Anda di halaman 1dari 11

KERAJAAN SUNDA

NAMA KELOMPOK:
1. MALIKA
2. MELINDA
3. BONITA
4. ABEL
Sejarah kerajaan sunda atau pasunda
Sejarah Kerajaan Sunda
Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang terletak di bagian Barat pulau Jawa (provinsi
Banten, Jakarta, dan Jawa Barat sekarang), antara tahun 932 dan 1579 Masehi.
Berdasarkan sumber sejarah berupa prasasti dan naskah-naskah berbahasa Sunda Kuno
KERAJAAN SUNDA
dikatakan bahwa pusat kerajaan Sunda telah mengalami beberapa perpindahan.
Kerajaan Sunda (669–1579 M), menurut naskah Wangsakerta merupakan kerajaan yang
berdiri menggantikan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa
pada tahun 591 Caka Sunda (669 M). Menurut sumber sejarah primer yang berasal dari
abad ke-16, kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah yang sekarang
menjadi Provinsi Banten, Jakarta, Provinsi Jawa Barat , dan bagian barat Provinsi Jawa
Tengah.
Sumber sejarah kerajaan sunda
• Prasasti Rakryan Juru Pangambat, berangka tahun 854 Saka (932 M) ditemukan di
Desa Kebon Kopi Bogor
• Prasasti Sanghyang Tapak berangka tahun 952 Saka (1030 M) yang ditemukan di
kampung Pangcalikan dan Bantar Muncang di tepi sungai Cicatih, Cibadak
Sukabumi.
• Prasasti Kampung Astanagede (Kawali) Ciamis
• Prasasti Horren, ditemukan di Jawa Timur
• Prasasti Kabantenan
• Prasasti Batu Tulis Bogor
• Kitab-kitab Susastra, seperti Pararaton, Kidung Sundayana dan Carita
Parahyangan serta Sanghyang Siksakanda.
• Berita Asing, seperti Berita Portugis dari Tome Pires (1513) dan Antonio Pigafetta
(1522)
Kehidupan politik
Menurut kitab Carita Parahyangan, yang menjadi raja sunda di kawali (ciamis) setelah perang bubat
adalah Rahyang Niskala Wastu Kencana, sedangkan keratonnya disebut Surawisesa. Ketika di angkat
sebagai raja, Wastu Kencana masih kecil sehingga pemerintahannya untuk sementara di pegang oleh
pamannya, yaitu Hyang bunisora, sampai tahun 1371.
Setelah berusia 23 tahun Wastu Kencana memegang tampuk pemerintahan secara langsung. Dari wasiat
nya yang di goreskan pada prasasti kawali, tampak sekali ia sangat memerhatikan kesejahteraan rakyatnya
dan senantiasa menjalankan agamanya.
Akibat sumber-sumber sejarah yang sangat terbatas, aspek kehidupan politik ihwal Kerajaan
Sunda/Pajajaran spesialuntuk sedikit saja yang diketahui. Aspek kehidupan politik yang diketahui terbatas
pada perpindahan sentra pemerintahan dan pergantian takhta raja. Secara berurutan pusat-pusat
kerajaan itu ialah Galuh, Prahajyan Sunda, Kawali, dan Pakwan Pajajaran.
1. Kerajaan Galuh
Sejarah di Jawa Barat setelah Tarumguagara tidak banyak diketahui. Kepetangan itu sedikit tersingkap oleh
Prasasti Canggal yang ditemukan di Gunung Wukir, Jawa Tengah berangka tahun 732 M.
2. Pusat kerajaan prahjyan sunda

Nama Sunda muncul lagi pada Prasasti Sahyang Tapak yang ditemukan di Pancalikan dan
Bantarmuncang tempat Cibadak, Sukabumi. Prasasti itu berangka tahun 952 Saka (1030
M), berbahasa Jawa Kuno dengan abjad Kawi. Nama tokoh yang disebut ialah Maharaja Sri
Jayabhupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabhuwanaman-
daleswaranindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa, sedangkan tempat
kekuasaannya disebut Prahajyan Sunda.
Berdasarkan gelarnya yang mengatakan persamaan dengan gelar Airlangga di Jawa Timur
dan masa pemerintahannya pun bersamaan, ada dugaan bahwa di antara kedua kerajaan
tersebut ada kekerabatan atau pengaruh. Akan tetapi, Jayabhupati berulang kali
menyatakan bahwa dirinya ialah haji ri Sunda (raja di Sunda). Jadi, Jayabhupati bukan raja
bawahan Airlangga. Sementara itu, ihwal kutukan bukanlah sesuatu yang biasa terdapat
pada prasasti yang berbahasa Sunda sehingga kemungkinan Jayabhupati bukan orang
Sunda asli.
3. Pusat kerajaan kawali

