Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nya maka kami bisa menyelesaikan
makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah tentang “Perlawanan
Terhadap Kolonialisme Belanda”, yang menurut kami  dapat memberikan manfaat
yang besar bagi kita untuk mempelajari berbagai sejarah tentang cikal bakal
Bangsa Indonesia dan bisa mengetahui perjuangan dari rakyat-nya itu sendiri.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Dengan ini, kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat untuk semua pihak. Amin.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1

1.2  Rumusan Masalah ............................................................................................... 1

1.3  Tujuan Pembahasan............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................... 3

2.1  Latar Belakang Terjadinya Perlawanan............................................................... 3

2.2 Proses Perlawanan................................................................................................. 4

2.3  Akhir Perlawanan................................................................................................. 6

BAB III PENUTUP............................................................................................................. 8

3.1  Kesimpulan.......................................................................................................... 8

3.2  Saran..................................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 9

ii
BAB I 
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pentingnya pembahasan topik ini adalah untuk mengetahui bagaimana
penderitaan bangsa Indonesia ketika di jajah oleh bangsa-bangs Eropa, sehingga
terjadi perlawanan-perlawanan di berbagai daerah untuk menusir para penjajah,
khususnya para penjajah Belanda.
Sampai dengan abad 18 penetrasi kekuasaan Belanda semakin besar dan
meluas, bukan hanya dalam bidang ekonomi dan politik saja namun juga meluas
ke bidang-bidang lainnya seperti kebudayaan dan agama. Penetrasi dan dominasi
yang semakin besar dan meluas terhadap kehidupan bangsa Indonesia
menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa perlawanan dan perang melawan
penindasan dan penjajahan bangsa Eropa. Tindakan sewenang-wenang dan
penindasan yang dilakukan oleh penguasa kolonial Eropa telah menimbulkan
kesengsaraan dan kepedihan bangsa Indonesia. Menghadapi tindakan penindasan
itu, rakyat Indonesia memberikan perlawanan yang sangat gigih. Perlawanan
mula-mula ditujukan kepada kekuasaan Portugis dan VOC.
Perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia tersebut di bagi ke dalam dua
periode, yaitu perlawanan sebelum tahun 1800 dan perlawanan sesudah tahun
1800. Pembagian waktu tersebut dilakukan untuk memudahkan pemahaman
mengenai sejarah perlawanan bangsa Indonesia terhadap Bangsa-Bangsa Barat
tersebut. Perlawanan sebelum tahun 1800, yaitu : Perlawanan Rakyat Mataram,
Perlawanan Rakyat Banten, Perlawanan Rakyat Makasar, Pemberontakan Untung
Surapati. Sedangkan perlawanan sesudah tahun 1800, yaitu : Perlawanan Sultan
Nuku(Tidore), Perlawanan Patimura, Perang Diponegoro,Perang Paderi, Perang
Aceh, Perang Bali, Perang Banjarmasin.
Proses penjajahan di Indonesia adalah proses perjuangan yang tidak akan
cukup tergambarkan dalam satu atau dua buku. Berbagai pristiwa yang pernah
dialami maupun berbagai peninggalan yang masih tersisa merupakan saksi yang
masih banyak menyimpan rahasiah yang mungkin belum mampu terungkap.

1.2  Rumusan Masalah
1.            Apa yang melatar belakangi dalam perang padri ?
2.            Bagaimana proses dalam perang padri ?
3.            Bagaimana akhir dari perang padri ?

1
1.3  Tujuan Pembahasan

1.      Untuk mengetahui latar belakang perang padri


2.      Untuk mengetahui proses perang padri
3.      Untuk mengetahui akhir perang padri

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Latar Belakang Terjadinya Perlawanan


