Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KERAJAAN DIPA DAN DAHA

DISUSUN OLEH:
1.Habibi Hadi Saputra
2.M.Aditya Pratama
3.Maulida Apriliani
4.Nabila Meysin

KELAS X E

GURU PENGAJAR:
JUWITA SARI, S.Pd

i
DAFTAR ISI
A. Lokasi Kerajaan Dipa...............................................................................................................................3
B. Silsilah Kerajaan Dipa...............................................................................................................................3

ii
BAB I

A. Lokasi Kerajaan Dipa


Kerajaan Negara Dipa merupakan sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Provinsi
Kalimantan Selatan pada sekitar tahun 1380. Sebelum berdiri, Negara Dipa merupakan sebuah
wilayah di bawah kekuasaan Kerajaan Kuripan. Kerajaan Negara Dipa didirikan oleh Ampu
Jatmika yang merupakan anak kesayangannya dari raja terakhir Kerajaan Kuripan. Lambung
Mangkurat merupakan raja yang populer saat memerintah Kerajaan Negara Dipa.

B. Silsilah Kerajaan Dipa


Raja-raja Kerajaan Negara Dipa:
 Ampu Jatmika
 Lambung Mangkurat
 Raden Galuh Ciptasari
 Raden Aria Gegombak
 Aria Dewangsa
 Raden Sekar Sungsang

C. Kehidupan Politik
Periode Raja-raja Kuripan yang tidak diketahui nama penguasa dan masa pemerintahannya.
Kerajaan Kuripan ini disebutkan dalam Hikayat Banjar Resensi II.

1. Ampu Jatmaka (Atau Empu Jatmika) bergelar Maharaja di Candi, merupakan keturunan
saudagar kaya raya dari negeri Keling, Kediri, yang melakukan ekspedisi ke Kalimantan dan
membentuk Negara Dipa dan membangun Candi Agung.

iii
2. Lambung Mangkurat ( merupakan logat Banjar untuk Lembu Mangkurat, menurut Dayak
Ma'anyan adalah Dambung Mangkurap) pemangku/penjabat raja. Ia bergelar Ratu Kuripan
(karena wilayah tempat tinggalnya adalah bekas negeri Kuripan). Ia putera kedua Ampu
Djatmaka. Ia bertindak sebagai Penjabat Raja menggantikan ayahnya. Ia berhasil memperluas
wilayah kerajaan dari Tanjung Silat (Tanjung Selatan) hingga ke Tanjung Puting yaitu wilayah
dari sungai Barito sampai sungai Seruyan.

3. Raden Galuh Ciptasari alias Puteri Ratna Janggala Kediri gelar anumerta Puteri Junjung
Buih/Puteri Tunjung Buih (sebagai perwujudan puteri buih/puteri bunga air menurut mitos
Melayu) yaitu gadis pribumi yang menjadi saudari (kakak) angkat Lambung Mangkurat. Ketika
Raja Puteri Junjung Buih menjadi kepala negara maka Lambung Mangkurat menjabat sebagai
Patih (kepala pemerintahan). Pendapat lain menduga Puteri Junjung Buih sama dengan Bhre
Tanjungpura dari Majapahit. Menurut Pararaton, Bhre Tanjungpura yaitu Manggalawardhani
Dyah Suragharini yang berkuasa 1429-1464 adalah puteri Bhre Tumapel II 1389-1427 [=
abangnya Suhita] dengan istrinya Bhre Lasem V. Bhre Tanjungpura [= Bhre Kalimantan] dan
Bhre Pajang III Sureswari 1429-1450 [= adik bungsu Manggalawardhani] keduanya menjadi istri
Bhre Paguhan III 1400-1440 [= ayahnya Sripura] tetapi perkawinan ini tidak memiliki keturunan
(menurut Pararaton). Diduga Bhre Tanjungpura menikah lagi dengan Bhre Pamotan I
Rajasawardhana Dyah Wijayakumara. Menurut Prasasti Trailokyapuri Manggalawardhani
kemudian menjadi Bhre Daha VI 1464-1474 yakni ibu Ranawijaya (janda Sang Sinagara).

