Kelompok 4:
Kerajaan Pajajaran atau Kerajaan Sunda merupakan Kerajaan Hindu yang terletak di
Parahyangan Sunda, Pakuan berasal dari kata Pakuwuan yang mengartikan sebuah kota. Di
masa-nya, para masyarakat Asia Tenggara terbiasa untuk menyebut sebuah kerajaan dengan
nama ibukota dan dari beberapa catatan yang ditemukan, Kerajaan Pajajaran dibangun pada
tahun 923 oleh Sri Jayabhupati seperti yang ada pada sebuah prasasti Sanghyang Tapak
[1030 M] berlokasi di Kampung Pangcalikan dan juga Bantarmuncang, tepi Sungai Citatih,
Cibadak, Sukabumi.
Dalam sejarah tertulis jika pada akhir tahun 1400-an, Majapahit kondisinya semakin lemah
dan pemberontakan serta perebutan kekuasaan diantara saudara terjadi berulang kali. Saat
jatuhnya Prabu Kertabumi [Brawijaya V], para pengungsi dari kerabat Kerajaan Majapahit
mengungsi menuju ibukota Kerajaan Galuh yang berada di Kawali, Kuningan, Jawa Barat.
Raden Baribin yang merupakan saudara dari Prabu Kertabumi pun di terima dengan tangan
terbuka oleh Raja Dewa Niskala serta menikah dengan Ratna Ayu Kirana yang merupakan
salah satu putri Raja Dewa Niskala.
Raja juga menikah dengan salah seorang dari keluarga pengungsi rombongan Raden Barinbin
tersebut. Raja Susuktunggal yang berasal dari Kerajaan Sunda marah dengan pernikahan
Dewa Niskala tersebut. Dewa Niskala dianggap sudah melanggar aturan dan aturan tersebut
sudah ada sejak Peristiwa Bubat yang berisi jika orang Sunda-Galuh tidak boleh dan dilarang
menikah dengan orang yang berasal dari keturunan Majapahit. Peperangan hampir saja terjadi
dari dua raja yang merupakan besan tersebut.
Kedua raja ini menjadi besan sebab Jayadewata yang adalah putra dari Raja Dewa Niskala
adalah menantu dari Raja Susuktunggal. Peperangan tersebut tidak terjadi lantaran dewan
penasehat berhasil mendamaikan kedua raja tersebut dengan keputusan akhir jika kedua Raja
tersebut harus turun dari tahta mereka dan mereka berdua menyerahkan tahta mereka pada
putra mahkota yang sudah dipilih. Dewa Niskala memilih Jayadewata, anaknya, untuk
meneruskan kekuasaan, sementara Prabu Susuktunggal juga memilih orang yang sama
sehingga akhirnya Jayadewata mempersatukan kedua kerajaan tersebut. Jayadewata lalu
diberi gelar Sri Baduga Maharaja dan mulai memerintah Kerajaan Pajajaran di tahun 1482.
Baca Artikel terkait lainnya seperti Sejarah Kerajaan Majapahit, Asal Usul Nusantara,
dan Sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara Lengkap.
Kehidupan Perekonomian Kerajaan Pajajaran
Kehidupan sosial masyarakat di Kerajaan Pajajaran merupakan para seniman seperti penari,
pemain gamelan serta badut dan juga golongan petani serta perdagangan. Sementara untuk
golongan masyarakat yang tidak baik adalah tukang rampas, copet, perampok dan maling.
Yang mempengaruhi kehidupan dari sektor budaya Kerajaan Pajajaran adalah agama Hindu
serta beberapa peninggalan seperti prasasti, jenis batik, Kitab Cerita Parahyangan dan juga
Kitab Sangyang Siskanda. Baca Artikel terkait lainnya Candi Peninggalan Agama
Hindu, Sejarah Situs Ratu Boko, Sejarah Kota Surabaya, Pahlawan Nasional Wanita.
