Anda di halaman 1dari 14

Kerajaan Pajajaran

(Sunda)
Mira Bella S.Pd
Nama Kelompok

1. Anisyah Siti Ramadhani

2. M. Bagas Pratama

3. M. Fadhel Irsyad
Asal Usul Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Pajajaran atau Kerajaan Sunda merupakan Kerajaan
Hindu yang terletak di Parahyangan Sunda, Pakuan berasal dari
kata Pakuwuan yang mengartikan sebuah kota. Di masa-nya, para
masyarakat Asia Tenggara terbiasa untuk menyebut sebuah
kerajaan dengan nama ibukota dan dari beberapa catatan yang
ditemukan, Kerajaan Pajajaran dibangun pada tahun 923 oleh Sri
Jayabhupati seperti yang ada pada sebuah prasasti Sanghyang
Tapak.
Sejarah Kerajaan Pajajaran
Dari segi geografisnya, Kerajaan Pajajaran ada di Parahyangan Sunda dan Pakuan menjadi
ibukota Sunda sudah tercatat oleh Tom Peres tahun 1513 M dalam The Suma Oriantal. Disini tertulis
jika ibukota Kerajaan Sunda memiliki sebutan Dayo atau Dayeuh yang membutuhkan waktu dua hari
perjalanan dari Kalapa yang sekarang menjadi Jakarta. Sebelum didirikannya Kerajaan Pajajaran, ada
beberapa kerajaan yang sudah terlebih dahulu didirikan yakni Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan
Sunda, Kerajaan Galuh dan juga Kerajaan Kawali. Kerajaan Pajajaran ini tidak bisa dilepaskan dari
beberapa Kerajaan tersebut sebab Pajajaran merupakan Kerajaan lanjutan dari beberapa Kerajaan
tersebut.
Dalam sejarah tertulis jika pada akhir tahun 1400-an, Majapahit kondisinya semakin
lemah dan pemberontakan serta perebutan kekuasaan diantara saudara terjadi berulang kali.
Saat jatuhnya Prabu Kertabumi, para pengungsi dari kerabat Kerajaan Majapahit mengungsi
menuju ibukota Kerajaan Galuh yang berada di Kawali, Kuningan, Jawa Barat. Raden Baribin
yang merupakan saudara dari Prabu Kertabumi pun di terima dengan tangan terbuka oleh
Raja Dewa Niskala serta menikah dengan Ratna Ayu Kirana yang merupakan salah satu putri
Raja Dewa Niskala.
Raja juga menikah dengan salah seorang dari keluarga pengungsi rombongan Raden
Barinbin tersebut. Raja Susuktunggal yang berasal dari Kerajaan Sunda marah dengan
pernikahan Dewa Niskala tersebut. Dewa Niskala dianggap sudah melanggar aturan dan aturan
tersebut sudah ada sejak Peristiwa Bubat yang berisi jika orang Sunda-Galuh tidak boleh dan
dilarang menikah dengan orang yang berasal dari keturunan Majapahit. Peperangan hampir
saja terjadi dari dua raja yang merupakan besan tersebut.

Kedua raja ini menjadi besan sebab Jayadewata yang adalah putra dari Raja Dewa
Niskala adalah menantu dari Raja Susuktunggal. Peperangan tersebut tidak terjadi lantaran
dewan penasehat berhasil mendamaikan kedua raja tersebut dengan keputusan akhir jika kedua
Raja tersebut harus turun dari tahta mereka dan mereka berdua menyerahkan tahta mereka
pada putra mahkota yang sudah dipilih. Dewa Niskala memilih Jayadewata, anaknya, untuk
meneruskan kekuasaan, sementara Prabu Susuktunggal juga memilih orang yang sama
sehingga akhirnya Jayadewata mempersatukan kedua kerajaan tersebut. Jayadewata lalu diberi
gelar Sri Baduga Maharaja dan mulai memerintah Kerajaan Pajajaran di tahun 1482.
Lokasi Kerajaan Pajajaran dan
wilayah kekusaan
Kehidupan Perekonomian Kerajaan
Pajajaran
Masyarakat di zaman Kerajaan Pajajaran hidup dengan bercocok tanam
khususnya menggarap ladang  yang menghasilkan beras, buah-buahan,
sayuran serta lada dan juga mengembangkan di bidang pelayaran serta
perdagangan. Kerajaan pejajaran memiliki 6 pelabuhan, yaitu: banten,
pontang, cigede, tangara, kalapa, dan cimanuk. Melalui 6 pelabuhan inilah
masyarakat pajajaran melakukan kegiatan perdagangan dan pelayarannya.
Pada masa ini telah beredar mata uang dari luar negeri.
Kehidupan Sosial Kerajaan Pajajaran