4. Raden (Rahadyan) Putra alias Raden Aria Gegombak Janggala Rajasa gelar anumerta
Maharaja Suryanata (sebagai perwujudan raja dewa matahari) yang dilamar/dijemput dari
Majapahit dengan persembahan 10 biji intan dijodohkan dengan Putri Junjung Buih. Raja ini
berhasil menaklukan raja Sambas, raja Sukadana/Tanjungpura, orang-orang besar/penguasa
Batang Lawai (sungai Kapuas), orang besar/penguasa Kotawaringin, orang besar Pasir, raja
Kutai, orang besar Berau dan raja Karasikan. Menurut Hikayat Banjar Versi II, pasangan ini
memperoleh tiga putera yakni Pangeran Suryawangsa, Pangeran Suryaganggawangsa dan
Pangeran Aria Dewangsa [pengasas dinasti]. Ketiga putera ini memerintah di daerah yang
berlainan
A. Undan Besar dan Undan Kuning
B. Undan Kulon dan Undan Kecil
C. Candi Laras, Candi Agung, Batung Batulis dan Baparada [Batu Piring] serta Kuripan.
Setelah beberapa lama memerintah [pada tahun 1464] Putri JunjungBuih dan
MaharajaSuryanata mengatakan hendak pulang ke tempat asalnya dan pemerintahan dilanjutkan
oleh putera-puteranya. Nama Rajasa yang digunakan raja ini kemungkinan kependekan dari
Rajasawardhana alias Dyah Wijayakumara alias Sang Sinagara, yaitu putera sulung Bhre
Tumapel III Dyah Kertawijaya 1429-1447. Dyah Wijayakumara [Bhre Kahuripan VI] memiliki
istri bernama Manggalawardhani Bhre Tanjungpura. Dari perkawinan itu lahir empat orang

iv
anak, yaitu Samarawijaya [Bhre Kahuripan VII], Wijayakarana, [Bhre Mataram V],
Wijayakusuma (Bhre Pamotan II), dan Ranawijaya (Bhre Kertabhumi Kartapura Tanjungpura).

5. Aria Dewangsa putera bungsu Putri Junjung Buih dengan Maharaja Suryanata (Hikayat Banjar
versi II), menikahi Putri Mandusari alias Putri Huripan bergelar Putri Kabu (Kebo) Waringin
[karena minum air susu kerbau putih yang terikat pada pohon beringin] yaitu puteri dari
Lambung Mangkurat (alias Ratu Kuripan) dengan Dayang Diparaja [meninggal ketika
melahirkan Putri Huripan].

6. Raden Sekar Sungsang, cucu Putri Junjung Buih dan juga cucu Lambung Mangkurat adalah
putera dari pasangan Pangeran Aria Dewangsa dengan Putri Kabu Waringin menurut Hikayat
Banjar versi II, tetapi menurut Hikayat Banjar versi I adalah cicit Putri Junjung Buih dan juga
cicit Lambung Mangkurat. Menurut versi II, Raden Sekar Sungsang (alias Panji Agung Rama
Nata) pernah merantau ke Jawa [dan diduga sudah memeluk Islam] dan di pulau Jawa ia
mengawini wanita setempat dan memperoleh dua putera bernama Raden Panji Dekar dan Raden
Panji Sekar. Panji Sekar kemudian bergelar Sunan Serabut karena menikahi puteri Raja Giri.
Sunan Serabut dari Giri inilah yang menuntut upeti kepada Putri Ratna Sari/Ratu Lamak (puteri
dari Raden Sekar Sungsang dengan Putri Ratna Minasih yang menggantikannya sebagai raja).
Ratu Lamak kemudian digantikan adiknya Ratu Anom yang pernah ditawan ke Jawa karena
gagal membayar upeti.

D. Kehidupan Ekonomi
Secara ekonomi, Negara Dipa merupakan kerajaan yang cukup baik.Meningat kerajaan ini
mempunyai komoditas dagang yang cukup banyak seperti intan, emas, batu-batuan perhiasan,
damar, lilin, rotan, gaharu, dan sebagainya.