Sang Maharaja juga kemudian membangun Kabinihajian atau kaputren, kesatriaan atau
asrama prajurit, menambah kekuatan angkatan perang, mengatur untuk pemungutan upeti
dari para raja dibawahnya dan juga menyusun undang-undang kerajaan. Pembangunan juga
bisa dilihat dalam prasasti Kabantenan dan juga Batutulis yang mengisahkan Juru Pantun dan
juga penulis Babad yang masih bisa dilihat hingga sekarang, sementara sebagian lagi sudah
hilang. Kedua prasasti dan juga Cerita Pantun serta kisah Babad tersebut diketahui jika Sri
Baduga sudah memberi pertintah untuk membuat wilayah perdikan, membuat Talaga
Maharena Wijaya, memperkuat ibukota, membuat pagelaran, membuat kabinihajian,
membuat kesatriaan, membuat pamington, memperkuat angkatan perang dan juga mengatur
upeti untuk para raja yang berada di bawahnya. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Kerajaan
Islam di Indonesia, Sejarah Minangkabau, Sejarah Islam di Indonesia, Sejarah Timor Timur.
Kehancuran Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Pajajaran akhirnya hancur di tahun 1579 karena serangan Kerajaan Sunda lain yakni
Kesultanan Banten. Kerajaan Pajajaran berakhir dengan dibawanya Palangka Sriman
Sriwacana dari Pakuan Pajajaran menuju Keraton Surosowan yang berada di Banten oleh
pasukan Maulana Yusuf. Batu sebesar 200 x 160 x 20 cm tersebut dibawa menuju Banten
sebab tradisi politik membuat Pakuan Pajajaran tidak bisa menobatkan Raja yang baru dan
menjadi pertanda jika Maulana Yusuf merupakan penerus dari Kerajaan Sunda yang sah
sebab buyut perempuannya adalah Putri Sri Baduga Maharaja. Palangka Sriman Sriwacana
ini bisa dilihat di depan bekas Keraton Surosowan di daerah Banten dan masyarakat Banten
menyebutnya dengan Watu Gilang yang berarti mengkilap dan memiliki arti yang sama
dengan Sriman.
Sesudah terjadi persekutuan dari Kesultanan Demak dan juga Cirebon, ajaran agama Islam
mulai memasuki Parahyangan dan menimbulkan keresahan untuk Jaya Dewata dan kemudian
ia membatasi pedagang muslim yang masuk di Pelabuhan kerajaan Sunda supaya pengaruh
Islam terhadap pribumi bisa diperkecil. Akan tetapi nyatanya pengaruh agama Islam jauh
lebih kuat dan Pajajaran akhirnya memutuskan untuk berkoalisi dengan Portugis agar bisa
mengimbangi Kesultanan Demak dan juga Cirebon. Pajajaran lalu memberikan kesempatan
untuk perdagangan bebas di pelabuhan Kerajaan Pajajaran dengan imbalan berupa bantuan
militer jika Kesultanan Demak dan Cirebon menyerang Pajajaran. Kekuasaan dari Pajajaran
akhirnya jatuh ke Kesultanan Banten di tahun 1524 dan pasukan Demak yang bergabung
dengan Cirebon mendarat di Banten dan ajaran Islam yang dibawa para pendatang pun
menarik perhatian dari masyarakat sampai ke pedalaman Wahenten Girang.
Sunan Gunung Jati memberikan petunjuk untuk anaknya yakni Maulana Hasanuddin agar
membangun sebuah pusat pemerintahan di daerah Wahanen Girang serta membangun kota di
pesisir sehingga akhirnya terbentuk Kerajaan Banten. Tahun 1570, Maulana Yusuf naik tahta
dan menjadi raja Banten menggantikan sang ayah yakni Maulana Hasanuddin. Ia meneruskan
ekspansi menuju pedalaman Sunda serta akhirnya berhasil mengalahkan Pakuan Pajajaran.
Tahun 1527, pelabuhan Sunda Kelapa juga jatuh ke pasukan Islam yang membuat Pajajaran
dan Portugis menjadi terputus sehingga Kerajaan Pajajaran semakin melemah.
Sedangkan Prabu Ratu Dewata yang memerintah dari tahun 1535 sampai dengan 1543 juga
tidak menjalankan pemerintahan dengan baik dan lebih mengutamakan menjadi pendeta yang
menyebabkan rakyat menjadi terabaikan. Sedangkan penerusnya yakni Ratu Sakti sangat
senang bermain wanita dan Raja Mulya sangat senang menghamburkan harta sambil mabuk
yang membuat Kerajaan Pajajaran tidak bisa dipertahankan lagi. Maulanan Yusuf menjadi
penerus kekuasaan Sunda yang sah sebab diperkuat juga dengan garis keturunan yang
dimilikinya yakni cicit dari Sri Baduga Maharaja, Raja pertama dari Kerajaan Pajajaran.