Perang Padri adalah peperangan yang berlangsung di daerah Minangkabau
(Sumatra Barat) dan sekitarnya terutama di kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803
hingga 1838. Perang ini merupakan peperangan yang pada awalnya akibat
pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah menjadi peperangan
melawan penjajahan.
Istilah Padri berasal dari kata Pidari atau Padre, yang berarti ulama yang
selalu berpakaian putih. Para pengikut gerakan padri biasanya memakai jubah
putih. Sedangkan kaum adat memakai pakaian hitam. Selain itu juga ada yang
berpendapat bahwa disebut gerakan Padri karena para pemimpin gerakan ini
adalah orang Padari, yaitu orang-orang yang berasal dari Pedir yang telah naik
haji ke Mekah melalui pelabuhan Aceh yaitu Pedir.
Adapun tujuan dari gerakan Padri adalah memperbaiki masyarakat
Minangkabau dan mengembalikan mereka agar sesuai dengan ajaran Islam yang
murni yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist. Gerakan ini mendapat sambutan
baik di kalangan ulama, tetapi mendapat pertentangan dari kaum adat. (Mawarti,
Djoened PNN, 1984:169).
Dalam perkembangannya, di minangkabau tampak timbulnya kebiasaan-
kebiasaan buruk, sedang para pembesar tidak mampu menghalangi, bahkan turut
menjalankan kebiasaan-kebiasaan buruk, yaitu menyabung ayam, madat, berjudi,
dan minum minuman keras. Kebiasaan ini semain meluas dan mempengaruhi
kelompok pemudanya.
Menghadapi keadaan ini kaum ulama atau padri mengadakan reaksi sehingga
gerakannya dikenal dengan gerakan padri. Kaum padri ingin memperbaiki
keadaan masyarakat dengan cara mengembalikan pada ajaran islam yang murni.
Sejak saat itu timbul bibit-bibit pertentanga antara kaum padri dengan kaum adat.
Perang Padri dilatarbelakangi oleh kepulangan tiga
orang Haji dari Mekkah sekitar tahun 1803, yaitu Haji Miskin, Haji
Sumanik dan Haji Piobang yang ingin memperbaiki syariat Islam yang belum
sempurna dijalankan oleh masyarakatMinangkabau. Mengetahui hal
tersebut, Tuanku Nan Renceh sangat tertarik lalu ikut mendukung keinginan
ketiga orang Haji tersebut bersama dengan ulama lain di Minangkabau yang
tergabung dalam Harimau Nan Salapan.

3
Harimau Nan Salapan yang terdiri dari Tuanku nan Renceh, Tuanku Lubuk
aur, Tuanku Berapi, Tuanku Padang Lawas, Tuanku Galung, Tuanku Biaro, dan
Tuanku kapau. kemudian meminta Tuanku Lintau untuk mengajak Yang
Dipertuan Pagaruyung Sultan Arifin Muningsyah beserta Kaum Adat untuk
meninggalkan beberapa kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara Kaum Padri dengan
Kaum Adat. Seiring itu beberapa nagari dalam Kerajaan Pagaruyung bergejolak,
puncaknya pada tahun 1815, Kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku
Pasaman menyerang Kerajaan Pagaruyung dan pecahlah peperangan di Koto
Tangah. Serangan ini menyebabkan Sultan Arifin Muningsyah terpaksa
menyingkir dan melarikan diri dari ibu kota kerajaan.
Perang saudara ini semakin meluas dan mengalami perkembangan baru
setelah pihak asing mulai campur tangan. Kaum adat mengharapkan bantun dari
inggris. Raffles melihat kemungkinan yang terjadi, mempertimbangkan untung
dan rugi. Raffles juga menghubungi kaum padri untuk menawarkan jasa baik,
tetapi tidak ada persesuaian pendapat. Tujuan raffles sebenarnya untuk
mendaatkaan daerah pedalaman yang subur.
Namun, inggris harus segera menyerahkan daerahnya kepada belanda
sebagai pelaksanaan perjanjian london (1824). Kekuatan inggris di sumatera barat
diserahkan kepada hindia-belanda.  Pemerintah hindia belanda mengangkat james
du puy sebagai ressiden. Kaum adat kini beralih memintta bantuan kepada
belanda.

2.2 Proses Perlawanan


Musuh  kaum Padri selain kaum adat adalah Belanda. Perlawanan dimulai
tahun 1821 Kaum Adat yang mulai terdesak dengan serangan Kaum Padri,
meminta bantuan kepada Belanda. Kaum Padri memulai serbuan ke berbagai pos
Belanda dan pencegatan terhadap patrol Belanda. Pasukan Padri bersenjatakan
senjata tradisional, sedangkan musuhnya menggunakan meriam dan jenis senjata
lainnya yang sudah dibilang cukup modern. Pertempuran banyak menimbulkan
korban kedua belah pihak. Pasukan Belanda mendirikan benteng pertahanan di
Batu sangkar diberi nama Fort Van Der Capellen.
Peperangan ini ditandai dengan tiga masa. Masa pertama berlangsung
antara 1821-1825, ditandai dengan meluasnya perlawan rakyat keseluruh daerah
minangkabau. Masa kedua adalah antara tahun 1825-1830, ditandai dengan
meredanya pertempuran karena Belanda berhasil mengadakan perjanjiaan dengan
gerakan kaum pradi yang mulai melemah. Masa ketiga  antara tahun 1830-1838,