Kehidupan sosial masyarakat di Kerajaan Pajajaran merupakan para


seniman seperti penari, pemain gamelan serta badut dan juga golongan
petani serta perdagangan. Sementara untuk golongan masyarakat yang
tidak baik adalah tukang rampas, copet, perampok dan maling.
Raja Raja Kerajaan Pajajaran

• Sri Baduga Maharaja [1482-1521], bertahta di Pakuan


• Surawisesa [1521-1535], bertahta di Pakuan
• Ratu Dewata [1535-1543[, bertahta di Pakuan
• Ratu Sakti [1543-1551], bertahta di Pakuan
• Ratu Nilakendra [1551-1567], pergi dari Pakuan sebab serangan
Maulana Hasanuddin
• Raga Mula / Prabu Surya Kencana [1567-1579], bertahta di
Pandegelang
Puncak Kejayaan Kerajaan Pajajaran
Di masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja, Kerajaan Pajajaran mencapai masa kejayaannya dan
ini menjadi alasan yang sering dikatakan masyarakat Jawa Barat jika Sri Baduga atau Siliwangi
merupakan seorang raja yang tidak pernah purna dan selalu hidup abadi di hati serta pikiran para
masyarakat Jawa Barat. Maharaja tersebut membangun sebuah karya besar yakni talaga dengan ukuran
besar bernama Maharena Wijaya serta membuat jalan untuk menuju ke Ibukota Pakuan serta Wanagiri.
Ia juga memperkuat pertahanan ibukota  serta memberikan Desa Perdikan untuk semua pendeta beserta
pengikutnya sehingga bisa menyemangati kegiatan beragama dan dijadikan penuntun kehidupan para
rakyat.
Sang Maharaja juga kemudian membangun Kabinihajian atau kaputren, kesatriaan atau asrama
prajurit, menambah kekuatan angkatan perang, mengatur untuk pemungutan upeti dari para raja
dibawahnya dan juga menyusun undang-undang kerajaan. Pembangunan juga bisa dilihat dalam prasasti
Kabantenan dan juga Batutulis yang mengisahkan Juru Pantun dan juga penulis Babad yang masih bisa
dilihat hingga sekarang, sementara sebagian lagi sudah hilang. Kedua prasasti dan juga Cerita Pantun
serta kisah Babad tersebut diketahui jika Sri Baduga sudah memberi pertintah untuk membuat wilayah
perdikan, membuat Talaga Maharena Wijaya, memperkuat ibukota, membuat pagelaran, membuat
kabinihajian, membuat kesatriaan, membuat pamington, memperkuat angkatan perang dan juga
mengatur upeti untuk para raja yang berada di bawahnya.
Kehancuran Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Pajajaran akhirnya hancur di tahun 1579 karena serangan Kerajaan Sunda lain yakni
Kesultanan Banten. Kerajaan Pajajaran berakhir dengan dibawanya Palangka Sriman Sriwacana dari
Pakuan Pajajaran menuju Keraton Surosowan yang berada di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu
besar tersebut dibawa menuju Banten sebab tradisi politik membuat Pakuan Pajajaran tidak bisa
menobatkan Raja yang baru dan menjadi pertanda jika Maulana Yusuf merupakan penerus dari Kerajaan
Sunda yang sah sebab buyut perempuannya adalah Putri Sri Baduga Maharaja. Palangka Sriman
Sriwacana ini bisa dilihat di depan bekas Keraton Surosowan di daerah Banten dan masyarakat Banten
menyebutnya dengan Watu Gilang yang berarti mengkilap dan memiliki arti yang sama dengan Sriman.
Sesudah terjadi persekutuan dari Kesultanan Demak dan juga Cirebon, ajaran agama Islam mulai
memasuki Parahyangan dan menimbulkan keresahan untuk Jaya Dewata dan kemudian ia membatasi
pedagang muslim yang masuk di Pelabuhan kerajaan Sunda supaya pengaruh Islam terhadap pribumi
bisa diperkecil. Akan tetapi nyatanya pengaruh agama Islam jauh lebih kuat dan Pajajaran akhirnya
memutuskan untuk berkoalisi dengan Portugis agar bisa mengimbangi Kesultanan Demak dan juga
Cirebon. Pajajaran lalu memberikan kesempatan untuk perdagangan bebas di pelabuhan Kerajaan
Pajajaran dengan imbalan berupa bantuan militer jika Kesultanan Demak dan Cirebon menyerang
Pajajaran. Kekuasaan dari Pajajaran akhirnya jatuh ke Kesultanan Banten di tahun 1524 dan pasukan
Demak yang bergabung dengan Cirebon mendarat di Banten dan ajaran Islam yang dibawa para
pendatang pun menarik perhatian dari masyarakat sampai ke pedalaman Wahenten Girang.
Sunan Gunung Jati memberikan petunjuk untuk anaknya yakni Maulana Hasanuddin
agar membangun sebuah pusat pemerintahan di daerah Wahanen Girang serta membangun
kota di pesisir sehingga akhirnya terbentuk Kerajaan Banten. Tahun 1570, Maulana Yusuf
naik tahta dan menjadi raja Banten menggantikan sang ayah yakni Maulana Hasanuddin. Ia
meneruskan ekspansi menuju pedalaman Sunda serta akhirnya berhasil mengalahkan Pakuan
Pajajaran. Tahun 1527, pelabuhan Sunda Kelapa juga jatuh ke pasukan Islam yang membuat
Pajajaran dan Portugis menjadi terputus sehingga Kerajaan Pajajaran semakin melemah.

Sedangkan Prabu Ratu Dewata yang memerintah dari tahun 1535 sampai dengan 1543
juga tidak menjalankan pemerintahan dengan baik dan lebih mengutamakan menjadi pendeta
yang menyebabkan rakyat menjadi terabaikan. Sedangkan penerusnya yakni Ratu Sakti
sangat senang bermain wanita dan Raja Mulya sangat senang menghamburkan harta sambil
mabuk yang membuat Kerajaan Pajajaran tidak bisa dipertahankan lagi. Maulanan Yusuf
menjadi penerus kekuasaan Sunda yang sah sebab diperkuat juga dengan garis keturunan
yang dimilikinya yakni cicit dari Sri Baduga Maharaja, Raja pertama dari Kerajaan
Pajajaran. Sesudah berhasil dikalahkan Banten, beberapa punggawa istana pindah dan
menetap di Lebak dan hidup di pedalaman sambil terus memakai cara kehidupan mandala
yang ketat dan kelompok masyarakat ini masih ada sampai sekarang yang dikenal dengan
Suku Baduy.
Peninggalan Sejarah Kerajaan Pajajaran

Prasasti
Perjanjian Sunda Portugis Prasasti Ulubelu Prasasti Batutulis
Prasasti Perjanjian Sunda
Prasasti ini merupakan Prasasti Batutulis diteliti
Portugis merupakan
prasasti dengan bentuk peninggalan Kerajaan tahun 1806 yakni dengan
tugu batu yang berhasil Sunda atau Pajajaran dari pembuatan cetakan tangan
ditemukan tahun 1918 di abad ke-15 M yang Universitas Leiden di
Jakarta. Prasasti ini berhasil ditemukan di Belanda. Pembacaan
menjadi tanda dari Ulubelu, Desa pertama dilakukan oleh
perjanjian Kerajaan Rebangpunggung, Friederich pada tahun 1853
Sunda dengan Kerajaan Kotaagung, Lampung dan hingga tahun 1921
Portugis yang dibuat oleh tahun 1936.
utusan dagang Kerajaan
Portugis dari Malaka
Thank You
&
Any Questions?

Anda mungkin juga menyukai