Sesudah berhasil dikalahkan Banten, beberapa punggawa istana pindah dan menetap di Lebak
dan hidup di pedalaman sambil terus memakai cara kehidupan mandala yang ketat dan
kelompok masyarakat ini masih ada sampai sekarang yang dikenal dengan Suku Baduy. Baca
Artikel terkait lainnya Sejarah Candi Kalasan, Sejarah Candi Cetho, Candi Peninggalan
Budha, dan Pertempuran Medan Area.
Peninggalan Sejarah Kerajaan Pajajaran
Selain Naskah Babad, Kerajaan Pajajaran juga memiliki beberapa peninggalan lain yang
masih bisa kita lihat hingga sekarang.
1. Prasasti Cikapundung
Prasasti Cikapundung ditemukan oleh warga di sekitar Sungai Cikapundung, Bandung pada
tanggal 8 Oktober 2010. Dalam Batu Prasasti ini memiliki tulisan Sunda kuno yang menurut
perkiraan berasal dari abad ke-14. Tidak hanya terdapat huruf Sunda kuno, pada prasasti
tersebut juga terdapat beberapa gambar seperti telapak tangan, wajah, telapak kaki dan juga 2
baris huruf Sunda kuno dengan tulisan ” unggal jagat jalmah hendap” dengan arti semua
manusia di dunia ini bisa mengalami sesuatu apapun. Seorang peneliti utama dari Balai
Arkeologi Bandung yakni Lufti Yondri berkata jika prasasti tersebut adalah Prasasti
Cikapundung.
2. Prasasti Huludayeuh
Prasasti Huludayeuh ini ada di bagian tengah sawah di Kampung Huludayeuh, Desa
Cikalahang, Kecamatan Sumber sesudah pemekaran Wilayang menjadi Kecamatan
Dukupuntang, Cirebon. Prasasti ini sudah sejak lama diketahui oleh masyarakat sekitar akan
tetapi untuk para arkeologi dan juga ahli sejarah baru mengetahui keberadaan prasasti
tersebut di bulan September 1991. Isi dari prasasti tersebut terdiri dari sebelas baris tulisan
beraksa serta bahasa Sunda kuno. Akan tetapi batu prasasti tersebut ditemukan dalam
keadaan yang sudah tidak utuh dan membuat beberapa aksara juga ikut hilang. Permukaan
batu prasasti tersebut juga sudah agak rusak dan beberapa tulisan sudah aus sehingga
beberapa isi dari prasasti tersebut tidak bisa terbaca. Secara garis besar, prasasti ini
menceritakan tentang Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan Sya Sang Ratu Dewata yang
berhubungan dengan beberapa usaha untuk membuat makmur negerinya.
Pleyte juga menemukan benteng tanah di Jero Kuta yang sekarang berada doarah Sukasari
pertemuan Jalan Siliwangi dengan Jalan Batutulis dan letak Keraton diduga berada di sekitar
Batutulis. Laporan yang diberikan oleh Adolf Winkler tahun 1690 disebutkan jika di
Batutulis, ia menemukan lantai berbatu yang tersusun sangat rapi dan dengan penjelasan
orang yang mengantarnya, itulah letak dari Istana Kerajaan yang diukur dari lantai sampai
kearah paseban tua ditemukan 7 pohon beringin, akan tetapi lokasi pastinya masih menjadi
sebuah misteri hingga sekarang.
Sesudah Raja Pajajaran pindah menuju Pakuan, pemerintahan di Galuh Kawali dipimpin
Prabu Ningratwangi dengan masa pemerintahan dari tahun 1428 sampai 1501 mewakili sang
kakak Sri Baduga Maharaja. Sesudah itu pemerintahan Galuh dipimpin Prabu Jayaningrat
periode 1501 sampai dengan 1528 dan ia merupakan Ratu Galuh terakhir sebelum Kerajaan
runtuh dan ditaklukan oleh Kesultanan Cirebon. Demikian ulasan lengkap tentang Sejarah
Kerajaan Pajajaran lengkap yang bisa kami berikan, semoga bisa menambah informasi
seputar sejarah khususnya kerajaan di tanah air.