E. Kehidupan Sosial-Budaya
1. Bahasa yang digunakan di Kerajaan Dipa yaitu Banjar kuno
2. Agama yang dianut oleh bangsa tersebut adalah Syiwa-Budha Kaharingan.
3. Tradisi lebih lanjut menyatakan bahwa setelah kematian Ampoe Djatmaka (pendiri
Negara Dipa), putranya, Lambung Mangkurat, berhasil membawa keajaiban yang muncul
dari aliran, Putri Junjung Buih, seorang putri keluarganya, menikahi seorang Pangeran
Jawa dari Majapahit, yang memerintah dengan nama Maharaja Soeria Nata dan dianggap
sebagai pendiri kekaisaran dan leluhur para pangeran Bandjermasin. Peristiwa itu dan
seringnya sentuhan yang ada di antara kedua wilayah itu mungkin merupakan alasan
bahwa fondasi Banjarmasin dikaitkan dengan sebuah koloni Jawa. Agaknya Maharaja
Soeria Nata tidak lain adalah Tjakra Nagara, putra pangeran Madjapahit, yang, menurut
Kronik Jawa Raffles, dikirim ke Banjarmasin dengan banyak kapal dan pasukan sebagai
penguasa sekitar tahun 1437, yang kerajaan sebelumnya telah ditundukkan oleh jenderal
Ratu Pengging (Andayaningrat - kakek Hadiwijaya dari Pajang). Nama Putra Brawijaya
yang dijadikan raja di Banjar adalah Panji Suranata.
v
F. Masa Kehancuran
Kerajaan Negara Dipa adalah kerajaan bercorak Hindu yang pernah eksis di kawasan yang
sekarang termasuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Selatan. Kerajaan Negara
Dipa merupakan kelanjutan dari Kerajaan Nan Sarunai yang runtuh akibat serangan dari
Kerajaan Majapahit. Dan merupakan salah satu titik penting dalam sejarah perjalanan berdirinya
Kesultanan Banjar.

G. Peninggalan – Peninggalan
Candi Agung adalah sebuah situs candi Hindu berukuran kecil yang terdapat di kawasan
Sungai Malang, kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan
Selatan. Candi ini diperkirakan peninggalan Kerajaan Negara Dipa yang keberadaannya sezaman
dengan Kerajaan Majapahit Candi Agung Amuntai merupakan peninggalan Kerajaan Negara
Dipa Khuripan yang dibangun oleh Empu Jatmika abad ke XIV Masehi.

BAB II
vi
A. Lokasi Kerajaan Daha
Kerajaan Negara Daha adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu yang pernah berdiri di
Kalimantan Selatan sekitar abad ke-15. Kerajaan Negara Daha merupakan pendahulu dari
Kerajaan Banjar, yaitu kerajaan bercorak Islam yang didirikan di tempat yang sama, Kalimantan.
Sementara itu, Kerajaan Negara Daha adalah lanjutan dari kekuasaan Kerajaan Dipa yang dulu
berkuasa di wilayah Kuripan.

B. Silsilah Raja Kerajaan Negara Daha


Berikut dibawah ini terdapat beberapa silsilah raja kerajaan negara daha, antara lain:
1. Maharaja Sari Kaburangan atau Raden Sakar Sungsang atau Panji
2. Agung Rama Nata atau Ki Mas Lelana (1448-1486 M).
3. Maharaja Sukarama atau Raden Paksa (1486-1525 M).
4. Maharaja Pangeran Aria Mangkubumi (1525 M).
5. Maharaja Pangeran Tumenggung atau Raden Panjang (1525-1526 M)

C. Kehidupan Politik
Pada masa pemerintahan Kerajaan Negara Daha, pusat pemerintahan di daerah Kalimantan
Selatan terletak di muhara hulak, Nagara. Kerajaaan Negara Daha juga memiliki bandar
perdagangan di Muara Bahan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.Penduduk asli Kerajaan Negara
Daha berasal dari Suku Banjar Masih. Mereka menghuni wilayah hilir Sungai Barito dan Batang
Banyu dan berbahasa Banjar. Selain itu, terdapat pendudukan dari Suku Banjar Kuala, Suku
Banjar Pahuluan, dan Suku Dayak.

D. Kehidupan Ekonomi
Kegiatan utama masyarakat Kerajaan Negara Daha adalah membuat kerajinan tangan dari
bahan gerabah dan logam. Pusat kegiatan masyarakat berada di wilayah Tumbukan Banyu.
Produk utama yang dibuat adalah genteng dan batu bata.