4
ditandai dengan perlawanan padri yang meningkat dan penyerbuan Belanda secara
besar-besaran, kemudian diakhiri dengan tertangkapnya pemimpin-pemimpin
padri.
Dalam pertempuran yang dipimpin oleh Tuanku Pasaman dan pasukan
Belanda berupa 200 orang serdadu dengan meriam 6 pon dan meriam kodok.
Ditambah 8000 hingga 10.000 pasukan dari Bumiputera. Pasukan Tuanku
Pasaman gugur kurang lebih 350 orang salah satunya anaknya sendiri. Kemudian
mereka mundur menuju Lintau yang menerobos jebakan dari Belanda untuk
memutus jalan.
Pada tanggal 10 juni 1822 raaff mengirim surat damai. Tetapi Tuanku
Pasaman tidak menjawab dan diserbulah pasukan Padri disekitar Tanjung Alam.
Dilain tempat Tuanku Ranceh melakukan penyerangan di Baso pada 14 agustus
1822 terhadap Belanda. Bulan September 1822 Padri mengadakan operasi di
Guguk Sugandang dan Tanjung Alam, dan membakar kampung penduduk yang
memihak Adat, pasukan Padri berjumlah 20.000 orang.
Di Bonio pertahana Padri cukup kuat, pemimpin Belanda Letnan P. H.
Marinus memindah meriam-meriam ke bukit, begitu juga pasukan kapten Brusse
dengan seribu penduduk setempa.  Dalam pertempuran ini Marinus meninggal
dan Padri mundur di dalam hutan-hutan sekitar.
Pertempuran Padri dilanjut di kapau, pasukan ini pada tanggal 18
september 1823 mencoba mengepung Belanda denga 100 orang dan belanda
menyingkir ke Kota Tua. 24 september 1823 di Agam Padri menyerang Belanda
dengan jumlah 170 orang dari Belanda, dan berhasil membunuh 19 serdadu tetapi
kalahnya persenjataan mendesak Padri yang dijaga 360 orang.
Kolonel Sturs yang diangkat menjadi penguasa sipil dan militer sumatera
barat mulai 2 november 1824, pada tanggal 29 oktober 1825 padri diwakili oleh
tuanku keramat mengadakan kontrak perjanjian perdamaian yang baru ditanda
tangani  di Pedang pada tanggal 15 november 1825 yang isinya kedua belah pihak
melindungi pedagang dan orang-orang dari pengungsian diujung karang.
Perdamaian antara belanda dan kaum padri ini mengecewakan para pengikut
kaum adat.
September 1826 serdadu Belanda di minangkabau sebanyak 500 orang
serta 17 opsir ke jawa sehingga kekuatan militer belanda di minangkabau tinggal
677 orang. Dengan ini, belanda harus menjaga 17 pos yang letaknya tersebar di
daerah-daerah. Kelemahan ini dimanfaatkan oleh padri untuk melawan, saat
belanda melakukan pemaksaan penduduk kampung malik melakukan
penentangan.

5
Kaum padri mengambil kesempatan untuk menyerang belanda, ketua adat
dari daerah XII dapat mempengaruhi penduduk kota XX untuk melakukan
penyerangan ke belanda juga dengan tidak membayar cukai dan pajak pasar.
Tahun 1829 daerah kekuasaan kaum Padri telah meluas sampai ke Batak
Mandailing, Tapanuli. Di Natal. Tapanuli Baginda Marah Husein minta bantuan
kepada Kaum Padri mengusir Gubernur Belanda di sana. Maka setelah selesai
perang Diponegoro, Natal di bawah pimpinan Tuanku Nan Cerdik dapat
mempertahankan serangan Belanda di sana.
Kelemahan belanda diberbagai daerah pertempuran membawa akibat
semakin meluasnya perlawanan kaum padri. Di samping itu, terlihat pasukan
kaum adat yang kecewa mulai melakukan perlawanan terhadap belanda. Kira-kira
70 orang penghulu adat dengan bantuan penduduk XIII kota yang bersikap anti-
belanda telah menyerbu padang, tetapi kemudian memundurkan diri stelah kurang
lebih 100 orang serdadu belanda melawannya. Sementara itu, kaum padri yang
bergerak disebelah barat pasaman berhasil menduduki air bangis.
Tahun 1829 De Stuers digantikan oleh Letnan Kolonel Elout, yang datang di
Padang Maret 1831. Dengan bantuan Mayor Michiels, Natal dapat direbut,
sehingga Tuanku Nan Cerdik  ke Bonjol. Banyak kampung yang dapat direbut
Belanda. Tahun 1832 datang bantuan dari Jawa, di bawah Sentot Prawirodirjo.
Dengan cepat Lintau, Bukit, Komang, Bonjol, dan hampir seluruh daerah Agam
dapat dikuasai oleh Belanda.
Sementara itu, pertemuan yang terjadi pada 10 september 1833 antara
mantua dan agam membawa kekalahan pada pihak padri, meskipun mereka dapat
menewaskan beberapa serdadu belanda. Beberapa distrik dan seluruh daerah VIII
kota jatuh ke tangan belanda. Penyerangan-penyerangan padri pada pos-pos dan
benteng-benteng belanda masih terus dilakukan, seperti penyerangan benteng
belanda di amerongen oleh tuanku tambusai pada pertengahan januari 1833.

