Kebijakan Luar Negeri Qatar Era Kepemimpinan
Hamad Al Thani di Timur Tengah dan Afrika Utara. Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

Wardoyo, B. (2018). Rivalitas Saudi-Qatar dan Skenario. Jurnal Hubungan Internasional, 7(1),
81-94.

Anda mungkin juga menyukai