E.Keruntuhan Kerajaan Negara Daha

vii
Pada akhir pemerintahan Maharaja Sukamara, tengah terjadi konflik internal di Kerajaan
Negara Daha. Awal mula permasalahan terjadi pada 1515, ketika Maharaja mengeluarkan
sebuah wasiat yang berisi bahwa kelak kekuasaan tertingginya akan dilanjutkan oleh cucunya
yang bernama Raden Samudera. Kebijakan ini lantas ditentang oleh ketiga putra Maharaja
Sukamara, yaitu Pangeran Aria Mangkubumi, Pangeran Tumenggung, dan Pangeran Bagalung.
Pertikaian pun memuncak setelah Maharaja Sukamara meninggal dunia pada 1525.
Pangeran Aria Mangkubumi yang merupakan putra pertama dari Maharaja Sukamara
merasa tidak terima karena kedudukannya direbut oleh keponakannya sendiri, yaitu Raden
Samudera. Alhasil, Pangeran Aria Mangkubumi berusaha merebut Kerajaan Negara Daha dari
tangan sang keponakan, yang sebenarnya bukan menjadi haknya. Raden Samudera yang masih
berusia muda kemudian diasingkan ke hilir Sungai Barito, tepatnya di Muara Kuin. Di sana, ia
mendapat perlindungan dari beberapa kelompok suku bangsa yang bermukim di Muara Kuin,
terutama orang-orang Melayu.
Setelah merebut Kerajaan Negara Daha dari tangan Raden Samudera, ternyata kekuasaan
Pangeran Aria Mangkubumi tidak berlangsung lama karena ia meninggal di tahun yang sama,
tahun 1525. Pasca-meninggalnya Pangeran Aria Mangkubumi, sang adik, yaitu Pangeran
Tumenggung menobatkan dirinya sebagai raja Kerajaan Negara Daha yang baru pada 1525.
Meskipun sudah berganti pemimpin, konflik internal kerajaan masih tetap berlangsung. Perang
saudara terjadi antara Raden Samudera dengan Pangeran Tumenggung.
Bahkan, perang ini memakan korban jiwa yang cukup besar. Untuk melawan pasukan
Pangeran Tumenggung, Raden Samudera meminta bantuan dari Kerajaan Demak yang kala itu
dipimpin oleh Sultan Trenggono. Sultan Trenggono pun bersedia membantunya, tetapi dengan
syarat Pangean Tumenggung harus memeluk agama Islam.
Raden Samudera mengabulkan persyaratan yang diberikan Sultan Trenggono dengan
menjadi seorang Muslim. Satu tahun berselang, tahun 1526, Pangeran Tumenggung berhasil
dikalahkan oleh Raden Samudera. Ia pun resmi menjadi penguasa tunggal Kerajaan Negara
Daha. kemenangan Raden Samudera atas Pangeran Tumenggung menjadi penanda berakhirnya
riwayat Kerajaan Negara Daha sekaligus menjadi awal berdirinya Kerajaan Banjar yang
bercorak Islam di Kalimantan.

F.Peninggalan Kerajaan Negara Daha


Kerajaan Negara Daha masih memiliki koleksi barang-barang atau pusaka yang berasal dari
kerajaan Majapahit, antara lain:
1. Mahkota kerajaan
2. Gamelan yang bernama larasati
3. Gong yang bernama rambut peradah
4. Canang yang bernama Macan Papatuk, tombak yang bernama pnutos
5. Keris yang bernama masagirang dan jokopitoron
6. Singasanam emas
7. Payung kerajaan

viii
8. Keris bernama baru lembah dan naga salira dengan sarungnya yang berbalut dari emas
dan gagangnya berlian
9. Sebilah pedang
10. Lima buah tombak
11. Perisai yang terbuat dari emas dan perak
12. Candi laras

DAFTAR PUSTAKA

ix
1. https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F
%2Fsultansinindonesieblog.files.wordpress.com%2F2019%2F05%2F1ww.png%3Fw
%3D470&imgrefurl=https%3A%2F%2Fsultansinindonesieblog.wordpress.com
%2Fkalimantan-4%2Fnegara-dipa-kerajaan-kuno-1387-1495%2F&tbnid=eB5-
EdRmUX6CFM&vet=1&docid=M4Fl9u5DhEQ9cM&w=470&h=219&hl=in-
ID&source=sh%2Fx%2Fim
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Negara_Daha#:~:text=yang%20bercorak
%20Islam.-,Keruntuhan,menjadi%20bagian%20dari%20Kerajaan%20Banjar.
3. https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/18/131100079/kerajaan-negara-dipa--
sejarah-berdiri-dan-raja-rajanya?page=all
4. https://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-kalimantan_selatan-
candi_agung_57#:~:text=Candi%20Agung%20Amuntai%20merupakan
%20peninggalan,Jatmika%20abad%20ke%20XIV%20Masehi.
5. https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Negara_Daha
6. https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Kerajaan_Negara_Daha

Anda mungkin juga menyukai