2.3  Akhir Perlawanan


Kesulitan yang diderita kaum padri di bojol berawal dengan di tutupnya
jalan-jalan penghubung dengan daerah lain oleh pasukan belanda. Pada tanggal
11-16 juni 1835, sayap kanan pasukan belanda telah berhasil menutup jalan yang
menghubungkan benteng bonjol dengnan daerah sebelah barat.
Setelah daerah-daerah sekitar Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda, serangan
ditujukan langsung ke benteng Bonjol. Membaca situasi yang gawat ini, Tuanku
Imam Bonjol menyatakan bersedia untuk berdamai. Belanda mengharapkan,
bahwa perdamaian ini disertai dengan penyerahan. Tetapi Imam Bonjol

6
berpendirian lain. Perundingan perdamaian ini adalah siasat mengulur waktu, agar
dapat mengatur pertahanan lebih baik, yaitu membuat lubang yang
menghubungkan pertahanan dalam benteng dengan luar benteng, di samping
untuk mengetahui kekuatan musuh di luar benteng. Kegagalan perundingan ini
menyebabkan berkobarnya kembali pertempuran pada tanggal 12 Agustus 1837.
Belanda memerlukan waktu dua bulan untuk dapat menduduki benteng
Bonjol,yang didahului dengan pertempuran yang sengit. Meriam-meriam Benteng
Bonjol tidak banyak menolong, karena musuh berada dalam jarak dekat.
Perkelahian satu lawan satu tidak dapat dihindarkan lagi. Korban berjatuhan dari
kedua belah pihak. Pasukan Padri terdesak dan benteng Bonjol dapat dimasuki
oleh pasukan Belanda menyebabkan Tuanku Imam Bonjol beserta sisa
pasukannya menyerah pada tanggal 25 Oktober 1937.
Tuanku imam bonjol kemudian dibuang ke cianjur, jawa barat. Tada tanggal
19 januari 1839 beliau dibuang ke ambon, lalu pada tahun 1841 dipindahkan ke
manado, dan meninggal disana pada tanggal 6 november 1864.
Walaupun Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tidak berarti perlawanan
kaum Padri telah dapat dipadamkan. Perlawanan masih terus berlangsung
dipimpin oleh Tuanku Tambusai pada tahun 1838.  Setelah itu berakhirlah perang
Padri dan daerah Minangkabau dikuasai oleh Belanda.

7
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Akhirnya pada tahun 1837 Benteng Bonjol dapat dikuasai Belanda, dan
Tuanku Imam Bonjol berhasil  ditangkap, tetapi peperangan ini masih berlanjut
sampai akhirnya benteng terakhir Kaum Padri, di Dalu-Dalu , yang waktu itu telah
dipimpin oleh Tuanku Tambusai jatuh pada 28 Desember 1838.  Hancurnya
benteng tersebut memaksa Tuanku Tambusai mundur, bersama sisa-sisa
pengikutnya pindah kenegeri sembilan semenanjung malaya dan akhirnya
peperangan ini dianggap selesai karena sudah tidak ada perlawanan yang berarti.

3.2  Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa mengetahui bagaimana
susahnya pejuang Indonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta
maupun nyawa. Janganlah melupakan jasa pahlawan yang telah gugur dalam
membela Indonesia dan semoga kita bisa mengambil nilai-nilai luhur dari mereka.

8
DAFTAR PUSTAKA

http://iskandarberkasta-sudra.blogspot.com/2011/02/kedatangan-belanda-ke-
indonesia.html
Notosusanto, Nugroho:Poesponegoro Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia  Jilid IV.  Jakarta: PN Balai Pustaka.
Rickleft.1999. Sejarah Indonesia Moderen. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

https://azizahhubby.blogspot.com/2016/04/perang-padri.html

Anda mungkin juga menyukai