Pada zaman pemerintahan siapa sentra Kerajaan Sunda mulai berada di Kawali tidak
diketahui secara pasti. Akan tetapi, berdasarkan prasasti di Astanagede (Kawali),
diketahui bahwa setidak-tidaknya pada masa pemerintahan Rahyang Niskala Wastu
Kancana sentra kerajaan sudah berada di situ. Istananya berjulukan Surawisesa. Raja
sudah membuat selokan di sekeliling keraton dan mendirikan perkampungan untuk
rakyatnya.
Menurut kitab Pararaton, pada tahun 1357 Masehi terjadi insiden Pasundan–Bubat atau
Perang Bubat, yaitu peperangan antara Sunda dan Majapahit. Pada masa itu Sunda
diperintah oleh Prabu Sri Baduga Maharaja (ayah Wastu Kancana) dan Majapahit
diperintah oleh Raja Hayam Wuruk. Pada pertempuran itu Prabu Maharaja gugur. Ketika
Perang Bubat terjadi, Wastu Kancana masih kecil sehingga pemerintahannya untuk
sementara diserahkan kepada pengasuhnya, yaitu Hyang Bunisora. Ia menjalankan
pemerintahan selama 14 tahun (1357–1371).
4. Pusat Kerajaan Pakwan Pajajaran

Sesudah Raja Rahyang Ningrat Kancana jatuh, takhtanya digantikan oleh putranya, Sang
Ratu Jayadewata. Pada Prasasti Kebantenan, Jayadewata disebut sebagai yang sekarang
menjadi Susuhunan di Pakwan Pajajaran. Pada Prasasti Batutulis Sang Jayadewata
disebut dengan nama Prabu Dewataprana Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakwan
Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Sejak pemerintahan Sri Baduga Maharaja, sentra
kerajaan beralih dari Kawali ke Pakwan Pajajaran yang dalam kitab Carita Parahyangan
disebut Sri Bima Unta Rayana Madura Suradipati. Menurut kitab Carita Parahyangan,
raja menjalankan pemerintahan berdasarkan kitab aturan yang berlaku sehingga
terciptalah keadaan kondusif dan tenteram, tidak terjadi kerusuhan atau perang.
B. Kehidupan Ekonomi

Pada masa kekuasaan raja-raja Sunda, kehidupan sosial ekonomi masyarakat cukup
mendapatkan perhatian. Meskipun sentra kekuasan Kerajaan Sunda berada di pedalaman,
namun kekerabatan dagang dengan tempat atau bangsa lain berjalan baik. Kerajaan Sunda
mempunyai pelabuhanpelabuhan penting, menyerupai Banten, Pontang, Cigede, Tamgara,
Sunda kelapa, dan Cimanuk. Di kota-kota pelabuhan tersebut diperdagangkan lada, beras,
sayur-sayuran, buah-buahan, dan binatang piaraan.

Di samping acara perdagangan, pertanian ialah acara secara umum dikuasai rakyat Sunda.
Berdasarkan kitab Carita Parahyangan sanggup diketahui bahwa kehidupan ekonomi
masyarakat Kerajaan Sunda umumnya bertani, khususnya berladang (berhuma). Misalnya,
pahuma (paladang), panggerek (pemburu), dan penyadap. Ketiganya ialah jenis pekerjaan di
ladang. Aktivitas berladang mempunyai ciri kehidupan selalu berpindahpindah. Hal ini menjadi
salah satu penggalan dari tradisi sosial Kerajaan Sunda yang dibuktikan dengan sering
pindahnya sentra Kerajaan Sunda.
C. Kehidupan Sosial-Budaya

Berdasarkan kitab Sanghyang Siksakandang Karesian, kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Sunda
sanggup dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain sebagai diberikut.
1.Kelompok Rohani dan Cendekiawan
Kelompok rohani dan cendekiawan ialah kelompok masyarakat yang mempunyai kemampuan di bidang
tertentu. Misalnya, brahmana yang mengetahui banyak sekali macam mantra, pratanda yang mengetahui
banyak sekali macam tingkat dan kehidupan keagamaan, dan janggan yang mengetahui banyak sekali
macam pemujaan, memen yang mengetahui banyak sekali macam cerita, paraguna mengetahui banyak
sekali macam lagu atau nyanyian, dan prepatun yang mempunyai banyak sekali macam dongeng pantun.
2.Kelompok Aparat Pemerintah
Kelompok masyarakat sebagai alat pemerintah (negara), contohnya bhayangkara (bertugas menjaga
keamanan), prajurit (tentara), hulu jurit (kepala prajurit).
3.Kelompok Ekonomi
Kelompok ekonomi ialah orang-orang yang melaksanakan acara ekonomi. Misalnya, juru lukis (pelukis),
pande mas (perajin emas), pande dang (pembuat perabot rumah tangga), pesawah (petani), dan palika
(nelayan).
Kehidupan masyarakat Kerajaan Sunda ialah peladang, sehingga sering
berpindah-pindah. Oleh sebab itu, Kerajaan Sunda tidak banyak
meninggalkan bangunan yang permguan, menyerupai keraton, candi
atau prasasti. Candi yang paling dikenal dari Kerajaan Sunda ialah Candi
Cangkuang yang berada di Leles, Garut, Jawa Barat.

Hasil budaya masyarakat Kerajaan Sunda yang lain berupa karya sastra,
baik tulis maupun lisan. Bentuk sastra tulis, contohnya Carita
Parahyangan; sedangkan bentuk satra verbal berupa pantun,
menyerupai Haturwangi dan Siliwangi.
Keruntuhan kerajaan sunda
Kerajaan Sunda runtuh setelah ibu kota kerajaan ditaklukan oleh
Maulana Yusuf pada tahun 1579. Sementara sebelumnya kedua
pelabuhan utama Kerajaan Sunda itu juga telah dikuasai oleh Kerajaan
Demak pada tahun 1527, Kalapa ditaklukan oleh Fatahillah dan Banten
ditaklukan oleh Maulana Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai