Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH KERAJAAN PAJAJARAN

Kelompok 4:
1. Alifia Rohmah Romadhona (04)
2. Aniela Enda Rima Nur Jannah (06)
3. Miftah Aprilia (20)
4. Shinta Ruby Anggraeni (34)

1. LETAK BERDIRINYA
Kerajaan Pajajaran adalah kerajaan yang bercorak Hindu yang diperkirakan berpusat di
Pakuan (Bogor sekarang), Jawa Barat.
Dalam naskah-naskah kuno nusantara, kerajaan ini sering pula disebut dengan Negeri Sunda,
Pasundan, atau Pakuan Pajajaran.
Menurut Prasasti Sanghyang Tapak, Kerajaan Pajajaran didirikan oleh Sri Jayabhupati pada
923 M.Kerajaan Pajajaran berdiri pada tahun 923 M dan runtuh pada 1597 M setelah
diserang oleh Kesultanan Banten.

Pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi (1482-1521 M),
kerajaan ini berhasil mencapai puncak keemasannya.
Jejak Kerajaan Pajajaran dapat diketahui dari berbagai sumber sejarah, seperti naskah kuno
(Babad Padjajaran, Carita Parahyangan, dan Carita Waruga Guru) dan prasasti (Prasasti Batu
Tulis, Prasasti Sanghyang Tapak, dan Prasasti Kawali).Sejarah Kerajaan Pajajaran tidak
dapat terlepas dari kerajaan-kerajaan pendahulunya, seperti Kerajaan Tarumanegara,
Kerajaan Sunda dan Galuh, serta Kawali.Hal ini disebabkan pemerintahan Kerajaan Pajajaran
merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan tersebut.

Menurut Prasasti Sanghyang Tapak, Raja Sri Jayabhupati mendirikan sebuah kerajaan
pada 923 M di Pakuan Pajajaran.Setelah Sri Jayabhupati, takhta kemudian jatuh ke tangan
Rahyang Niskala Wastu Kancana dengan pusat kerajaan berada di Kawali.Pada 1428, Sri
Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi dinobatkan dua kali untuk menerima takhta Kerajaan
Sunda dan Kerajaan Galuh.Periode terakhir Kerajaan Sunda dan Galuh ini kemudian dikenal
sebagai periode Kerajaan Pajajaran dengan pusat pemerintahan kembali ke Pakuan
Pajajaran.Mengenai raja-raja Kerajaan Pajajaran, terdapat perbedaan urutan antara naskah-
naskah Babad Pajajaran, Carita Parahyangan, dan Carita Waruga Guru.
Selain Sri Jayabhupati sebagai pendiri, berikut ini beberapa raja yang tercatat pernah
memimpin Kerajaan Pajajaran.

1.Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521 M), bertahta di Pakuan


2.Surawisesa (1521 – 1535 M), bertahta di Pakuan
3.Ratu Dewata (1535 – 1543 M), bertahta di Pakuan
4.Ratu Sakti (1543 – 1551 M), bertahta di Pakuan
5.Ratu Nilakendra (1551-1567 M), meninggalkan Pakuan karena serangan Hasanudin dan
Maulana Yusuf
6.Raga Mulya (1567 – 1579 M), memerintah dari Pandeglang
Masa Keemasan Kerajaan Pajajaran dapat dicapai pada masa pemerintahan Sri
Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi yang memerintah antara 1482-1521 M.
Pada masa pemerintahannya, kerajaan dalam keadaan teratur dan tenteram.

Tindakan pertama yang diambil setelah resmi menjadi raja adalah membebaskan
penduduknya dari empat macam pajak.Ketika memerintah, Prabu Siliwangi dikenal sebagai
pemimpin yang memegang teguh asas kesetaraan dalam kehidupan sosial.Prabu Siliwangi
sempat tidak senang dengan hubungan Cirebon-Demak yang terlalu akrab, tetapi perselisihan
mereka tidak berkembang ke arah ketegangan.Menurut sumber Portugis, Kerajaan Pajajaran
diperkirakan memiliki 100.000 prajurit dan 40 ekor pasukan gajah.Prabu Dewataprana Sri
Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi yang memerintah Kerajaan Pasundan antara 1482 -
1521 M.
Prabu Siliwangi begitu mencurahkan perhatian pada pembinaan agama, pembuatan
parit pertahanan, memperkuat angkatan perang, membuat jalan, dan menyusun formasi
tempur di darat, tetapi angkatan lautnya terbilang lemah.
Runtuhnya Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Pajajaran runtuh pada 1579 akibat serangan dari kerajaan Sunda lainnya, yaitu
Kesultanan Banten.Berakhirnya Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman
Sriwacana (singgasana raja), dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana
Yusuf.Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu diboyong karena tradisi politik agar di Pakuan
tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru.Hal ini juga menandai bahwa Maulana Yusuf adalah
penerus kekuasaan Pajajaran yang sah karena buyut perempuannya adalah putri Sri Baduga
Maharaja.
2. PENINGGALAN KERAJAAN PAJAJARAN
a. Prasasti Cikapundung
Prasasti Cikapundung adalah salah satu dari prasasti peninggalan Kerajaan Sunda.
Prasasti ini ditemukan di kawasan perkebunan kina Cikapundung – Ujungberung pada tahun
1884 dan di Kampung Cimaung, Tamansari, Kota Bandung
b. Prasasti Pasir Datar
Jenis bahan
Prasasti ini dibuat dari batu alam.
Lokasi
Prasasti Pasir Datar ditemukan di Perkebunan Kopi di Pasir Datar, Desa Cisande,
Kec, Cicantayan, Kab. Sukabumi pada tahun 1872 (NBG 1872, al 165; 1873, hal 60 dan 94).
Menurut N.J.Krom prasasti ini disimpan di Museum Nasional Jakarta (l914:60).
Isi
Prasasti Pasir Datar belum ditranskripsi sehingga belum diketahui isinya.
Rujukan
Richadiana Kartakusuma (1991), Aneka ragam Bahasa Prasastidi Jawa Barat Pada
Abad Ke-5 Masehi sampai Ke-16 Masehi: Suatu Kajian Tentang Munculnya Bahasa Sunda.
Tesis (yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam
bidang Arkeologi). Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

c. Prasasti Sunda Portugis


Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal atau Padrão Sunda Kelapa adalah sebuah prasasti
berbentuk tugu batu (padrão) yang ditemukan pada tahun 1918 di Batavia, Hindia Belanda. ...
Padrão ini didirikan di atas tanah yang ditunjuk sebagai tempat untuk membangun benteng
dan gudang bagi orang Portugis.

d. Babad Padjajaran
Babad Padjajaran adalah naskah kuno yang bercerita tentang cikal bakal Kerajaan
Pajajaran.
Isi di dalamnya juga memuat cerita keseharian masyarakat dan kearifan budaya Sunda pada
zamannya.

e. Kidung Sundayana
Kitab ini menceritakan tentang kekalahan pasukan Pajajaran dalam pertempuran Bubat
melawan Majapahit.
Selain itu, diceritakan pula tentang tewasnya Raja Sri Baduga dan putrinya.

f. Prasasti Batu Tulis


Prasasti Batu Tulis ditemukan di Kelurahan Batu Tulis, Kecamatan Bogor Selatan.
Peninggalan Kerajaan Pajajaran ini diperkirakan berasal dari abad ke-11 hingga abad ke-16.
Prasasti Batu Tulis dibuat pada masa pemerintahan Prabu Surawisesa, setelah kematian
ayahnya, Prabu Siliwangi.
g. Prasasti Sanghyang Tapak
Prasasti Sanghyang Tapak atau Prasasti Citasih adalah sebuah tanda terima kasih raja kepada
pasukan Kerajaan Pajajaran yang telah memenangkan perang melawan pasukan Swarna-
bhumi.

Prasasti ini dibuat pada 1030 Masehi, atas perintah Maharaja Jayabhupati.

h. Prasasti Kawali
Prasasti Kawali atau Prasasti Astanagede ditemukan di daerah Ciamis, Jawa Barat.

Isinya tentang dipindahkannya pusat kerajaan dari Pakuan Pajajaran ke Kawali.

Prasasti yang diperkirakan dibuat pada abad ke-14 ini dijadikan tugu peringatan untuk
mengenang kejayaan Prabu Niskala Wastu Kancana.
3. KONDISI SOSIAL, DAN EKONOMI MASA KERAJAAN PAJAJARAN

Sosial:
Kehidupan sosial masyarakat Sunda dan Pakwan Pajajaran secara garis besar dapat
digolongkan ke dalam golongan seniman, peladang (pecocok tanam), pedagang. Seperti
masyarakat Tarumanagara dan Galuh, mereka umumnya selalu berpindah-pindah. Hal ini
berpengaruh pada bentuk rumah tempat tinggal mereka yang sederhana.

Ekonomi:
Pada masa kekuasaan raja-raja Sunda, kehidupan sosial ekonomi masyarakat cukup
mendapatkan perhatian. Meskipun pusat kekuasan Kerajaan Sunda berada di pedalaman,
namun hubungan dagang dengan daerah atau bangsa lain berjalan baik. Kerajaan Sunda
memiliki pelabuhan pelabuhan penting, seperti Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda
kelapa, dan Cimanuk. Di kota-kota pelabuhan tersebut diperdagangkan lada, beras, sayur-
sayuran, buah-buahan, dan hewan piaraan.

Di samping kegiatan perdagangan, pertanian merupakan kegiatan mayoritas rakyat


Sunda. Berdasarkan kitab Carita Parahyangan dapat diketahui bahwa kehidupan ekonomi
masyarakat Kerajaan Sunda umumnya bertani, khususnya berladang (berhuma). Misalnya,
pahuma (paladang), panggerek (pemburu), dan penyadap. Ketiganya merupakan jenis
pekerjaan di ladang. Aktivitas berladang memiliki ciri kehidupan selalu berpindahpindah. Hal
ini menjadi salah satu bagian dari tradisi sosial Kerajaan Sunda yang dibuktikan dengan
sering pindahnya pusat Kerajaan Sunda.

Politik:
Menurut Carita Parahyangan,kerjaraan Sunda didirikan oleh Tarusbawa pada tahun
669(591 saka). Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri,Sunda merupakan Bawahan
Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman (memerintah
666-669 M), memiliki dua anak, semua nya perempuan. Dewi Manasih, Putri sulungnya,
menikah dengan Tarusbawa dari Sunda (kerajaan bawahan Tarumanagara),sedangkan yang
kedua,Sobakancana, menikah dengan Dapunta Hyang Sri Janayasa,pendiri kerajaan
Sriwijaya.
Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada
menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh,juga kerajaan bawahan
Tarumanagara,bernama Wretikandayun (621-702) memberontak, melepaskan diri dari
Tarumanagara serta mendirikan Kerajaan Galuh yang mandiri. Tarusbawa juga
menginginkan melanjutkan Kerajaan Tarumanagara, dan selanjutnya memindahkan
kekuasaannya ke Sunda, di hulu sungai Cipakancilan, tempat sungai Ciliwung dan sungai
Cisadane berdekatan dan berjajar, dekat Bogor saat ini, sedangkan Tarumanagara merupakan
kerajaan bawahannya.
Cuplikan cerita Parahyangan berikut ini menunjukan prabu Siliwangi sangat peduli pada
pembangunan dibidang ekonomi dan pendidikan:
"Ada dua jenis musuh. Musuh ganyal (nyata) dan musuh alit (halus). Musuh ganyal kelihatan
dan mudah dilawan. Sebaliknya, musuh alit tidak kelihatan, berbentuk ideologi baru, cuma
bisa diatasi dengan cara meningkatkan kecerdasan rakyat".
Pada masa itu, kerajaan ini memiliki pelabuhan dagang di Banten, Pontang, Cikande
(Tanggerang), Karawang, Cimanuk dan pelabuhan internasional Sunda kelapa. Pelabuhan
Sunda Kelapa digunakan untuk mengekspor lada dan beras ke negara negara sahabat nya.

Informasi tentang Subanglarang (Putri Mangkubumi Mertasinga/Singapura) diperoleh


dari Naskah Purwaka Caruban. Naskah ini memberitakan pernikahan Prabu Siliwangi dengan
Subanglarang di Singapura pada 1522, setahun setelah Suraawisesa menduduki takhta
Pajajaran. Kemungkinan besar, setelah itu Prabu Siliwangi beperan sebagai penasihat. Dari
Subanglarang, Prabu Siliwangi memiliki tiga orang anak, yaitu Walangsungsang/Pangeran
Cakrabuana (lahir 1423), Larasantang (perempuan, lahir 1426), dan Rajasangara (lahir 1428).

Anda mungkin juga menyukai